Kisah perancangan KFX/IFX dikuatirkan antiklimaks. Seiring
pengetatan anggaran, Pemerintah Korea berancang-ancang untuk menurunkan
spesifikasi jet tempur masa depan yang telah dirancang bersama
Indonesia ini. Lockheed telah diajak ikut membantu.
Jika upaya menurunkan spesifikasi (down-grade)
benar-benar terjadi, Pemerintah Indonesia diharapkan meninjau kembali
kelayakan program perancangan KFX/IFX. Demikian saran sejumlah pengamat
kemiliteran menyikapi perkembangan yang mungkin bakal “menimpa” salah
satu proyek persenjataan paling prestise di Asia ini. Revisi akan
dilakukan seiring pengetatan anggaran dan percepatan akuisisi senjata
yang tengah digencarkan Pemerintah Korea. Lewat celah offset dari pembelian 40 jet tempur F-35A Lightning II, Korea bahkan telah meminta Lockheed untuk terlibat dalam penyelesaian pesawat tempur masa depannya tersebut.
Beberapa minggu lalu, dikabarkan, Pemerintah
Indonesia telah mengirim delegasi untuk membicarakan kelanjutan program
tersebut. Namun, belum ada keterangan resmi menyangkut pertemuan ini.
Mengutip informasi terbaru yang beredar di kalangan
elite Korea, Defense Acquisition Program Administration -- badan yang
berwenang menggelontorkan anggaran untuk pembelian alut sista -- tengah
mempertimbangkan untuk merevisi dapur pacu KFX yang semula akan
ditenagai dua mesin menjadi hanya satu mesin saja. Perubahan yang amat
mendasar ini serta merta akan mengeliminir ruang penyimpanan senjata (internal weapons bay),
salah satu penentu sifat sliuman sebuah pesawat. Pengurangan jumlah
mesin juga akan menurunkan gaya dorong , performa, dan
manuverabilitasnya di udara.
Desas-desus penurunan spek sesungguhnya telah
berhembus sejak Oktober 2013. Kala itu, kepada majalah kedirgantaraan
terkemuka di AS, Aviation Week & Space Technology, pabrikan
Korean Aerospace Industry memperkenalkan konsep KFX varian mesin
tunggal yang diberi kode KFX-E. Konsep ini tak langsung ditanggapi DAPA
dan ADD (Agency for Defense Development, setingkat Balitbang TNI).
Pasalnya, hanya kedua badan pamerintahan inilah yang punya kewenangan
dan tanggung-jawab menyusun konsep dan rancangan. Tanggung-jawab KAI
hanya sebatas pada pelaksana proyek setelah Presiden dan Parlemen
mengesahkan rancangan final.
KFX-E sendiri bukanlah rancangan sepenuhnya KAI. KFX-E dicomot dari
hasil perancangan tahap kedua dari tiga tahapan Technology Developmnet
yang akhirnya diselesaikan pada Desember 2013. Di mata Tim Enjinir
Indonesia-Korea yang ketika bekerja dipusatkan di KFX/IFX Research
Daejeon, 160 km selatan ibukota Seoul, KFX-E tak lain adalah desain
berkode D-501 turunan C-102E yang sengaja dihitung untuk melihat
kelebihan dan kekurangan jika hanya mengusung satu mesin. Belakangan,
C-102E diputuskan untuk dianulir karena performanya tak bisa menandingi
jet-jet tempur canggih yang bakal terbang di langit Asia.
Proyek sensitif
Lockheed sendiri, selaku pembuat F-35A, mengaku belum pernah
menawarkan asistensi teknis terkait revisi rancangan KFX. Pabrik pesawat
tempur terkemuka di dunia ini sebaliknya telah menepis, bahwa belum
ada alasan kuat untuk ikut terlibat di dalamnya. Namun, sejumlah
pengamat di Korea meyakini, cepat-lambat mereka akan mempertimbangkan
permintaan itu mengingat sejarah keterlibatan AS yang cukup panjang
dalam berbagai program pertahanan di Korea. Sejak negeri ini berperang
dengan Korea Utara pada 1957, praktis memang hanya industri persenjataan
AS lah yang mau mendukung AB Korea Selatan.