Jumat, 04 April 2014

SAAB JAS 39E Gripen, proyeksi pesawat tempur masa depan



 JAS 39E Gripen dalam satu penerbangan. Semua sistem peluru kendali dan bom konvensional pun bom cerdas standar NATO bisa dioperasikan dari pilon-plionnya. Dia dipakai di empat angkatan udara Eropa dan Thailand di ASEAN. (wikipedia.org)

Pesawat tempur generasi keempat masih dianggap cukup mampu menjadi andalan banyak negara. Namun kini pabrikan pesawat tempur Swedia, SAAB AB, mengembangkan generasi keenam, SAAB JAS 39E Gripen.

Generasi di antara mereka --generasi kelima-- antara lain ada Lockheed Martin F-35 Lighting II, yang ditujukan untuk memenuhi keperluan tiga matra sekaligus, yaitu Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Korps Marinir Amerika Serikat.

Jika pesawat tempur generasi kelima bermakna "mesin pamungkas untuk dikemudikan" maka generasi keenam akan tiba. SAAB dari Swedia memberi argumen, bahwa JAS 39E Gripen mereka --yang sesuai dengan gambaran artis tentang pesawat tempur mahal dan canggih-- menjadi pesawat tempur pertama di "kelas" itu.

Bicara JAS 39E Gripen, ini juga yang menjadi salah satu kontestan pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU.

Dia bersaing bersama Sukhoi Su-35 Flanker E (Rusia), Dassault F1 Rafale (Prancis), dan Boeing-McDonnel Douglas F/A 18E/F Super Hornet (Amerika Serikat). Bisa juga ke Boeing-McDonnel Douglas F-15E Striking Eagle.

Konsep pesawat tempur Gen 5 (generasi kelima) telah berusia 30 tahun, berawal sejak Perang Dingin berakhir, saat pemerintahan Ronald Reagan memacu perlombaan senjata dan Rusia yang menggerakkan picunya. Dari sinilah kemudian terjadi perlombaan kecanggihan teknologi, material, dan berbagai macam doktrin pertempuran dan peperangan.

Di sinilah Swedia memberi alternatif penting dalam daftar pesawat tempur masa depan.

Alasan menyatakan bahwa JAS 39E Gripen --dituturkan Aviation Week edisi Maret 2014-- sebagai pesawat tempur Gen 6 adalah karena dia dirancang sejak awal berdasarkan pengertian-pengertian peperangan pada masa depan.

Yang menarik dari JAS 39E Gripen ada pada perangkat lunaknya; perangkat keraslah yang menjalankan program aplikasi manajemen tempur dalam perangkat lunak Mission System 21.

Sebetulnya, versi awal perangkat lunak ini telah ditanamkan di dalam JAS 39A/B. Salah satu hal yang dijagokan SAAB adalah ketangguhan Gripen yang bisa berusia pakai panjang, yang mensyaratkan adaptabilitas dalam berbagai misi dan negara pemakai.

Seperti halnya A-4 Skyhawk rancangan Ed Heinemann, JAS 39E Gripen dirancang sebagai pesawat tempur kecil dengan daya muat besar. Bodinya kecil, tapi sanggup menggotong beban berat.

Swedia mengaplikasikan sistem sensor berteknologi state-of-the-art rancangannya sendiri pada perangkat ISR dan peringatan dini situasionalnya. Ini meliputi sistem manajemen perang di penerbangan elektronika memakai teknologi nitrida-galium. Ini yang pertama di dunia pada semua kelas.

Secara sederhana, dia mampu mengidentifikasi teman dan musuh (IFF/identification friend and foe) pada situasi penerbangan yang sangat padat dan kritikal.

Dia tidak akan salah mengenali pesawat tempur/transport teman, musuh, sipil, dan lain sebagainya. Didukung suplai mesin dari Amerika Serikat (General Elecric), sistem radar dari Inggris (Raven ES-05 active), dan penjejakan infra merah dari Italia (Skyward-G-IRST) serta sebagian struktur pesawat terbang dari Brazil.

JAS 39E Gripen bukan pesawat tempur tercepat, paling stealth, dan paling gesit. Namun dia menawarkan hal-hal lain di luar itu, di antaranya biaya pengembangan dan operasi yang rendah dengan capaian terbaik. Ada ungkapan dari salah satu perancangnya, bahwa Angkatan Udara Kerajaan Swedia tidak akan mampu mencapai semua itu dengan cara-cara biasa.

Inilah target besar yang ingin dicapai SAAB; bukan hal mudah namun bisa dilaksanakan. Jika dia berhasil maka dia akan memberi banyak pelajaran pokok pada banyak pihak tentang rancangan pesawat tempur masa depan.

Mirip dengan semua produk berteknologi tinggi Swedia, dia memberi fitur-fitur pokok yang menentukan dengan cara pengoperasian sangat mudah.

Berikut sebagian perbandingan antara JAS 39C dan JAS 39E, yang keduanya rancangan SAAB Swedia.

                                                  JAS 39C                         JAS 39E
Berat kosong                             13.000                             14.000
Bahan bakar                              lebih dari 5.000               lebih dari 7.400
Berat maksimal                         30.900                             36.400
lepas landas
Mesin                                        Volvo RM12                    GE F414-GE-39E
Daya menengah/maksimal       12.150/18,100                  14.400/22.000
Kecepatan optimal                     ---                                    1,25 Mach
Radar                                         mekanis                           AESA
IRST                                          ---                                    Ya
Display kokpit                           3 unit 6 X 8 inchi            1 unit 8 X 20 inchi

Kamis, 03 April 2014

Australia Blokir Dokumen Intelijen tentang Aksi TNI di Timor Timur


Ketegangan hubungan antara Indonesia dengan Australia membuat pemerintahan di Negeri Kanguru itu kian hati-hati. Pemerintah Australia bahkan telah memblokir arsip rahasia tentang aksi kejahatan militer Indonesia di Timor Leste.
Seperti dilansir The Age hari ini, Administrative Appeals Tribunal (AAT) Australia menegaskan bahwa Arsip Nasional memiliki hak untuk menolak permintaan guru besar di Universitas New South Wales, Profesor Clinton Fernandes untuk mengakses dokumen diplomatik dan intelijen tentang operasi militer Indonesia di Timor Leste 32 tahun silam. AAT merupakan lembaga resmi yang berwenang meninjau keputusan pemerintah dan beberapa putusan pengadilan di Australia.
Sedangkan Profesor Fernandes merupakan mantan perwira di intelijen militer yang banting setir menjadi akademisi. Dia telah berjuang selama enam tahun melalui jalur hukum dan birokrasi untuk mendapatkan berbagai dokumen yang berhubungan dengan invasi dan pendudukan Indonesia di Timor Leste.
Sementara Arsip Nasional berdasarkan saran dari departemen luar negeri maupun petinggi di lembaga intelijen di Australia telah menolak permintaan Profesor Fernandes untuk bisa mengakses data yang berisi berbagai laporan mengenai aksi besar-besaran militer Indonesia pada penghujung 1981 dan awal 1982. Operasi militer oleh ABRI itu disebut melibatkan warga sipil Timor Timur (saat masih menjadi provinsi bagian Indonesia, red) sebagai tameng manusia yang berakhir pada pembantaian besar-besaran hingga ratusan jiwa melayang.
Namun menurut komisioner bidang hukum di AAT, Duncan Kerr, jika permintaan Fernandes itu sampai disetujui maka akan merusak hubungan internasional, pertahanan dan keamanan Australia. Alasannya, dokumen itu masih terlalu sensitif. 
Sebelumnya, pada Januari lalu Jaksa Agung Australia mengeluarkan sertifikat kepentingan publik yang mencegah pengungkapan alasan pemerintah untuk terus menjaga kerahasiaan dokumen-dokumen tertentu. Namun, sertifikat itu membuat pengecualian untuk Profesor Fernandes.  Sementara AAT dalam keputusannya tetap merahasiakan dua bagian dari laporan intelijen yang diminta Profesor Fernandes.
Meski demikian Fernandes menyatakan bahwa dirinya akan terus melanjutkan upaya membuka dokumen-dokumen rahasia menyangkut aksi militer Indonesia di Timor Timur. Alasannya, kejatahan kemanusiaan tak bisa ditutup-tutupi.
“Kita tidak boleh menutupi kejahatan besar terhadap warga Timor Timur, biarawati dan pastor mereka lebih dari 30 tahun setelah peristiwa-peristiwa itu terjadi,” katanya. “ Saya akan terus menempuh jalur hukum, menang atau kalah. 15 tahun di Angkatan Darat melatih saya menjadi tangguh,” pungkasnya.

JPNN.

Pesawat Tempur Sukhoi “Paksa Mendarat” Pesawat Asing

Pesawat Tempur Sukhoi “Paksa Mendarat” Pesawat Asing
Satuan-Satuan Radar Komando Sektor  Pertahanan Udara Nasional (Kosekhanudnas)  II telah mendeteksi adanya pesawat udara asing yang melanggar kedaulatan wilayah udara Indonesia di selatan perairan Sulawesi. 1 (Satu) flight pesawat Sukhoi yang terdiri dari 2 (dua)  pesawat tempur Sukhoi dengan persenjataan Rudal dari udara ke udara dan Peluru 30 mm, telah diutus untuk melaksanakan identifikasi terhadap pesawat udara asing tersebut.
Dari hasil identifikasi, ternyata pesawat asing tersebut tidak memiliki izin terbang melintas di wilayah udara Indonesia, sehingga Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II memerintahkan pesawat Tempur Sukhoi untuk memaksa mendarat pesawat asing tersebut di Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin Makassar. Pesawat tempur Sukhoi melakukan prosedur Force Down atau memaksa mendarat pesawat asing ke pangkalan udara yang telah ditetapkan oleh Komando Atas yaitu Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin Makassar, dengan mengawal pesawat asing tersebut sampai mendarat di Pangkalan udara Sultan Hasanuddin.
Selama proses pendaratan tersebut, pesawat tempur Sukhoi tetap terbang berputar di atas Pengkalan Udara Sultan Hasanuddin sampai pesawat asing tersebut mendarat dan diambil alih oleh Paskhas TNI AU.  Setelah mendarat dan Paskhas TNI AU  mengepung pesawat asing tersebut, maka TNI AU melaksanakan pemeriksaan terhadap seluruh awak pesawat dan penumpang  pesawat  asing  tersebut untuk mendapatkan informasi lainnya mengenai antisipasi terdapatnya barang-barang ilegal ataupun kondisi lainnya yang terkait pelanggaran wilayah udara nasional.   
Demikian salah satu skenario jalannya latihan satuan Lanud Sultan Hasanuddin  dengan sandi Sriti Gesit 2014 yang dilaksanakan di Apron Galaktika Lanud Sultan Hasanuddin, Rabu (2/4) yang melibatkan Skadron Udara 11 Wing 5, Skadron Udara 5 Wing 5, Satpomau, Wing II Paskhas, Batalyon Komando 466 Paskhas, Denhanud 472 Paskhas, Satpomau, Unsur Hanlan, Rumah Sakit dan Intelpam Lanud Sultan Hasanuddin.
Selain kegiatan force down, dalam latihan  Sriti Gesit 2014,  juga dilaksanakan beberapa kegiatan  lainnya  diantaranya Gladi Posko, pengintaian udara oleh pesawat Boeing 737, pengeboman dan perlindungan udara oleh pesawat Sukhoi, simulasi emergency landing, pertahanan pangkalan, serta evakuasi medis yang melibatkan seluruh personel Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin.  

TNI. 

TNI Akan Beli Radar Udara Baru

TNI Akan Beli Radar Udara Baru
Radar

Kementerian Pertahanan berencana akan membeli sejumlah radar udara militer untuk menambah alat utama sistem persenjataan yang sudah dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara saat ini. "Iya kami berencana beli 'ground control interceptor radar'," kata Kepala Badan Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis, kepada wartawan di kantor Kementerian Pertahanan, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 2 April 2014.

Rachmad bersama beberapa pejabat yaitu Asisten Perencanaan Panglima TNI, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Darat, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara, dan Asisten Perencanaan Kapolri membahas penyusunan rencana induk pembelian alat utama sistem persenjataan TNI dan Polri untuk tahun 2015-2029. Turut hadir, pada direktur utama perusahaan alat utama sisten persenjataan (alutsista) dalam negeri seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT LEN, dan lainnya.

Sesuai permintaan Angkatan Udara, Kementerian Pertahanan akan membeli empat sampai enam buah radar udara. Namun, Rachmad masih merahasiakan betul detail radar tersebut seperti harga dan spesifikasi kemampuan. "Kapan belinya pun juga masih dalam proses panjang," kata Rachmad.

Rachmad berharap kehadiran radar-radar baru tersebut bisa meningkatkan pemantauan wilayah udara nasional. Menurut dia, saat ini kemampuan pemantauan radar udara sudah cukup baik. Sebab, TNI Angkatan Udara telah berkoordinasi dengan radar udara sipil dari beberapa bandar udara. "Tetapi akan lebih baik kalau radarnya ditambah," kata dia.

Saat disinggung soal produsen radar tersebut, Rachmad belum mau menjawab. Menurut dia, TNI AU sebagai pihak pemohon penambahan radar tak menunjuk produsen tertentu. "Yang penting, mereka sudah sampaikan kemampuan jangkauan radarnya," kata dia.

Namun, berdasar Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Strategis, harus ada perusahaan dalam negeri yang dilibatkan dalam pembuatan alutsista yang hendak dibeli. Tapi,  untuk radar berkualitas tinggi, produsen industri pertahanan lokal belum bisa berbuat banyak. Walhasil. hampir bisa dipastikan radar baru untuk TNI AU bakal dipesan dari produsen luar negeri.

"Tapi, kami minta PT LEN (sebagai perwakilan BUMN) dan PT CMI (sebagai perwakilan swasta) harus berkoordinasi untuk proses belajar dan alih teknologi," kata Rachmad.

TNI AL Pesan 3 Kapal Selam Seharga US$ 1,08 Miliar



Kementerian Pertahanan menilai, untuk membangun kekuatan minimum, TNI AL membutuhkan minimal 12 kapal selam. Saat ini TNI AL telah memesan 3 kapal selam Changbogo, termasuk kerja sama Transfer of Technology (ToT) bersama Daewoo Shipbuilding Marine Enginerering (DSME) dengan PT PAL Indonesia.

Dalam kerja sama tersebut, 2 kapal selam dengan model DSME 209 itu akan dikerjakan di Korea Selatan dan yang terakhir dikerjakan di Indonesia. Kemenhan yakin tim yang diberangkatkan untuk berlajar di Korea Selatan akan berhasil menerapkannya di Tanah Air.

Kepala Badan Sarana dan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kabaranahan Kemhan) Laksamana Muda Rachmad Lubis berharap perekonomian di Indonesia semakin membaik. Diharapkan tahun 2029, kebutuhan minimum kekuatan bisa terpenuhi.

"Tahap pertama kita coba adakan 3 unit sekitar US$ 1,08 miliar, waktunya tak kurang ketiganya butuh 7 tahun. Kita harapkan di akhir 2024-2029 kalau ekonomi terus membaik. Diharapkan 12 kapal selam dipenuhi," ucap Rachmad usai mengikuti rapat Rencana Induk Pemenuhan Alpalhankam di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (02/04/2014).

Selain itu, tambah Rachmad, melihat wilayah laut Indonesia yang 50 persen mempunyai kedalam rata-rata di bawah 100 meter, Indonesia juga memerlukan kapal selam kecil (midget). Untuk memenuhi kapal selam kecil, tim dari BPPT dan Dislitbang TNI AL telah mengembangkannya
sejak 2007 silam.

"Midget itu kapal selam mini memang perlu. Tapi perairan kita konturnya macam-macam. Kalau laut dalam butuh besar, sedang ya sedang, kalau dangkal ya butuh midget," imbuh jenderal bintang dua ini.

Ada dua tipe yang dikembangkan yaitu midget dengan panjang berbobot 133 ton dengan panjang 22 meter dan panjang 15 meter. Pengembangan masih dilakukan di Laboratorium Hidrodinamik di Surabaya, Jawa Timur, melalui program riset insentif nasional(Insinas).

"Itu tetap kita jaga pengembangan desain tapi belum masuk produksi (massal), baru desain," kata Rachmad.

RI Siap Produksi Jet Tempur Pesaing F18, Harga Lebih Murah

http://images.detik.com/content/2014/04/02/1036/181425_f18reuters.jpg
F-18 milik AS (Foto: Reuters)  

Industri strategis nasional bersama Kementerian Pertahanan sedang mengembangkan pesawat tempur tipe KFX/IFX. Dalam pengembangan dan produksi pesawat tempur ini Indonesia menggandeng Kementerian Pertahanan Korea Selatan.

KFX/IFX sendiri merupakan varian jet tempur generasi 4,5. Pesaing pesawat ini adalah F18 buatan Amerika Serikat dan Dessault Rafale buatan Prancis. Produksi tipe IFX di dalam negeri menghemat pengeluaran anggaran karena harga jual lebih murah.

"Harga jauh lebih murah. Kedua ini target kita produsen juga. Hitungannya jauh lebih murah daripada beli. Yang paling utama. Pajak pembelian, pajak keuntungan, pajak lain-lain balik ke Indonesia yakni sebanyak 30% karena dibeli di dalam negeri," kata Kepala Bidang Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (2/4/2014).

Said menjelaskan pengembangan pesawat tempur karya putra-putri Indonesia terus berjalan meskipun terjadi pergantian pemerintahan atau presiden.

"Kemarin Korea sudah putuskan ini akan dilanjutkan. Meski terhenti 2 tahun. Itu sudah jalan. Kemarin dia pilih seri 4,5," sebutnya.

Pesawat untuk varian Indonesia yakni IFX akan diproduksi di markas PT Dirgantara Indonesia (PTDI) di Bandung, Jawa Barat. Di tempat yang sama, Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisyahbana menjelaskan jet tempur KFX mulai diproduksi secara massal pada tahun 2020.

Saat ini tenaga ahli PTDI sedang mempersiapkan rancangan esawat tempur generasi 4,5 tersebut.

"Diproduksi baru masuk tahun 2020. Persiapan banyak kita lakukan. Rancangan bangun dikembangkannya KFX/IFX. Kita rancang sesuai dengan kebutuhan TNI," kata Andi.

PT PAL Tunggu Pencairan Anggaran Alih Teknologi Kapal Korea

RI membeli tiga kapal selam dari Daewoo Shipbuilding Marine Korsel.

kapal selam (foto ilustrasi)
kapal selam (foto ilustrasi) (Antara/ M Risyal Hidayat)
Pemerintah Indonesia telah menandatangani kontrak pembelian tiga kapal selam dari Daewoo Shipbuilding Marine Enginerering (DSME) Korea Selatan. Dua di antaranya diproduksi di Korsel dan satu kapal akan dibuat tanah air. Oleh karena itu, PT PAL Indonesia mengirim tim teknisi belajar ke negeri ginseng tersebut untuk Transfer of Technology (ToT).

Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Sumarjono, menampik tudingan sejumlah kalangan bahwa mereka tak siap untuk transfer teknologi itu.

"Sekarang dalam proses menyiapkan infrastruktur untuk transfer teknologi. Kami juga masih menginventarisasi keperluan-keperluan itu," ujarnya usai Lokakarya Tentang Penyusunan Rencana Induk Pemenuhan Alpalhankam (Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) di Kementerian Pertahanan, Jakarta.

Sumarjono menegaskan, PT PAL menunggu kucuran dana dari APBN guna menyiapkan inrastruktur untuk transfer teknologi pembuatan kapal selam tersebut.

"Anggarannya sudah ada keputusan dari Pemerintah dan DPR. Sekarang kami menunggu kepastiaan turunnya dana tersebut," katanya.

Menurut Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Rachmad Lubis, tidak banyak negara-negara di dunia yang memiliki teknologi kapal selam. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, Indonesia harus memperkuat pertahanan laut dengan kapal selam.

"Selama ini kita belum pernah memproduksi kapal selam, bahkan untuk merawatnya juga belum ahli, maka kita harus menguasaai teknologi kapal selam tersebut," jelasnya.

Rachmad menambahkan, untuk memiliki tiga unit kapal selam dari Korsel tersebut, negara membayar sebesar US$ 1,08 miliar atau sekitar Rp 10,8 Triliun. Kedepan Indonesia menargetkan memiliki 12 kapal selam pada 2024-2009.

"Pembuatan tiga kapal selam itu memakan waktu semuanya tujuh tahun; jadi diharapkan pada 2019 nanti sudah kelar," pungkasnya.

Vivanews.