Pesawat penyerang militer sebetulnya memunyai fungsi utama sebagai
wahana pembawa dan peluncur senjata. Khusus untuk serangan terhadap
sasaran darat maka pesawat digunakan untuk menembakkan senjata udara
berupa kanon, roket, peluru kendali, atau menjatuhkan bom. Penggunaan
pesawat tempur modern masa kini sangat berbeda dan jauh lebih kompleks
dari masa perang dunia pertama. Pesawat penyerang masa kini nilainya
sangat mahal serta para awaknya merupakan investasi sumber daya manusia
yang tidak kalah mahalnya.
Pada saat menyerang sasaran di atas permukaan daratan atau perairan
terbuka, dengan cuaca baik akan cukup mudah. Lain halnya jika harus
menyerang di atas permukaan bumi yang tidak rata, di pegunungan, atau di
area terbuka, pada cuaca kurang baik, dan di bawah ancaman senjata
antipesawat lawan.
Perangkat pembidikan pesawat harus bisa menampilkan informasi pada
penerbang dengan jelas agar memungkinkan pelaksanakan serangan secara
akurat. Pada prinsipnya penembakan senjata oleh komputer berdasarkan
penghitungan algoritma balistik senjata disesuaikan dengan parameter
kondisi penerbangan terakhir. Perhitungan komputer dibutuhkan karena
setiap jenis senjata udara memunyai lintasan yang berbeda setelah
dilepas dari pesawat.
Senjata pintar jatuh bebas seperti bom dengan pengendali laser (laser guided)
akan meluncur seperti bom jatuh bebas biasa namun dikendalikan sistem
pengendali seperti rudal untuk beberapa detik terakhir lintasan
penerbangannya. Berbeda dengan senjata udara jenis roket dan peluru
kendali yang memiliki tenaga pendorong namun meluncur pada lintasan
relatif lurus menuju sasarannya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
agar penembakan sasaran darat bisa akurat :
Teknik Pembidikan. Pembidikan bom secara visual
menggunakan beberapa tenik. Baik pada saat terbang mendatar atau menukik
menggunakan pembidikan lewat tampilan pada HUD (Head Up Display).
Komputer pembidikan mendapat informasi data dari radar pesawat, GPS,
INS, radar altimeter, dan pembidik laser di samping data balistik
senjata.
Senjatanya sendiri, baik bom, roket, rudal, atau kanon tentunya
terletak jauh di belakang, di samping, di bawah perut, atau sayap
pesawat sehingga membutuhkan suatu perhitungan yang akurat. Karena
posisi dan lokasi senjata berbeda secara horizontal dan vertikal maka
kemungkinan senjata tidak mengenai sasaran harus diperhitungkan dalam
tampilan pembidikan di HUD. Perhitungan ini disebut kompensasi dari
”kesalahan parallax”, salah satu parameter yang harus dimasukkan dalam
komputer pesawat.
Dalam praktiknya penerbang akan mengarahkan pesawatnya ke sasaran, umumnya dengan menukik (dive bombing) bila memiliki ketinggian cukup dan dengan terbang mendatar (level bombing)
pada ketinggian rendah. Bila simbol ”impact point” tepat berada di
atas sasaran maka picu bisa di tarik atau ditekan sehingga bom bisa
lepas melayang mengenai sasaran. Namun bisa juga dipilih teknik
penembakan menggunakan moda ”computed released point” di mana penerbang
cukup terbang lurus ke arah sasaran dan bom secara otomatis akan lepas
sendiri saat perhitungan balistik sudah sesuai.
Teknik Penembakan. Pengeboman menggunakan bom
konvensional pada prinsipnya dilepaskan secara tunggal. Namun bila harus
melepas beberapa bom bersamaan maka bisa digunakan teknik seperti
”stick bombing” di mana terdapat jeda waktu (delay) antara
waktu pelepasan bom sehingga bom jatuh dengan berjarak. Bila
menginginkan hasil ketepatan yang maksimal maka teknik ini diterjemahkan
oleh komputer penembakan dengan menempatkan bom yang ditengah stepat di
sasaran.
Bom yang pertama akan dilepas sedikit mendahului dan bom yang di
tengah tepat pada sasaran serta bom terakhir sedikit terlambat.
Penerbang bisa mengatur interval lepasnya bom sehingga menghasilkan
jarak jatuhnya bom berdekatan atau berjauhan sesuai kebutuhan. Teknik
penembakan lainnya adalah ”salvo bombing” di mana bom dilepaskan
bersamaan sehingga jatuhnya berdekatan. Saat melepas bom penerbang harus
mengupayakan pesawat pada kondisi bebas gaya akibat dorongan, tarikan
atau gulingan agar bom tidak terpengaruh arah lepasnya.
Keamanan Penembakan. Penerbang harus melepas senjata
pada ketinggian dan jarak yang aman. Sedangkan kriteria jarak dan
ketinggian aman untuk penembakan ditentukan berdasarkan dua hal.
Kriteria pertama aman dari ledakan senjata, di mana pesawat harus tidak
boleh melewati batas ketinggian minimum setelah pengeboman untuk
menghindari efek ledakan ”explosive blast” dan pecahan ledakan ”debris”.
Efek ledakan membahayakan pesawat bila jaraknya terlalu dekat
ditambah bahaya pecahan dari bom serta pecahan dari ledakan sasaran yang
terlontar ke atas dan ke samping pada jarak yang cukup jauh. Untuk
menentukan agar jangan sampai melewati ketinggian minimum ledakan maka
harus ditentukan ketinggian yang tepat untuk ”recover” dari posisi
menukik sesudah melepaskan senjata . Berdasarkan berat pesawat dan
kecepatannya biasanya membutuhkan ”pull up recovery” antara 3-5 G
sehingga saat pesawat sudah menanjak berada di atas ketinggian minimum
yang aman.
Kriteria kedua adalah aman dari jangkauan senjata lawanbaik berupa
senjata perorangan, senjata kanon antipesawat hingga rudal hanud jarak
pendek atau jarak sedang. Untuk mencapai keamanan serangan tidak cukup
dengan menentukan ketinggian yang aman berdasarkan jangkauan tembak
senjata lawan tapi juga harus memperhitungkan kewaspadaan lawan, taktik
terbang rendah, serangan dadakan dan menggunakan peralatan pernika ECM/
ECCM baik secara aktif dan pasif. (Kol Pnb. Agung "Sharky" Sasongkojati)