Minggu, 16 Februari 2014

Pesawat Tempur dan Kesiapan Militer Indonesia


SAAB Gripen NG Swedia
SAAB Gripen NG Swedia

Berbicara tentang tawaran Saab Swedia terhadap pesawat tempur Gripen NG plus ToT-nya, pemerintah akan realistis di mana tidak akan menggangarkan begitu besar biaya untuk pembelian alutsista strategis, demi transfer of technology (tot), tapi dengan syarat jumlah pembelian besar menurut info minimal 30 unit grifen saab.
Di luar itu semua (pemenuhan alutsista dalam rentang renstra) pemerintah juga sedang mengubah skala prioritas untuk menciptakan kemandirian energi nasional mengingat konflik kawasan yang kian bergejolak.
Salah satunya dengan membangun tempat penimbunan BBM cadangan nasional (tahap 1 untuk 30 hari, estimasi 1 miliar barel), kemudian pemerintah juga sedang merencanakan penciptaan kilang minyak baru yang akan menelan biaya sekitar $ 1 miliar dengan margin keuntungan 2-3 % / tahun (dan ini konon yagn bikin RI tidak punya kilang baru di mana modal terlalu besar dan untung tipis).
Tapi dengan pertimbangan ketahanan energi nasional pemerintah harus menganggarkan untuk itu. Kalau tidak bagaimana kita bisa mengoperasikan alat perang, kalau cuma bisa 2 hari saja berperang dengan stock bbm nasional saat ini. Itupun stock tersebar di depo pertamina di seluruh indonesia.
Oleh karenanya menurut saya seperti tulisan rekan-rekan sebelumnya,
Su-35 deal untuk dibeli pemerintah RI. ToT pesawat tempur dalam masa pemerintahan ini tidak akan terjadi (alasannya ketersediaan biaya). KFX/IFX merupakan sarana riset dan pengembangan bersama yang sudah memakan biaya dan dijadikan pemerintah sebagai jalan penguasaan teknologi pesawat tempur.
Terakhir percayalah bahwa sebenarnya bangsa ini sudah menguasai teknologi strategis seperti pesawat tempur dan rudal yang sampai saat ini terus dikembangkan risetnya.
Dalam 3-5 tahun kedepan kita akan lihat rudal canggih dengan daya jelajah luar biasa.
IFX sebagai sarana uji kemampuan enginer saja dan langkah awal pesawat tempur kita yang akan termodifikasi selanjutnya. (written by Tanrie /Warjag15/02/2014).

Sabtu, 15 Februari 2014

Ocean Master 400: Radar Intai Canggih Untuk CN-235 220 NG MPA TNI AL

cn235-patmar-tni-al
Antara TNI AU dan TNI AL kini punya standar pesawat intai maritim yang sama, yakni platform CN-235 220M (military version). Dalam hal penempatan, TNI AU lewat Skadron Udara 5 lebih dulu mengoperasikan CN-235 220M MPA (Maritime Patrol Aircraft), yaitu per Agustus 2009. Dan, agak lama berselang Puspenerbal TNI AL lewat Skadron Udara 800 pada Oktober 2013 juga menerima CN-235 220M NG MPA dari PT. Dirgantara Indonesia (DI).
Meski sama-sama mengusung platform pesawat yang sama, tapi pesawat patmar (patroli maritim) milik TNI AU dan TNI AL ini punya sentuhan yang berbeda. Sebelum bicara tentang jeroannya, dari sisi tampilan CN-235 220 MPA TNI AU sudah lebih lekat dalam benak masyarakat, terutama dengan hadirnya radar intai pada hidung pesawat (nose dome), menjadikan pesawat ini mudah dikenali, bahkan akrab menjadi ikon produk DI dalam berbagai pameran dirgantara di Luar Negeri. Sebaliknya, CN-235 220M MPA kepunyaan TNI AL juga punya sisi unik dalam hal desain. Memang hidung pesawat kembali normal, tapi justru radar intainya dipasang diperut pesawat (bawah body). Penempatan radar ini berdekatan dengan posisi FLIR (forward looking infra red) SAFIRE III.
CN-235 220 NG TNI AL saat pengujian
CN-235 220 NG TNI AL saat pengujian
Tampak belly dome radar yang berisi Ocean Master 400 pada perut pesawat, dan dibelakangnya tampak perangkat FLIR SAFIRE III
Tampak belly dome radar yang berisi Ocean Master 400 pada perut pesawat, dan dibelakangnya tampak perangkat FLIR SAFIRE III
1551209_20130506095340
Adopsi radar intai dan perangkat FLIR dibawah perut CN-235 220 MPA TNI AL, menjadikan penempatannya mirip dengan CN-235 110 MPA kepunyaan Korea Coast Guard. Juga agak mirip dengan HC-235A, yakni CN-235 versi patmar milik US Coast Guard. Hanya bedanya, di HC-235A posisi FLIR ada di bawah hidung pesawat. Jadi bila diperhatikan dalam soal penempatan radar intai dan FLIR, CN-235 Patmar TNI AL merujuk pada pola CN-235 Patmar Korea Selatan.
Merujuk informasi yang dikutip dari situs resmi Puspenerbal, disebutkan CN-235 Patmar TNI AL dengan nomer P-860 menggunakan jenis radar intai Ocean Master-400 dan sistem Thales AMASCOS (Airborne Maritime Situation Control System) 200 Mission, yang di dalamnya sudah terintagrasi berbagai sub sistem yang memang disiapkan untuk deteksi dan identifikasi sasaran di atas laut. Sub sistem ini diantaranya search radar, FLIR, ESM (electronic support measures), sistem computer taktis, anti jamming VHF/UHF, IFF (identifation friend or foe), kamera untuk siang malam, serta video data link.
CN-235 MPA pesanan Korea Selatan, juga mengadopsi belly dome radar
CN-235 MPA pesanan Korea Selatan, juga mengadopsi belly dome radar
HC-235A yang menggunakan model belly dome radar, namun dengan jenis APS-143C Search Radar
HC-235A yang menggunakan model belly dome radar, namun dengan jenis APS-143C Search Radar

Radar Thomson-CSF Ocean Master 400
Sistem AMASCOS 200 sebelumnya juga diadopsi oleh CN-235 220 MPA TNI AU, hanya saja pesawat patroli maritim TNI AU yang berhidung panjang masih menggunakan Ocean Master 100, sementara CN-235 MPA TNI AL sudah menggunakan Ocean Master 400 buatan Thomson-CSF, Perancis. Antara Ocean Master 100 dan Ocean Master 400 dibedakan dari besaran average power, yakni 100 watt untuk Oceabn Master 100 dan 400 watt untuk Ocean Master 400. Dimana keduanya punya jangkauan deteksi yang berbeda.
Secara umum Ocean Master 400 terdiri dari 3 komponen, yaitu antena, transmitter, dan unit prosesor. Dalam operasionalnya, perangkat ini dimonitor oleh seorang awak. Antena punya dimensi 955 x 350 mm dengan bobot 16 kg. Kecepatan rotasi antena radar yaitu 6 hingga 30 rpm, sementara untuk jangkauan bisa mencakup 360 derajat, atau bila secara sektoral 60 – 120 derajat. Bobot 3 komponen secara keselurahan hanya sekitar 80 kg.
sistem integrasi radar Ocean Master dengan AMASCOS
sistem integrasi radar Ocean Master dengan AMASCOS
Tampilan meja monitor dan display untuk Ocean Master radar
Tampilan meja monitor dan display untuk Ocean Master radar
ia-10
Dalam misinya, Ocean Master yang beroperasi di frekuensi I-band dapat menjalankan peran intai kapal permukaan, ASW (anti submarine warfare), pengintaian ZEE (zona ekonomi eksklusif), misi SAR (search and rescue), anti penyelundupan, hingga dapat memindai jejak tumpahan minyak di lautan lepas. Radar intai ini pun bisa men-scan 200 target dalam waktu bersamaan. Lalu bagaimana dengan jarak jangkauan radar ini? Ocean Master dapat di setting untuk moda long range/short range/small target. Secara terori untuk deteksi jarak jauh bisa mencapai 200 nautical mile (setara 370,4 km).
Bicara soal penempatan, adopsi di radar dibawah perut pesawat (belly dome radar) punya keunggulan tersediri di CN-235 MPA TNI AL. Sebab model dome radar di bawah perut memungkinkan untuk memonitor sasaran di belakang pesawat. Sebaliknya pada Ocean Master 100 yang terpasang di CN-235 MPA TNI AU terpasang di bagian hidung /moncong (nose dome), menjadikannya hanya bisa melihat sasaran ke depan, kiri dan kanan pesawat.
CN-235 220 MPA TNI AU dengan nose dome radar
CN-235 220 MPA TNI AU dengan nose dome radar
CN-123 220 MPA TNI AL dengan belly dome radar
CN-123 220 MPA TNI AL dengan belly dome radar

Winglet to NG (Next Generation)
Konsekuensi dari penempatan radar dan FLIR dibawah perut pesawat jelas ada, hal tersebut dapat menimbulkan gaya hambat (drag) pada pesawat menjadi meningkat. Untuk itulah kemudian PT. DI melakukan terobosan dengan menambahkan winglet pada ujung sayap utama. Adopsi winglet terbukti efektif, sebab gaya hambat berkurang yang otomatis mengurangi konsumsi bahan bakar. Dengan adanya winglet membantu performa pesawat, sehingga dapat menyamai kinerjanya sebelum ditambahkan radar dan FLIR.
CN-235 220 MPA TNI AL menjadi varian pertama di seluruh keluarga CN-235 yang dirancang dengan winglet, oleh sebab itu pesawat baru keluaran PT. DI ini diberi label CN-235 220M NG MPA. Adopsi winglet menjadikan ada lompatan teknologi dalam desain CN-235, sebab masih jarang pesawat turbo propeller yang menyematkan winglet. Selain Indonesia, CN-235 MPA milik Turki juga diketahui mengadopsi jenis radar Ocean Master 400, hanya bedanya pesawat mereka belum dibekali winglet.
CN-235 MPA Turki, dibekali dengan chaff dan flare
CN-235 MPA Turki, dibekali dengan chaff dan flare
Adopsi sistem senjata dan sensor CN-235 MPA Turki terbilang lengkap dan canggih
Adopsi sistem senjata dan sensor CN-235 MPA Turki terbilang lengkap dan canggih

Bagi TNI AL, pesawat baru ini akan dikonsentrasikan di Perairan Aru dan wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia dan Indonesia – Filipina. Maklum, di wilayah perbatasan penyelundupan masih kerap terjadi dan sulit diberantas. Data dan informasi yang dikumpulkan dari pesawat intai ini selanjutnya bisa dikirim real time ke KRI terdekat untuk penindakan yang lebih cepat. Puspenerbal TNI AL total akan mendapat 3 unit CN-235 220 MPA. Dengan patroli maritim berbasis pesawat angkut sedang, maka daya jangkau operasi Penerbal dapat ditingkatkan, setelah selama ini hanya mengandalkan 3 unit NC-212 200 MPA dan N22/N24 Nomad yang sudah lawas. (Bayu Pamugkas)

MBDA Mica Naval: Generasi SAM VLS Pertama Untuk TNI AL

Nahkoda Ragam Class
Nakhoda Ragam Class

Sejak adopsi rudal Yakhont pada salah satu frigat kelas Van Speijk, otomatis TNI AL memasuki babak baru dalam teknologi peluncuran rudal. Pasalnya, Yakhont yang menyandang predikat rudal jelajah anti kapal (ASM/anti ship missile) diluncurkan secara VLS (vertical launching system). Sebelum hadirnya Yakhont, armada TNI AL hanya berkutat pada pola peluncuran rudal secara konvensional, yaitu platform rudal terpasang kearah tertentu (heading) yang biasanya ke sisi atau kanan lambung kapal dengan besaran sudut tertentu terhadap cakrawala.
Pola peluncuran rudal secara konvesional di lingkungan TNI AL, mencakup pada model peluncuran setiap rudal anti kapal (ASM) dan rudal anti serangan udara (SAM/surface to air missile). Contohnya bila platform SAM terpasang pada heading kiri lambung kanan sudah habis, sementara target datang dari arah kiri lambung kanan kapal, maka SAM yang tersisa pada heading kanan lambung harus diputar arahnya, dan adakalanya badan atau struktur kapal yang menjadi penghalang, alhasil tidak memungkinkan bagi pos peluncur SAM yang terpasang pada sisi lain untuk menghadang target yang datang dari sisi lainnya. Kasus ini nampak kentara pada sistem peluncur rudal Sea Cat, Strela, dan Mistral, termasuk rudal Mistral dalam peluncur Tetral yang terpasang pada korvet SIGMA Class. Khusus di SIGMA Class peluncur ditempatkan di atas anjungan dan buritan, digerakan secara otomatis, namum terbatas dalam sudut cakrawala.
Salah satu Nahkoda Ragam class dalam proses docking
Salah satu Nakhoda Ragam class dalam proses docking

Nah, mengatasi keterbatasan pola konvensional diatas, maka jawabannya adalah lewat pola VLS. Dengan peluncuran posisi vertikal, maka dimanapun datangnya target, SAM dapat melakukan penyesuaian arah setelah rudal meluncur ke udara. Tentu tidak semua SAM bisa dilontarkan secara vertikal, pihak manufaktur umumnya telah mendesain sedari awal pola peluncurannya. Bila untuk rudal anti kapal TNI AL sudah diperkenalkan VLS lewat Yakhont. Selanjutnya segmen sista SAM untuk armada kapal perang TNI AL akan kedatangan rudal anti serangan udara dengan pola VLS.

Hadir Lewat Korvet Nakhoda Ragam Class
Di tahun 2014 ini, Satuan Kapal Eskorta TNI AL akan kedatangan 3 unit korvet (light fregate) kelas Nakhoda Ragam (F2000) buatan BAE Systems Marine, Inggris. Terdiri dari KRI Bung Tomo 357, KRI Usman Harun 358 dan KRI John Lie 359. Meski dari bobot masuk kelas korvet (1.940 ton), tapi kapal perang yang bisa melaju hingga 30 knots ini punya bekal sistem senjata yang cukup canggih untuk ukuran armada TNI AL.
Komposisi utama terdiri dari kanon reaksi cepat OTO Melara kaliber 76 mm, rudal anti kapal MM-40 Exocet Block II (2 x 4 Quad), 2 peluncur torpedo triple tube kaliber 324mm, 2 kanon anti serangan udara kaliber 30 mm, dan 16 SAM Mica Naval. Dari jenis senjata yang disebutkan tadi, semua sudah bukan barang ‘anyar’ bagi awak kapal tempur TNI AL, kecuali satu, yaitu rudal anti serangan udara Mica. Alasannya jelas, bahwa seumur-umur SAM VLS belum pernah digunakan TNI AL.
05195110
Perbandingan ukuran antar SAM VLS, salah satunya rudal Aster MBDA yang dioperasikan oleh AL Singapura
Perbandingan ukuran antar SAM VLS, salah satunya rudal Aster MBDA yang dioperasikan oleh Formidable Class AL Singapura

Sebelum membedah spesifikasi Mica, perlu diketahui, bahwa aslinya korvet ex pesanan Brunei ini mengusung SAM VLS jenis Sea Wolf buatan British Aerospace. Tapi lantaran usia Sea Wolf sudah uzur (pertama diproduksi tahun 1979), dan pihak pabriknya sudah tidak memproduksi lagi, maka Indonesia memilih Mica buatan MBDA, konsorsium manufaktur senjata dari Eropa Barat. Soal pemilihan Mica bisa disebabkan beberapa faktor, diantaranya MBDA sudah menjadi rekanan TNI untuk memasok beberapa rudal sebelumnya. MBDA (Aerospatiale) – Perancis menjadi vendor untuk rudal Exocet MM-38/MM-40, Mistral Tetral, dan Mistral Simbad untuk TNI AL. Sementara TNI AD juga menggunakan rudal Mistral dengan peluncur Atlas untuk Arhanud.

Rudal Mica Naval
Total ada 16 peluncur rudal Mica di korvet Nakhoda Ragam Class, posisi penempatannya berada diantara anjungan dan di belakang kanon OTO Melara pada haluan kapal. Oleh MBDA rudal ini dirancang untuk bisa dioperasikan dalam waktu singkat (rapid reaction), mampu beroperasi di segala cuaca, dan mampu menyesuaikan dengan arah datangnya target hingga 360 derajat.
16 peluncur rudal Mica
16 peluncur rudal Mica
Ragam class
Rudal ini dioperasikan secara otomatis dari Combat Management Systems (CMS) yang berada di PIT (Pusat Informasi Tempur). Untuk pasokan data dan arah datangnya target dipasok dari radar surveillance 3D. Saat rudal berhasil diluncurkan, tidak diperlukan dedicated target tracker, artinya Mica dapat melaju menghantarkan maut secara fire and forget. Untuk sistem pemandu, rudal ini mengusung teknologi IR (infrared) atau radio frequency homing head. Target favorit rudal ini adalah pesawat tempur, UAV, helikopter dan menyergap rudal anti kapal, termasuk sasaran dalam modus sea skimming. Sistem CMS Mica dapat meng-handle multi target secara simultan. Guna menghadapi skenario serangan dari beragam target secara bersamaan, Mica dapat diluncurkan dalam tembakan salvo.
Bicara soal jangkauan, Mica dapat menyergap sasaran sejauh 20.000 – 25.000 meter dengan ketinggian 30.000 feet (setara 9.144 meter). Kalau kepepet, Mica bisa saja ditembakan dengan jarak minimum sasaran sejauh 1 km. Soal kecepatan, Mica dapat melaju hingga Mach 3. Rudal ini punya bobot total 112 kg dengan berat hulu ledak 12 kg. Aktivasi hulu ledak didasarkan proximity radar fuze. Sementara untuk panjang rudal 3,1 meter dengan diameter 0,16 meter. Yang patut diacungi jempol, Mica sanggup menghadapi target yang punya kemampuan manuver tinggi. Semisal berhadapan dengan jet tempur, rudal ini sanggup meladeni G-force hingga 50G pada jarak 7 km, dan 30G pada jarak 12 km.
Simulasi tempur Mica Naval
Pola tempur Mica Naval

Di dalam kapal perang, Mica dikemas dalam sealed container untuk melindungi beragam komponen elektroniknya dari bahaya lingkungan eksternal. Masa aktif rudal dirancang hingga 25 tahun. Bisa dibilang Mica adalah rudal yang low maintenance, dengan segala kecanggihannya hanya dibutuhkan satu kali pengecekan setiap 5 tahun.
Bila ada Mica Naval, maka ada juga versi Mica Land. Yang disebut terakhir adalah peluncur rudal Mica dalam pola ground based. Penempatannya mengusung platform truk. Dimana setiap truk dapat membwa 4 unit rudal Mica. Untuk gelar full deployment hanya butuh waktu 10 menit. Dan peluncur dapat di-reload dalam waktu 15 menit oleh 2 personel. Setiap unit peluncur Mica Naval dioperasikan oleh 3 awak operator. Dalam hal spesifikasi, Mica Land dan Mica Naval setali tiga uang.
Simulasi Tempur Mica Land
Pola Tempur Mica Land
(Perusak Kawal Rudal)/frigat SIGMA 10514 TNI AL yang akan dibekali Mica VLS
Frigat SIGMA 10514 TNI AL yang akan dibekali Mica VLS
MBDA baru memperkenalkan sosok Mica Land dan Mica Naval pada tahun 2010. Namun sebelumnya, Mica lebih kesohor namanya sebagai rudal udara ke udara (AAM). Sebagai AAM, Mica digunakan sejak 1996, dan sudah lumrah dipasang pada jet Mirage 2000, Rafale, dan F-16E Block 60. Uniknya, sebagai AAM, Mica disebut sebagai rudal udara ke udara jarak menengah, sementara Mica SAM VLS dikategorikan sebagai SAM SHORAD (Short Range Air Defence).
Selain hadir untuk memperkuat 3 unit korvet, kabarnya Mica Naval juga didapuk sebagai SAM untuk PKR (Perusak Kawal Rudal)/frigat SIGMA 10514 TNI AL yang sedang memasuki awal produksi di Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) Belanda. Hadirnya SAM VLS untuk TNI AL jelas merupakan angin segar dalam update teknologi alutsista. Adopsi ini menjadikan kekuatan rudal SAM TNI AL dapat sejajar dengan Singapura dan Malaysia, yang sudah jauh lebih dulu mengoperasikan SAM VLS untuk frigat-frigatnya. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Mica VLS
Panjang : 3,1 meter
Diameter : 0,16 meter
Berat total : 112 kg
Berat Hulu Ledak : 12 kg
Kecepatan Luncur : Mach 2.5 – Mach 3
Jangkauan : 20.000 meter – 25.000 meter
Jangkauan Minimum : 1.000 meter
Ketinggian : 9.144 meter
Platform Peluncur : Naval dan Land based (truk min 4 ton)

Antara Old Eagle dengan T-50i Golden Eagle

Menkopolhukkam dan Kasau dengan dua Penerbang T-50i (foto khusus Menko)
 
Pagi hari Rabu (12/2/2014) saat penulis melihat updates BB, salah satu account dari pertemanan penulis  bernama Beetle telah berganti profile picture. Menggunakan overal berwarna hijau, masih gagah, berfoto di muka pesawat T-50i Golden Eagle. Beetle adalah call sign pribadi sebagai penerbang tempur  yang tetap melekat dari Menko Polhukkam, Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto, yang berkiprah cukup lama sebagai penerbang tempur di Lanud Iswahyudi, Madiun. Sementara T-50i Golden Eagle adalah pesawat terbaru yang diserahkan pemerintah kepada TNI AU untuk dioperasikan sebagai pesawat transisi bagi penerbang tempur di Lanud Iswahyudi Madiun menggantikan pesawat Hawk MK-53 di Skadron Udara 15.
Pagi itu Beetle melakukan uji coba menjajal kecanggihan Golden Eagle bersama-sama dengan Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Putu Dunia yang juga penerbang tempur. Formasi dua pesawat dengan call sign Golden Flight, dimana  Djoko Suyanto terbang bersama dengan Komandan Skadron Udara 15 Letkol Pnb Wastun dengan pesawat TT 5004, sementara Kasau menggunakan pesawat TT 5008 bersama mayor Pnb Hendra Supriyadi. Penerbangan uji coba dilaksanakan sekitar satu jam dari Lanud Halim menuju training area Pelabuhan Ratu dan kembali ke Halim. Selama penerbangan, Beetle yang juga membahasakan dirinya Old Eagle merasakan beberapa manuver seperti Loop, Barrell roll, disamping melakukan terbang formasi . Setelah mendarat dikatakannya, pesawat ini canggih, mampu menjawab kebutuhan TNI AU dimasa mendatang, dan akan mencetak para penerbang tempur handal yang siap mempertahankan dirgantara Indonesia.
Demikian kecintaan penerbang tempur diusia senja ini, Beetle mengirim pesan kepada penulis "Old Eagle who still love to fly and fight." Beetle termasuk salah satu dari sedikit  penerbang tempur TNI AU yang pernah mengikuti pendidikan sekolah  USAF Fighter Weapon Instructor School di Pangkalan Udara Nellis, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Sekolah ini adalah standard pendidikan  penerbang tempur tertinggi di USAF (United States Air Force). Pendidikan dengan persyaratan berat karena belum tentu  semua penerbang tempur di Amerika-pun bisa lolos dan masuk dalam pendidikan tersebut. Dengan disiplin yang tinggi, fisik prima dan kecerdasan diatas rata-rata, Beetle berhasil lulus, saat itu bersama-sama Letkol Pnb Suprihadi, yang kini purnawirawan TNI AU dengan pangkat Marsekal Madya, mantan Sekjen Dephan tersebut, merupakan  adik ipar penulis.
Setelah mendarat, Kasau menjelaskan, "Pesawat T 50i Golden Eagle buatan Korea ini yang nantinya akan dioperasikan di Skadron Udara 15 Wing 3 Lanud Iswahyudi Madiun, menggantikan Pesawat Hawk MK 53 setelah dioperasikan sejak tahun delapan puluhan," katanya. Bagi TNI AU, kedatangan 16 Golden Eagle merupakan sebuah penantian panjang yang sangat dibutuhkan dalam rangka transisi, mempersiapkan para penerbang tempur untuk mengawaki pesawat yang lebih canggih seperti F-16 serta Sukhoi 27/30. Pesawat ini juga sebagian akan dipergunakan sebagai pesawat aerobatic, (Jupiter Aerobatic Team). Dalam kondisi khusus, Golden Eagle juga akan dipergunakan sebagai pesawat serang ringan. Skadron 15 ini pernah mengalami kesulitan dalam pengadaan suku cadang MK-53 karena dilakukannya embargo pada masa lalu oleh Inggris, sebagai akibat tuduhan penggunaan Hawk untuk operasi Seroja di Timtim.

Serah Terima T-50i Golden Eagle

Kedatangan pesawat T-50i Golden Eagle menjadi kekuatan (alutsista) TNI AU merupakan kebanggaan serta sebua penantian panjang bagi para penerbang tempur. TNI AU memang merencanakan mengganti pesawat latih Hawk MK-53 dengan pesawat baru dan dituangkan  dalam rencana strategis (Renstra) 2005-2009.  Mabes TNI AU yang berencana melakukan penggantian sejumlah alutsistanya, seperti OV-10 Bronco, F-5 Tiger, pesawat angkut Fokker-27, Helicopter  Sikorsky dan Hawk Mk-53.
Saat Kasau dijabat oleh Marsekal Imam Sufaat, dikatakannya bahwa TNI AU telah menyeleksi empat jenis pesawat sebagai pengganti Hawk Mk-53 dan keempatnya akan memasuki seleksi akhir sebelum penentuan final.  Keempat tipe pesawat yang lolos ke seleksi tahap akhir adalah Yakovlev Yak 130 buatan Rusia, FTC2000 (Guizhou JL-9) buatan China, Aero L-159 buatan Ceko dan yang terakhir T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan. Tidak ada satupun pesawat buatan negara Barat yang masuk dalam pilihan.
Yakovlev Yak 130 merupakan pesawat jet latih subsonik buatan Rusia yang mulai terbang perdana pada 26 April 1996, Yak 130 sendiri mempunyai 2 varian yakni advanced trainer dan light attack. Guizhou JL-9 atau lebih dikenal dengan FTC-2000 Mountain Eagle (Shanying) pesawat tempur dengan tempat duduk ganda/double seater hasil pengembangan dari Guizhou Aircraft industry Corporation, China. Pesawat ini dipergunakan sebagai transisi para penerbang temppur China menyongsong pesawat generasi baru China, seperti Chengdu J-10, Shenyang J-11, Sukhoi Su-27SK dan Sukhoi Su-30MKK. Untuk pesawat L-159 buatan Rep. Ceko, sama halnya Yak-130 pesawat ini juga dibuat dalam dua versi yaitu versi trainer dengan tempat duduk ganda dan versi LCA (Light Combat Aircraft) dengan tempat duduk tunggal.
Pilihan keempat adalah pesawat T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan. Pada awalnya pesawat ini lebih dikenal dengan KTX-2 pesawat latih dan tempur ringan yang diproduksi dan diperuntukan bagi Republik of Korea Air Force (ROKAF). Pesawat latih supersonik seharga US $21 juta dolar (tahun 2008) ini menjanjikan banyak fitur canggih didalamnya. Dalam seleksi terakhir, T-50i Golden Eagle memenangkan persaingan. Pada tanggal 13 Februari 2014, secara resmi ke-16 pesawat Golden Eagle tersebut diserahkan ke Mabes TNI.
Sebelum penyerahan dilakukan penyerahan oleh Presiden Korea Aerospace Industry kepada Menhan RI yang diwakili Dirjen Ranahan. Acara serah terima pesawat T-50i itu disaksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman, KSAL Laksamana TNI Marsetio, dan KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, di Taxi Way Echo Lanud Halim Perdanaksuma.
Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, penyerahan pesawat itu merupakan pelaksanaan kontrak yang ditandatangani pada 25 Mei 2011 dimana dalam kontrak pembelian, ke 16 pesawat tersebut dibeli dengan harga US$ 400 juta. Dikatakannya, "Pesawat ini akan meningkatkan peran TNI dalam mengemban tugas yang lebih besar menghadapi tantangan yang lebih kompleks dimasa mendatang." Selanjutnya dikatakan, "Dengan hadirnya  pesawat T-50i tersebut, maka status pembangunan kekuatan matra udara pada renstra 2010-2014 dalam rangka modernisasi alutsista yaitu skadron pesawat tempur strategis Sukhoi telah lengkap sebanyak 16 unit," ungkapnya.
Menurut Menhan, tahun ini akan datang 24 pesawat tempur F-16 setara Blok 52 buatan Amerika Serikat. Sampai awal semester II tahun 2014 akan datang lengkap 16 pesawat tempur Super Tucano untuk melengkapi satu skadron dalam rangka mendukung operasi pengaman dalam negeri. TNI AU juga akan diperkuat  UAV atau pesawat terbang tanpa awak  dalam rangka memperkuat operasi pemantauan perbatasan yang dipusatkan di Lanud Supadio Pontianak.
Menhan juga mengatakan, untuk pesawat angkut sedang, telah tiba di Indonesia sebagian besar dari 9 unit pesawat CN-295 yang merupakan hasil kerjasama produksi antara PT DI dengan Airbus Military dan rencananya akan menjadi satu skadron CN-295, juga akan tiba  2 unit CN-235 serta 1 unit Casa-212 sebagai pesawat angkut ringan.
Dalam rangka mendukung kegiatan airlift dan OMSP, telah dilakukan penambahan kekuatan sebanyak 9  pesawat angkut berat Hercules C-130H yang sudah mulai tiba secara bertahap. TNI AU juga telah menerima dan mengoperasikan pesawat latih lanjut KT-1B Wong Be buatan Korea Selatan yang digunakan oleh Tim Aerobatik TNI AU, Jupiter sebanyak 1 skadron.
Dilakukan juga peremajaan pesawat latih TNI AU  dengan mengganti pesawat latih T-34 C dan AS-202 Bravo yang sudah berusia sekitar 30 tahun dengan pesawat latih generasi baru yaitu Grob G-120 TP buatan Jerman sebanyak 18 unit yang rencananya akan dilengkapi menjadi 24 unit. Untuk jenis Helicopter TNi AU mendapat tambahan kekuatan beberapa jenis Helikopter yaitu Helly Super Puma NAS-332 sebanyak 3 unit dan Helly Full Combat SAR EC-725 Cougar dari Euro Copter sebanyak 6 unit.
Menurut Menhan, pemerintah Korea Selatan menyatakan akan melanjutkan kerjasama proyek pesawat KFX/IFX, pesawat tempur generasi 4,5  yang sempat terhenti. TNI AU juga sudah dan akan dilengkapi dengan tujuh buah radar diantaranya akan dipasang di Merauke, Saumlaki, Timika dan Morotai. Dengan demikian wilayah Timur akan tercover penuh.
Itulah perkembangan menggembirakan menyangkut perkuatan dan modernisasi alutsista TNI AU disamping juga modernisasi TNI AD dan TNI AL. Kini menjadi tugas berat bagi TNI AU, bahwa penambahan kekuatan serta modernisasi alutsista juga menuntut adanya peningkatan serta keseriusan dan fokus bagi setiap insan udara. Dibelikan pesawat mudah apabila keuangan negara memungkinkan, akan tetapi yang sulit adalah bagaimana TNI AU harus menjaga dan mempertahankan zero accident. Penyiapan sumber daya manusia serta dukungan operasi dan manajemen serta anggaran yang memadai merupakan tuntutan masa depan yang tidak sederhana dan mudah dilaksanakan.
Kepercayaan serta upaya keras dalam beberapa tahun dari akhir pemerintahan Presiden SBY dalam membenahi dan meningkatkan "daya kepruk" TNI AU jangan sampai disia-siakan. Justru menurut penulis disitulah sebuah awal tantangan bagi para generasi penerus TNI AU dalam mengelola alutsistanya untuk tetap mampu menjaga dirgantara Indonesia. Kekuatan Udara adalah penyerang strategis yang dapat mencapai garis belakang musuh, dan sekaligus mempertahankan wilayah dari serangan dalam bentuk pertahanan udara. Sekali saja mereka yang mengawaki tidak mumpuni dalam ajang persaingan dan profesionalisme sebagai insan udara, maka semuanya akan tidak bermakna.
Yang perlu juga diingat, semua yang dibeli itu berasal dari uang rakyat, uang kita bersama, karena itu jagalah kepercayaan serta amanah yang diemban. Selamat kepada para pejabat dan Anggota TNI AU, selamat bertugas dalam era modernisasi alutsista. Good Luck (Old Soldier Never Die).

Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Kapal Perang China Lintasi Indonesia

Kapal Perang China yang Patroli di Asia Timur 2013 (photo: Zhong Kuirun/Getty Images)
Kapal Perang China yang Patroli di Asia Timur 2013 (photo: Zhong Kuirun/Getty Images)

Angkatan Udara Australia (RAAF) memantau latihan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tanpa pengumuman terlebih dahulu oleh tiga kapal perang China di perairan internasional di utara Australia, 13/2/2014.
Latihan Angkatan Laut yang tidak biasanya ini, akhir minggu lalu, dianggap sebagai langkah sengaja oleh China untuk mengirim pesan jelas kepada kawasan.
Untuk pertama kalinya, Angkatan Laut China mengirim kapal-kapal perang berlayar melalui Selat Sunda. Kapal-kapal itu berlayar menyusur perairan selatan Jawa, dekat dengan Christmas Island, dan kemudian melewati Selat Lombok.
Langkah itu dianggap sebagai unjuk kekuatan militer yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh China, dan akan mempunyai dampak signifikan terhadap penentuan kebijakan keamanan dan strategis untuk Australia dan negara-negara kawasan, terutama Indonesia dan India.
Para analis berpendapat, dengan mengirim kapal-kapal perang melalui kawasan dengan cara seperti itu, Beijing ingin menunjukkan dengan jelas bahwa China kini menganggap Samudra Hindia sebagai prioritas strategis.
China mengisyaratkan bahwa mereka akan mengerahkan militernya untuk melindungi kepentingannya di kawasan, jika perlu.

Reaksi Australia
Australia bergegas mengirim sebuah pesawat pengintai AP-3C Orion dari RAAF Basis Edinburgh, dekat Adelaide, untuk memantau latihan militer China yang muncul tanpa pemberitahuan di dekat ke wilayah Australia.
Pengamat menilai langkah ini merupakan pengembangan strategi yang signifikan dari China dengan melakukan simulasi tempur antara Pulau Christmas dan Indonesia.
Royal Australian Air Force (RAAF) AP-3C Orion, of 92 Wing, jettisons flares during a trial of electronic warfare self-protection systems by the Aircraft Research and Development Unit (ARDU) based at RAAF Base Edinburgh, South Australia.
Royal Australian Air Force (RAAF) AP-3C Orion, of 92 Wing, jettisons flares during a trial of electronic warfare self-protection systems by the Aircraft Research and Development Unit (ARDU) based at RAAF Base Edinburgh, South Australia.

Tiga kapal Cina yang berlayar melintasi perairan di utara Australia terdiri dari dua kapal perusak dan kapal pendaratan mampu membawa ratusan marinir. Ini adalah pertama kalinya China telah melakukan simulasi militer dekat wilayah maritim Australia.
Tiga kapal perang datang melalui Selat Sunda antara Jawa dan Sumatera, menyusuri sepanjang sisi selatan Jawa -dekat Pulau Christmas- sebelum berbalik ke utara melalui Selat Lombok berikutnya ke Bali.
Analis menekankan langkah China itu sah -terjadi di perairan internasional- dan tidak bersikap bermusuhan. Tapi manuver itu merupakan sinyal dari Beijing untuk menunjukkan kekuatan angkatan laut yang benar-benar global, yang secara fundamental ikut mengubah posisi strategis Australia.
Direktur program keamanan internasional Lowy Institute Australia, Rory Medcalf mengatakan, China telah mengirimkan pesan bahwa Samudra Hindia merupakan bagian dari kepentingan China, seperti halnya wilayah laut di Pasifik.
“Hal ini harus menjadi pemikiran Australia karena selama puluhan tahun, kebijakan pertahanan Australia didasarkan pada pandangan bahwa Indonesia adalah antara kita dan kekuatan besar dari Asia Timur. Pandangan Itu tidak lagi cukup, dengan adanya kasus ini”, ujar Rory Medcalf.
Latihan China ini, sinyal yang diarahkan bukan hanya kepada Australia, tetapi juga untuk negara di wilayah Asia Pasifik, termasuk pesan kepada Amerika Serikat dan India, bahwa mereka tidak bisa memblokade jalur laut yang penting melalui Selat Malaka, jika krisis/ konflik dengan China.
Profesor studi strategis di Universitas Nasional Australia, Hugh Putih mengatakan, latihan itu, demonstrasi yang sangat jelas tentang seberapa jauh dan cepat perubahan-perubahan telah terjadi.
Juru Bicara Kementeri Pertahanan Australia, David Johnston mengatakan, Australia tidak diberitahu sebelumnya tapi tida ada kewajiban bagi China untuk melakukannya.

Reaksi Indonesia.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Untung Suropati, mengatakan latihan tiga kapal perang China itu telah diketahui oleh pemerintah Republik Indonesia. China meminta izin kepada atase pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing.
“Tak ada yang salah dengan latihan simulasi perang yang digelar AL China,” kata Untung kepada VIVAnews, Jumat 14 Februari 2014. Salah satu latihan meliputi cara mengatasi perompakan.
alki-ri
Untung mengatakan, berdasarkan pemantauan instansinya, AL China taat prosedur saat melintasi perairan Indonesia. “Mereka melewati perairan Alur Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 dengan rute dari Laut China Selatan, Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, lalu terakhir menuju Samudera Hindia,” kata dia.
Untuk rute pulang, ketiga kapal perang China itu akan melalui ALKI 2, yakni Selat Lombok, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Sawu, Laut China Selatan, dan kembali ke pangkalan mereka di Kota Hainan, China.
Untung menyatakan, tiga kapal perang China tersebut berlatih secara legal karena masih berada di perairan internasional. Selain itu, saat melewati perairan Indonesia, kapal-kapal itu menujukkan itikad damai tanpa bermusuhan.
Menurut Untung, AL dari negara manapun berhak untuk memproyeksikan kekuatannya di laut internasional. “Sepanjang mereka memiliki kekuatan AL tingkat dunia atau disebut Blue Water Navy,” kata dia.
AL yang masuk kategori ini antara lain Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Sementara itu, China sedang menuju tahapan Blue Water Navy. (detik.com/vivanews.com).

JKGR.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Saab Swedia: 100 Persen ToT Pesawat Tempur Indonesia

  SAAB Gripen NG Swedia
SAAB Gripen NG Swedia

Produsen sistem pertahanan asal Swedia, Saab Group, memberi opsi transfer teknologi 100 persen jika Indonesia membeli sistem pertahanan  buatan mereka. Saab menegaskan transfer teknologi itu diperlukan agar Indonesia mandiri di masa depan.
Demikian ditegaskan Wakil Presiden Saab Group dan Kepala Saab Indonesia Peter Carlqvist pada Singapore Air Show, di Singapura, Jumat (14/2/2014). Carlqvist menegaskan, transfer teknologi selalu ditawarkan Saab dalam negosiasi dengan pihak mana pun.
“Kami akan melakukan transfer teknologi, tetapi perlu mempelajari dulu industri lokal sebelum memutuskan apa yang ditransfer. Anda perlu cukup matang untuk menerima teknologi kami”, ujar Carlqvist, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Dahono Fitrianto, dari Singapura.
Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat tempur JAS-39 Gripen NG buatan Saab Group termasuk salah satu pesawat yang dipertimbangkan TNI dan Kementerian Pertahanan untuk menggantikan armada pesawat F-5E Tiger II TNI AU. Saab juga menawarkan radar Giraffe AMB dan rudal antipesawat portabel RBS-70NG kepada TNI AD.
Dalam penawaran itu, Saab menawarkan opsi transfer teknologi. Bahkan, saat memenangi pengadaan pesawat tempur di Brasil, akhir tahun lalu, Saab berkomitmen melakukan transfer teknologi penuh. Sebagian dari 36 pesawat pesanan Brasil itu, dibuat oleh industri dirgantara Brasil sendiri.
SAAB Swedia tawarkan JAS-39 C/D Gripen kepada Indonesia (photo: SAAB)
SAAB Swedia tawarkan JAS-39 C/D Gripen kepada Indonesia (photo: SAAB)

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat ditemui, Kamis, mengatakan, pihaknya menjajaki tiga tipe pesawat tempur sebagai pengganti F-5E Tiger. Tiga pesawat itu adalah F/A-18 Hornet (Amerika Serikat), Sukhoi Su-35 (Rusia) dan JAS-39 Gripen (Swedia).
Terkait keberhasilan Brasil mendapat transfer teknologi penuh dari Saab, Purnomo mengatakan, pihaknya belum mendapat penawaran serupa. Kondisi di Brasil dan Indonesia berbeda dan Kemhan baru melakukan penjajakan awal.
Adapun Saab mengaku melakukan penjajakan awal ke PT Dirgantara Indonesia dan PT LEN Industri di Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan studi itu, Carlvist mengatakan, industri Indonesia cukup matang.
Wakil Presiden Pemasaran dan Direktur Komersial PT DI Arie Wibowo mengatakan, yang paling dibutuhkan adalah pengembangan sumber daya manusia dengan mengirimkan staf PT DI untuk belajar dan pelatihan kerja di pabrik Saab di Swedia. (ONG/ Kompas).

Radar Pertahanan Indonesia Ditambah

Radar Master T Merauke
Radar Master T Merauke

Indonesia mengalami kekurangan radar untuk pertahanan dan rencananya, sebanyak 4 unit radar baru khusus militer berjenis radar primer, bakal didatangkan tahun 2014 ini. Hal ini tertuang dalam rencana strategis Kementerian Pertahanan 2009-2014. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Hadi Tjahjanto menuturkan, hingga kini Indonesia baru memiliki 20 radar yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Untuk radar kita sudah tergelar 20 radar dengan jenis Plesey, Thomson dan Master-T,” ujar Marsma Hadi Tjahjanto dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (14/02/2014).
Hadi menuturkan, TNI AU akan membeli radar-radar baru secara bertahap. Diharapkan, radar-radar itu dapat membantu menjaga perbatasan dan wilayah udara tanah air.
“Saya perlu tambahkan radar tambahan renstra 2, Jayapura, Tambolaka, Singkawang, Ploso. Pada renstra 3, Morotai, Ambon, Kendari, Tanjung Pandan, Bengkulu dan Nliyep Malang,” tuturnya.
Radar Thomson TRS 2215 R TNI AU
Radar Thomson TRS 2215 R TNI AU
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menilai radar khusus militer di Indonesia masih kurang. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Kemenhan bekerja sama dengan radar sipil atau radar sekunder.
“Kekurangannya kami hitung sekitar 32-34 unit radar di seluruh Indonesia,” ucap Purnomo di Landasan Udara Ranai, Natuna, pada 30 Oktober 2013 silam.
Radar primer atau khusus militer digunakan untuk memantau dan mencatat segala jenis pesawat yang terbang yang menggunakan bahan baku logam. Sedangkan radar sekunder atau sipil digunakan pada penerbangan domestik dan tidak akan bisa memantau pesawat yang mematikan transmiternya.