C-130 H MP TNI AU
Umumnya dalam setiap pengadaan pesawat militer, baik jenis pesawat
tempur maupun transport, tiap tipe dibeli lebih dari satu unit. Tapi ada
yang berbeda dari pengadaan pesawat intai maritim yang satu ini.
Tepatnya pada awal dekade 80-an, saat Rencana Strategis (Renstra) II
Hankam dicanangkan, TNI AU mendapatkan penambahan kekuatan untuk lini
pesawat fighter, trainer, helicopter, dan transport.
Dan, bicara di lini transport, jelas yang menjadi prioritas adalah
pembelian armada pesawat angkut berat C-130 Hercules dari AS.
Merujuk ke sejarahnya, TNI AU memang sudah mengoperasikan C-130
Hercules sejak 1960, yakni lewat seri C-130B Hercules dengan jumlah 10
unit, dua diantaranya adalah versi tanker KC-130B.
Tapi seiring perkembangan, dimana usia C-130B sudah kian tua, ditambah
ada pesawat yang telah mengalami crash, maka adalah kebutuhan utama
untuk meningkatkan serviceable bagi armada Hercules. Ini tentu mudah
dipahami, mengingat selain mengemban misi strategis dalam angkut
militer, keberadaan Hercules amat vital mendukung operasi tempur bukan
perang, seperti pada operasi bantuan kemanusiaan saat bencana alam.
Di tahun 1980, TNI AU mendapatkan tambahan 12 unit C-130 Hercules, kedua belas Hercules yang didatangkan tersebut terdiri dari:
1. C-130H sebanyak 3 unit, masing-masing pesawat diberi nomer registrasi A-1315, A-1316 dan A-1323.
2. C-130HS (long body) sebanyak 7 unit, masing-masing diberi nomer
registrasi A-1317, A-1318, A-1319, A-1320, A-1321, A-1324 dan A-1341.
3. L-100-30 sejumlah 1 unit menggunakan registrasi A-1314.
4. C-130H MP (Maritime Patrol) sejumlah 1 unit, menggunakan registrasi A-1322.
Tampilan radar AN/APS-128B Sea Search
Untuk C-130H dan C-130HS di daulat untuk dua peran, sebagian
difungsikan untuk misi kargo, transport bagi pasukan lintas udara,
hingga tugas sebagai pesawat VIP/VVIP. Nah, ada yang beda dengan C-130H
MP yang punya kode produksi c/n 4898. Menyandang label MP yang artinya
maritime patrol, jenis pesawat ini artinya memang difungsikan untuk
peran intai maritim. Memang struktur bodi dan kemampuan mesin-nya serupa
dengan C-130H yang lain, tapi C-130H MP punya jeroan khusus untuk mendukung tugas meronda di lautan.
Dari tampak luar, C-130H MP TNI AU tak beda dengan C-130H reguler, tapi pada sisi radome
(moncong hidung) ditempatkan radar khusus, yakni AN/APS-128B Sea
Search. Radar buatan Telephonics dengan frekuensi X band ini memang
dirancang untuk misi intai maritim. Radar ini dapat mengendus target
berupa kapal besar pada jarak 100 nautical mile (185,2 km), untuk target
kapal berukuran sedang pada jarak 57 nautical mile (105,5 km) dan untuk
target kapal kecil pada jarak 32 nautical mile (59,2 km). Selain
dukungan radar AN/APS-128B, pada kaca depan kokpit dan pintu terjun
pasukan para (paratroop entrance door) dilengkapi dengan large observer windows.
paratroop entrance door
Windows Observer pada paratroop entrance door
Agar lebih afdol dalam menunjang misi intai maritim, C-130H
MP juga bisa ditambahkan perangkat side looking airborne radar, passive
microwave imaginer, low light level TV, side scanning infrared dan FLIR
(forward looking infrared). Tapi sayangnya, menurut informasi yang
diperoleh Indomiliter.com, yang digunakan TNI AU adalah versi basic, artinya jeroan
saktinya hanya radar AN/APS-128B Sea Search. Secara teknis, radar
dengan frekuensi X band (9375 Mhz) ini punya antena dengan dimensi 42 x
11 inch plus scan rate 15 hingga 60 RPM.
Bila keluarga C-130 Hercules umumnya disebar ke Skadron Udara 31.
Skadron Udara 32, dan Skadron Udara 17 VIP/VVIP. Tapi karena perannya
yang spesifik, C-130H MP diserahkan operasionalnya kepada Skadron Udara 5
Intai Maritim. Penyerahan C-130H MP ke Skadron Udara 5 berdasarkan
Skep/35/IV/1982, tanggal 21 April 1982). Pada momen tersebut, C-130H MP
melengkapi kekuatan Skadron Udara 5 yang per 1 Juni 1982 telah
mengoperasikan 3 unit pesawat Boeing 737-200 Maritime Patrol.
Pesawat ini dilengkapi dengan alat sensor yang disebut SLAMMR ( Side
Looking Airborne Modular Multimission Radar) Real Time, peralatan
navigasi INS (Inertial navigation System), infra red dan Omega
Navigation System serta peralatan komunikasi modern.
Saat C-130H MP resmi masuk ke Skadron Udara 5, kesatuan tersebut
masih berpangkalan di lanud Abdul Rahman Saleh, Malang. Tapi kemudian
pada 22 Februari 1982, Skadron Udara 5 resmi pindah home base
ke lanud Hasanuddin di Makassar – Sulawesi Selatan. Meski peran utamanya
sebagai intai maritime, tapi dalam operasionalnya, C-130H MP juga dapat
diperbantukan untuk misi transport logistik.
Lambang Skadron Udara 5
Windows Observer yang luas menjadi keunggulan utama bagi C-130 untuk misi intai.
Tidak Berumur Panjang
Belum lima tahun dioperasikan, sayangnya usia pengabdian C-130H MP TNI
AU tidak berumur panjang, satu-satunya C-130 yang berfungsi sebagai
intai maritim ini berakhir pada tahun 1985. Tepatnya pada 21 November
1985, pesawat ini menabrak Gunung Sibayak di Sumatera Utara. Saat itu
pesawat sedang dalam rute Medan – Padang. Dalam musibah tersebut, 10
awak dinyatakan gugur.
Malaysia Juga Punya
Selain dioperasikan oleh Indonesia, spesifik dengan tipe C-130H MP juga
digunakan oleh AU Malaysia (TUDM/Tentara Udara Diraja Malaysia). Bila
TNI AU hanya punya 1 unit, maka TUDM langsung memborong 3 unit C-130H
MP. Mungkin karena pertimbangan biaya operasional yang besar dan
teknologi sensor radar yang dipandang sudah ketinggalan jaman. Sebagai
perbandingan, kemampuan radar AN/APS-128B justru kalah ampuh dengan
radar Ocean Master Surveillance di NC-212 200 MPA TNI AL.
C-130H MP TUDM (Malaysia)
Kini justru Malaysia telah mengkonversi C-130H MP menjadi versi dual
role, yakni untuk mendukung misi tanker dan transport. Versi intai
maritime saat ini masih digunakan oleh AS untuk memperkuar armada US
Coast Guard, yakni dengan tipe HC-130 H/J, sudah barang tentu versi
milik AS sudah dilengkapi perlengkapan elektronik yang sangat maju untuk
misi long range surveillance.
Lockheed C-130H MP tidak bisa dibilang pesawat laku dipasaran, tapi
kemampuan terbangnya yang long endurance (bisa terbang 24 jam non stop),
sangat ideal bagi misi intai maritim guna meronda wilayah lautan NKRI
yang sedemikian luas. Kemampuan radar dan sensor pesawat intai maritim
TNI AU dan TNI AL kini boleh saja lebih canggih, seperti ditunjukkan
pada pesawat NC-212 200 MPA,
CN-235 200
MPA dan CN-235 200 NG Penerbal TNI AL. Tapi untuk urusan jangkauan
terbang, paling banter CN-235 200 hanya bisa mengudara selama 9 -10 jam
dengan jarak tempuh 796 km. Sementara C-130H MP yang ada di level angkut
berat dengan 4 mesin turbo propeller, dalam kondisi tanpa muatan kargo,
bisa terbang sejauh 5.200 nautical mile (setara 9.630 km).
(Bayu Pamungkas)
Spesifikasi C-130H Hercules
Mesin : Four Allison T56-A-15 turboprops; 4,300 horsepower, each engine.
Panjang : 29,3 meter
Tinggi : 11,4 meter
Lebar Sayap : 39,7 meter
Kecepatan : 374 mph (Mach 0.57) at 20,000 feet (6.060 meter).
Ketinggian : 10.000 meter dengan bebab 45 ton
Berat Maximum Takeoff : 69.750 kg
Normal Passenger Seats Available: Up to 92 troops or 64 paratroops or 74 litter patients.
Jangkauan : 2.049 nautical miles with maximum payload, 2.174 nautical
miles dengan 11.250 kg kargo, dan 5.200 nautical miles tanpa kargo.
Kru minimum : 5 (two pilots, a navigator, flight engineer and loadmaster.