Sabtu, 01 Februari 2014

Eurico Barros Gomes Guterres: Representasi Sisi lain Patriotisme


Eurico Barros Gomes Guterres (IST)
Eurico Barros Gomes Guterres (IST)

Untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia, pidato kenegaraan menyambut Kemerdekaan RI di gedung DPR, tidak didahului dengan lagu Indonesia Raya. Rangkaian acara peringatan HUT RI ke-64 itu pun memancing reaksi. Tidak jelas memang, hal itu terjadi karena masalah teknis atau disengaja.
Sejumlah pihak pun mengecam absennya lagu Indonesia Raya itu. Terlewatnya lagu Kebangsaan ini dipandang sebagai salah satu indikasi bahwa semangat nasionalisme dan penghargaan kepada pahlawan mulai ditinggalkan.
“Nasionalisme tidak hanya luntur, tetapi memang sudah tidak ada. Pemerintah Indonesia benar-benar tidak memberikan perhatian yang serius terhadap pejuangpejuangnya. Padahal negara yang besar adalah negara yang menghormati jasa para pahlawannya”
Pernyataan itu dilontarkan oleh Eurico Barros Gomes Guterres, mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur. Eurico Guterres memang memiliki cara pandang tersendiri dalam meletakkan arti nasionalisme.
Demi membela kedaulatan NKRI, Eurico divonis sepuluh tahun penjara oleh Mahkamah Agung karena dinilai melakukan pelanggaran berat HAM di Timor Timur, sebelum provinsi itu lepas dari Indonesia. Sebaliknya, sejumlah tokoh militer dan Polri lepas dari penjara.
Kecintaan Eurico kepada NKRI dipupuk sejak ia kehilangan orang-orang terdekat yang dibantai oleh kelompok pemberontak Fretilin. Pengalaman pahit itu membentuk sikap berani Eurico dalam menghadapi segala resiko.
Keberanian Eurico menjadi perbincangan setelah pada 1988 Eurico ditangkap aparat keamanan dengan tuduhan terlibat dalam rencana pembunuhan Presiden Soeharto yang akan mengunjungi Dili pada Oktober 1988.
Disebut-sebut, pertemuan dengan aparat militer itulah yang akhirnya membawa hubungan dekat Eurico dengan dengan sejumlah petinggi TNI di Timor Timur. Bahkan, pada 1994 Eurico direkrut menjadi anggota Gardapaksi, organisasi pro integrasi.
Sepak terjang Eurico Guterres mulai dikenal sejak konfl ik horisontal, pasca jajak pendapat Timor Timur pada 1999. Eurico menjadi tertuduh utama milisi dalam pembantaian di Gereja Liquisa, April 1999.
 
Eurico Guterres(IST)
Eurico Guterres(IST)

Kerusuhan pasca referendum dan penghancuran ibu kota Dili yang menewaskan ratusan nyawa itu telah memancing perhatian dunia internasional, khususnya Amerika Serikat dan Australia. Negara adi daya itu menekan pemerintah Indonesia melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengusut tuntas dalang pelaku kerusuhan.
Diakui ataupun tidak, pemerintah dalam posisi serba salah menghadapi tekanan internasional yang dimotori AS. Ironisnya, Eurico yang juga pejuang pro integrasi dijadikan sebagai tersangka kasus pelanggaran hak asasi manusia itu. Perjuangan Eurico pun dikhianati. Padahal, demi integrasi Timor Timor, Eurico harus berpisah dengan anak dan isterinya.
Milisi pejuang pro integrasi pun di jalan simpang. Di satu sisi sisi, Eurico adalah pejuang integrasi Timor Timur, di sisi lain Eurico juga dipandang terlibat dalam berbagai aksi pelanggaran HAM. Walhasil, dengan alasan adanya paradigma baru, di mana TNI harus dijauhkan dari politik, kekerasan dan menghormati HAM, TNI mengabaikan semua kelompok milisi yang pernah dibentuk.
Pro kontra pun merebak. Lelaki kelahiran Uatolari, Timor Timur, Juli 1971 itu telah dikorbankan untuk menghadapi tekanan asing. Di sisi lain, Eurico dengan jantan mendatangi pihak berwajib untuk siap menjalankan proses hukum jika memang dinyatakan bersalah.
Memang, hukuman sepuluh tahun penjara hanya dijalani Eurico selamasatu tahun sebelas bulan di LP Cipinang, setelah pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung membebaskan Eurico, April 2008.
Sejak awal, banyak yang meragukan kesalahan Eurico. Pada pengadilan HAM Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, November 2002, terdapat satu pendapat berbeda (dissenting opinion/DO) dari satu hakim yang berpendapat bahwa Eurico harus dibebaskan dan diberi rehabilitasi.
Pertimbangannya, berdasarkan keterangan saksi aksi penyerangan kelompok Eurico tidak saja dilakukan oleh penduduk sipil tetapi juga oleh militer dan polisi. Sebelumnya Eurico didakwa bersalah melakukan penyerangan terhadap pengungsi di rumah Manuel Viegas Carascalao di Liquisa, 17 April 1999 yang menewaskan 12 orang pengungsi. Dari 18 orang yang dituntut sebagai pelaku pelanggaran berat HAM di Timor Timur, di antaranya terdapat 16 anggota aparat militer dan aparat kepolisian Indonesia, yang dihukum sampai tingkat kasasi adalah Eurico dan mantan Gubernur Timtim Abilio Soares.
 

AU Filipina Beli 2 Pesawat Angkut PT DI

C-212 Angkatan Udara Thailand

Angkatan Udara Filipina (PAF) akan mendapatkan dua pesawat angkut ringan baru dari Indonesia untuk meningkatkan misi pengiriman personel dan pasokan ke daerah-daerah terpencil.

Dua pesawat angkut ringan yang dimaksud adalah NC-212i buatan PT DI. Sebelumnya PT DI telah memenangkan tender proyek pengadaan pesawat angkut ringan sayap tetap untuk PAF yang senilai P814 juta atau USD 60,7 juta.

Departemen Pertahanan Filipina telah mengeluarkan pernyataan mengenai proyek ini. Juru bicara PAF, Kolonel Miguel Okol mengatakan bahwa pesawat angkut buatan PT DI itu tidak hanya bisa mendarat di landasan pacu pendek, bahkan bisa di daerah yang tidak memiliki landasan (standar).

Pesawat yang lebih besar seperti Hercules C-130 dan pesawat angkut kelas menengah lainnya akan membutuhkan landasan pacu yang panjang, terang Okol. NC-212i tetap bisa membawa kargo lebih banyak daripada yang bisa dibawa helikopter.

"Pesawat ini dapat dioperasikan di daerah dengan landasan pacu pendek," kata Okol.

Okol mengatakan, NC-212i lebih fleksibel, terutama untuk digunakan dalam operasi tanggap bencana. Merupakan aset udara, yang akan memastikan ketepatan waktu dalam pendistribusian barang bantuan ke daerah yang jauh (terpencil).

Selain mampu dioperasikan di daerah dengan landasan pacu keras, NC-212i juga dilengkapi dengan avionik digital dan sistem autopilot.

Meskipun belum ada batas waktu pengiriman yang ditentukan oleh PAF, rencananya pesawat ini akan segera dikirimkan PT DI ke PAF dalam waktu 548 hari sejak pembukaan letter of kredit, yang menjamin pemerintah Filipina akan memenuhi kewajiban keuangan kepada PT DI.
Saat ini hanya ada tiga pesawat angkut ringan dalam persediaan PAF, yaitu pesawat Nomad buatan Australia.

Asisten Sekretaris Pertahanan Patrick Velez mengatakan bahwa pasokan NC-212i ke PAF akan menambah stok pesawat angkut ringan menyusul serangkaian kecelakaan pesawat yang dialami PAF.

Proyek pembelian pesawat terbang ini ditujukan untuk meningkatkan upaya keamanan militer dan bantuan kemanusiaan. Rencananya adalah membeli pesawat yang dapat beroperasi dalam lingkungan apapun dan mampu memberikan dukungan untuk pertahanan, perdamaian dan keamanan teritorial, operasi keamanan dalam negeri, tanggap bencana dan pembangunan nasional. Pilihan PAF akhirnya jatuh ke NC-212i buatan PT DI.

Pemerintah Aquino sendiri telah berjanji untuk meningkatkan kemampuan militer angkatan bersenjata Filipina, untuk menjadikannya sebagai salah satu militer terbaik di kawasan. Beberapa pesawat yang akan dibeli PAF, antara lain pesawat tempur -Filipina tidak memiliki pesawat tempur, dan acapkali dijuluki sebagai angkatan udara helikopter-, pesawat patroli jarak jauh, pesawat angkut kelas menengah, pesawat Hercules C-130, helikopter serang dan helikopter tempur.

(Gambar: Airbus Military)
 

LSA-01 Mampu Pantau Wilayah Indonesia

http://lapan.go.id/upload/FlightTestLSA-01_Web.jpg

Kini, Indonesia memiliki Pesawat Pengamat Wilayah. Lapan bekerja sama dengan Universitas Berlin, Jerman, berhasil mengembangkan pesawat pengamat yakni Lapan Surveillance Aircraft (PK-LSA01). Pesawat ini menjadi bagian pemanfaatan untuk kepentingan memotret wilayah di Indonesia. Selasa (28/1), Kepala Lapan, Bambang S. Tejasukmana meresmikan Pesawat LSA di Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) Ditjen Perhubungan Udara, Curug, Tangerang.

Program pesawat LSA ini merupakan bagian dari program utama Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lapan. Selain LSA, Pustekbang juga memiliki program pengembangan pesawat tanpa awak (Lapan Surveillance UAV – LSU) dan program pengembangan pesawat transport nasional (N-219).

Pesawat LSA memiliki beberapa misi yakni akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota.

Misi pesawat LSA ini dapat memperkuat sistem pemantauan nasional. Indonesia yang berpulau ini sangat memerlukan sistem pemantauan wilayah. Selain menggunakan teknologi satelit, diperlukan pula sistem pemantauan yang lebih impresif dengan menggunakan pesawat terbang. LSA tersebut sekaligus memperkuat penguasaan teknologi terbaru pesawat terbang. 



Kepala Lapan memecahkan kendi sebagai simbol peresmian pesawat LSA-01

Pesawat LSA ini juga mampu mengakurasikan data dari foto citra satelit dengan resolusi tinggi yang telah digabung dengan satelit-satelit lain, dan mampu konfirmasi ulang langsung di lapangan secara acak. Dengan kemampuan terbang non-stop selama 6-8 jam, jangkauan tempuh 1.300 kilometer, dan dapat membawa muatan hingga 160 kg, LSA ini berpotensi untuk melakukan patroli sistem kelautan di Indonesia.

Dalam peresmian LSA, Kepala Lapan menargetkan selama lima tahun ke depan, pesawat ini dapat memiliki fungsi autonomous. Menurut ia, keuntungan sistem autonomous selain dapat bermanuver secara otomatis, kualitas dalam menjalankan misi surveillance dapat lebih presisi, efisien, dan efektif. “Dalam skema prosesnya, awalnya pesawat ini masih dikendalikan oleh pilot untuk lepas landas dan mendarat. Dan setelah mengudara, sistem autonomous ini akan aktif sehingga tidak memerlukan kendali dari pilot. Namun, jika ada hal yang tingkat urgensitasnya tinggi, pilot dapat mengintervensi,” ujarnya.

Saat ini pesawat telah siap dan sudah melakukan tes penerbangan perdana (flight test), ia berharap pesawat ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan surveillance di Indonesia.
 

Kamis, 30 Januari 2014

Wulung UAV: Tantangan Dibalik Sistem Kendali dan Komunikasi Data

wulung01
Disebutkan bahwa TNI AU tak lama lagi akan menggelar satu skadron PUNA (Pesawat Udara Nirawak) sebagai wahana pengintai untuk wilayah perbatasan RI – Malaysia di Kalimantan. Dan ikon utama skadron anyar TNI AU ini adalah Wulung, jenis UAV (Unmanned Aerial Vehicle) buatan karya anak bangsa.
Memang di dalam komposisi skadron UAV, TNI juga mencomot UAV modern asal Israel, Heron. Tapi bagi kami, sosok Wulung-lah yang lebih memikat untuk ditelusuri lebih jauh. Mengapa? Alasannya adopsi UAV Wulung merupakan lompatan teknologi tinggi bagi kemandirian alutsista Dalam Negeri. Bila kita dapat menguasai teknologi UAV, maka bukan hal yang sulit bila nantinya Indonesia ingin mengembangkan UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle) yang dipersenjatai.
Baik Heron dan Wulung, nantinya murni dihadirkan militer Indonesia sebagai pesawat pengintai. Sebagai wahana dengan muatan teknologi canggih, banyak sisi menarik dari Wulung yang dapat dikupas, diantaranya adalah sistem kendali dan komunikasi yang digunakan. “Ada banyak parameter yang dibutuhkan dalam menunjang operasional Wulung, tapi sistem kendali dan komunikasi data adalah yang paling menantang dalam pengembangannya,” ujar Mohamad Dahsyat, Kepala Bidang Teknologi Hankam Matra Udara BPPT .
PUNA_Wulung

Sistem Kendali Wulung
Dalam memenuhi standar UAV, saat ini Wulung dapat diterbangkan secara auto pilot dan autonomus. Ini artinya Wulung bisa terbang sendiri dengan pola robotic. Tentunya sebelum pesawat tinggal landas, kru di darat telah men-setting (plot) way point yang menjadi rute atau lintasan terbang si Wulung. Semisal harus diketahui berapa ketinggian bukit dan gunung yang akan dilewati. Menurut penuturan Mohamad Dahsyat, Wulung dapat di setting hingga 100 way point. Nantinya setelah pesawat mengudara, awak di Ground Control Station (GCS) dapat memonitor arah dan posisi pesawat lewat map digital pada komputer.
Dalam spesifikasinya, Wulung yang berbobot 120 kg punya jarak jangkau hingga 200 km dengan waktu terbang (flight endurance) 4 jam. Selama mengudara, kru di GCS bisa memantau secara real time kondisi dari pesawat, dalam hal ini termasuk mengetahui kondisi bahan bakar dan baterai. Bila dalam suatu kondisi pesawat melenceng dari rute yang telah digariskan, maka kru di GCS dapat mengatur posisi lintasan Wulung. Untuk misi taktis pengintaian, kru GCS secara otomatis bisa ‘memerintahkan’ Wulung untuk melakukan pemotretan udara. Dalam hal kecanggihan, selain dibekali kamera berlensa optik, Wulung sudah ditanamkan teknologi FLIR (Forward Looking Infra Red), plus GPS (Global Postioning System) untuk menentukan koordinat foto hasil pengintaian.
Beginilah suasana di ruang operator GSC UAV milik AS
Beginilah suasana di ruang operator GCS UAV milik AS
Sistem kendali Wulung, bisa dibuat secara mobile.
Sistem kendali Wulung, bisa dibuat secara mobile.

Sebagai pesawat intai modern, Wulung punya kemampuan terbang siang dan malam. Meski tidak dirancang terbang untuk segala cuaca, dalam prakteknya Wulung tidak mengalami masalah saat terbang dalam cuaca kurang bersahabat. “Wulung tidak disarankan untuk terbang dalam kondisi hujan, tapi dalam pengujian nyatanya pesawat dapat terbang sempurna meski saat kondisi hujan,” papar Mohamad Dahsyat yang mengepalai proyek pengembangan Wulung di BPPT.
Kembali ke sistem kendali, meski sudah bisa beroperasi auto pilot dan autonomus. Tapi untuk saat ini, pada proses take off dan landing kendali pesawat masih harus dilakukan secara manual dari GCS. “Dalam pengembangan versi selanjutnya, Wulung akan hadir dengan kemampuan auto take off dan auto landing,” papar Mohamad Dahsyat. Sebagai informasi, saat ini sudah ada tiga unit Wulung yang berhasil dirampungkan, dan masih ada 5 unit pesanan Wulung yang sedang digarap pembuatannya oleh PT Dirgantara Indonesia.
Ilustrasi monitor pergerakan UAV yang dipantau oleh operator di GSC.
Ilustrasi monitor pergerakan UAV yang dipantau oleh operator di GCS.
Obyek di permukaan dapat ditangkap meski dalam kegelapan, ini berkat adanya teknologi infra red.
Obyek di permukaan dapat ditangkap meski dalam kegelapan, ini berkat adanya teknologi infra red.
Menhankam tengah mengintip sensor dan kamera Wulung.
Menhankam tengah mengintip sensor dan kamera Wulung.

Sistem Komunikasi Data Wulung
Seberapa jauh UAV dapat terbang sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi data yang dimiliki oleh operator. Secara teori, Wulung dapat terbang sejauh 120 km, dan dapat ditingkatkan hingga lebih dari 200 km. Dalam gelar operasi Wulung, alur komunikasi data antara GCS dengan UAV dapat dilakukan dalam pola Line of Sight (Los) dan Beyond Line of Sight (BloS). Yang dimaksud pola LoS adalah data link dipancarkan langsung dari GCS ke UAV. Data link menyediakan komunikasi dua arah, baik atas permintaan atau secara terus-menerus.
Sementara pola BLoS adalah data link yang dipancarkan antara GCS dan UAV melalui proses relay (tidak langsung). Media relay data yang digunakan bisa via satelit, BTS (base transceiver station) operator selular, dan Mesh. Yang disebut terakhir yakni memanfaatkan jejaring komunikasi antar pesawat yang mengudara di suatu kawasan.
PUNA misi operasi
uav_line-of-sight
Non Line of Sight juga identik dengan BLoS

Nah, soal pilihan menggunakan LoS ataukah BloS tentunya sangat bergantung pada beberapa hal, seperti jangkauan misi dari UAV dan kondisi topografi. Dalam konteks Wulung yang bakal beroperasi dari lanud Supadio , Pontianak – Kalimantan Barat. Maka diperkirakan masih ideal menggunakan pola LoS, pasalnya topografi di Bumi Kalimantan cenderung lebih datar, sehingga pancaran sinyal LoS masih bisa dilakukan. Dalam gelar operasinya, LoS dan BLoS di Wulung bisa dipasang sebagai redundance, artinya jika yang salah satu bermasalah masih bisa digunakan yang satunya lagi.
Tapi lain cerita bila Wulung harus menjangkau wilayah yang lebih jauh, atau misalnya suatu saat ditugaskan ke wilayah Papua yang bergunung-gunung tinggi. Maka pola BLoS-lah yang diusung, sistem relay data yang digunakan biasanya adalah satelit. Pola BLoS juga jamak dilakukan militer AS saat mengoperasikan UCAV di Irak, Afghanistan dan Pakistan. Saat menggepur milisi Taliban di Afghanistan, boleh jadi GCS-nya berada di Turki atau Eropa.
Beragam pola komunikasi UAV/UCAV.
Beragam pola komunikasi UAV/UCAV.

Kelemahan Satelit
Bagi negara maju sekelas AS, Cina, dan Rusia, urusan kesiapan satelit penunjang misi UAV/UCAV tak perlu dipersoalkan. Tapi lain hal dengan negara yang tak memiliki satelit buatan sendiri, atau hanya mengandalkan sewa satelit. Maka komunikasi data sebagai basis penghubung antara GCS dan UAV bisa menjadi masalah di kemudian hari. Maklum komunikasi via satelit kerap disadap oleh negara lain, apalagi selama ini Indonesia hanya berlaku sebagai negara konsumen.
Dari sisi teknis, komunikasi dengan media satelit juga punya tantangan lain. Bila karena suatu hal sinyal terputus, maka untuk re-dialing bisa membntuhkan waktu hingga 5 menit. Tapi sebagai robot terbang yang canggih, Wulung sudah di setting untuk return to base secara otomatis bila komunikasi terputus. Nah, bila diharuskan menggelar pola BloS tapi tak ingin menggunakan satelit, maka pilihan yang mungkin adalah memberdayakan aset sipil, yaitu tebaran menara BTS milik operator selular. Tentu saja gelar dengan dukungan BTS perlu setting khusus dengan biaya lebih besar.
Tebaran 'hutan' BTS yang ada di Indonesia bisa menjadi alternatif dalam komunikasi UAV.
Tebaran ‘hutan’ BTS yang ada di Indonesia bisa menjadi alternatif dalam komunikasi UAV.
Mohamad Dahsyat. Sumber: MetroTVNews
Mohamad Dahsyat. Sumber: MetroTVNews

Anti Jamming
Ada beberapa spesifikasi untuk UAV pesanan TNI, selain endurance, payload, dan ketinggian terbang (altitude). Maka elemen lain yang tak kalah pentingnya adalah anti jamming. “Sampai saat ini memang belum pernah ada jamming saat Wulung mengudara, tapi dalam beberapa kali uji Wulung dapat lolos dari jamming berkat penggunaan teknik hopping frekuensi,” ungkap Mohamad Dahsyat, alumni Fakultas Teknik Fisika Universitas Padjajaran angkatan 1982.
Pengembangan Wulung tentu masih belum ideal untuk kebutuhan militer. Tapi adopsi UAV garapan bersama BPPT, PT. LEN dan PT. DI adalah langkah strategis yang tepat bagi membangun kemandiran teknologi alutista di Dalam Negeri. Ingat, bahwa membangun kehandalan teknologi alutsista tidak dapat dilakukan dengan sekejap. Dengan penguasaan teknologi UAV, maka bukan perkara sulit bagi Indonesia untuk menciptakan peluru kendali. (Haryo Adjie Nogo Seno)

(Polling) Formidable Class RSN: Lawan Tanding Terberat Korvet SIGMA Class TNI AL


Formidable Class
Formidable Class

Adalah sesuatu yang lumrah bila setiap angkatan laut di dunia punya flagship. Dalam terminologinya, flagship dapat dianggap sebagai kapal utama, atau kapal yang paling diandalkan, maju dari segi teknologi serta paling mumpuni dalam hal alutsista. Dimasa lalu, sosok flagship juga diasosiasikan sebagai kapal perang dengan bobot paling besar. Ambil contoh di tahun 50-an TNI AL punya flagship berupa destroyer KRI Gadjah Mada, kemudian berlanjut di tahun 60-an hadir kapal penjelajah legendaris KRI Irian.
Seiring dinamika dan perkembangan jaman, tiap dekade umumnya TNI AL punya flagship. Merujuk ke sejarah, di era-70an flagship TNI AL adalah destroyer escort kelas Samadikun (Claud Jones class) buatan AS. Bergeser ke era-80n dan 90-an, TNI AL mengandalkan frigat Van Speik class dan frigat Fatahillah class, keduanya merupakan buatan Belanda. Bagaimana dengan era tahun 2000-an? Jawabannya justru bukan di kelas frigat, flagship TNI AL kini berupa korvet, yakni SIGMA class (kelas Diponegoro) buatan Belanda. Merujuk pada kelengkapan senjata, pada saat ini kian rancu untuk membedakan antara frigat dan korvet. Meski frigat didaulat punya ‘sesuatu’ yang lebih ketimbang korvet. Korvet dalam definisi awalnya adalah kapal perang yang punya bobot dibawah frigat, tapi lebih besar dibanding kapal patroli pantai, mampu melakukan operasi sergap dan beroperasi secara mandiri di wilayah samudera.
Dalam peperangan dan politik di kawasan, flagship jelas punya peran strategis, singkat kata keberadaan kapal ini mampu menciptakan daya tawar dan efek deterensi. Seandainya pun terjadi konflik di lautan, flagship seperti SIGMA class jelas akan mengambil peran yang menentukan, tentunya bersama frigat Van Speijk dan Fatahillah class yang tergabung dalam Satuan Kapal Eskorta TNI AL.
SIGMA Class TNI AL
SIGMA Class TNI AL
Van Speijk Class, sebenarnya inilah jenis kapal perang yang murni masuk segmen frigat bagi TNI AL
Van Speijk Class, sebenarnya inilah jenis kapal perang yang murni masuk segmen frigat bagi TNI AL

Dalam kaca mata dugaan konflik di masa mendatang, banyak pengamat yang meyakini bahwa lawan potensial yang mungkin muncul justru berasal dari negara tetangga. Tentu ini bukan pernyataan tanpa alasan, bibit-bibit konflik sudah ditabur sejak lama. Contohnya sudah di depan mata, seperti perebutan klaim beberapa negara di Laut Cina Selatan. Dalam konteks yang melibatkan Indonesia, konflik wilayah dengan Malaysia di blok Ambalat, hingga psy war dengan AL Australia bisa menjadi bahan yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut.

Polling Indomiliter
Merujuk ke tulisan sebelumnya, bahwa potensi konflik justru lebih besar muncul dari negara tetangga. Maka perlu dipantau, sista apa saja yang dimiliki oleh negara tetangga, dalam konteks flagship, kekuatan tempur armada AL Malaysia, AL Singapura, dan AL Australia mutlak harus diketahui, flagship apa yang mereka miliki, bukan tak mungkin suatu saat yang namanya kawan bisa menjadi lawan. Berangkat dari kondisi saat ini, dimana SIGMA class menjadi ujung tombak kekuatan armada TNI AL, maka Indomiliter.com sejak 19 Desember 2013 hingga 18 Januari 2014 menggelar polling dengan pertanyaan “SIGMA Class kini menjadi kapal perang tercanggih TNI AL. Menurut Anda siapakah lawan terberatnya?”. Secara mengejutkan polling berhasil melibatkan 1.144 responden dengan pola one IP one vote.
1
2
Dalam polling ini SIGMA class kami sandingkan dengan Formidable Class dari Singapura, ANZAC Class dari Australia, dan Lekiu Class dari Malaysia. Kami menyadari, bahwa sebenarnya kurang ideal untuk membandingkan SIGMA Class dengan ketiga kapal perang yang disebut barusan. Pasalnya kapal perang andalan Malaysia, Singapura, dan Australia, masuk dalam kelas frigat yang diatas kertas punya kelengkapan senjata lebih maju dan dahsyat ketimbang SIGMA Class TNI AL.
Tapi toh, dalam jalannya pertempuran bukan berarti korvet bakal inferior dibanding frigat. Mengingat korvet kini punya bekal sensor dan alutsista yang sederajat dengan frigat, plus ditambah jiwa korsa yang tinggi dari prajurit TNI AL, maka bukan tak mungkin dengan kecermatan strategi, kita akan lebih unggul. Posisi tawar kekuatan armada TNI AL dipercaya akan meningkat saat pesanan PKR (Perusak Kawal Rudal) 10514 tiba.
4
Formidable Class RSN (Singapura)
Dari sisi teknologi, Formidable Class adalah frigat tercanggih yang ada di kawasan Asia Tenggara. Formidable Class terdiri dari enam unit dengan kemampuan multirole dan stealth. Frigat buatan Perancis ini punya bobot 3.200 ton. Dari desainnya yang minimalis, sejatinya kelengkapan senjatanya tergolong menakutkan, sebut saja rudal anti kapal RGM-84C Harpoon, rudal (SAM) MBDA Aster 15/30 yang diluncurkan secara VLS (vertical launch system). Sista anti kapal selamnya torpedo EuroTorp A244/S Mod 3 dengan peluncur 2× B515 triple tube. Kanon reaksi cepatnya OTO Melara 76mm, tapi yang digunakan adalah Super Rapid Gun dengan kubah stealth. Frigat ini pun dibekali heli tempur AKS (anti kapal selam) SH-60B Seahawk.
Heli Sea Hawk menjadi kekuatan terpadu dari Formidable Class
Heli Seahawk menjadi kekuatan terpadu dari Formidable Class
Rudal Aster sedang meluncur dari RSS Supreme, salah satu dari Formidable Class Singapura.
Rudal Aster meluncur dari RSS Supreme, salah satu dari Formidable Class Singapura.

Formidable Class dipercaya oleh sebagian besar responden sebagai lawan terberat SIGMA Class TNI AL. Dari total 1.144 responden, 672 responden (58,74%) telah memilih frigat yang mampu melaju maksimum 27 knots ini.

ANZAC Class RAN (Australia)
Sebanyak 350 responden (30,59%) memilih ANZAC Class sebagai penantang terberat untuk SIGMA Class TNI AL. ANZAC masuk dalam golongan frigat yang punya bobot 3.600 ton. Populasi kapal perang ini ada 10 unit, 8 unit digunakan oleh AL Australia, dan 2 unit digunakan oleh Selandia Baru. Soal kelengkapan senjata, ANZAC Class memang bukan tandingan SIGMA TNI AL, sebut saja ada bekal CIWS Phalanx, rudal Sea Sparrow, rudal anti kapal Harpoon, dan torpedo MK46. Seperti halnya Formidable Class, ANZAC Class juga membawa heli AKS S-70B-2 Seahawk.
HMAS Ballarat, salah satu dari ANZAC Class Australia
HMAS Ballarat, salah satu dari ANZAC Class Australia
Sea Sparrow meluncur dari HMAS Perth, salah satu dari ANZAC Class
Sea Sparrow meluncur dari HMAS Perth, salah satu dari ANZAC Class

Lekiu Class TLDM (Malaysia)
Spesifikasi Lekiu Class memang tidak sesangar Formidable dan ANZAC, tapi frigat buatan Inggris dengan bobot 2.270 ton ini tergolong canggih. Sebagai elemen anti serangan udara, dibekali rudal Sea Wolf, untuk rudal anti kapalnya adalah MM40 Exocet blok II, dan torpedo A244S, tipe torpedo yang juga digunakan pada SIGMA Class. Yang menarik justru frigat ini mengadopsi kanon multi purpose Bofors 57mm. Jenis kanon ini cukup familiar digunakan oleh TNI AL dalam melengkapi FPB-57. Dalam misi AKS, frigat ini membawa heli Super Lynx 300, lengkap dengan hangar. Lekiu Class dipilih 122 responden (10,66%) sebagai lawan tanding untuk SIGMA Class TNI AL. (Indomiliter)
Lekiu Class, Malaysia memiliki 2 unit frigat jenis ini.
Lekiu Class, Malaysia memiliki 2 unit frigat jenis ini.
Rudal Sea Wolf meluncur dari Leiku Class
Rudal Sea Wolf meluncur dari Lekiu Class

TNI AL Jemput Korvet Nakhoda Ragam Class


Nakhoda Ragam Class
Nakhoda Ragam Class

Puluhan awak kapal perang KRI Bung Tomo 357 yang akan menuju Inggris untuk mengambil KRI Bung Tomo 357, menyempatkan diri nyekar ke makam Bung Tomo, Rabu (29/1/2014), di pemakaman Ngagel, Surabaya. “Pada kesempatan ini, kami menyempatkan diri nyekar ke makam Bung Tomo, sebelum kami berangkat menuju Inggris untuk membawa kapal KRI Bung Tomo 357 ke Republik Indonesia,” ujar Kolonel Yayan Sofiyan Komandan Kapal Perang KRI Bung Tomo 357.
Nakhoda Ragam Class
Nakhoda Ragam Class

Bung Tomo, papar Kolonel Yayan, tidak perlu diragukan lagi jasa-jasa dan perjuangan beliau dalam membebaskan Surabaya khususnya dan Indonesia pada umumnya dari cengkeraman Sekutu. “Sebuah kebanggaan kami semua disini, yang akan mengemban tugas negara membawa kapal perang KRI Bung Tomo 357, hadir dan memanjatkandoa bagi beliau, serta seluruh pahlawan yang ada di kompleks pemakaman ini,” tambah Kolonel Yayan.
Sementara itu, mewakili keluarga Bung Tomo, Bambang Sulistomo satu di antara keluarga almarhum Bung Tomo, mengaku sangat terhormat dan berterimakasih karena satu diantara kapal perang TNI AL diberi nama Bung Tomo.
“Ini kehormatan bagi kami semua, khususnya keluarga besar Bung Tomo. Kami juga merasa bangga Bung Tomo menjadi nama satu diantara kapal perang TNI AL. Kami tentu saja sangat berterimakasih”, kata Bambang Sulistomo.
Selain dihadiri Komandan Kapal Perang KRI Bung Tomo 357, kegiatan nyekar makam Bung Tomo, Rabu (29/1/2014) bersama Bambang Sulistomo juga diikuti beberapa mantan pejuang Republi Indonesia serta para aktivis. KRI Bung Tomo 357 merupakan nama yang diberikan terhadap salah satu dari tiga korvet Nakhoda Ragam Class, yang dibeli Indonesia dari Inggris.(suarasurabaya.net).

Fighter SU 35 Game Changer Indonesia


Sukhoi SU 34 Rusia
Sukhoi SU 34 Rusia

Salah satu kandidat pengganti pesawat tempur F 5 Tiger Indonesia adalah Sukhoi SU 35. Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dalam beberapa kesempatan, mengatakan tentang ketertarikan TNI terhadap pesawat tempur Su 35.  Gayung bersambut, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia juga mengatakan,  Sukhoi SU 35 menempati prioritas pertama dari empat kandidat pesawat tempur pengganti F 5 Tiger, yang akan dipensiunkan.
Keberadaan fighter semacam Su-35 sangat penting untuk mengawal Kapal Selam Kilo, Amur yang akan dibeli oleh TNI. Pasalnya, sekalinya kapal selam ini menembakkan missile Klub-S, pesawat pencari kapal selam akan dengan mudah melacak lokasi asal-usul rudal itu ditembakkan. Apalagi, MQ-4C Triton, versi naval dari RQ-4 Global Hawk yang akan dimiliki Australia, sanggup terbang sehari lebih (30 jam). Cukup efektif meronda laut. Siapa tahu tiba-tiba muncul Klub-S dari tengah lautan, Triton akan bisa menganalisis asal-usulnya. Triton kemudian melapor ke pesawat MPA (P8 Poseidon, dan lain-lain) dan kapal perang, akhirnya bisa dengan cepat menemukan keberadaan kapal selam dan menghancurkannya.
Ya, lima tahun lagi, kapal selam termasuk Kilo dan Amur, makin rentan terhadap musuh dari langit. Tahun 2020 Australia akan memiliki P8 Poseidon untuk tracking dan menghancurkan kapal selam dari ketinggian yang sangat tinggi. Pesawat MPA yang ada saat ini, kalau mau menghancurkan kapal selam harus turun sampai ketinggian 200-300 meter di atas permukaan laut, baru meluncurkan torpedonya dengan parasut. Pada ketinggian yang sangat rendah ini, kapal selam semacam Kilo masih bisa menyerang pesawat MPA dengan rudalnya, meskipun harus “nyembul” dulu ke permukaan laut untuk menembakkan rudal.

Anti-submarine warfare and anti-surface warfare, Boeing P-8 Poseidon (Photo: photo by Greg L. Davis)
Anti-submarine warfare and anti-surface warfare, Boeing P-8 Poseidon (Photo: photo by Greg L. Davis)

Nanti P8 Poseidon tidak perlu turun sampai 300 meter di atas laut untuk menembak kapal selam, tapi bisa menembak dari ketinggian 18,000 meter dari permukaan laut. Gila !!! Dengan keunggulan ini, airframe pesawat akan lebih tahan lama, karena tidak mengalami perubahan stress berulang-ulang saat mengubah-ubah ketinggian dan tidak terpapar hawa dekat permukaan laut yang korosif. Boeing saat ini sedang mengembangkan sistem JDAM, yang biasanya dipakai pada bom pintar, untuk diaplikasikan pada torpedo. Dengan teknologi ini, dari ketinggian 18,000-an meter P8 Poseidon akan menembakakn torpedo yang dilengkapi kit JDAM sebagai pengarah ke koordinat yang ditentukan. Saat ketinggian mencapai 300-an meter dari permukaan laut, kit JDAM dilepas dan torpedo mengembangkan parasutnya. Setelah mencapai laut, parasut dilepas, dan torpedo sacara mandiri akan mengejar kapal selam.

Operasi P-8 Poseidon
Operasi P-8 Poseidon

Torpedo dengan kit JDAM diperkirakan operasional 2020, dan segera akan mengubah model pertempuran anti kapal selam dengan teknologi yang belum pernah diaplikasikan saat ini. Selain dibantu Triton, P8 Poseidon sendiri akan menggunakan teknologi terakhir dalam mencari kapal selam. Sonobuoy (jaringan sonar terapung) tetap masih akan dipakai, tetapi tidak lagi menggunakan MAD karena kapasitasnya yang memakan tempat dan lagian MAD akan efektif saat kapal selamnya tidak jauh-jauh dari permukaan laut. MAD akan menganalisis perubahan garis-garis medan magnit di suatu tempat, saat ada benda logam (kapal selam). Sebagai ganti MAD, P8 dilengkapi sensor untuk menganalisis kandungan hidrokarbon pada uap air laut yang dihasilkan dari gas buang mesin disel kapal selam.

LongShot kit on MK54 torpedo
LongShot kit on MK54 torpedo

Dengan teknologi-teknologi ini, kapal selam akan semakin rentan menghadapi musuh dari udara. Tugas SU-35 untuk menyingkirkan benda-benda langit semacam ini: Triton, Poseidon, Pesawat MPA, dan lain lain. Fighter Bomber Su-34 lebih mantap lagi, karena selain membawa misil jarak jauh anti pesawat, juga bisa dikombinasi dengan membawa Klub-S atau 1 Yakhont untuk sasaran di laut dan daratan.
Variasi lain adalah jangan melupakan pengadaan kapal selam Type 212 Jerman, yang sekelas Scorpene, Lada, dan lain-lain. Atau sekalian turunan 212 semacam Type 216 yang sudah punya VLS untuk land attack. Kapal selam 212 sudah bisa dilengkapi missile IDAS. IDAS adalah misil anti pesawat pertama di dunia yang bisa ditembakkan dari bawah permukaan laut. IDAS menjadi salah satu ancaman P8 Poseidon karena jangkauannya cukup jauh, 20 km. Tahun lalu Singapore beli 2 KS Jerman turunan 216, masing-masing seharga 800 juta US$. Saya curiga KS ini sudah dilengkapi IDAS.
Northrop Grumman supplies the P-8's electronic warfare self-protection (EWSP) suite, which includes the Terma AN/ALQ-213(V) electronic warfare management system (EWMS), directed infrared countermeasures (DIRCM) set, radar warning system, and BAE Systems countermeasures dispenser. The Northrop Grumman ESM system for the P-8A has been officially designated the AN/ALQ-240(V)1.
Northrop Grumman supplies the P-8′s electronic warfare self-protection (EWSP) suite, which includes the Terma AN/ALQ-213(V) electronic warfare management system (EWMS), directed infrared countermeasures (DIRCM) set, radar warning system, and BAE Systems countermeasures dispenser. The Northrop Grumman ESM system for the P-8A has been officially designated the AN/ALQ-240(V)1.

Teknologi perang anti kapal selam model baru ini, saat ini memang masih baru, belum mature, termasuk torpedo ber-JDAM nya. Kita tunggu di 2020 nanti. Apapun P8 yangg dibeli Australia nanti, juga bisa di-upgrade dengan teknologi terakhir yang proven. Yang perlu diantisipasi TNI adalah pandai memilih alutsista yang juga bisa untuk menghadapi model perang 2020-up. Misalnya jangan hanya terkancing dengan kapal selam Kilo yang tidak punya AIP.
Tanda tanda jaman mengarah ke teknologi yang sedang dikembangkan di P8 Poseidon. Hal ini mirip dengan perkembangan pesawat stealth, yang diawali F-117, dan kemudian muncul model perang antar fighter gaya baru yang “curang dan tidak adil” yang dipelopori F-22 Raptor. Dan seluruh dunia kini mengarah ke model perang ini. (written by WH).