KRI Yos Sudarso -353
DARWIN. Pemerintah RI merealisasikan niat untuk memperketat wilayah
perairan yang berbatasan dengan Australia. TNI Angkatan Laut mulai
mengerahkan beberapa kapal perang termasuk kapal rudal dan torpedo ke
wilayah perbatasan.
Harian Guardian, 24 Januari 2014 melansir informasi itu dari
Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Untung Suropati.
Untung membenarkan ada beberapa kapal perang yang dipindahkan ke dekat
perbatasan perairan yang dekat dengan Australia. Selain kapal peluncur
rudal dan torpedo, ujar Untung, ternyata TNI AL turut mengerahkan kapal
perang corvette dan pesawat perbatasan air.
“Semua kapal itu telah bergerak menuju ke perbatasan dan berpatroli
di sana,” kata dia tanpa menyebut jumlah kapal yang telah dikerahkan.
Selain mengerahkan kapal dari TNI AL untuk menjaga perbatasan, TNI
Angkatan Udara (AU) juga mengerahkan beberapa pesawat. Menurut Juru
Bicara TNI AU, Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, apabila ada pelanggaran
perbatasan, pangkalan udara di Makassar siap membantu mengamankan.
“Australia bisa dijangkau dari sana,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pangkalan Udara Sultan Hassanudin di Makassar,
adalah pangkalan bagi 16 pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30 buatan
Rusia. Dengan menggunakan pesawat itu, hanya butuh waktu satu jam
mencapai Australia.
Langkah untuk menjaga perbatasan ini mulai membuat Parlemen Australia
khawatir. Namun, langkah itu tidak mengejutkan bagi mereka.
Menurut anggota parlemen dari Partai Buruh, Chris Bowen, kebijakan
yang ditempuh RI merupakan hasil yang dituai dari kebijakan Perdana
Menteri Tony Abbott, Menteri Imigrasi, Scott Morrison dan Menteri Luar
Negeri, Julie Bishop, yang bersikap kepala batu.
“Sebelumnya, sudah ada beberapa peringatan bahwa hal ini timbul karena kebijakan ngotot mereka. Kini, kami mulai terlihat jelas dampaknya,” ungkap Bowen dan dilansir kantor berita ABC News.
Sementara itu, Pemimpin Partai Hijau, Christine Milne, memperingatkan
Abbott untuk mundur dari kebijakan pencari suakanya. Milne mengingatkan
kembali pernyataan Pemerintah RI yang secara tegas menolak kebijakan
sepihak dari Negeri Kanguru.
“Situasinya akan berdampak lebih buruk. Kini, waktunya bagi Tony
Abbott mundur dan mengakui bahwa kami sedang dalam situasi yang serius
dengan Indonesia,” kata Milne.
Sebelumnya, pada Jumat, 17 Januari 2014, Australia telah meminta maaf
kepada Pemerintah RI lantaran telah melanggar wilayah perbatasan air
secara tidak sengaja, saat mendorong balik perahu pencari suaka ke
perairan Indonesia.
Setelah kejadian itu, Abbott mengatakan akan tetap menjalankan operasi perbatasan.
Dia pun meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan publik untuk
memahami bahwa menghentikan manusia pencari suaka terkait masalah
kedaulatan.
“Ini merupakan isu yang serius bagi suatu negara. Kami akan tetap
melanjutkan kebijakan sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Abbott di
sela Forum Ekonomi Dunia (WEF), Davos, Swiss.
Retorika “Perang” Australia pada Indonesia Dikecam
Penggunaan istilah retorika berupa kata-kata seperti “perang” yang
disampaikan Pemerintah Australia kepada Indonesia dalam hal mengamankan
wilayah perbatasan menuai kecaman.
Paul Dibb, penulis utama buku putih pertahanan Australia menyayangkan
cara penggunaan kata-kata diplomasi yang disampaikan pemerintahan
Perdana Menteri Tony Abbott itu.
“Ini disayangkan bahwa pemerintah kita menggunakan kata-kata seperti
‘perang’ dan orang Indonesia juga berbicara tentang jet mereka yang
mencapai wilayah Australia,” kata Dibb.
”Saya tidak berpikir pernyataan ini sangat membantu. Sudah waktunya
bagi kedua belah pihak untuk menggunakan bahasa yang lebih terukur dan
diplomatik,” lanjut Dibb, seperti dikutip The Australian, Sabtu
(25/1/2014).
Peter Jennings, mantan pejabat senior di Pertahanan Australia, yang
sekarang aktif di Australia Strategic Policy Institute, mendesak kedua
pemerintah untuk memperbaiki hubungan pertahanan, sebelum mengalami
kerusakan yang lebih lanjut. ”Ini tragis,” kata Jennings, menggambarkan
situasi hubungan antara Indonesia dan Australia.
Polemik baru ketegangan Australia dan Indonesia sejatinya dipicu
tindakan kapal-kapal Angkatan Laut Australia yang melanggar wilayah
perairan Indonesia ketika mengusir perahu para pencari suaka. Australia
mengklaim tindakan itu tidak sengaja, meski media Australia pernah
menyebut pelanggaran itu terjadi tujuh kali dalam sebulan.
Pelanggaran itu membuat Pemerintah Indonesia gusar. Menkopolkam,
Djoko Suyanto, pernah mengatakan, Tony Abbott harus paham dan mengerti
apa arti kedaulatan Indonesia yang telah dilanggar.
Komentar Menteri Djoko itu dibalas Abbott ketika berada di Forum
Ekonomi Dunia di Swiss, di mana Abbott terang-terangan mengatakan, bahwa
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mengerti soal kedaulatan
Australia, di mana pasukan Australia berusaha keras mengusir perahu para
pencari suaka yang melanggar kedaulatan mereka.
JKGR.