Brigadir Jenderal Fransisco Jose Dacoba, Sector
East Commanding Officer (Seceast CO), Selasa (7/1) siang, melaksanakan
inspeksi ke Markas Kompi Bravo Indobatt di UN Posn 7-3 Blate.
Kehadiran
Seceast CO ke Kompi Bravo disambut langsung oleh Wakil Komandan Satgas
(Wadansatgas) Indobatt XXIII-H/UNIFIL Mayor Inf Ade Rony dan Komandan Kompi
(Danki) Bravo Lettu Inf Ade Kurniawan, Liason Officer (LO) Lettu Inf
Hari Mughni, para Komandan Peleton (Danton) Letda Inf M.Isa, Letda Marinir
Sutan Nasution, dan Letda Inf Ernesto dengan penghormatan jajar kehormatan
serta diiringi terompet Genderang Sangkakala.
Brigjen
Fransisco Jose Dacoba yang didampingi oleh Deputy Commanding Officer (DCO)
Seceast Kolonel Inf Kemal langsung memeriksa seluruh inventaris yang dimiliki
oleh Kompi Bravo antara lain: kendaraan tempur (Ranpur), kendaraan ringan (Ranri),
senjata perorangan jenis senapan dan pistol, senjata bantuan jenis SMB dan
Mortir, perlengkapan anti huru-hara, alat komunikasi, dan sejenisnya.
"Secara
keseluruhan kendaraan dan perlengkapan Kompi Bravo siap operasional guna
mendukung pelaksanaan tugas Kompi Bravo sebagai Sector East Mobile Reserve,"
tutur Brigjen Fransisco Jose Dacoba saat meninjau kelengkapan.
Sebelum
meninggalkan Kompi Bravo, Komandan Sector
East memberikan apresiasi dan pujian kepada seluruh prajurit Indobatt yang
bertugas di Kompi Bravo atas kinerja yang telah ditunjukkan selama ini. Selain
itu, Beliau juga memberikan hadiah berupa Lencana Kehormatan kepada Komandan Kompi
Bravo atas prestasi yang telah dicapai oleh Kompi Bravo.
|
Kamis, 09 Januari 2014
Sector East Commander Puji Kinerja Kompi Bravo Indobatt
Wulung UAV: Pesawat Tanpa Awak Pengawal Perbatasan RI
Kepadatan lalu lintas penerbangan di lanud Supadio, Pontianak,
Kalimantan Barat, boleh jadi bakal meningkat. Pasalnya di pangkalan
udara yang landasannya juga digunakan bersama PT. Angkasa Pura untuk
melayani penerbangan sipil, sebentar lagi akan ketempatan skadron
pesawat baru. Saat ini, lanud Supadio bisa disebut sebagai pangkalan
strategis TNI AU, karena wilayahnya relatif dekat dengan perbatasan RI –
Malaysia, hingga lanud Supadio dipercaya sebagai home base dari Skadron
Udara 1 yang berisi jet tempur Hawk 100/200.
Nah, bila tak ada aral melintang, jadwalnya pada kisaran awal tahun
ini akan ditempatkan satu skadron baru di lanud Supadio. Dan, skadron
baru ini terbilang unik, dan belum ada tandingannya di Indonesia, yakni
skadron Pesawat Udara Nirawak (PUNA) atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle).
Kepastian akan hadirnya skadron UAV merupakan jawaban yang cukup lama,
setelah ide pembentukannya dicetuskan pada tahun 2000-an
Meski belum diketahui label resmi skadron UAV TNI AU ini, tapi
disebutkan skadron ini akan dilengkapi pesawat dengan komposit, yakni
terdiri dari dua tipe. Berbeda dengan skadron tempur TNI AU, yang
umumnya tiap skadron menggunakan satu jenis pesawat. Maka skadron UAV
TNI AU nantinya akan diperkuat pesawat tipe Wulung dan Heron. Yang jadi
andalan utama di skadron ini adalah Heron. UAV buatan Malat, divisi dari
IAI (Israel Aerospace Industries) ini tergolong canggih, Heron dapat
terbang sejauh 350 km dan mampu terbang terus menerus hingga 52 jam.
Dengan kecepatan maksimum 207 km/jam, Heron dengan ketinggian terbang
hingga 10.000 meter memang layak menjadi spy plane. Rencananya, TNI AU akan memboyong 4 unit Heron ke lanud Supadio.
Lain halnya dengan Wulung, UAV ini teknologinya jangan disamakan
dengan Heron yang telah dipakai oleh banyak negara. Wulung tidak lain
adalah buatan Dalam Negeri yang dibangun secara gotong royong
oleh PT. Dirgantara Indonesia, LEN (Lembaga Elektronik Nasional), dan
BPPT. Dalam proyek Wulung, PT DI bertanggung jawab atas produksi pesawat
dan Lembaga Elektronik Nasional (LEN) yang mengerjakan sistem
komunikasi dan elektroniknya.
Secara teknologi, LEN menyiapkan Wulung untuk misi pemantau untuk
obyek permukaan, termasuk di dalamnya kelengkapan GPS dan kamera/video
intai. Untuk sistem kendalinya, LEN menempatkan moda auto pilot surveillance dan on board system
untuk kendali terbang. Dengan jarak jelajah hingga 200 km, Wulung akan
di dukung oleh mobile ground station, sehingga data yang sedang diamati
dapat terpantau secara real time.
Setelah resmi hadir di Indonesia, besar kemungkinan Heron dan Wulung
belum diberi beban untuk misi patroli yang berbau tempur, alias hadir
tanpa senjata. Kedua UAV ini lebih dikedepankan untuk misi pengamatan
wilayah di perbatasan, penanganan kebakaran hutan, dan pembuatan hujan
buatan. Tapi tetap ada peluang jika suatu waktu dibutuhkan, UAV ini
berubah menjadi UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle), seperti
halnya Northrop Grumman Global Hawk dan General Atomics MQ-9 Reaper yang
wara wiri melepaskan rudal memburu Al Qaeda dan Taliban di Afghanistan –
Pakistan. Peluang terbesar untuk menjadi UCAV di kemudian hari jelas
ada di Heron, pesawat buatan Israel ini pasalnya dapat menggotong
‘sesuatu’ hingga bobot 250 kg. Sementara si Wulung hanya bisa menggotong
beban 25 kg.
Penggunaan UAV untuk jangka pendek, lebih ditekankan sebagai langkah
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam memantau wilayah-wilayah di
perbatasan. Bandingkan dengan pola pengawasan perbatasan selama ini
yang mengandalkan tenaga ribuan personel. Sedangkan jika menggunakan
pesawat reguler, tetap membutuhkan konsumsi bahan bakar yang tidak
sedikit, alhasil pengawasan tidak maksimal. Merujuk pada kemampuan Heron
yang bisa mengudara 52 jam non stop sambil mengintai, tentu ini
merupakan suatu solusi. Sebagai perbandingan, Wulung bisa mengudara non
stop selama 4 jam.
Bila Heron akan datang 4 unit, maka untuk Wulung nantinya akan ada 8
unit, menjadikan total 12 unit, yang mencirikan jumlah pesawat standar
dalam satu skadron. Untuk tahap awal, PT DI akan memproduksi tiga unit.
Untuk pengadaan 3 unit Wulung, Kementrian Pertahanan telah menyiapkan
dana Rp29 miliar. Kemenhan berharap kisaran jumlah produksi yang bakal
mereka gunakan mencapai 16 hingga 24 unit.
Masih Terlalu Bising
Meski adopsi Wulung ke dalam jajaran sista asal produk Dalam Negeri sangat membanggakan. Tapi menurut Menristek Gusti Muhammad Hatta, Wulung suaranya terlalu bising. “Seharusnya pesawat nirawak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak musuh kalau pesawat nirawak kita suaranya seperti itu,” kata Gusti.
Meski adopsi Wulung ke dalam jajaran sista asal produk Dalam Negeri sangat membanggakan. Tapi menurut Menristek Gusti Muhammad Hatta, Wulung suaranya terlalu bising. “Seharusnya pesawat nirawak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak musuh kalau pesawat nirawak kita suaranya seperti itu,” kata Gusti.
Ia berharap Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Kementerian
Pertahanan bisa melakukan pengembangan yang lebih baik jika pesawat
tanpa awak tersebut ditujukan sebagai alat utama sistem persenjataan
Tentara Nasional Indonesia. “Awalnya, pesawat tanpa awak memang
diprioritaskan untuk keperluan sipil seperti memantau wilayah di
Indonesia. Namun dalam perkembangannya pesawat tersebut bisa dijadikan
sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini harus
canggih, dan saya yakin BPPT bisa membuatnya,” tambah Menristek.
Selain dari segi suara, Menristek juga mengkritik mengenai bahan
dasar badan pesawat yang terbuat dari serat fiber. Ia berharap bisa
diganti dengan bahan dasar lain yang lebih kuat, “Layaknya pesawat intai
tanpa awak milik negara lain,” ujarnya. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Wulung UAV
Tipe/konfigurasi : Low Boom, High Wing, T-tail
Bentang sayap : 6,34 meter
Berat kosong/struktur : 60 kg
Berat muatan : 25 kg
Berat lepas landas : 130 kg
Kecepatan jelajah : 55 knot (minimal)
Ketahanan terbang : empat jam
Jarak jelajah : 200 km
Ketinggian terbang : 12.000 feet (sekitar 3.657,6 meter)
Jarak lepas landas : 300 meter
Pendaratan : darat
Sistem propulsi : mesin bensin 2 tak, maksimal 22 HP
Muatan : kamera video/kamera digital
Sistem kendali : manual/auto pilot/auto nav.
NC-212 200 MPA TNI AL: Memantau Perairan Dengan Teknologi FLIR
Pertama kali melihat penampilan pesawat ini pada ajang Indo Defence
2010, jujur saja, rasanya kurang meyakinkan untuk mengemban fungsi intai
maritim. Maklum, platform pengusungnya adalah pesawat angkut ringan
NC-212 200 Aviocar yang desainnya begitu mini, dan identik dengan
penerbangan perintis komersial di Tanah Air. Berbeda dengan penampakan
pesawat intai maritim CN-235 MPA atau Boeing 737-200 Surveillance
milik Skadron 5 TNI AU yang terkesan sangar. Tapi bila dicermati lebih
detail, pesawat angkut ringan ini sudah dibekali sistem penjejak yang
cukup canggih di kelasnya.
Karena merupakan produksi Dalam Negeri dari PT. Dirgantara Indonesia,
NC (CASA)-212 200 Aviocar menjadi pesawat ‘wajib’ di setiap instansi
penerbangan berlabel BUMN, dan pesawat ini pun dioperasikan oleh TNI AD,
TNI AL, TNI AU, dan Polri. Sifatnya yang low maintenance, dapat
beroperasi secara STOL (short take off and landing), dan bisa mendarat serta tinggal landas dari unprepared runway,
menjadikan sosok NC-212 200 primadona untuk tugas-tugas perintis dan
punya peran besar dalam mendukung logistic di pangkalan-pangkalan udara
terpencil.
Bicara tentang NC-212 200 MPA (Maritime Patrol Aircraft), di
lingkungan TNI dioperasikan oleh Penerbangan TNI AL (Penerbal) dan
menjadi etalase Skadron Udara 800 Patmar (Patroli Maritim). Di
lingkungan Skadron Udara 800 sebagai home base-nya pesawat intai, selain
NC-212 200 MPA, ada N22/N24 Nomad Searchmaster buatan
Australia. TNI AL setidaknya kini memiliki 3 unit NC-212 200 MPA.
Berbeda dengan pengadaan alutsista pada umumnya, maka ketiga unit NC-212
200 MPA adalah hasil konversi dari versi angkut standar. Sebagai
informasi, selain ada Skadron Udara 800, Penerbal juga memiliki Skadron
Udara 600 (Angkut Taktis), sebagai etalase Skadron ini adalah 12 unit
NC-212 200 versi angkut standar yang biasa digunakan paratroop.
Menurut beberapa informasi, order konversi ke NC-212 200 MPA di
tandatangani pada 1996, dan ketiga pesanan pesawat tuntas pada tahun
2007. Setelah dikonversi menjadi pesawat patroli maritim, ada perbedaaan
dari sisi penampakan, yang paling kentara adalah moncong (hidung)
pesawat yang jadi mancung, hal ini untuk menampung hardware dari Ocean
Master Surveillance Radar. Dari segi numbering, karena ada peralihan
tugas dan perpindahan skadron, maka setelah menjadi pesawat intai
maritim, kode pesawat yang tadinya U-6xx, berubah menjadi P-8xx.
Lalu apa yang menjadi keunggulan dari NC-212 200 MPA? Yang paling kentara adalah keberadaan perangkat Thales AMASCOS (Airborne Maritime Situation and Control System)
yang dipadukan dengan radar Ocean Master Surveillance, jarak jangkau
radar ini bisa menjangkau target sejauh 180 km. Perangkat radar tadi
dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking Infa Red)
yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat
dibawah moncong pesawat, berkat adanya FLIR maka pesawat dalam kegelapan
malam dapat mengendus keberadaan kapal kecil yang sedang melaju, bahkan
periskop kapal selam dalam kegelapan malam dapat terpantau lewat FLIR
di NC-212 200 MPA.
Dalam operasionalnya, NC-212 200 MPA diawaki oleh enam personel,
terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan
dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon
dengan lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan. Seperti
halnya pesawat intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap
terbang rendah guna mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat
terbang 100 feet (30,48 meter) dari atas permukaan laut. Secara umum,
NC-212 200 MPA dapat terbang non stop selama 6 jam dengan jangkauan
maksimum 710 nm (nautical mile) atau sekitar 1.349 km.
Selain digunakan oleh Indonesia, jenis pesawat patrol maritim ini
juga digunakan oleh Mexico, Swedia, Spanyol, Sudan, Venezuela, dan
Vietnam. Penempatan di masing-masing negara tak melulu di AL, seperti
Swedia yang menggunakan pesawat ini untuk penjaga pantai, dan Vietnam
mengusung versi terbaru C-212 400 MPA yang digunakan oleh pihak polisi
maritim.
Dilihat dari kelengkapan teknologi yang diusung, NC-212 200 MPA
nampaknya cukup ideal untuk mengawasi perairan Indonesia, meski secara
terbatas. Kemampuannya yang dapat terbang hingga 6 jam, plus jarak
jangkau hingga 1.349 km, menjadi benefit tersendiri dari keberadaan
pesawat ini. Tapi lepas dari itu, sifatnya yang low maintenance,
dan dapat beroperasi di landasan yang terbatas adalah poin terpenting.
Dengan ‘taburan’ ribuan pulau, spesifikasi pesawat intai maritim dengan
kualifikasi seperti ini jelas sangat dibutuhkan. Jumlah NC-212 200 MPA
yang cuma 3 unit jelas kurang memadai, tapi setidaknya Penerbal juga
akan kedatangan 3 unit intai maritim yang lebih canggih, yakni CN-235
220 MPA NG (next generation) yang mengaplikasikan winglet pada sayapnya. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi NC-212 200 MPA
Panjang : 15,2 meter
Lebar (bentang sayap) : 19 meter
Tinggi : 6,3 meter
Mesin : 2 – Garret TPE-331-10R-512C Turboprop
Propeller : empat bilah baling-baling Dowty Rotol dengan diameter 2,75 meter
Kecepatan Max : 370 km/jam
Kecepatan Jelajah : 300 km/jam
Ketinggian Terbang : 7.925 meter
Kecepatan Menanjak : 8,3 meter/detik
Kapasitas Bahan Bakar : 1.600 kg
Berat Max : 2.820 kg
Panjang : 15,2 meter
Lebar (bentang sayap) : 19 meter
Tinggi : 6,3 meter
Mesin : 2 – Garret TPE-331-10R-512C Turboprop
Propeller : empat bilah baling-baling Dowty Rotol dengan diameter 2,75 meter
Kecepatan Max : 370 km/jam
Kecepatan Jelajah : 300 km/jam
Ketinggian Terbang : 7.925 meter
Kecepatan Menanjak : 8,3 meter/detik
Kapasitas Bahan Bakar : 1.600 kg
Berat Max : 2.820 kg
Kilo Class: Sosok Kapal Selam dalam Kalender TNI AL
Setelah lebih dari dua dekade, kecanggihan alutisista Indonesia boleh
dibilang lumayan tertinggal dari Singapura dan Malaysia. Baru pada
program MEF (minimum essential force) 2014, militer Indonesia
mulai merasakan angin segar dengan pencanangan pemerintah untuk
mendatangkan alutsista yang ‘berkelas.’ Di matra udara, ada maskotnya
yakni Sukhoi Su-27/30 Flanker, sementara di matra darat maskotnya MBT Leopard 2A4 buatan Jerman.
Bagaimana dengan matra laut, ujung tombak TNI AL ada di elemen kapal
perang, yang sudah kelihatan wujudnya adalah 4 Korvet SIGMA, dan rencana
kedatangan 3 unit Nakhoda Ragam Class, 1 PKR SIGMA 10514. Itu baru
bicara kapal permukaan, bagaimana dengan kapal bawah air, alias kapal
selam? Kenyataan, sebagian besar masyarakat Indonesia begitu mendambakan
hadirnya kapal selam anyar untuk memperkuat TNI AL. Alasannya jelas,
sejak tahun 1980 hingga kini, jumlah kapal selam yang dipunyai TNI AL
hanya dua unit (KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402).
Ditambah lagi, rasa jengkel akibat Negeri Jiran, Malaysia dan Singapura
yang punya kualitas kapal selam lebih modern, dan jumlahnya pun lebih
besar, padahal luas wilayah lautan kedua negara tersebut tidak ada
apa-apanya dengan Indonesia.
Berangkat dari isu diatas, kabar seputar pengadaan kapal selam menjadi berita yang hangat, bahkan selalu menjadi trending topic
pada setiap pembahasan alutsista. Para pengamat militer yang mengacu
pada logika dan asumsi (bukan fakta), begitu meyakini bahwa ada kapal
selam lain yang dioperasikan TNI AL, selain KRI Cakra dan KRI Nanggala.
Logika yang dibangun tentu sah-sah saja, salah satunya dipicu berita
bahwa TNI AL membangun pangkalan khusus kapal selam di Teluk Palu.
Kedalaman Teluk Palu yang sampai 400 meter dan letaknya yang terlindung,
memang cocok utuk dijadikan pangkalan kapal selam. Meski kemudian
terbukti, yang transit mengisi perbekalan di pangkalan tersebut adalah Type 209.
Masih ada lagi analisa yang cukup menarik, Duta Besar Rusia untuk
Indonesia, Mikhail Y. Galuzin melakukan kunjungan ke Menteri Pertahanan
Indonesia Purnomo Yusgiantoro, Selasa (23/7/2013) di Kementerrian
Pertahanan, Jakarta. Tujuan kunjungan ini membicarakan beberapa hal
menyangkut kerjasama teknik militer antara kedua negara, termasuk
kerjasama Angkatan Laut kedua negara dalam penyediaan material dan
renovasi untuk Kapal Selam. Duta besar Rusia juga menyampaikan bahwa
pemerintahnya akan mengadakan pameran senjata “Rusian Arms Expo” bulan
September mendatang di kota sebelah timur Moskow. Pameran itu merupakan
pameran terbesar yang akan menampilkan persenjataan militer khususnya
untuk Angkatan Darat. Dubes Rusia berharap Menteri Pertahanan Indonesia
dapat menghadiri pameran persenjataan militer tersebut.
Yang menjadi pertanyaan dari kunjungan ini adalah soal kerjasama
Angkatan Laut kedua negara dalam hal penyediaan material dan renovasi
untuk Kapal Selam. Sejak kapan Indonesia memiliki kapal selam buatan
Rusia. Yang diketahui saat ini Indonesia hanya memiliki dua kapal selam
gaek yakni Type 209 Cakra dan Nanggala buatan Jerman. Jika demikian,
penyediaan material dan renovasi kapal selam dari Rusia, untuk kapal
selam yang mana ?
Pernyataan Dubes Rusia yang baru ini, seakan hendak memperkuat
pengakuan dari Dubes Rusia untuk Indonesia yang terdahulu, Alexander A.
Ivanov. Situs tempo.co edisi Rabu, 21 Desember 2011 menyampaikan hasil
wawancara mereka dengan Ivanov, perihal pembelian alutsista Indonesia
dari Rusia dan jaminan bebas embargo militer dari negeri beruang merah
tersebut.
Kemudian ibarat ada ‘petir di siang hari bolong,’ muncul foto kapal
selam jenis Kilo Class pada kalender 2012 internal TNI AL. Foto di
kalender itu bukan sembarangan, pasalnya secara jelas diperlihatkan Kilo
Class yang sedang melaju memecah gelombang dengan nomer identitas 412
pada menaranya. Sontak foto ini sempat membikin geger para military fanboy
di Indonesia. Pasalnya 4xx adalah numbering yang dipersiapkan khusus
untuk kapal selam TNI AL, dan memang dahulu pada era-60an, Indonesia
memang punya kapal selam kelas Whiskey, mulai dari urutan 401 hingga 412. Dan kebetulan, 412 dahulu disematkan untuk KRI Trisula.
Nah, berdasarkan analisis dari berbagai sumber, diketahui foto di
kalender tersebut amat kentara sebagai hasil rekayasa yang lumayan
halus. Hal tersebut bisa dibandingkan dari foto aslinya yang kabarnya
merupakan Kilo Class milik India. Meski demikian, keberadaan Kilo Class
atau kapal selam buatan Rusia, memang misterius, apalagi kalau merujuk
pada pernyataan Duta Besar Rusia.
Ada lagi pernyataan yang menarik dari mantan Dubes RI untuk Rusia,
Hamid Awaludin dalam acara talk show “Apa Kabar Indonesia” di TVOne
menjelang 5 Oktober 2013. Ia menyebutkan, proses pengadaan kapal selam
dari Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan
fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class
punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan
keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan
biaya membengkak. Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class
dari Korea Selatan, dengan dimensi khas Type 209, TNI AL dipercaya
tidak memerlukan modifikasi dan upgrade pada fasilitas pendukung.
Yang tak kalah menarik, dalam talk show tersebut juga dihadiri oleh
Kapuspen TNI, Laksda Iskandar Sitompul. Menimpali pernyataan dari Hamid
Awaludin, perwira berbintang dua ini punya pendapat yang berbeda, yakni
TNI AL memang membutuhkan kapal selam dari Rusia tersebut.
Kilo Class Submarine
Kapal selam konvensional dengan mesin diesel listrik ini merupakan hasil dari program dengan kode Project 877 Paltus yang dicetuskan Tsentralnoye Konstruktorskoye Byuro (Central Design Bureau) Rubin. Kilo Class dirancang sebagai kapal selam yang mampu melaksanakan misi peperangan bawah, alias anti kapal selam (AKS) maupun peperangan atas permukaan air, atau yang dikenal dengan misi anti ship mission.
Kapal selam konvensional dengan mesin diesel listrik ini merupakan hasil dari program dengan kode Project 877 Paltus yang dicetuskan Tsentralnoye Konstruktorskoye Byuro (Central Design Bureau) Rubin. Kilo Class dirancang sebagai kapal selam yang mampu melaksanakan misi peperangan bawah, alias anti kapal selam (AKS) maupun peperangan atas permukaan air, atau yang dikenal dengan misi anti ship mission.
Umumnya misi yang diemban Kilo Class adalah pertahanan pangkalan,
instalasi wilayah pantai, patrol, pengintaian, hingga penyebaran ranjau
(mine laying). Berdasarkan analisis dari berbagai sumber, Kilo Class
adalah kapal selam yang punya tingkat kebisingan amat rendah, sehingga
monster bawah laut ini punya jejak akustik yang minim, alhasil
keberadaan kapal selam ini bakalan susah untuk diendus oleh sonar pasif
dari kapal perusak. Jejak akustik pada kapal selam biasanya terdeteksi
dari sistem propulsi. Meminimalisir jejak akustrik nampak menjadi tujuan
utama dari dirancangnya Kilo Class, hal ini dibuktikan dari kecanggihan
teknologi propulsi, desain lambung, dan pemakaian anehoic tiles di
beberapa bagian lambung termasuk di sirip kendali depan yang dapat
dilipat (foreplanes).
Bicara seputar lambung, Kilo Class mengusung sistem lambung ganda dan
tersusun dari enam bagian utama, dan dibuat bersekat yang mampu menahan
tekanan air. Antar kompartemen dipisahkan oleh transverse bulkheads.
Sirip kendali depan diposisikan di sisi lambung bagian atas, di depan
menara kapal (conning tower). Untuk dapur pacu, Kilo Class ditenagai
sebuah mesin diesel listrik yang terintegrasi dengan baterai penyimpanan
listrik, seperti umumnya kapal selam diesel modern. Saat melaju di
permukaan, mesin diesel diaktifkan sembari mengambil ‘udara.’ Dan, saat
menyelam yang menjadi tenaga adalah baterai yang menghasilkan
listrik.Karena saat menyelam mengandalkan baterai, maka kapal selam
diesel listrik terbilang lebih ‘silent’ ketimbang kapal selam nuklir.
Untuk keadaaan darurat, ada suplai tenaga cadangan yang tersedia dari
dua generator (diesel) meski dengan daya lebih randah ketimbang mesin
utama. Energi dari mesin kemudian disalurkan ke baling-baling tunggal
yang terdiri dari 7 bilah pada bagian belakang.
Persenjataan Si Kilo
Persenjataan utama yang bisa dibawa adalah 18 torpedo atau 24 unit ranjau laut yang dapat dilepaskan dari enam lubang peluncur torpedo kaliber 533mm. Berbeda dengan Wishkey Class yang dahulu dioperasikan TNI AL, keseluruhan lubang peluncur torpedo ada di bagian depan Yang terbilang unik, Kilo Class menjadi kapal selam diesel listrik pertama yang dilenkapi sista hanud berupa rudal permukaan ke udara jarak pendek (SHORAD), yakni dengan mengambil 8 pucuk Strela-3, varian khusus untuk AL.
Persenjataan utama yang bisa dibawa adalah 18 torpedo atau 24 unit ranjau laut yang dapat dilepaskan dari enam lubang peluncur torpedo kaliber 533mm. Berbeda dengan Wishkey Class yang dahulu dioperasikan TNI AL, keseluruhan lubang peluncur torpedo ada di bagian depan Yang terbilang unik, Kilo Class menjadi kapal selam diesel listrik pertama yang dilenkapi sista hanud berupa rudal permukaan ke udara jarak pendek (SHORAD), yakni dengan mengambil 8 pucuk Strela-3, varian khusus untuk AL.
Kilo Class terdiri dari dua tipe, yakni Project 877 dan Project 636.
Kelas yang terakhir merupakan penyempurnaan dari Project 877. Project
636 mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980. Dibanding tipe
sebelumnya, Project 636 menghadirkan sisi kenyamanan lebih pada awaknya,
ditambah tingkat kebisingan di ruang kabin sudah berkurang.
Kilo Class Project 636 punya bobot 2.350 ton pada posisi kapal berada
di permukaan laut, dan 2.126 ton (saat menyelam) dengan kecepatan
maksimum 12 knot (di permukaan laut) dan 20 knot (saat menyelam). Dari
sisi performa kecepatan, Kilo Class masih kalah cepat jika dibandingkan
dengan kapal selam diesel listrik besutan Jerman, Type 209 yang juga
digunakan oleh TNI AL.
Type 209 punya bobot 1.100 ton (di permukaan) dan 1.395 ton (saat
menyelam, kapal selam ini mampu melaju pada kecepatan maksimum 11,5 knot
(di permukaan) dan 22 knot (saat menyelam). Soal kemampuan menyelam,
Kilo Class yang punya panjang 73,8 meter ini bisa menyelam pada
kedalaman maksimum 300 meter. Untuk soal kedalaman, lagi-lagi Type 209
bisa mencapai kedalaman 320 – 500 meter. Hanya saja untuk urusan
persenjataan, si Kilo nampak lebih unggul dari Type 209, ini lantaran
Kilo Class dapat mengusung 18 torpedo, sementara Type 209 hanya dapat
membawa 14 torpedo. Sebenarnya ini adalah hal yang lumrah, mengingat
ukuran bodi Kilo Class lebih besar ketimbang Type 209. Kilo Class
Project 636 berdimensi 73,8 x 9,9 x 6,6 meter, sementara Type 209
dimensinya 59,5 x 6,3 x 5,5 meter.
Yang perlu jadi catatan, baik kilo Class dan Type 209 terbilang
produk kapal selam diesel listrik yang paling laris dipasaran. Selain
menjadi andalan Satkasel (Satuan Kapal Selam) TNI AL, Type 209 dalam
berbagai varian juga digunakan oleh Argentina, Brazil, Chile, Kolombia,
Equador, Yunani, India, Bolivia, Turki, Afrika Selatan, dan Korea
Selatan. Khusus untuk Korea Selatan , kemudian memproduksi Type 209
secara lisensi dari Jerman yang diberi label Changbogo Class, tiga unit
Changbogo akan memperkuat TNI AL di tahun 2015. Kilo Class dalam
berbagai varian juga cukup laris, selain tentunya digunakan Rusia,
pengguna lainnya adalah Cina, India, Polandia, Rumania, Aljazair, Iran,
dan Vietnam. (Sastra Wijaya)
Rabu, 08 Januari 2014
Sukhoi-35 prioritas pengganti F-5 Tiger TNI AU
Kementerian
Pertahanan berencana mengganti pesawat tempur TNI Angkatan Udara F-5
Tiger yang harus pensiun, dengan mengganti pesawat tempur baru yang jauh
lebih canggih, salah satunya pesawat tempur SU-35 dari Rusia.
"Ada beberapa usulan pesawat tempur yang saat ini masih dikaji untuk memilih yang paling tepat. Apakah pesawat tempur dari Rusia, Amerika, Eropa atau dari negara lain," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai Rapim Kementerian Pertahanan yang dihadiri Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan, di Kantor Kemhan di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, ada sekitar 5-6 usulan pengganti pesawat tempur TNI AU yang sudah berusia 30 tahun tersebut. Namun, dirinya meminta agar dilakukan pembobotan dan ditambah spesifikasi teknis, sehingga ditemukan pesawat yang tepat untuk gantikan F-5 Tiger.
Menhan berharap agar keputusan untuk memilih pesawat tempur pengganti itu segera diputuskan agar pada rencana strategis (Renstra) II 2015-2020 dapat dilakukan pembeliann sehingga datang tepat pada waktunyam
"Saya berharap pesawat tempur yang canggih tersebut mampu membawa peluru kendali jarak jauh," katanya.
Di tempat yang sama, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, TNI AU telah membuat kajian untuk pesawat tempur pengganti F-5 Tiger, seperti Sukhoi SU-35, F-15, F-16 dan pesawat tempur buatan Swedia.
"Kajian itu sedang kami pelajari, tergantung dari kemampuan keuangan negara," katanya.
Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menambahkan, TNI AU menginginkan satu skuadron (16 unit) dalam pengajuan pesawat tempur pengganti F-5 Tiger.
"Kami ikuti renstra yang ada. Selanjutnya kami masih revisi sesuai arahan Panglima TNI dan Kemhan sesuai kemampuan negara untuk membuat masterlist," katanya.
KSAU mengatakan, setiap Renstra itu ada pergantian pesawat yang tak layak, sehingga dilakukan modernisasi sesuai perkembangan teknologi.
"Ada beberapa usulan pesawat tempur yang saat ini masih dikaji untuk memilih yang paling tepat. Apakah pesawat tempur dari Rusia, Amerika, Eropa atau dari negara lain," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai Rapim Kementerian Pertahanan yang dihadiri Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan, di Kantor Kemhan di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, ada sekitar 5-6 usulan pengganti pesawat tempur TNI AU yang sudah berusia 30 tahun tersebut. Namun, dirinya meminta agar dilakukan pembobotan dan ditambah spesifikasi teknis, sehingga ditemukan pesawat yang tepat untuk gantikan F-5 Tiger.
Menhan berharap agar keputusan untuk memilih pesawat tempur pengganti itu segera diputuskan agar pada rencana strategis (Renstra) II 2015-2020 dapat dilakukan pembeliann sehingga datang tepat pada waktunyam
"Saya berharap pesawat tempur yang canggih tersebut mampu membawa peluru kendali jarak jauh," katanya.
Di tempat yang sama, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, TNI AU telah membuat kajian untuk pesawat tempur pengganti F-5 Tiger, seperti Sukhoi SU-35, F-15, F-16 dan pesawat tempur buatan Swedia.
"Kajian itu sedang kami pelajari, tergantung dari kemampuan keuangan negara," katanya.
Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menambahkan, TNI AU menginginkan satu skuadron (16 unit) dalam pengajuan pesawat tempur pengganti F-5 Tiger.
"Kami ikuti renstra yang ada. Selanjutnya kami masih revisi sesuai arahan Panglima TNI dan Kemhan sesuai kemampuan negara untuk membuat masterlist," katanya.
KSAU mengatakan, setiap Renstra itu ada pergantian pesawat yang tak layak, sehingga dilakukan modernisasi sesuai perkembangan teknologi.
Matahari Alutsista 2014
Meski matahari Januari lebih sering diselimuti awan hujan
dan jarang menampakkan diri namun matahari kecerahan mengisi banyak mata hati
yang menggembirakan asa, sembari menyenandungkan hymne alutsista berirama
mars. Matahari 2014 adalah rekapitulasi
nilai kebanggaan menggagahkan diri hulubalang republik dan sekaligus penutup
daftar belanja alutsista dalam program MEF I yang membungakan mata hati
kita. Tahun ini sesungguhnya merupakan grand
final pertunjukan aneka ragam alutsista berteknologi baik produksi dalam negeri
maupun beli utuh dari negara tangguh alutsista.
Alutsista produksi dalam negeri misalnya Roket R-Han
berdaya tembak 30 km, panser Anoa, kapal cepat rudal (KCR)40 m, KCR 60 m, kapal
patroli cepat, landing ship tank (LST), landing plattform dock (LPD), kapal bantu
cair minyak (BCM), pesawat CN235 MPA.
Sedangkan alutsista produksi bersama dengan negara lain misalnya pesawat
CN295 dengan Spanyol, heli Bell 412EP dengan AS, kapal selam Changbogo dan panser
Anoa Canon dengan Korsel, rudal C705 dengan Cina. Sementara yang beli murni adalah jet tempur Sukhoi
Family, Golden Eagle, Super Tucano, Light Fregat, Leopard, tank Amfibi, kapal selam
Kilo dan lain-lain.
Jet Tempur Sukhoi di Batam |
Dari semua proyek pengadaan beragam alutsista segala
matra itu, pemuncak dahaga yang disiramkan ke segenap pemuja hulubalang dan
pecinta NKRI adalah pembelian alutsista strategis yaitu kapal selam Kilo dan jet
tempur Sukhoi SU35. Coba kita trace ke
awal cerita sepanjang 4 tahun terakhir ini.
Mulanya pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 tahun 2011 menggema dan
berpolemik. Kemudian pengadaan 3 kapal
selam Changbogo, menggelitik dan kontroversi sebab AL tak mau dibelikan kapal
selam “ecek ecek”. Lalu pengadaan Main Battle Tank Leopard Jerman membanggakan
tapi juga penuh pro dan kontra. Akhirnya
pengadaan kapal selam Kilo dan jet tempur Sukhoi SU35 membuat “stadion” forum
militer menggema dan bertepuk tangan menyambut keputusan monumental dan tidak
ecek-ecek lagi dari pengambil keputusan Kemhan dan Mabes TNI.
Sesuai rencana puncak pertunjukan alutsista yang akan
ditampilkan pada ultah TNI 5 Oktober 2014 nanti, berbagai jenis alutsista
berteknologi tempur modern dipertontonkan kepada rakyat bangsa sekaligus
diharapkan menjadi closing ceremony yang membanggakan dari pemerintahan
SBY. Itulah sebabnya agar semua matra
dapat mempertontonkan alutsistanya maka lokasi perayaan HUT TNI digelar di
pangkalan utama TNI AL Surabaya. Di
pangkalan angkatan laut terbesar di Asia Tenggara itu kita bisa akan melihat MBT
Leopard, Tank Marder, MLRS Astross, artileri Caesar Nexter, artileri KH-178 dan
KH-179, rudal Starstreak, rudal Mistral, rudal QW3, Heli Bell 412 EP, Heli
Apache, Heli Mi17, Heli Mi35, Heli Cougar.
Jet tempur F16 blok 52, Golden Eagle, Super Tucano, Sukhoi Family. Dari matra laut disajikan KCR 40, KCR 60, Light
Fregat, Kapal Selam, LPD, Korvet, tank amfibi BMP3F, RM Grad dan lain-lain.
Tank Amfibi BMP-3F |
Program asupan alutsista di MEF I sesungguhnya mampu
memberikan nilai kebanggaan pada bingkai kebangsaan meski secara kualitas dan
kuantitas pemenuhan isian persenjataan TNI belum sampai pada tahap akreditasi
A. Alutsista MEF I sesungguhnya masih dalam
kategori akreditasi B namun bagaimanapun ini adalah langkah awal yang mengagumkan
sebelum nilai kesetaraan diperoleh dalam MEF II lima tahun berikutnya. Pencapaian nilai kesamaan dalam mutu dan
teknologi alutsista sangat diperlukan karena perang modern ke depan adalah
kecepatan dan ketepatan pencet tombol dan keampuhan remote control penggunaan
alutsista.
Kalau pencapaian kesetaraan itu bisa kita capai maka
sesungguhnya kita telah memenangkan pertandingan meski pertandingan itu tidak
diadakan. Mengapa, karena indikator
pendukung kekuatan militer seperti jumlah penduduk, kekayaan sumber daya alam, militansi
warga, besarnya wilayah tidak tertandingi oleh negara di sekitar kita. Perkuatan mutu dan teknologi alutsista
sesungguhnya merupakan kekuatan penghadang dan bumper untuk tidak mudah masuk
arena pertempuran total karena dia adalah nilai penggentar itu. Militer yang kuat sesungguhnya menjadi
indikator penggentar, penggertak dan pencegah konflik menuju perang terbuka
khususnya antar negara jiran. Kekuatan militer menjadi kekuatan tawar tinggi
dalam peran diplomatik.
Jet Tempur Sukhoi SU35 |
Indonesia memang harus memilih. Pilihan memperkuat militer dan alutsista
selama 4 tahun terakhir ini merupakan pengembangan dari konsep pemikiran
visioner orang nomor satu di negeri ini.
Bahwa masa depan kawasan ini dan Asia Pasifik adalah dinamika yang
sangat memungkinkan terjadinya gesekan panas berbau mesiu. Beberapa insiden di Laut Cina Selatan (LCS)dan
Laut Cina Timur (LCT) adalah bukti bahwa perebutan sumber daya energi laut
dalam untuk pasokan energi menjadi inspirasi adanya penumpukan dan pergeseran kekuatan
militer dan dari regional lain. Indonesia belum terlambat memulai perkuatan
militernya. Diharapkan dengan MEF II antisipasi untuk menyongsong tahun 2020 sudah disiapkan dimana
cuaca ekstrim bisa saja terjadi di depan halaman rumah yang bernama LCS atau
bahkan di halaman rumah sendiri misalnya Ambalat dan Arafuru.
Militer dengan alutsista berteknologi adalah kebutuhan
mutlak. Kehidupan berbangsa dan
bernegara yang berkesinambungan adalah karena adanya kehadiran instrumen
militer di setiap jalan nadi perjalanan berbangsa. Militer itu tetap berperan meski tidak ada
perang karena militer adalah pelapis kekuatan struktur dan bangunan kenegaraan.
Jadi militer dan negara adalah senyawa, bukan campuran. Senyawa adalah melekat dan tak mampu mengurai
sedangkan campuran mudah berpisah dan hanya kuat karena diaduk. Negara yang
mengabaikan kekuatan militernya justru lambat laun akan mengurangi kewibawaan
negara bangsa itu. Negara yang
militernya kuat dan profesional akan mampu menolak segala ancaman dan bahkan
semakin memperkuat nilai kesenyawaan tadi.
Nilai itu adalah nilai kewibawaan, harga diri dan matahari bangsa.
2014 target 42 persen MEF TNI dicapai
KRI Nanggala-402 dalam persiapan sandar setelah kembali dari perbaikan
menyeluruh di Korea Selatan. Sistem manajemen tempur dan operasi digital
baru diterapkan pada kapal selam itu. TNI AL berencana menambah jumlah
dan sistem kesenjataan kapal selamnya, yang kemungkinan besar berasal
dari Rusia. (ANTARANews/Ade P Marboen)
2014 akan datang
banyak persenjataan TNI untuk ketiga matranya, baik bersumber dari
Barat, Timur, ataupun sesama negara Asia, yang menjadi bagian dari
target pencapaian Kekuatan Esensial Minimum (MEF) 42 persen.
Target
itu bagian dari Rencana Strategis I TNI yang telah dirumuskan sejak
beberapa tahun lalu. Di Asia Tenggara, belanja militer Indonesia cukup
rendah ketimbang tetangga-tetangganya, demikian juga dengan usia
teknologi sistem kesenjataannya.
"MEF pada
2013 telah lampaui target 28,7 persen. Pada 2014 diharapkan mencapai
40-42 persen," kata Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, usai membuka
Rapat Pimpinan TNI 2014, di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur,
Rabu.
Hampir 300 perwira tinggi dari tiga matra
hadir dalam rapat pimpinan tahunan TNI itu, yang oleh Moeldoko
dinyatakan cukup berbeda dari berbagai rapat pimpinan yang dilakukan
selama ini. Tiga kepala staf matra TNI hadir, yaitu Kepala Staf TNI AL,
Laksamana TNI Marsetio, Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI IB Putu Dunia,
dan Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Budiman.
Sejak triwulan pertama 2013, berbagai persenjataan baru TNI telah "diperagakan" secara terbuka kepada masyarakat Indonesia. Di antaranya penggelaran arsenal yang terjadi di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta.
Sejak triwulan pertama 2013, berbagai persenjataan baru TNI telah "diperagakan" secara terbuka kepada masyarakat Indonesia. Di antaranya penggelaran arsenal yang terjadi di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta.
Dalam daftar belanja pasti TNI persenjataan dari luar negeri pada 2012-2014, terdapat nama EMB-314 Super Tucano, Sukhoi Su-37 dan Su-30 MKI Flankers, tank 2A4 Leopard, meriam lapangan berat Caesar, hingga kapal-kapal selam kelas U-209 Tipe 1500 lisensi Jerman yang dibuat di Korea Selatan.
Khusus
untuk kapal selam, masih akan dikaji pengadaan dari Rusia, sebagai
runtutan kebijakan pertahanan maritim sejak awal 2000. TNI AL belum pada
keputusan final apakah akan membeli kapal selam baru sama sekali,
menerima hibah dari Angkatan Laut Rusia, atau perpaduannya.
TNI
AL menghendaki sistem kesenjataan kapal-kapal selam itu tidak cuma pada
torpedo bawah permukaan laut, melainkan juga peluru kendali bawah
permukaan laut ke darat dan laut.
Moeldoko
menjelaskan, pada 2013 indikator TNI cukup terbilang baik pada bidang
keuangan, karena pencapaian yang diraih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sementara di bidang operasi saat ini hampir di setiap daerah kondisinya
terbilang baik dan kondusif.
"Tentu kondisi kondusif tidak begitu saja muncul. Ada penguatan di bidang intelijen, teritorial, dan lain-lain. Di perbatasan, kami lakukan operasi yang melibatkan TNI AD, TNI AL maupun TNI AU sehingga tidak muncul friksi-friksi masalah di perbatasan," paparnya.
"Tentu kondisi kondusif tidak begitu saja muncul. Ada penguatan di bidang intelijen, teritorial, dan lain-lain. Di perbatasan, kami lakukan operasi yang melibatkan TNI AD, TNI AL maupun TNI AU sehingga tidak muncul friksi-friksi masalah di perbatasan," paparnya.
Mengenai
sejumlah peristiwa di Papua yang telah menelan korban prajurit TNI,
Moeldoko sangat menyayangkan, karena pendekatan kesejahteraan sudah
dilakukan di Papua dalam bentuk operasi bakti TNI, bukan dalam bentuk
operasi militer.
"Namun, kelompok bersenjata tetap melakukan langkah-langkah tidak baik. Tidak fair kalau TNI diam saja menanggapi tindakan tersebut," kata dia.
Terkait hubungan TNI dengan Kepolisian Indonesia sendiri, kata dia, relatif baik, meski sejumlah insiden antara anggota TNI dan Kepolisian Indonesia pada 2013.
"Walaupun, di tingkat bawah sering terjadi gesekan-gesekan. Tetapi, sepanjang prajurit masih bisa dibina, akan tetap dibina. Kalau tidak bisa dibina, lebih baik keluar," kata dia.
Pada gelanggang internasional, Moeldoko mengungkap berbagai pujian yang diberi lembaga internasional atas kinerja TNI dalam berbagai misinya. Di antara pujian yang diungkap itu dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, atas peran serta aktif kontingen TNI di medan penugasan menjaga perdamaian di Lebanon, Kongo, Haiti, dan lain-lain. TNI selalu bisa diterima di kedua belah pihak yang bertikai.
"Namun, kelompok bersenjata tetap melakukan langkah-langkah tidak baik. Tidak fair kalau TNI diam saja menanggapi tindakan tersebut," kata dia.
Terkait hubungan TNI dengan Kepolisian Indonesia sendiri, kata dia, relatif baik, meski sejumlah insiden antara anggota TNI dan Kepolisian Indonesia pada 2013.
"Walaupun, di tingkat bawah sering terjadi gesekan-gesekan. Tetapi, sepanjang prajurit masih bisa dibina, akan tetap dibina. Kalau tidak bisa dibina, lebih baik keluar," kata dia.
Pada gelanggang internasional, Moeldoko mengungkap berbagai pujian yang diberi lembaga internasional atas kinerja TNI dalam berbagai misinya. Di antara pujian yang diungkap itu dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, atas peran serta aktif kontingen TNI di medan penugasan menjaga perdamaian di Lebanon, Kongo, Haiti, dan lain-lain. TNI selalu bisa diterima di kedua belah pihak yang bertikai.
Langganan:
Postingan (Atom)