Komunikasi antar unit dalam laga pertempuran menjadi sesuatu yang
menentukan. Tanpa keberadaan tactical radio yang memadai di lapangan,
bisa dipastikan koordinasi tempur antar pleton dan regu bakal menjadi
sulit. Boleh jadi bukan kemenangan yang didapat, justru pasukan pemukul
bakal menjadi bulan-bulanan tembakan lawan.
Hal diatas bukan sebatas teori, terlepas dari kualitas personel dan
alutsista, komunikasi antar satuan tempur amat menentukan jalannnya
pertempuran. Untuk urusan yang satu ini, jenis tactical radio mengambil
peran penting, sejak era Perang Dunia Kedua, dilanjutkan hingga Perang
Vietnam, penggunaan tactical radio kian masif, khususnya sebagai radio
komunikasi yang menghubungkan antar pos dan pleton yang bertempur dan
patroli.
Salah satu jenis tactical radio yang legendaris adalah AN/PRC-77.
Radio ini pertama kali digunakan pada tahun 1968, dan langsung
dioperasikan oleh GI (tentara AS) di Perang Vietnam. Bila Anda
perhatikan, PRC-77 menjadi kelengkapan wajib dalam setiap film bertema
Perang Vietnam. Umumnya PRC-77 di visualkan sebagai radio yang dibawa di
ransel oleh seorang prajurit (manpack), atau tidak jarang
PRC-77 menjadi jalur komunikasi utama antar pos pertahanan pasukan AS.
Hadirnya PRC-77 merupakan pengembangan dari seri AN/PRC-25, dimana
tambahan kemampuan PRC-77 mencakup pada kekuatan amplifier, dukungan
enkripsi voice, dan penggunaan vacuum tubes.
Operasi Seroja
Selepas digunakan oleh AS dalam kancah Perang Vietnam, masih di Asia Tenggara, PRC-77 juga digunakan sebagai tactical radio standar untuk unit tempur TNI, terutama bagi satuan infanteri TNI AD dan Korps Marinir TNI AL. Tidak diketahui jelas kapan pertama kali PRC-77 masuk ke Indonesia, yang jelas pada ajang pertempuran TNI vs Fretilin di tahun 1975 dan seterusnya, radio buatan JETDS (Joint Electronics Type Designation System) ini sudah beroperasi luas di tingkat satuan kompi/pleton dan pos-pos TNI dalam menghadapi Fretilin.
Selepas digunakan oleh AS dalam kancah Perang Vietnam, masih di Asia Tenggara, PRC-77 juga digunakan sebagai tactical radio standar untuk unit tempur TNI, terutama bagi satuan infanteri TNI AD dan Korps Marinir TNI AL. Tidak diketahui jelas kapan pertama kali PRC-77 masuk ke Indonesia, yang jelas pada ajang pertempuran TNI vs Fretilin di tahun 1975 dan seterusnya, radio buatan JETDS (Joint Electronics Type Designation System) ini sudah beroperasi luas di tingkat satuan kompi/pleton dan pos-pos TNI dalam menghadapi Fretilin.
Banyak kisah pertempuran TNI yang menyertakan radio manpack ini, di
Timor Timur (sekarang Timor Leste) nyataya bukan TNI saja yang
menggunakan radio ini. Selain mengincar senjata dan amunisi milik TNI,
nyatanya Fretilin juga sangat antusias merampas PRC-77, dan jadilah
Fretlin pengguna PRC-77 dalam operasi Seroja. Dengan jatuhnya PRC-77 ke
tangan Fretilin, maka komunikasi antar satuan TNI di wilayah konflik
harus menggunakan sandi-sandi tertentu, pasalnya Fretlin dengan
PRC-77-nya sudah dapat menyadap komunikasi TNI kala itu.
Bukti pentingnya PRC-77 bagi Fretlin dapat digambarkan dari kisah
berikut ini, suatu hari ada radio PRC-77 yang rusak, kemudian dibawalah
radio tersebut ke tempat service di kota kecamatan. Nah, entah bagaimana
Fretilin mendapatkan info bahwa pos tersebut sedang putus jalur
komunikasinya. Dengan kekuatan besar, kurang lebih 400 orang dengan 25
pucuk senjata campuran, pos terpencil di puncak bukit dikepung dan
diserang habis-habisan. Seluruh bangunan pos hancur ditembak granat
senapan Fretlin, seluruh personil pos yang berjumlah 12 bertahan
mati-matian dengan munisi yang menipis.
Sebagai Pemandu Tembakkan Udara
Seperti halnya di Vetnam, keberadaan PRC-77 juga ampuh digunakan sebagai pemandu tembakan dari pesawat tempur. Istilah dalam militer disebut sebagai ground FAC (forward air control). Hal ini tergambar jelas dari paduan komunikasi antara pesawat OV-10F Bronco dengan unit infanteri TNI AD yang membutuhkan bantuan tembakan ke permukaan.
Seperti halnya di Vetnam, keberadaan PRC-77 juga ampuh digunakan sebagai pemandu tembakan dari pesawat tempur. Istilah dalam militer disebut sebagai ground FAC (forward air control). Hal ini tergambar jelas dari paduan komunikasi antara pesawat OV-10F Bronco dengan unit infanteri TNI AD yang membutuhkan bantuan tembakan ke permukaan.
Salah satu keunggulan penggunaan pesawat tempur OV-10F Bronco yang
dijuluki sebagai Kuda Liar ialah memiliki frekuensi VHF (very high
frequency)-FM standar pasukan AD dan Marinir TNI AL, sehingga pesawat
dapat melakukan komunikasi langsung dengan ground FAC (forward air control)
yang menggunakan radio PRC-77 tanpa melalui stasiun reley. Disisi lain,
pihak Fretilin juga menggunakan jenis radio yang sama. Hal itu
menyebabkan pembicaraan radio antara pesawat dengan ground FAC sering
kali disadap.
Dikutip dari buku “Operasi Udara di Timor-Timur” karya
Hendro Subroto, penerbang Bronco, Lettu Pnb Kusnadi Kardi pernah
mengatakan bahwa suatu ketika pesawat OV-10 dengan call sign ‘Kampret’
lewat diatas daerah yang dikuasai oleh Fretilin. Di radio VHF-FM pada
pesawat terdengar suara, “Pret.. Pret..Pret..” Berarti
pembicaraan radio dari pesawat ke ground FAC telah disadap dan sandi
telah diuraikan oleh Fretilin. Bahkan pernah terjadi Fretilin juga
memasang panel kuning di lapangan untuk menyesatkan helikopter yang akan
mengirimkan logistik. Peristiwa itu dapat terjadi, karena pembicaraan
antara helikopter dengan pasukan darat telah disadap lawan. Untunglah,
penerbang helikopter melakukan cross check dengan AD, sehingga penyesatan itu tidak berhasil.
Juga Digunakan di Pesawat Tempur
Selain OV-10F Bronco, A-4E Skyhawk, dalam operasi Seroja TNI AU juga mengerahkan jet latih tempur T-33A Bird. Jet asal AS ini awalnya tidak dipersenjatai, tapi kemudian dimodifikasi menjadi TA-33A dengan pemasangan dua laras senapan mesin kaliber 12,7 mm, yang masing-masing senapan dapat membawa 250 butir peluru. Selain itu, jet ini juga dilengkapi dengan dua bomb track yang mampu membawa beban seberat 50 kg, yang dapat digunakan untuk membawa peluncur roket LAU-86 dan bom udara.
Selain OV-10F Bronco, A-4E Skyhawk, dalam operasi Seroja TNI AU juga mengerahkan jet latih tempur T-33A Bird. Jet asal AS ini awalnya tidak dipersenjatai, tapi kemudian dimodifikasi menjadi TA-33A dengan pemasangan dua laras senapan mesin kaliber 12,7 mm, yang masing-masing senapan dapat membawa 250 butir peluru. Selain itu, jet ini juga dilengkapi dengan dua bomb track yang mampu membawa beban seberat 50 kg, yang dapat digunakan untuk membawa peluncur roket LAU-86 dan bom udara.
Tapi ada kendala yang dihadapi oleh penerbang T-33 dalam memberikan
close air support kepada pasukan AD maupun Marinir, ini tidak lain
karena adalah masalah komunikasi radio. Kendala itu disebabkan T-33
tidak memiliki radio berfrekuensi VHF-FM standar AD dan Marinir. Selain
itu, pesawat T-33 juga tak memilikiu cross gate yang mampu merubah
frekuensi VHF-AM menjadi VHF-FM atau sebaliknya. Untuk mengatasi hal
tersebut, penerbang T-33, Lettu Pnb Toto Riyanto melakukan rekayasa
dengan menempatkan radio PRC-77 di kokpit belakang. Radio PRC-77 harus
dipangku oleh penerbang kedua yang duduk di back seat. Dalam
perkembangan selanjutnya, radio dapat ditempatkan di sisi kiri back seat
secara permanen. Pilot kedua inilah yang mengambil peran untuk saling
berhubungan dengan ground FAC, baru kemudian pesan diteruskan ke
penerbang utama lewat intercom.
Karena dioperasikan dari pesawat tempur, mutu pembicaraan radio darat
ke udara melaului PRC-77 yang diterima biasanya kurang jernih akibat
berbaur dengan suara kreseg-kreseg dan kadang-kadang hilang timbul. Hal
ini disebabkan T-33 berkecepatan tinggi (590 mil/jam), sehingga dalam
waktu singkat pesawat telah berada di luar jarak jangakauan radio VHF-FM
di darat. Meski demikian, secara umum komunikasi antara PRC-77 di udara
dengan PRC-77 di darat dapat memenuhi kebutuhan untuk koordinasi antara
darat dan udara dalam suatu misi penerbangan tempur.
Masih Digunakan Hingga Kini
Saat ini unit-unit tempur TNI telah dibekali beragam tactical radio manpack jenis baru, namun PRC-77 bukan berarti pensiun, radio ini masih banyak dioperasikan oleh satuan TNI. Buktinya PRC-77 juga ikut ditampilkan dalam Pameran Alutsista TNI AD 2013 bukan Oktober lalu di lapangan Monas.
Saat ini unit-unit tempur TNI telah dibekali beragam tactical radio manpack jenis baru, namun PRC-77 bukan berarti pensiun, radio ini masih banyak dioperasikan oleh satuan TNI. Buktinya PRC-77 juga ikut ditampilkan dalam Pameran Alutsista TNI AD 2013 bukan Oktober lalu di lapangan Monas.
Bukannya memensiunkan, PRC-77 kini justru terus dipelihara dengan
baik. Radio dengan modulasi FM (frekuensi modulasi) ini dikenal punya
kemampuan yang handal baik dari segi kualitas suara saat kirim maupun
terima. PRC-77 memiliki ketahanan terhadap guncangan bila dipakai untuk
bergerak, frekuensinya juga tidak mudah berubah karena diset secara
manual dan terkunci.
Dari segi jangkauan, PRC yang ditenagai nickel-cadmium rechargeable
battery cassette ini dapat menjangkau radius hingga 8 km. Jangkauan ini
tentu bergantung pada banyak kondisi, seperti lokasi dan geografi medan.
Dengan bobot sekitar 6,2 kg, rasanya tidak sulit bagi prajurit
infanteri untuk membawa radio ini secara manpack. Secara keseluruhan,
radio dengan pemancar RT-841 ini dapat mendukung hingga 920 channel
dalam dua band dalam frekuensi 50 Khz.
Spesifikasi AN/PRC-77
Channels : 920 channels across two bands using 50 kHz steps
Frequency Ranges : 30.00 to 52.95 MHz (Low Channel); 53.00 to 75.95 MHz (High Channel)
Estimated Range : 8 km (5 mi) Dependent on conditions
Power Output : 1.5 W to 2.0 W ttt
Power Source : BA-4386/U, BA-398/U or BA-55984
Antenna : AT-271A/PRC 10 ft (3.0 m) multi-section whip “Static” Whip-a-way
Weight : 6,2 kg
Channels : 920 channels across two bands using 50 kHz steps
Frequency Ranges : 30.00 to 52.95 MHz (Low Channel); 53.00 to 75.95 MHz (High Channel)
Estimated Range : 8 km (5 mi) Dependent on conditions
Power Output : 1.5 W to 2.0 W ttt
Power Source : BA-4386/U, BA-398/U or BA-55984
Antenna : AT-271A/PRC 10 ft (3.0 m) multi-section whip “Static” Whip-a-way
Weight : 6,2 kg