Jumat, 13 Desember 2013

Radio AN/PRC-77: Andalan Komunikasi Tempur TNI di Operasi Seroja


IMAG1390

Komunikasi antar unit dalam laga pertempuran menjadi sesuatu yang menentukan. Tanpa keberadaan tactical radio yang memadai di lapangan, bisa dipastikan koordinasi tempur antar pleton dan regu bakal menjadi sulit. Boleh jadi bukan kemenangan yang didapat, justru pasukan pemukul bakal menjadi bulan-bulanan tembakan lawan.
Hal diatas bukan sebatas teori, terlepas dari kualitas personel dan alutsista, komunikasi antar satuan tempur amat menentukan jalannnya pertempuran. Untuk urusan yang satu ini, jenis tactical radio mengambil peran penting, sejak era Perang Dunia Kedua, dilanjutkan hingga Perang Vietnam, penggunaan tactical radio kian masif, khususnya sebagai radio komunikasi yang menghubungkan antar pos dan pleton yang bertempur dan patroli.
Salah satu jenis tactical radio yang legendaris adalah AN/PRC-77. Radio ini pertama kali digunakan pada tahun 1968, dan langsung dioperasikan oleh GI (tentara AS) di Perang Vietnam. Bila Anda perhatikan, PRC-77 menjadi kelengkapan wajib dalam setiap film bertema Perang Vietnam. Umumnya PRC-77 di visualkan sebagai radio yang dibawa di ransel oleh seorang prajurit (manpack), atau tidak jarang PRC-77 menjadi jalur komunikasi utama antar pos pertahanan pasukan AS. Hadirnya PRC-77 merupakan pengembangan dari seri AN/PRC-25, dimana tambahan kemampuan PRC-77 mencakup pada kekuatan amplifier, dukungan enkripsi voice, dan penggunaan vacuum tubes.

Demo PRC-77 oleh prajurit TNI
Demo PRC-77 oleh prajurit TNI

Operasi Seroja
Selepas digunakan oleh AS dalam kancah Perang Vietnam, masih di Asia Tenggara, PRC-77 juga digunakan sebagai tactical radio standar untuk unit tempur TNI, terutama bagi satuan infanteri TNI AD dan Korps Marinir TNI AL. Tidak diketahui jelas kapan pertama kali PRC-77 masuk ke Indonesia, yang jelas pada ajang pertempuran TNI vs Fretilin di tahun 1975 dan seterusnya, radio buatan JETDS (Joint Electronics Type Designation System) ini sudah beroperasi luas di tingkat satuan kompi/pleton dan pos-pos TNI dalam menghadapi Fretilin.
Banyak kisah pertempuran TNI yang menyertakan radio manpack ini, di Timor Timur (sekarang Timor Leste) nyataya bukan TNI saja yang menggunakan radio ini. Selain mengincar senjata dan amunisi milik TNI, nyatanya Fretilin juga sangat antusias merampas PRC-77, dan jadilah Fretlin pengguna PRC-77 dalam operasi Seroja. Dengan jatuhnya PRC-77 ke tangan Fretilin, maka komunikasi antar satuan TNI di wilayah konflik harus menggunakan sandi-sandi tertentu, pasalnya Fretlin dengan PRC-77-nya sudah dapat menyadap komunikasi TNI kala itu.
prc-77
PRC-77 (1)
Komponen baterai BA4386
Komponen baterai BA4386

Bukti pentingnya PRC-77 bagi Fretlin dapat digambarkan dari kisah berikut ini, suatu hari ada radio PRC-77 yang rusak, kemudian dibawalah radio tersebut ke tempat service di kota kecamatan. Nah, entah bagaimana Fretilin mendapatkan info bahwa pos tersebut sedang putus jalur komunikasinya. Dengan kekuatan besar, kurang lebih 400 orang dengan 25 pucuk senjata campuran, pos terpencil di puncak bukit dikepung dan diserang habis-habisan. Seluruh bangunan pos hancur ditembak granat senapan Fretlin, seluruh personil pos yang berjumlah 12 bertahan mati-matian dengan munisi yang menipis.

Sebagai Pemandu Tembakkan Udara
Seperti halnya di Vetnam, keberadaan PRC-77 juga ampuh digunakan sebagai pemandu tembakan dari pesawat tempur. Istilah dalam militer disebut sebagai ground FAC (forward air control). Hal ini tergambar jelas dari paduan komunikasi antara pesawat OV-10F Bronco dengan unit infanteri TNI AD yang membutuhkan bantuan tembakan ke permukaan.


Dalam perang Vietnam
Dalam perang Vietnam

Salah satu keunggulan penggunaan pesawat tempur OV-10F Bronco yang dijuluki sebagai Kuda Liar ialah memiliki frekuensi VHF (very high frequency)-FM standar pasukan AD dan Marinir TNI AL, sehingga pesawat dapat melakukan komunikasi langsung dengan ground FAC (forward air control) yang menggunakan radio PRC-77 tanpa melalui stasiun reley. Disisi lain, pihak Fretilin juga menggunakan jenis radio yang sama. Hal itu menyebabkan pembicaraan radio antara pesawat dengan ground FAC sering kali disadap.
Dikutip dari buku “Operasi Udara di Timor-Timur” karya Hendro Subroto, penerbang Bronco, Lettu Pnb Kusnadi Kardi pernah mengatakan bahwa suatu ketika pesawat OV-10 dengan call sign ‘Kampret’ lewat diatas daerah yang dikuasai oleh Fretilin. Di radio VHF-FM pada pesawat terdengar suara, “Pret.. Pret..Pret..” Berarti pembicaraan radio dari pesawat ke ground FAC telah disadap dan sandi telah diuraikan oleh Fretilin. Bahkan pernah terjadi Fretilin juga memasang panel kuning di lapangan untuk menyesatkan helikopter yang akan mengirimkan logistik. Peristiwa itu dapat terjadi, karena pembicaraan antara helikopter dengan pasukan darat telah disadap lawan. Untunglah, penerbang helikopter melakukan cross check dengan AD, sehingga penyesatan itu tidak berhasil.
Juga Digunakan di Pesawat Tempur
Selain OV-10F Bronco, A-4E Skyhawk, dalam operasi Seroja TNI AU juga mengerahkan jet latih tempur T-33A Bird. Jet asal AS ini awalnya tidak dipersenjatai, tapi kemudian dimodifikasi menjadi TA-33A dengan pemasangan dua laras senapan mesin kaliber 12,7 mm, yang masing-masing senapan dapat membawa 250 butir peluru. Selain itu, jet ini juga dilengkapi dengan dua bomb track yang mampu membawa beban seberat 50 kg, yang dapat digunakan untuk membawa peluncur roket LAU-86 dan bom udara.
112

Tapi ada kendala yang dihadapi oleh penerbang T-33 dalam memberikan close air support kepada pasukan AD maupun Marinir, ini tidak lain karena adalah masalah komunikasi radio. Kendala itu disebabkan T-33 tidak memiliki radio berfrekuensi VHF-FM standar AD dan Marinir. Selain itu, pesawat T-33 juga tak memilikiu cross gate yang mampu merubah frekuensi VHF-AM menjadi VHF-FM atau sebaliknya. Untuk mengatasi hal tersebut, penerbang T-33, Lettu Pnb Toto Riyanto melakukan rekayasa dengan menempatkan radio PRC-77 di kokpit belakang. Radio PRC-77 harus dipangku oleh penerbang kedua yang duduk di back seat. Dalam perkembangan selanjutnya, radio dapat ditempatkan di sisi kiri back seat secara permanen. Pilot kedua inilah yang mengambil peran untuk saling berhubungan dengan ground FAC, baru kemudian pesan diteruskan ke penerbang utama lewat intercom.

Karena dioperasikan dari pesawat tempur, mutu pembicaraan radio darat ke udara melaului PRC-77 yang diterima biasanya kurang jernih akibat berbaur dengan suara kreseg-kreseg dan kadang-kadang hilang timbul. Hal ini disebabkan T-33 berkecepatan tinggi (590 mil/jam), sehingga dalam waktu singkat pesawat telah berada di luar jarak jangakauan radio VHF-FM di darat. Meski demikian, secara umum komunikasi antara PRC-77 di udara dengan PRC-77 di darat dapat memenuhi kebutuhan untuk koordinasi antara darat dan udara dalam suatu misi penerbangan tempur.

PRC-77 juga laris tampil di setiap film bertema Perang Vietnam
PRC-77 juga laris tampil di setiap film bertema Perang Vietnam
an-prc77

Masih Digunakan Hingga Kini
Saat ini unit-unit tempur TNI telah dibekali beragam tactical radio manpack jenis baru, namun PRC-77 bukan berarti pensiun, radio ini masih banyak dioperasikan oleh satuan TNI. Buktinya PRC-77 juga ikut ditampilkan dalam Pameran Alutsista TNI AD 2013 bukan Oktober lalu di lapangan Monas.
Bukannya memensiunkan, PRC-77 kini justru terus dipelihara dengan baik. Radio dengan modulasi FM (frekuensi modulasi) ini dikenal punya kemampuan yang handal baik dari segi kualitas suara saat kirim maupun terima. PRC-77 memiliki ketahanan terhadap guncangan bila dipakai untuk bergerak, frekuensinya juga tidak mudah berubah karena diset secara manual dan terkunci.
Dari segi jangkauan, PRC yang ditenagai nickel-cadmium rechargeable battery cassette ini dapat menjangkau radius hingga 8 km. Jangkauan ini tentu bergantung pada banyak kondisi, seperti lokasi dan geografi medan. Dengan bobot sekitar 6,2 kg, rasanya tidak sulit bagi prajurit infanteri untuk membawa radio ini secara manpack. Secara keseluruhan, radio dengan pemancar RT-841 ini dapat mendukung hingga 920 channel dalam dua band dalam frekuensi 50 Khz.

Spesifikasi AN/PRC-77
Channels : 920 channels across two bands using 50 kHz steps
Frequency Ranges : 30.00 to 52.95 MHz (Low Channel); 53.00 to 75.95 MHz (High Channel)
Estimated Range : 8 km (5 mi) Dependent on conditions
Power Output : 1.5 W to 2.0 W ttt
Power Source : BA-4386/U, BA-398/U or BA-55984
Antenna : AT-271A/PRC 10 ft (3.0 m) multi-section whip “Static” Whip-a-way
Weight : 6,2 kg

Info Pertahanan dari Komisi I DPR RI (Desember 2013)

KFX

Hercules Hibah Australia Tiba
Kamis, 12 Desember 2013
Meski hubungan dengan Australia sedang beku, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa program hibah 4 unit pesawat Hercules bekas dari Australia tetap berlanjut tetap berlanjut. Bahkan, kata Menhan, pada akhir November lalu 1 Hercules sudah tiba di Tanah Air. Satu unit lagi dijadwalkan tiba pada bulan ini, dan sisanya 2 unit akan dikirimkan pada tahun depan.

Kehadiran 4 Hercules itu akan menambah stok airlifter TNI. Menurut Menhan, meskipun bekas pakai, pesawat itu bisa digunakan hingga 15 tahun lagi. Bahkan Kadispen TNI AU Marsma SB Supriyadi mengatakan Hercules tersebut itu masih bisa digunakan hingga 30 tahun ke depan dengan rata-rata 600 jam terbang per tahun. Meskipun tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan performa pesawat bekas tersebut, yaitu sekitar AS$63 juta (sekitar 761 miliar rupiah).



Korsel Beri Sinyal RI untuk Lanjutkan Kerja Sama Pengembangan Jet Tempur KFX/IFX
Kamis, 12 Desember 2013
Sempat terhenti selama setahun ini, proyek pengembangan dan produksi pesawat tempur Korean Fighter eXperiment (KFX) wujud kerja sama Indonesia dan Korea Selatan akhirnya dilanjutkan. Kepastian ini setelah pihak Korsel memberikan sinyal positif.

Namun belum jelas kapan proses produksi KFX itu dimulai kembali. Menurut Pemerintah Korsel, parlemennya masih belum bulat. Bila parlemen sudah sepakat mengenai waktunya, tim teknis Korsel tinggal berkoordinasi dengan pihak Indonesia.

Akibat penghentian sepihak dari Korsel, Indonesia merugi Rp 1,6 triliun. Kerugian diderita karena proyek tersebut dibiayai bersama oleh kedua negara. Indonesia menyetor 20 persen dari total biaya proyek yang sebesar Rp 80 triliun.



Tawaran 10 Kapal Selam dari Rusia
Kamis, 12 Desember 2013

Selain membahas Renstra memberdayakan industri pertahanan nasional, raker pada Rabu, 11 Desember 2012 di Komisi I juga membahas tawaran hibah 10 unit kapal selam dari Rusia. Namun, belum pembahasan yang mendalam.

Menurut Menhan, rapat DPR dan pemerintah kali itu lebih fokus untuk mendiskusikan tiga unit kapal selam yang dibangun melalui kerjasama RI dengan Korsel.

Meskipun begitu, lanjut Menhan, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengirimkan tim ke Rusia untuk mendalami tawaran hibah tersebut, mulai dari spesifikasi dan kondisi kapal selam yang akan dihibahkan, mekanisme pemberian, hingga konsekuensinya.



Satelit Militer Dianggarkan Pada 2014
Senin, 9 Desember 2013
Anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi mengatakan, rencana pembelian satelit militer sebenarnya sudah dibahas sejak 2012. Karena saat itu anggarannya tidak tersedia, maka rencana pengadaannya hingga kini belum dapat direalisasikan. Namun, terbongkarnya kasus penyadapan Australia dan AS belakangan membuat DPR dan pemerintah sepakat mempercepat pengadaan satelit militer.

Kabar gembira untuk Indonesia khususnya TNI. Andriadi mengungkapkan bahwa biaya pengadaan satelit militer ini diperkirakan mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 7 triliun dan anggaran sebesar itu kini sudah ada dalam APBN TA 2014.
Artileri.

AC-47 Gunship TNI AU: Pesawat Angkut Berkemampuan Serbu


ac47

Bagi para pemerhati bidang kemiliteran, laga operasi Seroja di Timor Timur yang dimulai tahun 1975 masih membekas hingga saat ini. Pasalnya inilah operasi tempur gabungan TNI terbesar yang pernah diselenggarakan. Untuk unsur udara misalnya, beragam pesawat dan helikopter dilibatkan di wilayah yang kini telah menjelma sebagai negara Timor Leste.
Bicara tentang pesawat, operasi militer ini melibatkan elemen pemukul seperti jet tempur T-33 Bird dan A-4 Skyhawk, serta pesawat tempur propeler anti gerilya, OV-10F Bronco. Ketiga pesawat yang disebutkan tadi, berperan guna melaksanakan misi penghancuran perkubuan musuh dan BTU (bantuan tembakan udara) kepada unit infanteri di darat. Tapi lain dari itu, sebenarnya masih ada sosok pesawat pemukul lain yang punya andil besar dalam operasi Seroja. Pesawat ini basisnya justru bukan pesawat tempur, melainkan pesawat penumpang/cargo yang amat legendaris, dan masuk kategori veteran Perang Dunia Kedua, C-47 Skytrain dalam versi militer.
Sementara dalam versi sipil, pesawat ini lebih kondang disebut dengan identitas DC-3 Dakota, buatan Douglas Aircraft Company. Bila menyebut Dakota, rasanya sebagian besar penduduk di Republik ini, betapa besar peran pesawat angkut ringan ini dalam masa perjuangan kemerdekaan RI. Meski kondang digunakan dalam laga Perang Dunia Kedua, tidak menyurutkan aktivitas pesawat ini. Selain dominan untuk misi penerbangan sipil, versi militer Dakota juga tak surut dalam penugasan. Bahkan pesawat gaek yang battle proven ini mendapat ‘peran’ baru sebagai gunship.

Pose awak AC-47 Gunship TNI AU saat operasi Seroja
Pose awak AC-47 Gunship TNI AU saat operasi Seroja

Penggunaan DC-3 Dakota sebagai pesawat gunship pertama kali dilakukan di Na Trang, dalam kancah Perang Vietnam pada tahun 1964. Pada waktu itu pesawat C-47 Skytrain (versi militer dari DC-3 Dakota) dipersenjatai dengan senapan mesin GE (General Electric) gatling kaliber 7,62mm disisi kiri pesawat dekat dengan cargo door. Dalam perkembangan selanjutnya senapan mesin GE 7,62mm diganti dengan tiga senapan mesin berat (SMB) Browning AN-M3 kaliber 12,7mm.
Pada awalnya pesawat Dakota bersenjata itu disebut FC (Fighter Cargo)-47 Gunship. Tetapi kemudian nama itu berubah menjadi AC (Attack Cargo)-47 Gunship. Dalam Perang Vietnam pesawat tersebut dijuluki Puff the magic Dragon. Dalam buku “Operasi Udara di Timor Timur,” karya Hendro Subroto, disebutkan TNI AU lewat Skadron Udara 2/Angkut Ringan mengoperasikan dua unit AC-47 dalam operasi Seroja di Timor Timur. AC-47 Gunship T-485 dan T-486 merupakan bekas pakai dari Perang Vietnam. Kedua pesawat dipersenjatai dengan tiga SMB kaliber 12,7mm dekat cargo door dengan dukungan alat bidik prisma di kokpit.


169_1
AC-47 Spooky milik AU AS dalam perang Vietnam, nampak menggunakan senapan Gatling kaliber 7,62 mm
AC-47 Spooky milik AU AS dalam perang Vietnam, nampak menggunakan senapan Gatling kaliber 7,62 mm

Proses penembakkan menyamping dilakukan oleh penerbang dengan cara miring ke kiri. Di Indonesia, uji coba penembakkan AC-47 Gunship dilakukan di Pameumpeuk, Jawa Barat, sedangkan demonstrasi penembakkan dilakukan di Selat Sunda dengan disaksikan oleh KSAU Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi. Sasaran di tengah laut baru dapat terkena tembakan pada run (putaran) ketiga. Tetapi sebenarnya temabakan AC-47 Gunship bukan untuk menembak sasaran secara pint point, melainkan tembakan secara acak untuk misi anti gerilya.
SMB 12,7mm mengusung tipe T25E3 atau AN-M3 pada pesawat Gunship punya kemampuan melontarkan proyektil 850-900 per menit, berarti hampir dua kali lipat dibanding SMB M2HB (Heavy Barrel) yang digunakan pasukan infanteri dan kavaleri. AN-M3 punya perbedaan 26 komponen dibanding dengan senapan mesin standar M2. Jika AN-M3 dalam keadaan baru, maka gangguan senjata berupa kemacetan biasanya terjadi setelah menembakkan sebanyak 4.000 peluru. Rangkaian peluru 99 x 12,7mm senapa mesin AN-M3 disusun empat peluru tajam dan satu peluru tracer atau empat peluru tajam dengan satu peluru asap. Tracer maupun peluru asap yang dapat dilihat dengan mata telanjang digunakan untuk menentukan ketepatan perkenaan tembakan dan untuk melakukan koreksi tembakan.


ac-47
Penempatan senjata hanya pada sisi kiri bodi pesawat.
Penempatan senjata hanya pada sisi kiri bodi pesawat.

Untuk mempertahankan ketepatan tembakkan, maka laras harus diganti setelah mencapai suhu tertentu. Laras pada Gunship dapat diganti oleh awak senjata, termasuk pada jacket pendingin di udara. Pengisian amunisi dan penggantian laras senapan mesin di udara hanya memakan waktu sekitar empat hingga lima menit. Dalam pengembangan kelompok pesawat Attack Cargo selanjutnya, penempatan posisi senjata di kiri bod pesawat juga diterapkan pada AC-130 Spectre, Gunship andalam AS yang memakai basis pesawat angkut berat C-130 Hercules.

Perangkat Komunikasi
Perangkat komuinkasi pada AC-47 Gunship TNI AU Skadron Udara 2 terdiri dari VHF-AM type AM/APC3 untuk antar pesawat dengan delapan frequency channel, tetapi hanya terdapat tiga Kristal untuk operating frequency, yaitu 118,1 Mhz, 119,1 Mhz, dan 118,3 Mhz, sedangkan frekuensi yang digunakan ialah 119,7 Mhz dan 122,5 Mhz untuk frekuensi darurat. Sayangnya Gunsip TNI AU ini tidak memiliki radio frekuensi VHF-FM yang merupakan frekuensi standar pasukan TNI AD dan Korps Marinir TNI AL. AC-47 juga tidak memiliki cross gate yang mampu merubah frekuensi VHF-FM menjadi VHF-AM dan sebaliknya. Menjadikan AC-47 tidak dapat melakukan komunikasi langsung dengan ground FAC (Forward Air Control). Untuk koordinasi dengan pasukan di darat dilakukan melalui relay station. Faktor perbedaan antara pesawat Gunship dengan ground FAC merupakan kendala yang dihadapi dalam menyelenggarakan kelancaran operasi udara di Timor Timur. Padahal komunikasi merupakan kunci utama dalam keberhasilan operasi tempur. Di kemudian hari, kekurangan pada frekuensi VHF-FM dapat diatasi oleh OV-10F Bronco.

Tampilan kokpit AC-47
Tampilan kokpit AC-47

Antara Kelebihan dan Kekurangan
Dengan spesifiksi yang ada, AC-47 Gunship yang punya kecepatan rendah dapat mempetinggi ketepatan tembakan. Disisi lain, pesawat Gunship jadi rawan terhadap tembakan dari darat, terutama jika dilakukan di daerah pegunungan, seperti Aileu dan Matabean. Dalam melakukan bantuan tembakan udara terhadap pengunduran Fretilin ke Aileu di perkebunan kopi Costa Alves di Balibar pada 7 Desember 1975, pesawat Gunship T-486 masuk dari arah timur kemudian miring ke kiri untuk melepaskan tembakan.
Faktanya, bantuan tembakkan di lereng bukit semacam itu rawan terhadap tembakan lawan dari bawah, dari samping kiri maupun dari atas bukit. Untuk memperkecil kemungkinan terkena tembakan, maka Gunship melancarkan tembakan dari jarak jauh. Dengan demikian tembakan yang dilakukan kurang efektif dan lebih bersifat menurunkan moril lawan ketimbang penghancuran terhadap lawan. Saat member BTU di Aileu, Gunship T-486 terkena tembakan pada tanki bahan bakar bagian depan kiri dan bagian sayap, yang mengakibatkan kerusakan sedang. Untungnya peluru yang mengenai tanki bahan bakar avigas bukan dari jenis tracer atau peluru api, sehingga tidak menimbulkan kebakaran atau ledakan pada tanki.

Salah satu C-47 milik TNI AU yang menjadi etalase Museum Dirgantara, Yogyakarta
Salah satu C-47 milik TNI AU yang menjadi etalase Museum Dirgantara, Yogyakarta

Suasana saat kanon AC-47 memuntahkan proyektil ke daratan
Suasana di kabin saat kanon AC-47 memuntahkan proyektil ke daratan
DC-3_018_small
Saat berlangsung serbuan pasukan lintas udara di kota Dili pada 7 Desember 1975, dua Gunship TNI AU tidak digerakkan untuk memberikan BTU. Pada waktu itu, AC-47 tidak mengudara dikarenakan kecepatan pesawat yang rendah terlalu rawan untuk memberikan BTU di atas kota Dili. Elevasi kota Dili yang semakin ke selatan semakin tinggi, akan memaksa Gunship terbang terlalu tinggi, sehingga serangan yang dilakukan menjadi kurang efektif.
Dalam operasi udara di Timor Timur, dua Gunship T-485 dan T-486 juga digunakan untuk melakukan perkuatan pasukan dengan cara air landed dan kadang-kadang melakukan evakuasi medic udara taktis. Pada awal operasi udara, sebagian besar BTU dilakukan di sector barat, seperti Aileu, Maliana, Bobonaro, Airnaro Maubisse sampai Suai. Tetapi daerah operasinya kemudian berkembang ke sektor tengah, walaupun tidak banyak. Di sektor timur, Gunship mendukung gerakan tempur pasukan Yonif 328/Raider dariu Baucau untuk merebut Mantuto. Kedudukan Fretilin di lereng-lereng bukit untuk melakukan penghadangan di tepi jalan pantai, sangat sulit dilawan dari darat.



Setelah satu flight tiga pesawat anti gerilya OV-10F Bronco Skandron Udara 3 dioperasikan di Timor Timur dari lanud Penfui, Kupang (sekarang lanud El Tari) pada Oktober 1976, maka kegiatan operasi Gunship berangsur-angsur semakin menurun dan akhirnya tidak dioperasikan lagi. Kemudian, akhirnya dua AC-47 Gunship dikembalikan fungsinya menjadi pesawat angkut. Penggunaan keluarga Dakota di Timor Timur bukan hanya sebagai pesawat angkut maupun sebagai pesawat Gunship , tetapi juga digunakan sebagai pesawat airbone command dan control post, evakuasi medic udara taktis, foto udara, dukungan logistik, hingga penyebaran pamflet dari udara.
Dari segi performance, pesawat yang ditenagai dua mesin Pratt & Whitney R-1830 radial, dapat menghasilkan tenaga 1.200 hp untuk setiap mesinnya. Dari kemampuan mesin tersebut, dapat dicapat kecepatan maksimum 375 km/jam, sementara kecepatan jelajahnya 280 km/jam. Dalam kondisi normal, pesawat ini dapat terbang hingga jarak 3.500 km. Untuk ketinggian terbang maksimum hingga 7.450 meter. Secara umum, berat kosong pesawat mencapai 8.200 kg, dan untuk beban maksimum berikut isi mencapai 14.900 kg.

Sebagai cover di model kit
Sebagai cover di model kit
dakota RI-002

Dalam operasi tempur, AC-47 membawa delapan kru, terdiri dari pilot, kopilot, navigator, loadmaster, dan juru tembak. Melihat rentang pengabdian keluarga Dakota yang begitu panjang dan bersejarah di Republik ini, sangat layak bagi kita untuk mengacungkan jempol untuk pengabdian pesawat angkut ringan ini. Eksistensi nama-nama besar di Tanah Air, seperti Adisucipto dan Soekarno – Hatta, tentunya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Dakota.
Dengan biaya operasi yang murah, AC-47 juga laris digunakan oleh negara-negara berkocek cekak yang menghadapi pergolakan senjata di dalam negeri, beberapa diantaranya seperti Kolombia, El Salvador, Kamboja, Laos, Filipina, Rhodesia, Vietnam, dan Thailand. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Indomiliter. 

Korsel Lanjutkan Proyek Pesawat Tempur KFX

Proyek produksi bersama pesawat temput KFX antara Indonesia dengan Korea Selatan masih belum jelas. Namun Menhan Purnomo Yusgiantoro menyebut Korsel justru telah memberi lampu hijau.

Korsel Lanjutkan Proyek Pesawat Tempur KFX

"Untuk KFX sudah ada green light dari Korsel, mereka bilang mau diterusin," kata Purnomo usai rapat bersama di Komisi I, di Gedung DPR, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/12/2013).

Meski yakin sudah diberi lampu hijau, namun Menhan belum bisa memastikan kapan proyek itu dimulai. Alasannya, hal itu masih dibahas oleh parlemen Korsel.

"Ini sudah dapat laporannya, keputusannya nanti tergantung kongres, tergantung parlemen sana," paparnya.

Menhan mengatakan, karena sudah mendapat sinyal, para teknisi pun kembali dipersiapkan. "Ini kan prosesnya ada di Bandung juga dan kita masih tahap pengembangan," ucapnya.

Joint production ini sebelumnya sempat berjalan mulus. Tetapi pada tahun 2013 Korsel menyatakan menunda 1,5 tahun proyek ini.

Indonesia Perlu Siapkan Organisasi Khusus Penanganan Ancaman CBRNE

Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan Mayjen TNI Sony Mayjen TNI Sony ES Prasetyo mengatakan, perkembangan ancaman dan tantangan non konvensional Chemical Biological Radiological Nuclear Explosives (CBRNE) saat ini semakin pesat dengan berkembangnya teknologi senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir di dunia.  
Untuk itu menurutnya, Indonesia perlu menyiapkan organisasi khusus penanganan ancaman CBRNE di level nasional baik dalam instansi militer maupun sipil.
“Wadah organisasi komando insiden CBRNE diperlukan dalam menghadapi ancaman CBRNE di lingkungan kementerian dan instansi sipil yang terkait, seperti Kemenkes, Kemenristek, BNPT, BNPB, Kepolisian dan Pemadam Kebakaran lokal”, ungkap Dirjen Strahan Kemhan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kasubdit Kawasan Global Dit Anstra Ditjen Strahan Kemhan Kol. Inf. Tito Airlambang, Kamis (12/12) saat menutup Pelatihan dalam menghadapi ancaman nuklir, biologi, kimia, radiologi dan bahan peledakdi Jakarta.

Pelatihan diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Desk Chemical Biological Radiological Nuclear Explosives (CBRNE) Kemhan RI bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat melalui United States Defence Threat Reduction Agency (US DTRA). Pelatihan telah berlangsung selama empat hari yang dimulai sejak Senin tanggal Senin 9 Desember 2012 dan diikuti peserta dari personel Kemhan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan.

Dengan telah selesainya kegiatan pelatihan ini, lebih lanjut Dirjen Strahan Kemhan berharap pengalaman pelatihan workshop CBRNE ini akan dapat menjadi bahan materi yang sangat bermanfaat bagi Indonesia dalam mengantisipasi ancaman CBRNE yang dapat terjadi kapanpun dan dimana saja.

“Dengan Pelatihan Workshop CBRNE ini diharapkan kita dapat merumuskan suatu konsep penanganan ancaman Nubikara atau CBRNE di lingkungan Kemhan dan TNI”, harapnya.
DMC. 

Wamenhan : Pabrik Bom Siap Beroperasional Untuk Mendukung Modernisasi Peralatan Militer

Wakil Menteri Pertahanan, mengatakan Pabrik Bom yang ada di Indonesia telah siap beroperasional dalam rangka mendukung modernisasi peralatan TNI baik untuk kebutuhan latihan ataupun tugas-tugas mengamankan kedaulatan. “Kita pastikan industri dalam negeri makin bangkit dan kuat khususnya pabrik produksi bom siap beroperasional untuk mendukung modernisasi peralatan militer,” ungkap Wamenhan.
Demikian diungkapkan Wamenhan, Sjafrie Sjamsoeddin, Jumat (22/11) saat meninjau secara langsung proses pembuatan bom latih P-100 di kompleks Pabrik milik PT. Sari Bahari, Malang, Jawa Timur.
Saat peninjauan, Wamenhan mengatakan industri bom seperti PT. Sari Bahari dalam proses perkembangan yang mengarah kepada kesiapan operasional mendukung modernisasi peralatan, selain memiliki peluang yang besar, namun juga terdapat tantangan yang harus dihadapi.
Mengenai peluang Wamenhan mengatakan penggunaan bom akan tetap diperlukan selama masih tersedianya senjata. Disamping itu pihak pemerintah juga memberikan peluang seluas-luasnya  secara berkelanjutan pada setiap sistem sesuai rencana strategis (Renstra) setiap lima tahun.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa faktor penting yang dapat menopang peluang yang diberikan dari pemerintah, dan perlu diperhatikan dalam menjawab tantangan yang akan dihadapi.
Diantaranya dijelaskan Wamenhan, agar kualitas produksi bisa terus meningkat dan berkembang perlu juga meningkatkan faktor Skill Level dalam wujud kesejahteraan, selain itu diperlukan atensi terhadap perkembangan infrastruktur pabrik yang akan menunjang target industri strategis.
Wamenhan juga menghimbau dari sisi legitimasi kelayakan produksi sebagai bagian dari pada industri pertahanan juga perlu diawasi. Terkait faktor legitimasi kelayakan produksi industri harus berinteraksi dengan pihak regulator dan pengguna, karena disini memiliki kepentingan untuk mendapatkan otentikasi kelayakan operasional. Sehingga hal itulah yang menjadi pegangan untuk terus meningkat dan menjadi justifikasi apabila ingin masuk kedalam lingkup eksport regional.
DMC. 

Menggeser Leopard 2 ke Jawa Timur

Bagaimana caranya memindahkan sebuah alutsista berbobot sekitar 60 ton ke sebuah tempat sejauh ratusan kilometer? Jangan kuatir, serahkan saja pada Pussenkav TNI-AD. Demikianlah kesibukan yang terjadi menjelang hari Juang Kartika yang kini dalam hitungan hari. Namun bukan perkara mudah memindahkan Tank tempur Leopard dari Jakarta ke Surabaya. Segala daya upaya serta pikiran musti dikerahkan.

 
(All photo:  Pussenkav TNI AD)

 Untuk ranpur berdimensi dibawah Leopard, mudah saja. Pussenkav menggunakan LST TNI-AD. Alhasil, puluhan Panser Anoa dan Tarantula sudah berangkat lebih dulu menuju Jember. Tapi, untuk mengangkut Leopard 2, hingga kini belum ada kapal milik TNI yang sanggup, sekalipun itu LST milik TNI-AL. Akibatnya, 2 buah Leopard dan 2 buah Marder harus menempuh jalan darat.
 

Pussenkav TNI-AD pun kemudian menyewa Truk Low Bed untuk mengangkut sang macan. Tak main-main, rombongan ini langsung dipimpin perwira menengah Pussenkav TNI-AD yang sehari-hari menjabat sebagai Perwira Pembinaan Manusia dan Corps Pussenkav, Mayor kav. Valian Wicaksono. Setelah Tank berhasil dinaikan, bukan berarti permasalahan selesai. Bobot dan dimensi yang lebih dari biasanya memaksa Truk berjalan lambat, bahkan hanya sekitar 30 km/jam. Butuh waktu cukup lama tentunya untuk mencapai kota Surabaya di Jawa Timur.
Namun demikian Pussenkav yakin Alutsista andalan mereka itu bisa mencapai Jember tepat waktu. Bahkan hal ini bisa dijadikan pelajaran pergeseran MBT diwaktu lain.


ARC.