Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia sedang merumuskan formulasi prinsip dan filosofi cyber defense
sebagai pedoman perang inkonvensional. Para wakil menteri pertahanan
dari 21 negara pada pertemuan Seoul Defense Dialogue (SDD), Selasa
(12/11) dan Rabu (13/11) menyadari pentingnya cyber defense, tapi mereka belum bisa merumuskan formula mengenai prinsip dan filosofi cyber defense.
"Semua negara sudah sibuk menangani cyber defense. Tapi,
yang disentuh adalah masalah di hilir, sedang hulunya belum jelas," kata
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Tokyo (Kamis (14/11).
Masalah cyber defense di hulu adalah ketidakjelasan prinsip dan filosofi cyber defense karena belum ada formulasinya. SDD belum bisa merumuskan formulasi itu.
Di level hilir, cyber war sudah terjadi. Sistem informasi
institusi strategis sebuah negara, termasuk institusi pertahanan,
diganggu bahkan bisa dilumpuhkan. Sistem informasi institusi strategis
dirusak, sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Perang lewat
jaringan informasi, baik berbasis telepon maupun internet kian marak.
"Ini bukan hanya urusan militer, tapi semua pihak," kata Sjafrie.
Bidang Cyber Monitoring Center Kemenhan saat ini ditugaskan untuk merumuskan formulasi tentang prinsip dan filosofi cyber defense. Indonesia berniat menjadi pionir dalam formulasi prinsip dan filosofi cyber defense. Setelah rampung, formulasi yang dibuat Indonesia ini akan disampaikan kepada negara lain agar cyber defense secara internasional dapat memiliki pedoman.
Perang konvensional sudah bergeser ke perang inkonvensional dan itu
sudah terjadi sejak dulu. Pada masa lalu, perang gerilya adalah juga
inkonvensional, tapi memiliki asas univesal.
Sekarang, cyber war juga inkonvensional, namun juga memiliki
asas universal. Karena itu, kata Sjafrie, Indonesia perlu menginisiasi
altenatif formulasi tentang pedoman cyber defense agar menjadi rujukan internasional.