Minggu, 10 November 2013

5 Fakta jatuhnya Helikopter MI-17 TNI AD

5 Fakta jatuhnya Helikopter MI-17 TNI AD
Mi-17 TNI AD. ©wikipedia.com
 
Merdeka.com - Helikopter milik TNI AD kembali mengalami kecelakaan. Kali ini sebuah Helikopter MI-17 jatuh di daerah Kalimantan, yang berbatasan dengan Malaysia, pada Sabtu (9/11). 13 Orang tewas dalam kejadian ini, empat di antaranya tentara.

Dalam kecelakaan Helikopter MI-17 yang mengangkut 19 orang tersebut, enam korban selamat mengalami luka bakar yang cukup serius. Belum diketahui secara pasti penyebab kecelakaan ini. TNI AD membentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan.

Pihak TNI AD berjanji akan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap korban. Berikut lima fakta menarik terkait kecelakaan helikopter nahas TNI itu.

1. Jatuh di Kalimantan

Helikopter jenis MI-17 milik TNI Angkatan Darat mengalami kecelakaan saat melakukan perjalanan terbang. Pesawat ini mengangkut 19 orang penumpang yang diantaranya tentara dan beberapa warga sipil.

Seperti dilansir dari Antara, Sabtu (9/11), pesawat tersebut diketahui jatuh di wilayah Punjungan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Kecelakaan itu terjadi sekitar pukul 11.00 WITA.

Informasi yang diperoleh dari Badan SAR Nasional (Basarnas) Kabupaten Nunukan, Octavianto, saat kecelakaan helikopter tersebut tengah mengangkut barang-barang logistik.

Barang tersebut rencananya akan diberikan kepada prajurit pengamanan perbatasan yang tengah bertugas di daerah Indonesia-Malaysia.

2. Empat prajurit dan sembilan warga sipil tewas

Merdeka.com - Dalam kecelakaan helikopter ini, 13 Orang penumpang yang terdiri dari empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil ditemukan tewas.

"Helikopter yang jatuh dan menewaskan 13 orang di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Malinau, membawa logistik dan material bangunan," kata Komandan Kodim Malinau Kalimantan Utara, Letkol Inf M Yamin Dano di Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (9/11), seperti dilansir dari Antara.

Empat prajurit yang tewas dalam kecelakaan tersebut merupakan kru helikopter nahas tersebut. masing-masing atas nama Kapten CPN Wahyu Ramdan, Lettu CPN Agung Budiarjo, Lettu CPN Rokhmat dan satu orang anggota Batalion Zipur Kodam VI Mulawarman, Kapten CZI Sardi.

Sementara itu, sembilan orang penumpang mengalami luka bakar. Sampai saat dievakuasi ke rumah sakit, belum ada korban tewas.

"Dua orang kru dan tujuh sipil luka bakar. Mereka sudah di evakuasi ke rumah sakit terdekat," kata Kapuspen Mabes TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul kepada merdeka.com, Sabtu (9/11).

3. Jatuh karena kehilangan power

Merdeka.com - Dari penyelidikan sementara, helikopter buatan Rusia ini diduga jatuh karena kehilangan power saat melakukan penerbangan menuju lokasi.

"Sedang terbang mau menuju ke sana, mendadak ada loss instal power, power hilang," kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (9/11) WIB.

Karena kehilangan power, pesawat turun dengan cepat dan langsung terbakar.

Menurut Iskandar, pesawat Mi-17 ini tergolong pesawat baru. Usianya baru 2-3 tahun.

"Ini baru, tanggal pastinya mulai dioperasikan saya tidak tahu," jelasnya.

4. Jatuh saat angkut bahan bangunan

Merdeka.com - Menurut keterangan dari Kadispen TNI AD Brigjen Ruman Ahmad, saat kecelakaan terjadi pesawat itu sedang mengangkut bahan bangunan untuk pendirian pos di wilayah Punjungan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

"Pesawat mengangkut personel TNI AD dan sejumlah pekerja. Jumlahnya masih kita data," kata Ahmad saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (9/11).

TNI AD mengaku masih menyelidiki penyebab kecelakaan. Begitu juga dengan jumlah korban yang jatuh akibat kecelakaan pesawat buatan Rusia ini.

"Saat ini Panglima Kodam menuju ke lokasi untuk menyelidiki," kata Rukman.

5. Jatuh diperbatasan Indonesia-Malaysia

Merdeka.com - Dari informasi yang berhasil diperoleh merdeka.com, helikopter yang dipiloti Lettu CPN Agung ini seharusnya tiba di Long Bulan sekitar pukul 10.06 WITA. Namun, hingga pukul 10.30 WITA, heli berisi 21 penumpang termasuk kru tersebut belum juga tiba di lokasi.

Tepat pukul 10.42 WITA, heli kehilangan kontak dengan radar terdekat hingga diketahui telah jatuh di kawasan Punjungan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Dari pengamatan dari peta, wilayah tersebut berada dekat dengan perbatasan Malaysia.

Akibat kecelakaan tersebut, 13 orang tewas dan 9 orang mengalami luka bakar cukup serius.

Merdeka.

Serang asio.gov.au, hacker Indonesia didukung peretas se-Asia

Serang asio.gov.au, hacker Indonesia didukung peretas se-Asia
peretas. Gizmodo.com



Hacker Indonesia berhasil mematikan situs http://asis.gov.au hingga status 404 Not Found. Sasaran berikutnya adalah situs http://asio.gov.au yang juga sama-sama situs intelijen yang telah melakukan penyadapan kepada Indonesia.

Berbeda dengan malam sebelumnya, malam ini (10/11), hacker Indonesia mendapat dukungan dari hacker lain se-Asia. Setidaknya demikian komentar yang dibaca dari laman www.status.ws mengenai status jatuhnya server situs Badan Intelijen Australia atau Australian Intelligence Service yang beralamat di www.asis.gov.au.

"All Asia Support you Indonesia," tulis Rachel yang berasal dari Thailand. Dukungan yang dimaksud adalah dukungan untuk menyerang situs pemerintahan Australia sebagai dampak aksi mata-mata dan penyadapan yang dilakukan pemerintah itu terhadap pemerintah Indonesia.

Dan menindaklanjuti serangan kemarin, walaupun situs www.asis.gov.au sudah down, namun para hacker nampaknya masih ingin memastikan bahwa situs ini benar-benar mati. Apalagi sebelumnya, situs yang dibuat down oleh para peretas Indonesia sesekali hidup kembali. "Kita mau kasih 404 not found," kata seorang hacker.

Setidaknya, terdapat dua kelompok hacker Indonesia dengan anggota lebih dari 500 orang yang tengah menyerang situs www.asio.gov.au. Om-Jin selaku komandan serangan hacker Indonesia malam ini meminta para hacker untuk jangan sampai menghentikan serangan walaupun DOWN, karena belum tentu sudah 404 Not Found.

"Persiapkan diri kalian. Ini Bukan tempat untuk mencari ketenaran, siapa hebat dan siapa master , kita semua sama. Kita hanya membuktikan kepada seluruh masyakat Indonesia, bahwa hacker, DDOSER, caridinger, terserah orang mengatakan apa, kita melakukan hal ini hanya semata-mata agar privasi Indonesia tidak terusik," ujar Om-Jin.

Grup hacker lain, Suram-Crew juga menyasar sasaran yang sama, yaitu http://asio.gov.au yang dimotori oleh Zombie-Root. Berdasarkan situs http://www.zone-h.org/archive, setidaknya sudah lebih dari 100 ribu website Australia dan Amerika Serikat yang disasar para hacker Indonesia.
Merdeka.

Kisah perebutan Don Bosco, gudang peluru terbesar di Asia

Kisah perebutan Don Bosco, gudang peluru terbesar di Asia
Pertempuran Surabaya. ©istimewa

Serangan bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Hiroshima dan Nagasaki pada 9 dan 15 Agustus 1945, membungkam ambisi Jepang untuk menguasai kawasan Asia Pasifik. Negeri Matahari Terbit menyerah tanpa syarat pada 2 September sekaligus mengakhiri perang dunia kedua.

Menyerahnya Jepang membuat daerah jajahannya di berbagai kawasan Asia, termasuk Indonesia mulai bergolak. Dwitunggal Soekarno Hatta langsung memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus, serta membuat sejumlah pemuda ikut mengangkat senjata.

Dalam buku yang diterbitkan Balai Pustaka berjudul 'Pertempuran Surabaya' tahun 1998 milik Pusat Sejarah ABRI menceritakan perjalanan panjang rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan.

Di saat bersamaan, pemerintah Jepang di Hindia Belanda berupaya melucuti tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang terdiri dari para pemuda pribumi. Untuk memenuhi keinginannya, mereka membohongi serdadu PETA agar menyerahkan senjatanya ke polisi Jepang, atau Keibodan.

Ternyata, rencana itu diketahui Moestopo, seorang dokter gigi yang juga pejuang. Dia menghubungi Moh Yasin selaku kepala polisi agar tak tertipu rayuan serdadu Jepang untuk melucuti tentara PETA.

Tak hanya itu, dia juga menyadari kemampuan persenjataan para pejuang masih kalah jauh dibandingkan tentara sekutu. Sebab, sebagian besar senjata yang dimiliki hanya bambu runcing, klewang, celurit dan senjata tajam lainnya.

Salah satu cara untuk mendapatkan senjata adalah dengan merebut persenjataan milik Jepang. Apalagi, mereka mengetahui balatentara Jepang memiliki gudang peluru terbesar se-Asia Tenggara di Don Bosco. Gudang ini dijaga Dai 10360 Butai Kaitsutiro Butai di bawah pimpinan Mayor Hazimoto dengan kekuatan 16 orang Jepang, 1 peleton pasukan heiho.

Keberadaan ini diketahui setelah 150 karyawan pribumi bekerja untuk menginventarisir persenjataan yang akan diserahkan kepada sekutu. Dari mereka, para tokoh mengetahui gudang tersebut bersifat strategis karena menyimpan banyak senjata dan peluru.

Mengetahui isi di dalam gudang, sekelompok pemuda, pelajar dan rakyat lantas melakukan pengepungan. Sebelum terjadi tembak-menembak tiga pemuda yang terdiri dari Subianto Notowardojo, Mamahit dan seorang wartawan Sutomo (Bung Tomo) yang ditemani perwakilan guru datang menemui Mayor Hazimoto. Mereka bernegosiasi agar Jepang menyerahkan senjata kepada rakyat Indonesia.

Permintaan lantas diamini Hazimoto. Namun dengan syarat, disaksikan polisi.

Syarat itu dipenuhi oleh ketiganya dengan memanggil Kepala Polisi Istimewa, Moh Jasin serta anak buahnya. Tak butuh waktu lama, Mayor Hazimoto menyerahkan kekuasaan gudang dengan menandatangani surat penyerahan.

Di tempat lain, tentara PETA yang dilucuti senjatanya marah. Bekas Cudanco (komandan kompi), Suryo bersama Shudanco (komandan peleton), Isa Idris menuju Kohara Butai di Gunungsari, Surabaya. Mereka menemui Kolonel Kohara untuk menyerahkan seluruh senjata yang dimiliki Jepang.

Kohara langsung mengiyakan, namun tetap meminta agar pedang samurai miliknya tidak ikut dibawa. Mendengar permintaan itu, keduanya sepakat untuk memenuhinya. Alhasil, 100 pucuk senjata berat dan ringan dibawa pasukannya.

Tak berhenti, keduanya juga menuju ke bekas markas tentara PETA di Gunungsari. Bersama pasukannya, mereka membawa 514 pucuk senjata yang terdiri dari 400 pucuk karabin, 14 pistol vickers, 50 mortir, 50 granat, dan 30 senapan berat dan ringan.

Berbeda dari ketiga tempat di atas, upaya diplomasi lain yang dilakukan Moestopo kepada pimpinan Tobu Jawa Butai (Komando Pertahanan Jawa Timur) menemui kegagalan. Padahal, di saat bersamaan lokasi tersebut sedang dikepung rakyat demi merebut senjata milik Jepang.

Moestopo lantas mengancam tidak akan bertanggung jawab serangan rakyat jika hingga pukul 10.00 WIB pasukan Jepang tetap pada pendirian. Namun, ancaman itu ditanggapi dingin.

Serangan itu pun terjadi, tembakan pertama terjadi tepat pukul 10.00 WIB usai Moestopo dan rombongannya meninggalkan kantor yang ditempati Jenderal Iwabe. Saat pertempuran terjadi, Iwabe menyadari kekuatan pasukannya tak sebanding, dia pun memohon agar tembak menembak dihentikan dan ikut berunding.

Dalam perundingan, Iwabe tetap berpendirian tidak akan menyerahkan senjata tanpa ada yang bertanggung jawab. Namun, Moestopo menjawab sembari menunjuk dirinya. "Ya ini, pemimpin Jawa Timur, yang mewakili gubernur, yang bernama Moestopo, bekas daidanco, ini yang bertanggung jawab," tegasnya.

Mendengar itu, staf Iwabe lantas menyodorkan surat penyerahan dalam bahasa Jepang. Surat itu ditandatangani secara bergantian oleh Moestopo, Soeyono, Moedjoko, Moh Jasin, Abdul Wahab dan Rahman. Setelah itu, gudang dibuka dan para pemuda berhamburan masuk sekaligus membagi-bagikan senjata.

Perebutan gudang senjata ini membuat arek-arek Suroboyo punya modal senjata melawan sekutu yang ingin kembali menguasai Indonesia.

Perebutan Gedung Setan, puncak kemenangan terhadap Jepang

Perebutan Gedung Setan, puncak kemenangan terhadap Jepang
Pertempuran Surabaya. ©istimewa  

Keberhasilan rakyat merebut senjata-senjata milik Jepang membuat semangat mereka berkobar. Para pejuang lantas membidik markas polisi rahasia (Kempetai) sebagai serangan berikutnya.

Markas ini dianggap sebagai lambang kekuasaan fasis militer Jepang, tak hanya itu, sejumlah pejuang disiksa. Bukan rahasia lagi, rakyat sering mendengar gonggongan anjing, serta rintihan para tawanan yang mengalami penyiksaan terdengar saban hari.

Dalam buku yang diterbitkan Balai Pustaka berjudul 'Pertempuran Surabaya' tahun 1998 milik Pusat Sejarah ABRI, rakyat kemudian merencanakan penyerangan ke markas yang dikenal sebagai Gedung Setan tersebut.

Di bawah koordinasi Ketua Keresidenan, Abdul Wahab, para pemuda, Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan polisi istimewa mengepung Gedung Setan. Para pejuang datang dari segala penjuru, kabel komunikasi diputus, pagar berduri pun berhasil ditembus.

Tak disangka, serdadu Jepang telah mempersiapkan baik-baik sistem pertahanan mereka. Tepat pukul 12.00 WIB, ratusan butir peluru keluar dari lubang perlindungan. Korban mulai berjatuhan dari kedua belah pihak, aksi saling tembak terus terjadi.

Para pejuang mencoba bertahan dari peluru-peluru yang ditembakkan dari senapan milik bala tentara Jepang. Bahkan, utusan pemerintah yang terdiri dari Ketua BKR Kota Sengkono, Residen Soedirman dan Kepala Polisi Istimewa, Moh Jasin tak mampu menghentikan tembak menembak.

Dalam buku 'Memoar Jasin sang Polisi Pejuang' terbitan PT Gramedia Pustaka karangan Moh Jasin. Perwira polisi istimewa ini tak ingin korban dari pihak pejuang terus bertambah. Namun, ia juga kesulitan untuk menghentikan pertempuran sengit tersebut.

Tanpa berpikir panjang, Moh Jasin nekat menerobos terjangan peluru dari kedua belah pihak. Dengan cekatan, ia menerobos pagar berduri, berlari di tengah halaman, hingga masuk ke dalam ruang Kempetaityo (kepala polisi militer). Di tengah perjalanannya, ia melihat mayat-mayat jatuh bergelimpangan terkena peluru musuh.

Setelah berhasil masuk ke dalam gedung, kedatangannya itu membuat tentara Jepang terkejut, beberapa di antaranya dengan sigap menodongkan senjatanya ke arah Moh Jasin dan koleganya, Soeprapto. Di tengah ketegangan, dengan ia minta dipertemukan dengan Takahara, seorang penerjemah di markas itu.

Dengan kawalan ketat, keduanya lebih dulu dipertemukan dengan seorang mayor yang mampu berbahasa Inggris. Di depan perwira tersebut, Jasin minta diantar ke tempat Takahara. Mayor itu masuk ke dalam ruangan dan kembali bersama seorang yang ingin ditemuinya.

Di hadapan Takahara, dengan suara lantang Jasin meminta agar tentaranya menyerah. Dia pun berjanji akan menjaga keselamatan bala tentara Jepang yang masih hidup. Tanpa memberikan jawaban, Jasin diantar Takahara menuju Kempetaityo yang tengah memantau pertempuran.

Setelah diperkenalkan, sang komandan lantas membentak Jasin, "Mau apa?". Setelah dijelaskan maksud kedatangannya oleh Takahara, komandan tersebut malah nampak kebingungan. Tanpa berkomentar, ia berbicara dengan salah seorang stafnya untuk membahas tawaran yang diberikan dari pihak pejuang.

Dengan sigap, Moh Jasin mengambil saputangan berwarna putih dari kantong celananya. Tanpa banyak bicara, Jasin menarik paksa tangan Kempetaityo untuk mengibarkannya ke luar. Tindakan itu ternyata tidak mendapat perlawanan, sang komandan hanya mengikuti gerakan tangan yang dilakukan Jasin.

sapu tangan warna putih itu pun terlihat jelas oleh sejumlah pejuang. Dengan sorak sorai, mereka berupaya memasuki gedung. Tapi, pasukan Jepang yang masih berada di garis pertahanan menganggapnya sebagai serbuan, tembakan pun kembali menyalak hingga menyebabkan beberapa orang tewas.

Tak lama, komandan Kempetai memerintahkan Jasin dan rekannya keluar. Dengan kawalan polisi khusus Jepang, keduanya menuju serambi gubernuran. Takahara kemudian keluar dari dalam ruangan dan berjalan menuju halaman gedung, dia pun menurunkan bendera Jepang sebagai tanda Jepang telah menyerah.

Pertempuran pun berhenti seketika. Para pejuang yang berada di luar gedung bersorak-sorak gembira dan berhamburan masuk ke dalam gedung sembari berteriak "MERDEKA!". Tindakan itu ternyata mendapat dukungan dari panglima senior Jepang di Surabaya, Laksamana Madya Shibata Yaichiro.

40 Orang tercatat tewas dalam pertempuran yang paling menentukan ini, angka itu terdiri dari 25 pejuang dan 15 dari Jepang. Sementara, 81 orang terluka, yang terdiri 60 pejuang, 14 serdadu Jepang, 2 tentara China dan 5 Belanda.

Sebaliknya, berdasarkan sumber dari Jepang pada 1 Oktober 1945, peristiwa ini menewaskan 22 orang, 25 luka-luka, enam orang ditawan dan banyak yang hilang. Pertempuran ini menjadi puncak kemenangan para pejuang kemerdekaan terhadap Jepang.

Baru 5 hari di Surabaya, Inggris kehilangan jenderal

Baru 5 hari di Surabaya, Inggris kehilangan jenderal
Pertempuran 10 November 1945. radenkusumaaa-ggmu.blogspot.com  

Dalam menghadapi Jerman dalam Perang Dunia II, Inggris tak pernah kehilangan satu pun jenderalnya. Namun saat pasukan Inggris tiba di Surabaya, lima hari kemudian atau pada 30 Oktober 1945 seorang jenderalnya terbunuh, yakni Brigadir A.W.S. Mallaby. Inilah muasal pertempuran 10 November 1945.

Dalam catatan Batara R. Hutagalung dalam buku, "10 November 1945: Mengapa Inggris Membom Surabaya?" (2001) menyebutkan, sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II, Inggris bertujuan untuk melucuti senjata pasukan Jepang yang masih berada di Indonesia.

Brigadir Mallaby tiba dengan pasukannya pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Pasukannya dikenal dengan Brigade 49 yang jumlah sekitar 6.000 pasukan. Brigade 49 juga bagian Divisi 23 pasukan Inggris yang dikenal dengan 'The Fighting Cock', yang memiliki pengalaman mengalahkan tentara Jepang di hutan Burma.

Batara Hutagalung yang juga Pendiri dan Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) menuliskan, tugas pokok Mallaby di Surabaya dari perintah Panglima Tertinggi Tentara Sekutu Komando Asia Tenggara Vice Admiral Lord Louis Mountbatten ada tiga hal. Pertama, melucuti senjata pasukan Jepang dan mengatur kepulangan. Kedua, membebaskan para tawanan Sekutu yang ditahan Jepang di Asia Tenggara. Ketiga, untuk menciptakan keamanan dan ketertiban.

"Ternyata ada tugas rahasia yang dilakukan oleh tentara Inggris dengan mengatasnamakan Sekutu, bertujuan mengembalikan Indonesia kembali sebagai jajahan Belanda," tulis Batara.
Hal itu dianalisa Batara dari dokumen Konferensi Yalta, sebuah kesepakatan antara Inggris-Amerika Serikat dan perjanjian bilateral Inggris dengan Belanda. Menurut Batara, hal itu adalah penyimpangan yang menggunakan atas nama aliansi pasukan Sekutu.

Pada 27 Oktober 1945, sekitar siang hari, sebuah pesawat Dakota terbang di atas Kota Surabaya dan menyebarkan pamflet. Pamflet itu berisi, agar seluruh penduduk menyerahkan senjatanya rampasan dari tentara Jepang kepada perwakilan Sekutu di Surabaya, yakni Inggris. Tenggat waktu yang diberikan hanya 2 x 24 jam. Pamflet itu instruksiMayor Jenderal Hawthorn, Panglima Divisi 23. Ancaman dalam pamflet itu akan menembak mereka yang tak taat.

Dalam pandangan Batara, saat pamflet disebarkan, Mallaby dikabarkan kaget, karena sehari sebelum kesepakatan, Inggris dan Indonesia tidak menyebut klausul penyerahan senjata. Namun, karena atasan yang memerintahkan, Mallaby akhirnya melaksanakan perintah, mulai dari penahan kendaraan dan menyita senjata yang dimiliki republik.

Tentara dan penduduk di Surabaya tidak terima dengan hak itu, Inggris dianggap melanggar perjanjian sebelumnya. Selain itu Inggris terlihat akan mengembalikan Indonesia sebagai negeri jajahan kepada Belanda. Sempat terjadi perundingan dengan Badan Keamanan Rakyat dengan Inggris, namun tak mencapai kesepakatan.

Pasukan Republik di Surabaya memperkirakan untung rugi jika menyerahkan senjata ke Inggris akan membuat republik akan lumpuh. Salah satu perhitungan untuk melawan adalah, pasukan Inggris baru datang di Surabaya dan tidak mengenal wilayah Surabaya. Kemudiankekuatan pasukan Inggris hanya satu brigade. Selain itu Inggris belum mengetahui jumlah pasukan Indonesia yang ada di Surabaya dan sekitar.

Maka pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Mallaby tahu Inggris akan kalah jika melawan. Maka dia minta agar Bung Karno dan Panglima Pasukan Inggris Divisi 23 Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya untuk melakukan perundingan damai. Perundingan kesepakatan damai terjadi 30 Oktober 1945. Isi perdamaian itu menghentikan tembakan dan Inggris menarik mundur pasukan di Surabaya secepatnya.

Usai perundingan, sekitar sore hari, Mallaby yang ingin memberitahukan itu ke pos-pos pasukannya. Saat mobilnya mendekati pos pasukannya di gedung Internatio atau dekat Jembatan Merah, mobilnya dikepung oleh pemuda. Dalam situasi panik dan tegang itu, terjadi baku tembak antara pemuda dan pasukan Inggris dan membuat tewas Mallaby.

Paskhas Pamer Kekuatan di Hadapan Tentara Cina

Korps Pasukan Khas TNI AU dan Tentara Pembebasan Rakyat Cina menggelar latihan bersama untuk memerangi teroris. Latihan yang diberi sandi Sharp Knife Airborne 2013 ini digelar di Pangkalan Udara Sulaiman, Kabupaten Bandung, Rabu, 6 November 2013.

"Latihan bersama selama enam hari ini adalah yang pertama dilakukan," ujar Komandan Korps Paskhas Marsekal Muda TNI Amarullah saat menjadi inspektur upacara, Kamis, 7 November 2013. Latihan diikuti 102 personel Paskhas dan 60 personel Tentara Pembebasan Rakyat China.

Menurut Amarullah,  Indonesia dan Cina punya tantangan serupa dalam menciptakan rasa aman di kawasan Asia dan Asia Tenggara. "Kedua anggota pasukan dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman," kata Amarullah.

Pimpinan Tentara Pembebasan Rakyat Cina Kolonel Senior Li Zhonghua mengatakan latihan bersama ini bakal merintis jalan baru persahabatan Angkatan Udara kedua negara. "Latihan ini meliputi taktik penerjunan dan taktik dalam operasi  menghadapi kekuatan teroris," kata dia. 

Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Paskhas Kolonel PSK DG Roland Wahab mengatakan materi  latihan ini meliputi  terjun freefall dari pesawat Hercules, terjun statik tempur, penyerbuan ke dalam gedung, serta kemampuan ilmu bela diri.  

TNI Angkatan Udara juga memperlihatkan kesiapan senjata Paskhas untuk menghadapi aksi teror. Misalnya, pistol Glock kaliber 9 mm buatan Austria yang berjarak tembak efektif 75 meter. Ada juga senjata serbu ruangan MP5PDW buatan Jerman dengan jarak tembak efektif sampai 150 meter serta senapan sniper kaliber 7,62 dan kaliber 12,7 buatan Inggris. Selain itu, diperlihatkan pula perlengkapan terjun dan rompi serbu.

Ini pertimbangan jika Indonesia 'cerai' dengan Amerika

Ini pertimbangan jika Indonesia 'cerai' dengan Amerika
Ilustrasi (ist)
Rencana Pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomasi, dengan Pemerintah Amerika dan Australia diminta untuk dikaji terlebih dahulu.

Hal itu diungkapkan pengamat hubungan internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ganewati Wulandari. Menurutnya, pasca dugaan penyadapan yang dilakukan kedua negara, Indonesia harus melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan tegas.

"Menurut saya harus dikaji, sejauh mana efektivitas dengan pemutusan diplomatik itu. Nilai kerugian apa, jika dibandingkan untuk kepentingan nasional yang jauh lebih besar," katanya, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (9/11/2013).

Menurutnya, pengkajian itu penting dilakukan untuk menghitung segi positif dan negatif dengan pemutusan diplomatik tersebut.

"Apa dengan pemutusan hubungan diplomatik dengan Amerika itu lebih manfaat, positifnya apa? Apakah malah tidak merugikan? Amerika itu, mau tidak mau kita berbicara mengenai negara besar loh," ungkapnya.

"Yang memiliki kemampuan finance dan daya dukung militer global. Apakah kita siap untuk itu? Kita jangan lupa, untuk ekspor saja, Amerika itu kan menjadi negara yang memiliki prioritas ekspor. Itu dalam konteks perdagangan," sambungnya.

Ia juga mengatakan, apakah Indonesia siap bila tidak mendapatkan bantuan dari Amerika dalam menghadapi persoalan di Laut China Selatan. Dirinya berharap, agar Indonesia juga belajar ketika diembargo, mengenai suku cadang militer oleh negeri Paman Sam tersebut.

"Dalam konteks keamanan regional, apakah kita akan mampu? Kita tidak punya back up, selain Amerika untuk menghadapi Laut Cina Selatan. Jadi, menurut saya itu hal-hal yang perlu kita pikirkan," katanya.

Dia menambahkan, ketika Indonesia diembargo militer, Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan suku cadang.

"Itu hanya satu sekrup, dalam konteks hubungan dalam Amerika. Karena semua peralatan kita buatan Amerika," tegasnya.