Rabu, 10 Februari 2016

Bermesin Mobil Fiat 4 PK, Ini Dia Prototipe Kapal Selam Pertama Buatan Indonesia

1780624_430886617041660_294902722_n

Bila saat ini pengembangan alutsista kerap terganjal ToT (Transfer of Technology) dari luar negeri, maka berkaca ke era tahun 40-an, Indonesia yang kala itu terdesak agresi militer Belanda justru mampu meluncurkan kapal selam perdana. Meski hanya berupa kapal selam mini dengan rancangan sederhana, hasil karya Letkol D. Ginangan menjadi tonggak kebangkitan teknologi persenjataan nasional. Bermodal torpedio eks pesawat terbang Jepang, kapal selam Ginangan di tahun 1947 digadang untuk menembus blokade laut Belanda.

Inspirasi Ginangan pada kapal selam timbul setelah melihat pameran kapal selam yang dikendalikan oleh satu orang (Eenpersoons D/tikboof) di Groningen, Belanda pada tahun 1946. Kapal ini adalah kapal yang dipakai oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II. Sebagai latar biografi, D. Ginangan adalah putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, 23 April 1918.

Pada tahun 1937 D.Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan, ia masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun. Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D.Ginagan tinggal di Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D. Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman, Pada tanggal 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D.Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.

Kapal selam Ginangan dengan membawa torpedo pada bagian luar lambung.
Kapal selam Ginangan dengan membawa torpedo pada bagian luar lambung.

Selama tinggal di negeri Belanda D. Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia baik sebelum diproklamirkan kemerdekaan Indonesia manpun sesudahnya. Karena aktifitasnya dalam membela kepentingan Indonesia, pada tahun 1946, D. Ginagan diusir dari negeri Belanda, kemudian ia kembali ke Indonesia pada bulan Desember 1946.

Sekembalinya dari Belanda, D. Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide untuk membuat kapal selam. Untuk melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan, rupanya gagasan itu disetujui. Segera setelah ijin disetujui, ia menghubungi Penataran Angkatan Laut (PAL) sekarang PT PAL dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta.

Uji coba di Kalibayem, Yogyakarta tahun 1947.
Uji coba di Kalibayem, Yogyakarta tahun 1947.

Pembuatan kapal -selam ini dimulai sekitar bulan Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan anggaran ± 35.000 (ORI). Data kapal selam yang tidak berperiskop ini adalah sebagai berikut: panjang 7 m, lebar 1 m dan DWT 5 ton. Kapal selam tersebut dilengkapi dengan sebuah torpedo kapal terbang yang banyak terdapat di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.

1560766_430886463708342_339598838_n
Ditemukan tentara Belanda.

Sebagai persenjataan, dicomot torpedo 5 meter dari peninggalan pesawat terbang Jepang yang ada di Maguwo (sekarang Lanud Adi Sucipto), Yogyakarta. Karena bukan torpedo yang dirancang untuk kapal selam, jarak luncur pun terbatas, yakni hanya 1 – 1,5 mil (3,8 km).

Setelah kapal tersebut selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting pemenntah seperti, Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Presiden Sokarno sendiri sempat rneninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem (tepatnya sekarang di lokasi yang ada perumahan Bayem Permai).

Dalam percobaan tersebut yang berjalan selama 1 jam kapal dikendalikan sendiri oleh D. Ginagan dan dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya. Tetapi ketika torpedonya diijicoba untuk ditembakan, tiba-tiba handel pengikatnya tak mau lepas dan torpedo tetap terikat di tempatnya semula. Akibatnya sungguh fatal: kapal selam mini yang hanya diawaki oleh satu manusia saja itu malah ikut terseret oleh dorongan torpedonya.

Kapal selam Ginangan disita Belanda dan dibawa ke Semarang.
Kapal selam Ginangan disita Belanda dan dibawa ke Semarang.

Reaksi yang timbul dari pemenntah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali. Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. “Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.

Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada waktu agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam tarap perbaikan, kemudian D. Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun karena pada waktu itu situasi perjuangan semakin mernanas akibat agresi Belanda II dan semuanya sibuk berjuang menjadikan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti.

Pada Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, selain serangan Blitzkrieg atas lapangan udara Maguwo dan penguasaan Ibukota RI Yogyakarta secara tiba-tiba, ternyata tentara Belanda dibuat terkaget-kaget kemudian dengan ditemukannya Proyek Kapal Selam Mini ALRI di daerah Sentolo yang kemudian segera di bawa ke Semarang untuk dilakukan observasi/penelitian lebih lanjut. Proyek Kapal Selam Mini ALRI di daerah Sentolo yang kemudian segera di bawa ke Semarang untuk dilakukan observasi/penelitian lebih lanjut oleh pihak tentara Belanda.

Sejak D. Ginangan pensiun dari TNI AL dengan pangkat Letkol pada 31 Agustus 1961, hingga kini sangat disayangkan kita tidak mengetahui nasib kapal selam buatan Ginangan. (dikutip dari Buku “Kapal Selam Indonesia” – Indroyono Soesilo dan weaponstechnology.blogspot.co.id)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar