Sabtu, 30 Agustus 2014

Menilai Ancaman Islamic State Terhadap AS, Negara Barat dan Indonesia

ISIS Control in Iraq and Syria 6/16/2014
Daerah Yang Dikuasai ISIS di Irak Makin Meluas (Sumber : foxct.com)

Pada hari Selasa, 19 Agustus 2014 Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang kini merubah namanya menjadi   Negara Islam (Islamic State) merilis sebuah video pemenggalan kepala terhadap wartawan Amerika Serikat, James Foley, di YouTube. Dalam video terlihat Foley sedang berlutut di samping seorang pria berpakaian hitam. Ia membaca pesan yang mungkin ditulis pada penculiknya bahwa “pembunuh sesungguhnya” adalah Amerika.  Tak lama setelah itu, kepala Foley dipenggal dengan sebilah pisau.
James Foley ditangkap ISIS pada 22 November 2012 saat bertugas untuk GlobalPost di Suriah bagian barat laut, dekat perbatasan dengan Turki. Video itu  juga menunjukkan sosok jurnalis lain asal AS yang diyakini sebagai Steven Sotloff, kontributor Time yang diculik pada 2013 di Suriah. ISIS juga mengeluarkan ancaman  AS bahwa nyawa  Steven Sotloff, berada di bawah “keputusan Obama”. Jika Obama tidak menarik pasukannya dari Irak, Steven akan bernasib sama dengan Foley.
Menanggapi kasus pemenggalan Foley, Presiden AS Barack Obama menanggapi di Convention Center Charlotte di Charlotte, NC, Selasa, 26 Agustus, 2014. "Pesan kami kepada siapa saja yang merugikan orang-orang,  Amerika tidak lupa, jangkauan kita panjang, kita sabar, keadilan akan dilakukan. Kita akan melakukan apa yang diperlukan untuk menangkap orang-orang yang menyakiti orang Amerika, dan kami akan terus mengambil tindakan langsung di mana diperlukan untuk melindungi rakyat kami dan untuk mempertahankan tanah air kita.," tegasnya. Obama berjanji akan menegakkan keadilan atas pembunuhan Foley. Ia menyebut tindakan kekerasan ini “mengejutkan nurani seluruh dunia”.
Apakah dengan tindakan pelaku dari anggota Islamic State  (IS) itu lantas Amerika akan mengerahkan kekuatan pasukan ke Irak dan Suriah? Nampaknya tidak juga. Nampaknya Presiden Obama telah banyak belajar dari pengalaman keterlibatan langsung AS di luar negeri tentang pengerahan kekuatan yang dinilainya lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya.
Kebijakan pemerintahan Obama terlihat lebih realistis, mengurangi pengiriman pasukan sejak Juni 2011. Kebijakan pemerintahan sebelumnya dari Presiden George Bush adalah mengejar dan meniadakan ancaman terorisme dari Al-Qaeda terhadap keamanan nasional serta melumpuhkan negara pendukung terorisme. Dimana  sumber terorisme dilenyapkan dari Afghanistan, Irak dan Libya, serta peniadaan tokoh teror dengan operasi intelijen kontra terorisme  dibeberapa negara seperti di Yaman dan Pakistan.
Perubahan kebijakan pemerintah AS terlihat sejak  tanggal 22 Juni 2011, dimana Presiden Obama mengeluarkan penyataan bahwa negara yang menjadi basis serangan ke daratan AS pada peristiwa 11 September 2001, kini sudah bukan merupakan ancaman teror terhadap AS. "Gelombang perang telah surut, dan kini sudah saatnya AS membangun negara," tegas Obama. Pejabat berwenang AS mengatakan bahwa penggantian operasi tempur akan digantikan dan lebih difokuskan pada operasi kontraterorisme rahasia, seperti yang dilakukan saat melakukan penyergapan terhadap pimpinan Al-Qaeda, Osama bin Laden. Kasus tersebut dijadikan sebagai sebuah bukti utama Presiden Obama untuk kebijakan pengurangan substansial pasukan Amerika tersebut.
Kebijakan AS telah bergeser, menilai bahwa ancaman lain yang jauh lebih berbahaya dan merugikan akan berasal dari ulah China. Amerika akan fokus melakukan pengamanan ke kawasan jalur laut China Selatan yang merupakan salah satu urat nadi jalur ekonominya. China dinilainya mulai berulah, nah jawabannya adalah geser pasukan dengan pertimbangan anggaran yang tersedia dan potensi ancaman. Presiden Obama menegaskan, "Ketika terancam, kita harus merespon dengan kekuatan," katanya. “But when that force can be targeted, we need not deploy large armies overseas,” jelasnya.

Islamic State Dalam Pandangan Amerika Serikat
ISIS atau Islamic State dibawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi kini merupakan sebuah kekuatan penempur bersenjata yang sangat diperhitungkan baik oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah maupun negara-negara lainnya. Kemunculan kekuatan ini dengan berdera hitamnya telah  menimbulkan rasa takut jauh melebihi psywar yang dilakukan oleh Al-Qaeda. Tujuan dari Osama Bin Laden juga untuk menciptakan negara Islam, tapi ia sering mengatakan bahwa itu akan tercapai dalam beberapa  tahun lagi dan hanya dapat dicapai di bawah kondisi yang tepat. ISIS terlihat lebih percaya diri, dan  mengeluarkan pernyataan dengan merubah nama ISIS (Islamic Ctate for Iraq and Suriah) menjadi Islamic State  dan menegaskan  bahwa kekhalifahan telah tiba.
Dalam melihat kelompok bersenjata Islamic State, sulit untuk dibayangkan hanya dari satu sisi. Melihat sebuah gerakan yang mendadak demikian populer, kuat dan berpengaruh, kita jangan terjebak dalam penilaian satu sisi belaka. Ini sebuah  gerakan politik bersenjata yang dibangun dengan sebuah perencanaan matang dengan memperhitungkan kondisi yang berlaku. ISIS yang pada awalnya adalah gerakan sempalan dari Al-Qaeda kemudian lepas dan berdiri sendiri dengan teori kekhalifahannya.
Dipermukaan yang nampak adalah gerakan bersenjata  IS  mampu memporak porandakan dan menggiriskan kekuatan  penguasa  penganut Islam Syiah di Irak. Pasukan Irak di kota Mosul dikabarkan tunggang langgang ketika para pejuang IS menyerbu.  Kemudian pasukan al-Baghdadi ini berusaha melebarkan sayap ke Suriah, dengan berani berbenturan dengan Jabhat al-Nusra yang merupakan perwakilan resmi Al-Qaeda. Sementara dilain sisi dari informasi pembocoran mantan pegawai NSA (Edward Snowden), menyatakan bahwa ISIS adalah bentukan CIA, MI6 dan Mossad dalam rangka destabilisasi kawasan Timur Tengah dan dalam rangka memancing bersatunya jaringan terorisme seluruh dunia.
Yang terjadi kini adalah benturan kepentingan AS dalam menangani IS, dimana dari pengalaman masa lalu saat konflik di Afghanistan antara pejuang Mujahidin (Taliban dan Al-Qaeda) yang dibantu AS, kemudian sejarah mencatat Al-Qaeda menjadi musuh utamanya yang mampu meruntuhkan simbol kebanggaan AS dalam peristiwa tragedi 911. Kemudian pimpinan Al-Qaeda (Osama bin-Laden dikejar selama 10 tahun hingga tewas).
Dalam menanggapi ISIS (IS), Presiden Obama lebih menekankan bahwa AS akan menangkap pembunuh James Foley demi keadilan. Dalam  menanggapi kemungkinan AS untuk memperluas perang melawan ISIS ke Suriah, Obama memperingatkan bahwa "Sejarah mengajarkan kita tentang bahayanya tindakan yang melampaui batas dan penyebaran kekuatan, kemudian mencoba untuk pergi sendiri tanpa dukungan internasional, atau bergegas ke petualangan militer tanpa memikirkan konsekuensinya."
Obama juga mengatakan bahwa serangan terhadap ISIS telah dibatasi untuk melindungi pasukan AS dan diplomat di Irak, dia menegaskan kembali bahwa pasukan AS tidak akan dikirim kembali  selain  dalam kapasitasnya sebagai penasihat. "Saya katakan lagi, pasukan tempur Amerika tidak akan kembali untuk berperang di Irak. Kami tidak akan mengizinkan Amerika Serikat untuk diseret kembali ke perang darat lain di Irak karena, pada akhirnya, terserah kepada rakyat Irak untuk menjembatani perbedaan mereka dan mengamankan diri mereka sendiri," tegas Presiden Obama.
Beberapa pejabat dan analis mengeluarkan pernyataan terkait dengan perkiraan ancaman masa datang dari ISIS (IS), seperti  Menteri Pertahanan AS,  Chuck Hagel menyebut Negara Islam di Irak dan Suriah itu merupakan "ancaman."  Dilain sisi sekretaris pers Pentagon, Rear Adm. John Kirby mengatakan bahwa penilaian dari  Departemen Pertahanan AS tidak mempercayai bahwa ISIS memiliki "kemampuan saat ini untuk melakukan serangan besar terhadap tanah air AS."  Ditegaskan Kirby, "Kami percaya bahwa mereka memiliki aspirasi untuk menyerang sasaran Barat," katanya.
Dilain kesempatan,  Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Martin Dempsey E, mengatakan  bahwa ambisi kelompok ISIS (IS) adalah untuk merubah wilayah Timur Tengah  termasuk Israel, Yordania, Kuwait dan Suriah menjadi bagian kekhalifahannya. "Kalau untuk mencapai visi itu, secara fundamental akan mengubah wajah Timur Tengah dan menciptakan lingkungan keamanan yang pasti akan mengancam kita dalam banyak hal," kata Dempsey.
"Saya khawatir tentang Turki, aku khawatir tentang Jordan, aku khawatir tentang destabilisasi regional," kata Jarret Brachman, penasihat pemerintah AS khusus masalah ISIS dan Al Qaeda."Kami prihatin tentang ancaman yang ditimbulkan oleh ISIS, tapi dari penilaian, seperti yang dinyatakan oleh Ketua Gabungan Kepala Staf, dan oleh komunitas intelijen, bahwa ada saat ini tidak plot aktif di bawah cara untuk menyerang tanah air AS, Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest mengatakan kepada wartawan.
Menteri Luar Negeri AS,  John Kerry menyampaikan  pernyataan keras menegaskan bahwa  ISIS berwajah "Jelek, biadab, tak dapat dijelaskan, nihilistik, dan kejahatan tidak bernilai. ISIS dan kefasikan itu  harus dihancurkan, dan mereka harus bertanggung jawab keji, kekejaman setan ini harus bertanggung jawab," katanya.
Dari beberapa pernyataan pejabat AS dan analis intelijen, nampaknya mereka menilai bahwa pada saat ini ISIS (IS) bukanlah merupakan ancaman nasional Amerika Serikat, itulah intinya. IS kini tidak mampu mencapai mainland-nya. Amerika Serikat merasa tidak terancam, sehingga tidak perlu merespon dengan kekuatan. Pendapat Presiden Obama mendapat dukungan dari beberapa pejabatnya. Hanya Menhan Chuck Hagel menyatakan ISIS tetap merupakan ancaman dan John Kirby mempercayai banhwa IS mempunyai aspirasi menyerang sasaran Barat.

Perkiraan Ancaman Islamic State Di Masa Datang
Beberapa negara-negara Barat kini mulai mengkhawatirkan bahwa keterlibatan warganya pada saat kembali ke negaranya akan menimbulkan ancaman tersendiri. mereka bisa saja melakukan tindakan seperti yang diarahkan oleh pimpinan IS, seperti melakukan serangan bersenjata, bom bunuh diri dan mengembangkan faham Islamic State versi al-Baghdadi yang keras, dan kejam.
Inggris memperkirakan bahwa lebih  500 orang warganya   telah pergi ke Suriah sejak pemberontakan dimulai.  Juru bicara Kedutaan Besar Inggris di Washington,  Jessica Jennings mengatakan,  "Jelas, itu sangat sulit untuk memberikan angka yang tepat tentang hal ini," katanya.
Sementara Kementerian Dalam Negeri Perancis memperkirakan  sekitar 900 warga Prancis saat ini melakukan jihad di Suriah, Irak dan Libya.
Badan intelijen Jerman menyatakan bahwa tecatat sekitar 300 warga negara Jerman telah melakukan perjalanan ke Suriah.
Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest menyatakan, "Salah satu masalah adalah bahwa kita ingin memastikan bahwa kita menghadapi ancaman ini sebelum semakin parah, sebelum mereka mampu membangun tempat yang aman di mana mereka bisa membangun jaringan internasional yang lebih besar dan memahami konspirasi yang lebih luas yang akan memungkinkan mereka untuk melaksanakan  serangan bencana yang lebih luas dan keras, "katanya.
Mantan Direktur CIA Michael Morell Deputi, yang kini menjadi  analis keamanan nasional CBS News, mengatakan bahwa ancaman dari ISIS adalah "masalah terorisme paling kompleks yang pernah saya lihat. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah mengambil kepemimpinan dari medan perang. Kita perlu mengidentifikasi mereka melalui intelijen dan kemudian menangkap atau membunuh mereka," katanya. Morell mengatakan ancaman jangka pendek dari ISIS potensi bahwa mereka akan menginspirasi seseorang untuk menyerang AS, dan mungkin salah satu orang Amerika, Kanada atau Eropa Barat yang telah bertempur bersama dengan mereka. Ancaman dalam jangka panjangnya, dalam waktu dua setengah sampai tiga tahun mendatang, "Kita perlu khawatir tentang kemungkinan serangan mirip dengan serangan 911."

Kesimpulan
Islamic State yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi kini dinilai merupakan ancaman nyata di Irak dan Suriah, dimana mereka mampu memobilisir tidak hanya warga Arab, tetapi diperkirakan terdapat sekitar warga dari 50 negara berjumlah sekitar 12.000 orang yang telah  ikut berperang dengan gaya, aturan dan kekejaman dan kebrutalan ISIS (IS).
Amerika Serikat pada masa kini tidak menyimpulkan Islamic State menjadi ancaman langsung keamanan nasionalnya, dimana kemelut IS dipandangnya harus diselesaikan oleh pemerintahan Irak sendiri. Walau harus menmghadapi pasukan Irak, Pasukan Kurdi (Peshmerga) dan serangan udara terbatas dari  Angkatan Udara AS, pasukan Islamic State masih mampu melebarkan sayapnya, dan bahkan kini mampu mendekati ibukota Irak Baghdad.
Pada umumnya negara-negara Barat khawatir apabila warganya yang kini bergabung dengan Islamic State di Irak dan Suriah pada saatnya nanti kembali kenegaranya, mereka akan menyebarkan fahamnya dan menimbulkan teror dimasing-masing negaranya.
Ancaman IS bukan masa kini, tetapi dimasa mendatang, dengan penyebaran ideologi ke khalifahan dunia, memang Islamic State dampaknya akan jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan Al-Qaeda.
Khusus bagi Indonesia, sebaiknya pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) mereka-mereka yang berangkat ke Irak dan Suriah perlu dilakukan data ulang, beberapa informasi menyebutkan jumlahnya hingga kini mencapai sekitar 200 orang, dan bukan tidak mungkin akan semakin bertambah. Langkah pelarangan IS di tanah air perlu terus digalakkan, karena ide negara Islam sangat mudah disemaikan di Indonesia.
Ancaman terhadap stabilitas di Indonesia akan jauh lebih terasa dibandingkan negara-negara Barat, dan kita sudah mempunyai pengalaman sejak bom Bali 2002. Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, jelas kita sangat tidak mengharapkan IS akan menjadikan Indonesia menjadi pusat kegiatannya di masa mendatang.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen. www.ramalanintelijen.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar