Untuk kerja sama internasional, masalah seperti ini memang harus dibereskan.
“Ya, informasi yang ada, penyadapan oleh Korea dan Singapura itu berbeda dari aksi Australia. Kedua negara itu melakukan penyadapan terhadap saluran kabel telepon bawah laut di sekitar Singapura. Tapi, apa pun, semua juga terkait soal penyadapan, perlu mendapat penyikapan,” kata anggota Komisi I DPR M Najib, di DPR, Kamis (28/11).
Dengan begitu, menurut dia, penyadapan yang dilakukan Singapura dan Korea itu dilakukan di luar teritorial Indonesia, sedangkan yang dilakukan oleh Australia terjadi di wilayah Indonesia, langsung terhadap telepon tokoh-tokoh penting RI.
“Jadi, penyikapan kita mungkin perlu sudut pandang yang lain. Ya, nanti kita akan rembug lagi dengan Menlu, dalam kesempatan berbeda,” kata politisi PAN itu.
Sementara itu, sebelumnya, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Menlu Marty Natalegawa telah memanggil Duta Besar Korea Selatan untuk mengonfirmasi tentang informasi bantuan Korea terhadap penyadapan yang dilakukan Australia terhadap pejabat Indonesia. Dalam penjelasannya, Dubes Korsel membantah tudingan itu.
“Dubes Korea di Jakarta sudah dipanggil dan menyanggah berita tersebut,” kata Menlu di DPR, Kamis (28/11).
Kementerian Luar Negeri juga memanggil Dubes Singapura untuk Indonesia. Sebab, berdasarkan bocoran dari mantan pegawai Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) Edward Snowden, Singapura juga disebut membantu penyadapan yang dilakukan Australia itu.
Namun, Dubes Singapura belum memberikan keterangan yang jelas. “Kalau Dubes Singapura mengatakan akan menyampaikan kepada pemerintahnya,” tambah dia.
Menlu juga sudah meminta keterangan dari dutabesarnya di Korsel maupun Singapura. “Dubes kita disana juga dimintai keterangan,” tutur Marty.
Berita yang beredar, dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat menyebut AS dan mitra intelijennya yang disebut “Five Eyes” menyadap melalui kabel serat optik kecepatan tinggi di 20 lokasi di seluruh dunia.
Operasi intersepsi melibatkan kerja sama dengan pemerintah setempat dan perusahaan telekomunikasi atau melalui “operasi rahasia”.
Operasi intersepsi kabel bawah laut memungkinkan mitra “Five Eyes”, yakni AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru, untuk melacak “siapa pun, dimana pun, dan kapan pun” yang digambarkan sebagai “zaman keemasan” intelijen sinyal.
“Ya, informasi yang ada, penyadapan oleh Korea dan Singapura itu berbeda dari aksi Australia. Kedua negara itu melakukan penyadapan terhadap saluran kabel telepon bawah laut di sekitar Singapura. Tapi, apa pun, semua juga terkait soal penyadapan, perlu mendapat penyikapan,” kata anggota Komisi I DPR M Najib, di DPR, Kamis (28/11).
Dengan begitu, menurut dia, penyadapan yang dilakukan Singapura dan Korea itu dilakukan di luar teritorial Indonesia, sedangkan yang dilakukan oleh Australia terjadi di wilayah Indonesia, langsung terhadap telepon tokoh-tokoh penting RI.
“Jadi, penyikapan kita mungkin perlu sudut pandang yang lain. Ya, nanti kita akan rembug lagi dengan Menlu, dalam kesempatan berbeda,” kata politisi PAN itu.
Sementara itu, sebelumnya, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Menlu Marty Natalegawa telah memanggil Duta Besar Korea Selatan untuk mengonfirmasi tentang informasi bantuan Korea terhadap penyadapan yang dilakukan Australia terhadap pejabat Indonesia. Dalam penjelasannya, Dubes Korsel membantah tudingan itu.
“Dubes Korea di Jakarta sudah dipanggil dan menyanggah berita tersebut,” kata Menlu di DPR, Kamis (28/11).
Kementerian Luar Negeri juga memanggil Dubes Singapura untuk Indonesia. Sebab, berdasarkan bocoran dari mantan pegawai Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) Edward Snowden, Singapura juga disebut membantu penyadapan yang dilakukan Australia itu.
Namun, Dubes Singapura belum memberikan keterangan yang jelas. “Kalau Dubes Singapura mengatakan akan menyampaikan kepada pemerintahnya,” tambah dia.
Menlu juga sudah meminta keterangan dari dutabesarnya di Korsel maupun Singapura. “Dubes kita disana juga dimintai keterangan,” tutur Marty.
Berita yang beredar, dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat menyebut AS dan mitra intelijennya yang disebut “Five Eyes” menyadap melalui kabel serat optik kecepatan tinggi di 20 lokasi di seluruh dunia.
Operasi intersepsi melibatkan kerja sama dengan pemerintah setempat dan perusahaan telekomunikasi atau melalui “operasi rahasia”.
Operasi intersepsi kabel bawah laut memungkinkan mitra “Five Eyes”, yakni AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru, untuk melacak “siapa pun, dimana pun, dan kapan pun” yang digambarkan sebagai “zaman keemasan” intelijen sinyal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar