Dogfight adalah bentuk pertempuran antara pesawat tempur, khususnya manuver pertempuran pada jarak pendek secara visual.
Dogfighting pertama kali muncul selama Perang Dunia I hingga tahun 1992
pada Perang Malvinas antara Argentina dan Inggris Raya. Terminologi
modern untuk duel udara adalah Air Combat Maneuver (ACM), yang mengacu
pada situasi taktis yang membutuhkan penggunaan manuver Basic Fighter
Maneuver (BFM) untuk menyerang atau menghindari serangan oleh satu atau
lebih lawan.
Ilustrasi Dogfight | foto : devianart |
Istilah
Dogfight mendapatkan popularitas selama Perang Dunia II, meskipun
asal-usulnya dapat ditelusuri ke tahun-tahun terakhir Perang Dunia I.
Referensi tertulis pertama dengan penggunaan kata modern berasal dari
tulisan di Fly Papers oleh AE Illingworth, 1919. “The battle develops
into a ‘dog-fight’, small groups of machines engaging each other in a
fight to the death.”
Dalam Perang Dunia I pesawat awalnya digunakan sebagai alat observasi medan perang darat atau laut. Pesawat militer baru membuktikan nilai pentingnya saat bisa memergoki serangan rahasia Jerman ke Paris pada bulan kedua perang. Pertempuran udara pertama diyakini telah terjadi pada tanggal 28 Agustus 1914 ketika Norman Spratt menerbangkan Sopwith Tabloid bersenjata menjatuhkan sebuah pesawat Albatros CI dual seater Jerman.
Setelah senapan mesin dipasang ke pesawat, era pertempuran udara dimulai. Masalah terbesar adalah menembakkan senapan mesin melalui baling-baling. Roland Garros memecahkan masalah ini dengan memasang deflektor baja ke baling-baling pesawat monoplane Morane Saulnier-nya. Anthony Fokker, seorang desainer Belanda mendesain ”gigi sinkronisasi” tahun 1915 yang menghubungkan pemicu dari senapan mesin Maxim MG08 dengan putaran mesin, sehingga Jerman berhasil meraih keunggulan udara. Hal ini mengubah sejarah pertempuran udara dengan pesawat Fokker E.1 yang berjaya di medan Perang Udara Eropa.
Kedahsyatan arena duel udara meningkat seiring dengan keunggulan teknologi. Di awal perang belum ada taktik manuver duel udara. Oswald Boelcke adalah penerbang pertama yang menganalisis taktik perang udara dan menghasilkan seperangkat aturan yang dikenal sebagai “Dicta Boelcke” pada tahun 1916. Banyak konsep taktik Boelcke itu yang masih berlaku pada saat ini. Termasuk penggunaan posisi matahari, posisi ketinggian, serangan mendadak, dan memutar cepat untuk menghadapi ancaman.
Sejak PD II sejarah duel udara ke udara makin berkembang. Bahkan di era pesawat jet modern juga dapat berkembang menjadi dogfight. Sebuah pesawat tempur dapat menghindari rudal dengan membelok secara cepat pada maksimum gaya gravitasi dan menggunakan alat pengecoh radar dan rudal seperti chaffs dan flares. Jika tembakan rudal jarak sedang pada pertempuran di luar jarak pandang Beyond Visual Range (BVR) bisa dihindari, maka penerbang harus bersiap untuk duel udara jarak dekat dimana pilihannya hanya berputar dan dogfight atau cepat menghindari arena (bug–out).
Keunggulan dalam dogfight sangat bergantung pada pengalaman dan keterampilan pilot, khususnya kelincahan tempur ketika terbang pada kecepatan udara minimum. Penerbang biasanya bermanuver pada arena keunggulan pesawat sendiri dibandingkan kemampuan pesawat lawan. Dogfight menjadi semacam kontes bertempur di kecepatan terbaik dengan tetap menjaga energi yang cukup. Pilot berusaha untuk menjaga kecepatan terbaik, dimana pesawat mampu berbelok dengan belokan maksimum dan pada radius belokan minimum, yang disebut corner velocity atau “kecepatan sudut”, biasanya antara 300 dan 400 knot tergantung desain pesawat.
Karena itu Dogfight tidak terjadi pada kecepatan supersonik namun pada kecepatan sudut. Pesawat “super maneuverable” F-22 Raptor masih dapat bermanuver lincah pada kecepatan kurang dari 100 knot sehingga dapat dengan cepat mengarahkan kanon Vulcan pada sasaran jika harus melaksanakan dogfight. Sementara pesawat F-15 Eagle harus menggunakan kecepatan sudut yang relatif tinggi untuk dapat cepat mengarahkan senjatanya.
Radar pesawat tempur modern dan rudal seperti AMRAAM sangat memungkinkan menembak jatuh lawan pada jarak jauh. Perang udara modern seperti Operasi Desert Storm dan sesudahnya menunjukkan peningkatan penggunaan rudal BVR. Keandalan rudal BVR, dan radar udara serta integrasi pesawat komando kendali seperti AWACS, telah menghasilkan gambar situasi ruang udara sehingga manajemen pertempuran udara memudahkan penembakan senjata BVR.
Namun sampai saat ini sekolah taktik udara US Navy (Top Gun) dan USAF (Fighter Weapon School) masih melatih taktik pertempuran udara jarak dekat. Produsen pesawat Rusia masih sangat menekankan kemampuan super maneuverability dalam desain pesawat tempur seperti Su-37 atau Su-30MKI menggunakan mesin thrust vectoring canggih yang mampu mendorong pesawat pada batas-batas kemampuannya sehingga memberikan keuntungan dalam pertempuran .
Saat ini kemajuan tehnologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) telah menghasilkan pertanyaan tentang relevansi apakah Dogfight dengan pesawat berawak manusia masih memunyai masa depan? Sebuah chip komputer dapat menahan gaya gravitasi lebih tinggi daripada pilot/manusia terhebat. Namun dalam kenyataannya pesawat tempur berawak dengan kemampuan manuver super masih terus dikembangkan oleh negara-negara maju untuk melengkapi arsenal perangnya. (Kol Pnb. Agung "Sharky" Sasongkojati)
Dalam Perang Dunia I pesawat awalnya digunakan sebagai alat observasi medan perang darat atau laut. Pesawat militer baru membuktikan nilai pentingnya saat bisa memergoki serangan rahasia Jerman ke Paris pada bulan kedua perang. Pertempuran udara pertama diyakini telah terjadi pada tanggal 28 Agustus 1914 ketika Norman Spratt menerbangkan Sopwith Tabloid bersenjata menjatuhkan sebuah pesawat Albatros CI dual seater Jerman.
Setelah senapan mesin dipasang ke pesawat, era pertempuran udara dimulai. Masalah terbesar adalah menembakkan senapan mesin melalui baling-baling. Roland Garros memecahkan masalah ini dengan memasang deflektor baja ke baling-baling pesawat monoplane Morane Saulnier-nya. Anthony Fokker, seorang desainer Belanda mendesain ”gigi sinkronisasi” tahun 1915 yang menghubungkan pemicu dari senapan mesin Maxim MG08 dengan putaran mesin, sehingga Jerman berhasil meraih keunggulan udara. Hal ini mengubah sejarah pertempuran udara dengan pesawat Fokker E.1 yang berjaya di medan Perang Udara Eropa.
Kedahsyatan arena duel udara meningkat seiring dengan keunggulan teknologi. Di awal perang belum ada taktik manuver duel udara. Oswald Boelcke adalah penerbang pertama yang menganalisis taktik perang udara dan menghasilkan seperangkat aturan yang dikenal sebagai “Dicta Boelcke” pada tahun 1916. Banyak konsep taktik Boelcke itu yang masih berlaku pada saat ini. Termasuk penggunaan posisi matahari, posisi ketinggian, serangan mendadak, dan memutar cepat untuk menghadapi ancaman.
Sejak PD II sejarah duel udara ke udara makin berkembang. Bahkan di era pesawat jet modern juga dapat berkembang menjadi dogfight. Sebuah pesawat tempur dapat menghindari rudal dengan membelok secara cepat pada maksimum gaya gravitasi dan menggunakan alat pengecoh radar dan rudal seperti chaffs dan flares. Jika tembakan rudal jarak sedang pada pertempuran di luar jarak pandang Beyond Visual Range (BVR) bisa dihindari, maka penerbang harus bersiap untuk duel udara jarak dekat dimana pilihannya hanya berputar dan dogfight atau cepat menghindari arena (bug–out).
Keunggulan dalam dogfight sangat bergantung pada pengalaman dan keterampilan pilot, khususnya kelincahan tempur ketika terbang pada kecepatan udara minimum. Penerbang biasanya bermanuver pada arena keunggulan pesawat sendiri dibandingkan kemampuan pesawat lawan. Dogfight menjadi semacam kontes bertempur di kecepatan terbaik dengan tetap menjaga energi yang cukup. Pilot berusaha untuk menjaga kecepatan terbaik, dimana pesawat mampu berbelok dengan belokan maksimum dan pada radius belokan minimum, yang disebut corner velocity atau “kecepatan sudut”, biasanya antara 300 dan 400 knot tergantung desain pesawat.
Karena itu Dogfight tidak terjadi pada kecepatan supersonik namun pada kecepatan sudut. Pesawat “super maneuverable” F-22 Raptor masih dapat bermanuver lincah pada kecepatan kurang dari 100 knot sehingga dapat dengan cepat mengarahkan kanon Vulcan pada sasaran jika harus melaksanakan dogfight. Sementara pesawat F-15 Eagle harus menggunakan kecepatan sudut yang relatif tinggi untuk dapat cepat mengarahkan senjatanya.
Radar pesawat tempur modern dan rudal seperti AMRAAM sangat memungkinkan menembak jatuh lawan pada jarak jauh. Perang udara modern seperti Operasi Desert Storm dan sesudahnya menunjukkan peningkatan penggunaan rudal BVR. Keandalan rudal BVR, dan radar udara serta integrasi pesawat komando kendali seperti AWACS, telah menghasilkan gambar situasi ruang udara sehingga manajemen pertempuran udara memudahkan penembakan senjata BVR.
Namun sampai saat ini sekolah taktik udara US Navy (Top Gun) dan USAF (Fighter Weapon School) masih melatih taktik pertempuran udara jarak dekat. Produsen pesawat Rusia masih sangat menekankan kemampuan super maneuverability dalam desain pesawat tempur seperti Su-37 atau Su-30MKI menggunakan mesin thrust vectoring canggih yang mampu mendorong pesawat pada batas-batas kemampuannya sehingga memberikan keuntungan dalam pertempuran .
Saat ini kemajuan tehnologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) telah menghasilkan pertanyaan tentang relevansi apakah Dogfight dengan pesawat berawak manusia masih memunyai masa depan? Sebuah chip komputer dapat menahan gaya gravitasi lebih tinggi daripada pilot/manusia terhebat. Namun dalam kenyataannya pesawat tempur berawak dengan kemampuan manuver super masih terus dikembangkan oleh negara-negara maju untuk melengkapi arsenal perangnya. (Kol Pnb. Agung "Sharky" Sasongkojati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar