Meski agak sulit mendapatkan informasi resmi, namun ada fakta yang
menunjukkan bahwa TNI juga memiliki meriam (PSU) penangkis serangan
udara yang berkategori heavy AA (anti aircraft). Maklum selama
ini publik lebih mengenal keberadaan meriam PSU paling banter di kaliber
sedang, seperti meriam S-60 kaliber 57 mm dan Bofors 40 mm. Meski bukan
lagi barang keluaran baru, nyatanya etalase alutsista Arhanud Marinir
TNI AL justru punya kaliber yang lebih dahsyat, yakni lewat tipe meriam
M1939 52-K yang berkaliber 85 mm.
Mengingat usianya yang tua, jika meriam ini masih aktif, tingkat
kesiapan senjata ini agak diragukan, tapi toh 52-K adalah legenda
tersendiri dalam jagad sista penangkis serangan udara. Bersama dengan
M1939 61-K, meriam 52-K punya reputasi tinggi selama Perang Dunia Dua.
Seperti halnya meriam 61-K, meriam 52-K hadir atas desakan kebutuhan
Arhanud Uni Soviet untuk menghalau gempuran bomber NAZI Jerman.
Prestasi meriam ini pun layak diacungi jempol, selama berlangsungnya
Perang Dunia Dua, total ada 4.047 pesawat Jerman yang dirontokkan oleh
kru meriam ini. Hitungannya, untuk menjatuhkan satu pesawat menghabiskan
598 peluru. Karena kalibernya yang besar dan bobot amunisi yang relatif
lebih berat, kecepatan tembak meriam ini hanya 10 -12 peluru per menit.
Sebagai perbandingan meriam K-61 yang juga dipakai Arhanud Marinir TNI
AL, kecepatan tembaknya bisa mencapai 60 peluru per menit. Meski begitu,
K-52 punya keunggulan dalam hal jangkauan tembak, dengan kecepatan
luncur proyektil 792 meter per detik, jarak tembak maksimum K-52 ini
mencapai 15.000 meter. Sementara jarak tembak efektif (dalam sudut
vertical) mencapai 10.500 meter. Dengan kemampuannya tersebut, wajar
bila meriam ini jadi momok yang menakutkan bagi pesawat tempur yang
terbang di ketinggian tinggi.
Dirunut dari sejarahnya, meriam K-52 dirancang oleh M. N. Loginov and
G. D. Dorokhin, dan kemudian diproduksi dalam rentang 1939 hingga 1945.
Keberadaan meriam ini di Indonesia diperkirakan terkait dengan kampanye
operasi Trikora di awak tahun 60-an. Selain Indonesia, populasi meriam
ini cukup merakyat di negara-negara sekutu Soviet, meski sebagian telah
mengganti ke kaliber 100 mm.
Yang menarik dari meriam K-52 adalah pada larasnya yang mengambil
basis laras pada tank. Dengan bobot total 4,5 ton, soal kelincahan
memang tak terlalu maksimal, namun K-52 tetap dapat berputar 360 derajat
dengan gerakan sudut elevasi laras antara -3 hingga 82 derajat. Pola
pengisian amunisi tidak seperti meriam S-60, Bofors 40 mm dan 61-K yang
menggunakan cartridge, di 52-K pengisian amunisi mengusung pola vertical sliding wedge. Sedangkan untuk mengantisipasi efek tolak balik dari laras menggunakan hydraulic buffer.
Tidak diketahui persis, apakah meriam ini masih operasional atau
tidak, namun dari foto yang ada, meriam K-52 setidaknya pernah digunakan
Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarharlan) TNI AL. (Haryo Adjie)
Spesifikasi M1939 K-52
– Kaliber : 85 mm (3.34 inchi)
– Panjang laras: 55 Cal
– Berat: 4.500 kg
– Panjang keseluruhan: 7,05 meter
– Lebar: 2,15 meter
– Tinggi: 2,25 meter
– Elevasi laras: -3 hingga 82 derajat
– Jarak tembak maksimum: 15.500 meter
– Jarak tembak efekif: 10.500 meter
– Jumlah awak: 7 orang
– Kaliber : 85 mm (3.34 inchi)
– Panjang laras: 55 Cal
– Berat: 4.500 kg
– Panjang keseluruhan: 7,05 meter
– Lebar: 2,15 meter
– Tinggi: 2,25 meter
– Elevasi laras: -3 hingga 82 derajat
– Jarak tembak maksimum: 15.500 meter
– Jarak tembak efekif: 10.500 meter
– Jumlah awak: 7 orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar