Prestasi orang Indonesia di Jepang memang luar biasa. Salah satu
bukti adalah Prof Dr Josaphat Tetuko Sri Sumantyo lulusan Universitas
Chiba yang saat ini sebagai Full Profesor di sana dan memiliki sendiri
laboratorium dengan nama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory
(JMRSL) di universitas tersebut. Kali ini kerja sama dengan PT Bimasena
dengan dana 24 juta yen.
“Kita membuat pesawat tanpa awak
(unmanned arial vehicle) atau UAV dengan Bimasena diperkirakan tahun ini
bisa diluncurkan karena prototipnya selesai. UAV ini bisa untuk
pemetaan bencana, hutan, monitoring wilayah dan sebagainya, bahkan bisa
mengetahui adalanya illegal fishing,” katanya khusus kepada
Tribunnews.com, Selasa(4/8/2015).
Dengan menggabungkan antara
Synthetic Apperture Radar (SAR) dan sistem traking otomatis Automatic
Identification System (AIS) maka siapa pun bisa melihat adanya sebuah
kapal itu benar atau tidak. Kalau kapal tak kelihatan AIS nya maka itu
kapal ilegal. Atau kapal yang kode AIS nya beda tentu itu juga kapal
ilegal.
Teknologi
radar, UAV tersebut dibuatnya sendiri, sehingga tahun 1995 Josaphat
telah berhasil membuat radar bawah tanah ciptaannya sendiri dan
meluncurkan pesawat tanpa awak, yang kini disebut (populer) dengan nama
Drone.
“UAV ini saya buat sendiri. Tentu diajarkan pula
penggunanya nanti segala hal mengenai safetynya bagaimana mengoperasikan
mengolah citra radar dan aplikasinya. Kalau jatuh ya repot juga. Satu
unit UAV 20 juta yen untuk pengembangan, kalau kini 10 juta yen untuk
cetak ulangnya,” jelasnya lagi.
Pesawat tanpa awak Josaphat ini
bisa mengarungi wilayah sejauh 700 kilometer atau antara
Jakarta-Surabaya dengan ketinggian sekitar 7 kilometer sehingga bisa
mengabadikan foto dunia yang bulat.
“Kalau UAV saat ini butuh
lepas landas sekitar satu kilometer. Nantinya, masih dikembangkan dengan
dana Bimasena pula, bisa lepas landas vertikal,” tambahnya.
Teknologi yang ditemukan dan digunakannya sendiri juga dimanfaatkan oleh TNI Angkatan Darat dan Angkatan Udara Indonesia.
Selain
itu jaringan Josaphat yang menggunakan teknologinya juga Nihon Musen
yang akan melakukan test flight di Indonesia dalam bulan Agustus ini.
Lalu juga JAXA badan antariksa luar angkasa Jepang juga menggunakan
teknologinya, Wheaternews Inc.
untuk cuaca dengan biaya
pengembangan 3 tahun lalu 100 juta yen, Universitas Hokkaido, serta
Universitas Kyushu juga menggunakan teknologi anak bangsa ini yang
berdomisili di Chiba Jepang dan Bandung Indonesia dan kini memiliki 10
staf serta murid-murid didiknya di Universitas Chiba.
Tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar