Selasa, 03 November 2015

Indonesia Masih Pikir Pikir Beli 32 Jet Tempur Su-35

  Su-35 diakui Amerika sebagai jet tempur paling kuat saat ini
Su-35

Pemerintah Indonesia masih pikir-pikir dan belum membuat keputusan akhir soal rencana pembelian 32 pesawat jet tempur Rusia, Sukhoi Su-35. Indonesia belum terlibat negosiasi dengan Rusia soal rencana pembelian pesawat tempur canggih Kremlin itu.

Pada bulan September lalu, Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu, mengatakan bahwa Indonesia siap memutuskan untuk mengganti pesawat jet tempur buatan Amerika Serikat (AS), Northrop F-5 Tiger II, dengan pesawat jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

Direktur Kerjsama Internasional Kementerian Pertahanan Indoneisa, Jan Pieter Ate, kepada media Rusia, RIA Novosti, pada Senin (2/11/2015) mengatakan bahwa Indonesia memang tertarik untuk membeli 32 pesawat canggih Rusia itu. Hanya saja, keputusan tentang pemasokannya belum dibuat.

Jan Pieter melanjutkan, bahwa menurut hukum Indonesia, kontrak untuk pembelian persenjataan asing harus memerlukan transfer teknologi minimal 35 persen ke Indonesia. Perjanjian soal transfer teknologi itu masih dibahas lagi dengan Rusia.

Bulan lalu, Pusat Analisis Perdagangan Senjata Dunai yang berbasis di Moskow, mengutip sumber-sumber terkait melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan Barat telah mengintensifkan upaya mereka untuk membujuk Indonesia agar membeli pesawat mereka. Hal itu terjadi setelah Indonesia mengumumkan keputusan akan membeli pesawat jet tempur Rusia, Su-35.

Su-35 merupakan pesawat tempur Rusia yang pertama kali diperkenalkan kepada khalayak asing pada tahun 2013 di Paris Air Show. Pesawa itu merupakan pesawat jet tempur generasi empat yang merupakan upgrade dari pesawat tempur multirole Su-27.

Sindonews.com

Sabtu, 31 Oktober 2015

GPS Jammer TNI AL: Pengacau Sinyal Satelit, Mampu Gagalkan Serangan Rudal dan Pointing Target

corvette_ship

Baru-baru ini ada pemberitaan seputar pelatihan awak personel KRI dalam mengoperasikan GPS (Global Positioning System) jammer yang berlangsung di Lantamal Surabaya, 28 – 30 Oktober 2015. GPS jammer, meski kedengaran canggih, tapi sejatinya telah diadopsi di kapal perang TNI AL sejak tahun 2010. Dan hingga kini ada sekitar 10 kapal perang Satkor (Satuan Kapal Eskorta) yang dilengkapi GPS jammer.

Sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan operasi, peran GPS jammer tak lagi sebatas media pengacau sinyal pada serangan rudal anti kapal, melainkan juga upaya menganggu sinyal satelit GPS yang digunakan untuk pointing terhadap target.

Tak bisa dipungkiri, hingga kini GPS mengambil peran stragetis dalam sisi kehidupan sipil dan militer. Di lingkup militer, keberadaan GPS tak melulu dikenal sebagai alat navigasi di kapal perang dan pesawat udara, lagi-lagi koordinat yang berasal dari GPS juga digunakan untuk pointing (penentuan) posisi target yang akan dihancurkan oleh rudal berkemampuan jelajah. Saking pentingnya penggunaan GPS, maka pihak lawan pun tak bisa dipungkiri melakukan hal yang sama terhadap kita.

KRI Hassanudin 366, salah satu korvet SIGMA TNI AL yang dilengkapi GPS jammer.
KRI Hassanudin 366, salah satu korvet SIGMA TNI AL yang dilengkapi GPS jammer.

Nah, untuk mencegah lawan mengetahui posisi keberadaan kapal perang TNI AL, maka hadirlah ‘perisai elektronik’ yang disebut GPS jammer. Perangkat GPS jammer yang berfungsi untuk melaksanakan jammer terhadap frekuensi GPS dari satelit sehingga perangkat GPS tidak bisa menerima sinyal GPS dari satelit. Hal ini mengakibatkan perangkat GPS tidak dapat mentransmisikan data positioning, navigation and timing (PNT) yang dibutuhkan oleh perangkat navigasi lain seperti radar, ECDIS (Electronic Charts and Display Information System), AIS (Automatic Identification System), speedlog, dan gyro navigasi. Data PNT tersebut juga sangat dibutuhkan untuk integrasi dengan perangkat Sensor Weapon and Command (sewaco) yang ada di kapal perang serta sistem senjata yang ada.

large

Dalam simulasi pertempuran, keberadaan rudal anti kapal seperti Yakhont dan Exocet menjadi lumpuh bila tak mendapat asupan informasi tentang pointing koordinat kapal perang lawan, bila nyatanya kapal laman berhasil melaksanakan GPS jamming.

Penggunaan perangkat GPS jammer di TNI Angkatan Laut, khususnya di Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) dimulai pada awal tahun 2010 dengan dikirimkannya beberapa personel TNI AL untuk mempelajari doktrin navigation warfare dan aplikasi untuk militer di beberapa negara Eropa. Pada tahun 2011
dimulai pemasangan peralatan tersebut pada dua korvet SIGMA Class KRI Diponegoro 365 dan KRI Sultan Hassanudin 366 serta dilaksanakan pengujian terhadap fungsi peralatan tersebut pada tahun yang sama.

Pada latgab yang dilaksanakan oleh tiga angkatan, peralatan GPS jammer resmi digunakan dalam satu latihan operasi militer dan mampu membuktikan bahwa peperangan navigasi merupakan salah satu bagian dari peperangan elektronika yang mampu memberikan efek hilangnya data posisi, navigasi dan referensi waktu bagi suatu pesawat militer yakni dengan berhasil dilaksanakan surface jamming terhadap KRI lain dalam radius 60 km. Dan hebatnya mampu melaksanakan air jamming terhadap dua pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30MK2 TNI AU pada jarak antara 80 km sampai dengan 120 km dengan ketinggian sampai dengan 12 km.

Jet tempur kebanggaan, Sukhoi Su-30MK2 juga telah menjadi korban GPS jamming.
Jet tempur kebanggaan, Sukhoi Su-30MK2 juga telah menjadi korban GPS jamming.

Dalam sejarahnya, penggunaan dan aplikasi perangkat GPS jammer dalam peperangan navigasi mulai terungkap dengan adanya beberapa laporan perihal hilangnya sinyal GPS di perairan Norwegia pada awal tahun 2002 yangmengakibatkan terjadinya beberapa kesalahan navigasi pada kapal pengangkut barang sehingga beberapa kapal pengangkut barang tersebut karam/kandas. Kemudian berlanjut dengan adanya laporan di pelabuhan San Diego pada tahun 2007, seluruh data GPS pada daerah tersebut hilang selama dua jam. Hal ini mengakibatkan seluruh proses dipelabuhan terhenti dan seluruh jaringan komunikasi tidak berfungsi serta beberapa perindustrian mengalami kegagalan produksi.

Mengemban peran sebagai pointing terhadap sasaran, GPS reciever harus mengunci sinyal minimal tiga satelit untuk menghitung posisi 2D (latitude dan longitude) dan track pergerakan. Jika GPS receiver dapat menerima empat atau lebih satelit, maka dapat menghitung posisi 3D (latitude, longitude dan altitude). Jika sudah dapat menentukan posisi pengguna, selanjutnya GPS dapat menghitung informasi lain, seperti kecepatan, arah yang dituju, jalur, tujuan perjalanan, jarak tujuan, matahari terbit dan matahari terbenam serta masih banyak lagi. (Dikutip dari Jurnal Nasional Teknik Elektro – Maret 2015)
 
 

Kamis, 29 Oktober 2015

Sumpah Pemuda dan Kepak Sayap Pesawat N219

Sumpah Pemuda dan Kepak Sayap Pesawat N219
Pesawat N219 buatan Lapan dan PT Dirgantara Indonesia (www.indonesiadefensenews.blogspot.com)


Sumpah pemuda tahun ini menjadi ajang untuk menunjukkan kemampuan anak bangsa. Salah satunya dengan memamerkan kesuksesan produksi pesawat dalam negeri, N219. Meski hanya memiliki kemampuan daya angkut 19 penumpang namun pesawat ini dianggap mampu membuka pintu sejarah bagi industri pesawat dalam negeri.
 
Pesawat N219 telah dipamerkan hari ini, seiring dengan International Seminar On Aerospace Science Technology (ISAST) di Kuta, Bali. Perkenalan pesawat ini sesuai rencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang memang menggunakan momentum Sumpah Pemuda untuk memperkenalkannya kepada publik.

Dikatakan Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan Setyo Prabowo, pesawat ini akan dipasarkan pada 2017, namun baru sebatas pasar lokal karena kebutuhan dalam negeri sendiri cukup tinggi. Pesawat ini ditujukan untuk feeder antarbandara kecil atau perintis, seperti yang terdapat di Indonesia Timur, atau Kalimantan. Rute terbangnya, diklaim Gunawan bisa mencapai radius 5.000 kilometer, seperti dari Cilacap ke Bandung, atau Jakarta ke Purwokerto.

“Pernah juga digunakan uji coba terbang dari Irian ke Sulawesi. Tapi jarak itu untuk ukuran keamanan penerbangan saja. Kalau mau lebih jauh sebenarnya bisa asal sering berhenti,” kata Gunawan kepada VIVA.co.id, Rabu 28 Oktober 2015.

Dilansir dari situs Lapan, Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lapan, Dr. Rika Andiarti, menyatakan jika institusinya, bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), memang telah berkomitmen kepada presiden dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk melaksanakan roll out pada tanggal 28 Oktober 2015, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Pada acara tersebut, komponen airworthiness N219 akan ditampilkan. Komponen tersebut terdiri dari fuselage, wing, ethernet dan control services, serta komponen class one mockup.

“Pengembangan N219 ini bukan hanya bertujuan untuk membangun pesawat transport, melainkan juga untuk menumbuhkembangkan industri kecil Indonesia di bidang penerbangan. Dalam pembuatan N219, tool dan panel jig-nya merupakan hasil produksi industri kecil di Bandung dan Jawa tengah,” tutur Rika.

Dipenuhi Komponen Murni Buatan Dalam Negeri
Dipaparkan Rika, pembuatan pesawat ini terus diupayakan untuk menggunakan komponen dalam negeri. Sesuai target awal, kata dia, prototipe pesawat N219 akan memenuhi 40 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun mendatang, TKDN akan ditingkatkan menjadi 60 persen.

“Hal ini sejalan dengan dukungan dan semangat dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Industri Komponen guna mempersiapkan Airframe Part (Komponen Pesawat Terbang) buatan dalam negeri,” kata dia.
N219 sendiri merupakan hasil kerja sama Lapan yang melibatkan PT DI sebagai pihak yang memproduksi. Selain menumbuhkan industry pesawat dalam negeri, pihak Lapan juga ingin membangkitkan kembali perusahaan produsen pesawat kebanggaan Indonesia, PT DI.

"Ini sebetulnya pesawat yang jauh lebih sederhana. Misi kami sesungguhnya adalah menghidupkan kembali PT DI. Murni tidak ada campur tangan asing. Tidak seperti N250 yang masih menggunakan konsultan asing, N219 murni Indonesia,” ujar Gunawan.
Dipaparkan Gunawan, dengan modal riset Rp200 miliar, Lapan dan PT DI akan memproduksi sekitar 250 unit pesawat N219. Harga per unitnya dibanderol sekitar Rp50 sampai Rp54 miliar. Itu disebutnya sebagai nilai yang cukup kompetitif karena saat masuk ke pasar pada 2017 nanti, N219 harus berhadapan dengan pesawat lain buatan China. Gunawan optimis jika N219 bisa mengangkat nama Indonesia di kancah industri dunia karena Lapan dan PT DI mengaku sangat serius menggarap pesawat tersebut. Bahkan dalam satu tahun, diungkap Gunawan, PT DI bisa memproduksi 12 unit pesawat N219, atau satu bulan satu pesawat.

“April tahun depan kami akan melakukan first test flight. Setelah itu sertifikasi turun. Sekarang pesawatnya sudah ready, utuh dengan sistem lengkap. Bahkan sudah ada pemesanan, sekitar 75 unit dari Lion Air, Aviastar, dan beberapa institusi pemerintah daerah,” kata Gunawan.
Ke depannya, jika pesawat ini laku di pasar, kata dia, Lapan akan melanjutkan dengan produksi N245. Namun harus dengan perhitungan yang matang, termasuk ancaman competitor.
“Investasi di pesawat itu tinggi. Kalau tidak dihitung nanti seperti apa dipasar, laku kebeli atau tidak. Kalau lancar, kita lanjut ke N245. Jika misalnya N219 dipasarkan tahun 2017, terus penjualannya bagus, kita langsung buat N245. Lapan sudah buat programnya. Nanti N245 memiliki kapasitas 45 orang dan lebih besar dari sebelumnya, kemungkinan bisa dipasarkan di 2019,” kata Gunawan.

Spesifikasi Lengkap N219
Dikatakan Gunawan, pesawat ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi perintis di Indonesia Timur, tepatnya wilayah-wilayah yang tidak bisa ditempuh dengan jalur darat dan laut. Pasalnya, di kawasan Indonesia Timur ada kebutuhan pesawat untuk mendarat di daerah pegunungan, landing dan takeoff yang pendek, serta memiliki fasilitas rendah. Itulah yang akan menjadi fokus pelayanan N219.

“N219 bisa dikonversi untuk beberapa kepentingan. Bisa diubah ke model amfibi, militer, transport, kargo, juga bisa untuk pemadam kebakaran. Tetapi yang lebih penting, pesawat ini ditujukan untuk pemenuhan transportasi perintis di Indonesia Timur. Materinya campur-campur. Ada alumunium seri 2 dan 6. Untuk sementara bahan-bahan tersebut diimpor dari luar, tetapi dimanufaktur di sini,” kata dia.

N219 ini diharapkan bisa menggantikan pesawat Twin Otter yang sempat populer di era 1970-1980. Sayangnya pesawat jenis ini telah usang. Tidak diproduksi lagi, meski beberapa kerap masih ditemui di Indonesia.

Huruf N dalam nama itu adalah Nusantara, menunjukkan bahwa desain, produksi dan seluruh perhitungan dikerjakan di Indonesia. Pesawat N219 merupakan pesawat baru, tidak meniru jenis pesawat manapun.  Bobot bersih pesawat ini 4,7 ton. Telah memenuhi unsur pesawat kecil menurut  standar FAR 23. Bisa menjangkau jarak maksimal 1.111 kilometer. Kurang lebih sama dengan jarak terbang Jakarta ke Balikpapan.


Giraffe AMB: Generasi Penerus Radar Giraffe 40 Arhanud TNI AD

giraffeamb2340x1716test

Nama Giraffe punya arti penting dalam sejarah kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI AD. Pasalnya inilah radar dengan peran pemandu rudal hanud MANPADS (Man Portable Air Defence System) pertama yang dimiliki TNI. Dirunut dari kehadirannya di Indonesia, radar ‘jerapah’ ini hadir bersamaan dengan paket rudal Bofors RBS-70 pada tahun 1985. Pada periode yang sama juga hadir alutsista rudal Rapier buatan British Aerospace, Inggris.

giraffe-radar-liander_2340_1316

Bila ‘nasib’ Rapier kini telah masuk masa purna tugas, lain halnya dengan rudal RBS-70. Meski konon tinggal tiga pucuk launcher yang masih aktif, sista buatan Saab Bofors Swedia ini hingga kini masih dioperasikan satuan Arhanudri TNI AD. Bahkan PT Pindad bersama Saab tengah melaksanakan program upgrade pada RBS-70 TNI AD. Meski usianya tak bisa dibilang muda, RBS-70 masih mendapat kepercayaan tinggi, dibutkikan dari deploy rudal ini sebagai perangkat pertahanan pada salah satu ajang penting berskala internasional di Bali beberapa tahun lalu.

Giraffe_AFB-radar

Gelar RBS-70 tentu tak lepas dari keberadaan radar Giraffe yang telah menjadi paket duetnya. Versi Giraffe yang digunakan TNI AD saat ini adalah Giraffe 40 yang dibuat semasa perusahaan bernama Ericsson Microwave Systems AB. Dengan antena radar setinggi 13 meter, Giraffe 40 dapat menyapu area sejauh 40 Km. Kemampuan dari radar ini dapat diintegrasikan dengan instrumen IFF (Identification Friend or Foe) subsistem MK XII dan dapat mendeteksi target yang bergerak di ketinggian rendah hingga target di ketinggian 10 Km. Radar ini dapat mengunci 9 sasaran sekaligus. Lebih detai tentang radar Giraffe yang telah digunakan Arhanud TNI AD, silahkan klik pada judul dibawah ini.

Radar Giraffe 40 milik Arhanud TNI AD. Foto: Indonesia_military
Radar Giraffe 40 milik Arhanud TNI AD. Foto: Indonesia_military

Perpaduan Giraffe AMB dengan rudal RBS-70 NG.
Perpaduan Giraffe AMB dengan rudal RBS-70 NG

Nah, seiring modernisasi dan usia perangkat yang sudah tua, adalah wajar bila Giraffe diganti dengan radar yang lebih baru, yang punya kemampuan deteksi lebih handal. Arhanud TNI AD yang punya etalase beragam rudal MANPADS, kini juga mempunyai radar sejenis Giraffe, diantaranya ada Mistral Coordination Post untuk rudal Mistral, Mobile Multibeam Search Radar (MMSR) untuk rudal Grom, dan CONTROLMaster200 untuk rudal Starstreak. Secara usia radar-radar diatas lebih anyar dan teknologinya lebih maju dari Giraffe 40.

Ilustrasi coverage Giraffe AMB
Ilustrasi coverage Giraffe AMB

Melihat masih dipercayanya RBS-70 oleh TNI AD, membuka peluang pihak pabrikan untuk menawarkan generasi lanjutan RBS-70, yakni RBS-70 NG (Next Generation), plus tentunya menawarkan pula radar Giraffe generasi baru, Giraffe AMB (Agile Multi Beam) Multi Mission Surveillance System. Giraffe AMB oleh pihak Saab dirancang sebagai platform radar yang kompak, Kompartemen kendali dan operasi serta ukuran tiang dan kubah kotak radarnya telah ditentukan setara persis dengan ukuran kontainer delapan kaki. Sebagai platform truk pengusung, bisa dipilih dari merek Volvo atau MAN.

bamse_11

Giraffe AMB yang dapat beroperasi di segala cuaca ini dapat digelar dalam waktu yang relatif cepat. Dari mulai kendaraan tiba di lokasi yang ditentukan, hanya diperlukan waktu 10 menit, maka kalkukasi pertahanan sudah dapat tersaji di layar monitor.

Bila Giraffe 40 hanya mampu mengendus target dari jarak 40 km, maka Giraffe AMB mampu mendeteksi sasaran dari jarak 120 km. Radar berkemampuan 3D phased array, digital beam forming ini beroperasi pada frekuensi C (G/H) band. Sudut elevasi radar mencapai 70 derajat dengan kecepatan putaran antena mencapai 60 RPM. Radar yang dioperasikan dua operator ini secara simultan dapat mendeteksi 9 sasaran sekaligus.

Dilihat dari langkah TNI AD yang lebih memilih upgrade RBS-70 ketimbang membeli RBS-70 NG, maka ada peluang menawarkan Giraffe AMB ke Indonesia, mengingat Giraffe 40 yang digunakan saat ini sudah usang. Selain dioperasikan AD Swedia, Giraffe AMB juga telah digunakan oleh Estonia, AU Perancis, Singapura, Thailand, dan Inggris. (Gilang Perdana)
 
 

Selama Saya Panglima, Perpres TNI Tak Akan Pernah Ada

  1

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membantah adanya pembuatan peraturan presiden yang memperluas wewenang TNI. “Jadi, saya tegaskan, itu tidak ada dan hanya direkayasa,” kata Jenderal Gatot seusai peresmian simbolis perumahan prajurit TNI di Kompleks Batalyon Kavaleri 7, Jakarta, 28 Oktober 2015.

“Selama saya menjadi panglima TNI, perpres itu tidak akan pernah ada,” ucap Panglima TNI.

Jenderal Gatot berujar, perluasan yang dimaksud adalah mengenai organisasi kenaikan jabatan. “Bukan pembesaran organisasi, tapi jabatan organisasi, karena beban tugas itu beda,” tuturnya.


Panglima TNI menjelaskan, yang diminta TNI meliputi organisasi TNI, seperti badan intelijen strategis yang dijabat bintang dua diusulkan menjadi bintang tiga. Selain itu, jabatan akademi militer yang dijabat bintang dua dinaikkan menjadi bintang tiga. “Tapi perpres (perluasan wewenang) tidak ada. Wong itu tidak ada dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004,” katanya.

Wacana perpres ini, menurut dia, mungkin muncul dari beberapa oknum yang menulis dan membahasnya menjadi obrolan warung kopi. “Niat pun tidak ada. Tugas TNI dalam UU TNI sudah diatur,” ucapnya.

Sebelumnya, muncul wacana pembahasan penerbitan perpres yang memperluas wewenang TNI dalam menjaga keamanan. Beberapa pihak menganggap ini akan mengembalikan TNI seperti masa Orde Baru.

TEMPO.CO

Rabu, 28 Oktober 2015

TNI AD Raih Juara Umum Terjun Payung di Malaysia

Ilustrasi (ist)
Ilustrasi (ist)

Tim terjun payung TNI AD meraih gelar juara umum dalam kejuaraan terjun payung di Malaysia, dalam gelaran bertajuk The Trengganu Challege Parachuting Championship and Malaysian Armed Forces Parachuting Championship Closed 2015.

Informasi tertulis dari Dinas Penerangan Korps Pasukan Khusus TNI AD, diterima di Jakarta, Selasa, empat dari lima nomor perorangan dan tim yang diperlombakan disapu-bersih tim terjun payung gabungan TNI AD ini.

TNI AD berhasil memperoleh empat emas, satu perak, dan satu perunggu. Mereka menyingkirkan 28 tim dari Malaysia dan tim-tim lain yang berlaga. Dalam perlombaan tersebut, TNI AD menerjunkan 22 atlet terjun payung dalam lomba yang digelar sejak 19 September dan ditutup pada Senin (26/10).

Sebelumnya pada bidang lain, yaitu ketepatan menembak, militer Indonesia pernah menjadi juara umum dalam lomba menembak di Australia dan menyingkirkan peserta dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Pasukan Bela Diri Jepang, dan lain-lain.

Senjata organik buatan PT Pindad yang digunakan tim TNI, saat itu, sampai sempat “dicurigai” panitia pelaksana dan tim-tim yang ikut berlomba.

”Tujuan mengikuti kejuaraan di Malaysia untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan para atlet terjun bebas baik sport maupun military didunia Internasional khususnya dikawasan Asia tenggara,” ujar Kepala Dinas Penerangan Komando Pasukan Khusus TNI AD, Mayor Infantri Achmad Munir.

Sebagai pemenang, hadiah diserahkan langsung oleh Panglima Tentara Darat Malaysia, Jenderal Tan Sri Raja Mohammed Affandi bin Raja Mohammed, kepada Komandan Kontingen PTPAD, Mayor Infantri Frangki Susanto.

Nomor-nomor yang diperlombakan itu adalah tim akurasi sport, perorangan akurasi sport, kerja sama di udara, tim akurasi militer, dan kerja sama payung di udara.(Antara)

Super Drone TNI AD: Andalkan Tangki Bahan Bakar Cadangan dan Kendali via BTS


3565_2672_28-Juni-ok--JKT1--BoksPesaw

Meski belum resmi dipinang, masing-masing matra di TNI punya andalan drone atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle), ada yang sudah operasional seperrti Wulung oleh Skadron Udara 51, tapi ada yang masih prototipe, seperti serial LSU (LAPAN Surveillance UAV) dan OS Waifanusa yang ‘dekat’ dengan litbang TNI AL. Lantas, bagaimana dengan TNI AD? Matra darat tentu telah merilis beberapa tipe drone, termasuk flapping wing (robot burung) dan quadcopter yang dipersenjatai. Lain dari itu, TNI AD tak ingin ketinggalan dengan merilis prototipe Super Drone, yakni jenis UAV pesawat udara propeller.

Sosok Super Drone resmi diperkenalkan oleh mantan KSAD Jenderal Budiman di Jakarta pada 7 April 2014. Seperti halnya pada pengembangan Robot Terbang Flapping Wing (RTFW), Litbang TNI AD juga menggandeng Universitas Surya dalam proyek Super Drone ini. Dari sisi sistem kendali dan navigasi, Super Drone setali tiga uang dengan Wulung, LSU-02 dan LSU-05. Hanya saja, ada kabar bahwa nantinya navigasi dan kendali Super Drone ditambahkan dengan dukungan teknologi Open Base Transceiver System (BTS) yang penggunaannya dapat untuk memantau perbatasan. Selain itu, segera akan digunakan combine open BTS UAV untuk pengamanan perbatasan. Terkait implementasi peran BTS operator seluler dalam gelar operasi drone, dapat Anda lihat pada judul artikel di bawah ini.

t3z99LWGeM246776_kepala-staf-tni-ad-jenderal-budiman_663_382EBNsH2q0VJ

Prototipe SuperDrone yang di cat warna hijau tua mempunyai bentang sayap selebar 6 meter dan panjang bodi 4 meter. Material drone dipilih dari bahan serat karbon. Keunikan Super Drone dibanding rekan-rekannya sesame drone besutan dalam negeri adalah adanya tangki bahan bakar cadangan yang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri sayap utama. Total Super Drone dapat membawa muatan 20 liter bahan bakar. Alhasil Super Drone dijagokan dapat terbang dengan endurance antara 6 – 9 jam, atau satu jam lebih unggul dibanding LAPAN LSU-05.

Namun untuk urusan jarak jelajah, prototipe Super Drone masih terbatas di 100 Km. Boleh jadi terbatasnya jangkauan terbang karena sistem transmisi radio ke GCS (Ground Control Station) yang belum sepadan dengan Wulung UAV. Dari sisi payload, Super Drone dengan bobot total 120 kg dapat membawa muatan 45 kg yang bisa diisi kelengkapan sensor dan kamera, seperti kamera thermal. Menjadikan Super Drone dapat mengudara setiap saat, termasuk di malam hari.

Super Drone telah diuji coba terbang di wilayah Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat. Mungkin karena dipandang sebagai cikal bakal alutsista TNI AD yang bernilai strategis, informasi tentang spesifikasi Super Drone ini memang belum dirilis lengkap ke publik. Diantara peran penting yang dijagokan untuk Super Drone adalah peran penindakan, dua tanki bahan bakar pada sayap bisa saja kedepan diganti dengan bom. Sehingga dapat membantu misi BTU (Bantuan Tembakan Udara) bagi pasukan infanteri.

UAV Smart Eagle II
UAV Smart Eagle II

Bila diperhatikan sekilas, Super Drone TNI AD mirip dengan UAV Smart Eagle II besutan PT. Aviator Teknologi Indonesia. Kemiripan nampak pada desain sayap belakang. Smart Eagle II (SE II) dibuat guna kepentingan intelijen negara. Drone ini menggunakan mesin 2 tak 150 cc, SE II mampu terbang hingga 6 Jam. Dilengkapi dengan colour TV Camera, Smart Eagle II mampu beroperasi di malam hari dengan menggunakan Therman Imaging (TIS) kamera untuk penginderaannya. (Bayu Pamungkas)
 
Indomil.