Rabu, 14 Oktober 2015

Program 'Bela Negara,' Apa Perlu?

Program 'Bela Negara,' Apa Perlu?
Prajurit TNI AD memperagakan demo Yongmoodo saat Peringatan HUT ke-70 TNI di Dermaga Indah Kiat, Merak, Cilegon, Banten, Senin (5/10/2015) (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Kementerian Pertahanan mencanangkan program pendidikan dan pelatihan bagi 4.500 warga sipil di 45 kabupaten/kota dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan kader pembina bela negara. Sebanyak 100 juta warga negara ditargetkan akan menjadi kader dalam proyek yang akan dibuka resmi secara serentak pada 19 Oktober 2015 tersebut.

"Ini bukan wajib militer. Pembentukan ini untuk melahirkan warga negara yang siap guna menyongsong Indonesia yang kuat di tengah kompleksitas berbagai bentuk ancaman nyata," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kantor Kementerian Pertahanan, Senin 12 Oktober 2015.

Gagasan ini pun tak pelak menuai kontroversi. Sejumlah pihak banyak menyamakan bila konsep ini mirip dengan wajib militer dan sebagian lagi menilainya sebagai sebuah kebijakan yang belum patut menjadi prioritas.

Ide Lama
Sekadar mengingatkan, hampir tiga tahun silam. Dewan Perwakilan Rakyat memang tengah menggodok sebuah Rancangan Undang-Undang bernama Komponen Cadangan Negara.

Dalam RUU itu mencantumkan perihal wajib militer bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hajriayanto Thohari, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014, kala itu menyambut baik RUU tersebut.

Hal itu menurutnya memang sudah termaktub dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000. "Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam bela negara," kata Hajriyanto saat itu. [Baca Juga: Pimpinan MPR Setuju Wajib Militer]

Dalam konsepnya,RUU Komponen Cadangan Negara ini merencanakan agar ada pendidikan selama lima tahun bagi seluruh warga yang diikutsertakan. Praktiknya, para peserta akan dibekali dengan ilmu ketentaraan dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan ketahanan negara.

Selama beberapa waktu, para peserta akan dibekali dengan sejumlah pelatihan. Seluruh biaya dan segala operasional yang keluar dari peserta seluruhnya akan menjadi tanggungan negara.

Singkatnya, seluruh warga sipil ini hendak dicetak menjadi cadangan militer saat terjadi perang. Atau dengan kata lain menjadi kelompok yang sewaktu-waktu bisa dimobilisasi oleh presiden dengan status sebagai kombatan di tiga matra (Angkatan Darat, Udara dan Laut).

""Karena keberadaan mereka (peserta wajib militer) memiliki efek gentar bila jumlah pasukan kita besar," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan M Hutabarat kala itu.

Hak dan Kewajiban
Tahun ini, wacana 'wajib militer' atau dengan bahasa kekiniannya Bela Negara kembali didengungkan oleh pemerintah. Meski masih terus menuai kritik, wacana ini akan terus digulirkan.

Ryamizard mengklaim konsepsi bela negara yang digulirkannya tak sesempit yang diperkirakan banyak pihak. Menurutnya ini bukan cuma soal mengangkat senjata, namun juga kepada upaya membangun dan menumbuhkan sikap disiplin nasional.

Meningkatkan motivasi, menggalang solidaritas dalam menghadapi bencana dalam skala kecil maupun besar, meningkatkan kualitas kebersamaan dan mengurangi potensi konflik.

"Pancasila menjadi pilar utamanya. (Karena itu) Semuanya perlu ditata tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara. Untuk itulah dibentuk kader bela negara," kata Ryamizard. [Baca juga: Bela Negara Akan Masuk Kurikulum Sekolah]

Secara keseluruhan konsepsi bela negara yang digaungkan di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla tahun ini, akan disasarkan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Namun porsi dan teknis pendidikan bela negaranya akan disesuaikan dengan peserta pendidikan. Di tingkat sekolah hingga universitas, komponen bela negara akan dicantumkan dalam kurikulum pendidikan dengan bentuk berupa materi ajar yang berkaitan dengan kenegaraan dan doktrin nasionalisme ke-Indonesia-an.

Menurut Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan Laksamana Pertama Muhammad Faizal mengutip dalam konstitusi melalui pasal 27 ayat 3 UUD 1945 memang mengatur setiap warga negara untuk berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Implementasinya seperti dijabarkan dalam UU nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dapat diwujudkan dalam empat cara yakni pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian secara sukarela oleh prajurit TNI dan pengabdian sesuai profesi masing-masing warga.

"(Jadi) Ini bukan wajib militer. Ini hak dan kewajiban (warga negara)," kata Rizal.

Belum Prioritas
Sejauh ini, diskusi publik perihal 'wajib militer' berbaju 'bela negara' ini terus mengalir di ruang-ruang publik.

Di meja parlemen, usulan program bela negara tak luput dari kritik tajam. Sejumlah anggota DPR menyoroti ketentuan hukum yang memayungi ide tersebut.

Maklum, proyek pembentukan 100 juta kader selama 10 tahun tersebut jelas berkaitan dengan anggaran. Dan tentu saja, DPR yang menguasai ranah ini untuk memutuskannya atau pun tidak.

"Idenya bagus. Tapi harus disiapkan payung peraturannya dulu agar jelas aturan main, program dan anggarannya," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, Selasa 13 Oktober 2015.

Tubagus Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR, mengaku hingga kini belum ada rincian jelas perihal anggaran program tersebut. Sementara merujuk ke target yang hendak dicapai, sebanyak 100 juta orang akan dijadikan subyek sekaligus obyek dari program Bela Negara.

Menurutnya, saat ini saja kebutuhan Alat Utama Sistem Pertahanan Senjata TNI masih kekurangan sebesar Rp36 triliun. Sebab itu, jika pun dipaksakan program Bela Negara di tahun ini, maka besar kemungkinan realisasi kekuatan persenjataan minimal TNI baru akan tercapai pada 2019.

Jika diasumsikan per orang, menurut Hasanuddin, dibutuhkan biaya minimal Rp10 juta. Maka dibutuhkan anggaran lebih dari Rp500 triliun hanya untuk penyiapan 50 juta kader bela negara.

“Menurut hemat saya, perlu kita diskusikan ulang, ketika uang negara semakin terbatas kita harus lebih jeli menentukan prioritas mana yang paling utama demi kepentingan bangsa dan Negara,” katanya.

Degradasi Nasionalisme
Terlepas dari perdebatan itu. Saat ini Indonesia perlahan namun pasti sedang dibawah ancaman degradasi nasionalisme. Konflik etnik, aksi teror, perkelahian antar desa, mahasiswa, pelajar ataupun hal lain yang mengkhawatirkan merebak dengan begitu kuatnya.

Sejumlah generasi muda kini disibukkan dengan hal-hal yang berbau teknologi dan serba cepat. Sehingga tidak sedikit yang keropos pemahamannya tentang kebangsaan.

Jejalan sinetron dan tayangan kekerasan yang berbau konflik membekap anak-anak muda. Semua nyaris tak tersadar, jika disintegrasi bangsa semakin mengemuka.

Tiga bulan lalu, di Papua merebak tragedi Tolikara. Ratusan warga muslim diusir paksa oleh massa gereja yang menolak penyelenggaraan salat Idul Fitri di dekat gereja mereka.

Masjid pun dibakar sementara sejumlah orang terluka. Lalu di Poso, teror jaringan terduga teroris dari Mujahidin Indonesia Timur terus merangsek masuk menekan warga. Tiga warga dilaporkan tewas dalam keadaan mengenaskan. Polisi pun seolah dibuat tak berdaya.

Belum kasus Salim Kancil di Lumajang Jawa Timur. Dengan mengenaskan, Salim Kancil dibantai brutal oleh warga desanya sendiri lantaran menolak aktivitas tambang pasir di desa mereka.

Tak cuma itu, entah kini berapa orang Indonesia yang kabarnya sudah menjadi simpatisan dari kelompok Islam radikal di Suriah atau ISIS. Sungguh sebuah ironi ditengah nama besar Bhineka Tunggal Ika yang sudah menjadi jargon Indonesia sejak didirikan.

"Perang sudah berkembang tidak hanya simetris tapi juga asimetris. Sementara jati diri kebangsaan dan rasa nasionalisme sepertinya sudah pudar, khususnya di kalangan muda," kata Anggota Komisi I DPR Sukamta.

Hanya saja yang jelas, sebuah gagasan yang baik maka sudah seharusnya juga dibarengi dengan konsep dan payung hukum yang baik. Sehingga, sebuah gagasan yang mengatasnamakan kebangsaan tersebut tak menjadi sia-sia dan tetap bisa sesuai dengan harapan yang diinginkan.
"TNI kita masih perlu alutsista. Menurut saya lebih bagus untuk menjadikan TNI yang modern," kata Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto.


Viva.

Wajib Bela Negara. Menhan: Jika Tidak, Angkat Kaki dari RI

  Menhan Ryamizard Ryacudu
Menhan Ryamizard Ryacudu

Seluruh elemen masyarakat ke depannya diwajibkan ikut bela negara. Malah mulai dari TK hingga pegawai kantoran, tidak ada yang luput dari program Kementerian Pertahanan ini.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, seluruh warga negara wajib hukumnya ikut program ini. Nanti yang bakal membedakan hanyalah soal porsi latihannya saja.

“Yang umurnya 50 tahun ke atas dan ke bawah itu disesuaikan saja porsi latihannya,” ujar Ryamizard Ryacudu di Kemenhan, Ruang Bhinneka Tunggal Ika, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Senin (12/10/2015).

Mulai tukang ojek hingga rektor pun wajib ikut serta dalam bela negara. Bela negara nantinya juga akan masuk di kurikulum mulai TK hingga perguruan tinggi.

“Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi,” tuturnya.

Namun secara tegas dia menjelaskan bela negara ini bukan wajib militer. Dan program bela negara merupakan program murni dari Kementerian Pertahanan.

“Anda harus bedakan. Ini bela negara dan itu wajib militer. Bela negara dan wajib militer, itu berbeda dan nggak sama. Ini programnya Kementerian Pertahanan,” tegas Menhan.



Detik.com

Soekarno Menangis di Pusara Jenderal A. Yani

30 September baru saja lewat, namun kejadian paling kelam dalam sejarah bangsa ini masih terus diingat sepanjang masa. Berkaitan dengan hal tersebut, ada nama Jenderal A. Yani sebagai korban pembunuhan biadab tersebut. Soekarno sendiri seperti dipukul dengan telak saat mengetahui kejadian nahas tersebut. Ia pun menangis sejadi-jadinya ketika berada di kubur sang Jenderal ketika tak lama dimakamkan.

Hanya sekali ini Soekarno memperlihatkan kesedihannya yang begitu mendalam di depan publik [Image Source]
Hanya sekali ini Soekarno memperlihatkan kesedihannya yang begitu mendalam di depan publik [Image Source]
 
Sebenarnya ada hal perlu diketahui dari hubungan Soekarno dan A. Yani, sehingga kita bisa mengerti kenapa sang presiden begitu kehilangan sejak kematian sang Jendral. Percaya atau tidak, A. Yani sedianya akan jadi presiden kedua kita. Secara tersirat Bung Karno menegaskan hal tersebut dalam sebuah pernyataan. “Yani, kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden.”
Ketika mengatakan hal tersebut, ada banyak orang yang mengetahuinya. Mulai Sharwo Edhie, AH Nasution, Soebandrio dan Chaerul Saleh. Pernyataan tentang rencana pengangkatan A.Yani sebagai presiden juga turut diketahui oleh istri serta anak-anak sang Jenderal.

Sayangnya, cita-cita mulia sang jendral tak pernah kesampaian ketika ia nyatanya malah dibunuh dengan keji pada peristiwa G30S. Ada yang mencurigai jika hal ini disengaja karena A. Yani terkenal sama vokalnya seperti Soekarno. Akhirnya untuk kepentingan segelintir orang dan juga katanya ada intervensi asing, hal tersebut pun dilakukan.

Kehilangan pengganti terbaiknya tak pelak membuat Soekarno sangat kecewa. Ia tahu jika belum ada pengganti yang bisa meneruskan amanahnya menjaga bangsa ini. Sedangkan dirinya sudah mulai sakit-sakitan. Jika saja A. Yani benar-benar naik, mungkin saja era keemasan Indonesia seperti zaman Bung Karno akan bisa diperpanjang lagi. Kalau seperti ini, bukan hanya beliau saja yang harusnya menangis, kita sebagai rakyat juga miris melihat kenyataan seperti ini.

Sebagai orang paling berpengaruh untuk Indonesia, menunjukkan tangis akan sangat menurunkan wibawanya. Namun sejatinya Soekarno tetaplah seorang manusia biasa. Dihadapkan dengan berbagai konflik batin yang pahit seperti itu, ia pun menangis sejadi-jadinya.

Jangankan Soekarno, kita yang membacanya sendiri mungkin sangat terenyuh melihat fakta pergolakan batin sang Bapak Bangsa. Seperti kata ungkapan populer, selalu ada sebab kenapa seorang pria menangis. Namun yang pasti itu adalah karena hal-hal yang sangat berat.
 

Kharisma Sang Proklamator...

Coba perhatikan seperti apa pesona presiden kita yang telah tiada sejak lama itu. Adakah yang bisa mengalahkan?



Dari video di atas, Anda akan merasakan betapa Bung Karno adalah sosok yang berpengaruh dan disegani. Sosok yang kuat dan mampu menggerakkan banyak sekali orang. Di Amerika saja ia begitu dielu-elukan. Di Rusia ia disambut bak raja. Jadi tak berlebihan jika kita juga melakukan hal yang sama.

Selasa, 13 Oktober 2015

Brugger & Thormet MP9: Submachine Gun Super Ringkas Andalan Kopaska TNI AL

image284

Sebagai unit tempur elit, penggunaan beragam jenis senjata genggam menjadi sesuatu hal yang lumrah. Seperti kiprah SMG (Submachine gun) yang tak bisa dilepaskan dari eksistensi satuan Sat-81 Gultor/Kopassus, Raider, Denjaka/Taifib Marinir, Kopaska dan Den Bravo 90 Paskhas. Meski MP5 masih bertengger sebagai SMG paling kondang di lingkungan TNI, namun jenis-jenis SMG baru terus bermunculan menawarkan beragam keunggulan komparatif. Salah satu SMG terbaru di arsenal TNI adalah MP9 buatan Brugger & Thormet.

brugger_thomet_mp9_l5brugger_thomet_mp9_l4


maxresdefault

Dari situs Wikipedia, disebutkan pengguna MP9 di Indonesia adalah satuan Kopaska (Komando Pasukan Katak) TNI AL dan kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD. Untuk Kopaska, merujuk informasi dari majalah Commando Edisi 4 2015, mulai diterima pasukan katak pada 20 Juli silam.

Adopsi MP9 untuk unit tempur khusus memang pas adanya, Sosok senjata ini memang begitu ringkas, tidak lebih lebar dibanding sehelai kertas A4. Dipegang sebagai pistol tidak terlalu besar, sementara digadang sebagai SMG juga jelas tidak salah. Dengan ukurannya yang kompak, MP9 masih bisa disembunyikan di balik jaket.

brugger_thomet_mp9_l2brugger_thomet_mp9


Brugger_&_Thomet_MP9

Mekanisme operasi MP9 menganut prinsip blowback, namum MP9 selangkah lebih maju dalam menerapkan rotating barrel. Dengan mekanisme semacam ini, laras jadi tidak perlu bergerak jauh-jauh untuk mengompensasi efek tolak balik, sehingga dimensi senjata bisa dbuat sekompak mungkin. Konstruksi dasar MP9 terhitung sangat revolusioner, yakni mempercayakan polimer untuk seluruh konstruksi pembuatannya. Gagang depan dicetak menyatu dengan receiver bawah. Fitur-fitur bawaan menyerupai pistol, seperti bolt release yang ditempatkan seperti posisi slide releae, mudah dimanipulasi dengan jempol tanpa perlu melepas genggaman. Untuk memaksimalkan potensi sebagai SMG, MP9 dilengkapi popor lipat bawaan yang melipat ke kanan saat tak digunakan.

IMG_2479mp94

Panjang senjata dengan popor dibuka mencapai 52,3 cm, sementara dengan popor dilipat, panjang senjata hanya 30,3 cm dengan lebar 4,5 cm dan tinggi 20,7 cm. Berat senjata ini terbilang ringan, hanya 1,56 kg sehingga membuat senjata ini dapat diperankan sebagai pistol, namun bisa juga digunakan dalam moda seperti senapan.

mp9_2image150

Dengan kaliber 9 mm, senjata ini bisa menembakkan peluru secara semi otomatis bahkan full automatic dan dapat dilengkapi dengan silencer (peredam suara) untuk mendukung penugasan yang dalam pelaksanaanya membutuhkan kesenyapan.

Secara teori, MP9 adalah pistol yang bisa ditembakkan secara full automatic. Dalam gelar operasi, penggunaan senjata ini telah dibagikan kepada unit Kopaska Koarmabar dan Kopaska Koarmatim. Kehadiran senjata ini mendapat respon positif, mengingat perannya yang multifungsi. Hadirnya MP9, melengkapi koleksi SMG Kopaska TNI AL, selain keluarga MP5SD (berperedam) besutan Heckler & Koch dan Daewoo K7 dari Korea Selatan.


Dirunut dari sejarahnya, desain MP9 dikembangkan oleh Steyr TMP (Taktische Maschinenpistole/Tactical Machine Pistol) pada tahun 1989 oleh Friedrich Aigner di Austria. Kemudian pada tahun 2001, Steyr menjual desain dan paten senjata ini ke pabrikan senjata asal Swiss, Brugger & Thormet di Swiss. Poin perbedaan yang mencolok setelah senjata ini berpindah paten adalah adanya picatinny rail dan trigger safety model baru. Penggunaan picatinny rail menjadikan MP9 mudah untuk dipasangi beragam aksesoris, contohnya seperti beragam jenis alat bidik optik. (Gilang Perdana)

Spesifikasi MP9:
– Manufaktur: Brugger & Thormet, Swiss
– Mulai digunakan: 2004
– Panjang total: 523 mm
– Panjang laras: 130 mm’
– Berat (kosong): 1,4 kg
– Kaliber: 9 x 19 mm Parabellum’
– Magasin: 15/20/25 dan 30 peluru
– Kecepatan proyektil: 370 meter per detik
– Jangkauan tembak: 75 meter

Ini Beda Bela Negara di RI Dengan Wajib Militer Korsel & Singapura

Gladi Resik TNI
Gladi Resik TNI

Rencana Kementerian Pertahanan melatih 100 juta rakyat Indonesia untuk program Bela Negara jadi sorotan. Menhan Ryamizard Ryacudu menegaskan tidak meniru negara Singapura dan Korea Utara yang mewajibkan rakyatnya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan militer.

Warga sipil yang mengikuti program ini akan dilatih selama sebulan. Lalu mereka mendapat kartu bela negara.

Ryamizard menegaskan, program Bela Negara bukanlah wajib militer. “Bela Negara salah satu bentuk disiplin pribadi yang akan membentuk disiplin kelompok, seterusnya disiplin nasional,” ujarnya.

“Tembak menembak itu nomor dua ratus. Hanya organisasi atau bangsa disiplin yang akan menjadi besar,” kata dia.

Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pertahanan, Mayjen Hartind Asrin menambahkan, materi Bela Negara nantinya meliputi, pemahaman empat pilar negara, sistem pertahanan semesta dan pengenalan alutsista TNI. Juga ditambah lima nilai cinta tanah air, sadar bangsa, rela berkorban, dan pancasila sebagai dasar negara.

Untuk pelatihan fisik, kata Hartind, tidak terlalu dibebankan. “Fisik cuma baris berbaris saja. Rohaninya yang kita isi dengan jiwa nasionalisme,” tukas dia.

Dari sini terlihat perbedaan antara Bela Negara dan sistem wajib militer di sejumlah negara. Di Indonesia bela negara lebih ke mengenalkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Bukan dididik untuk menjadi kombatan dan masuk ke unit-unit militer selama masa wajib militer yang umumnya dua tahun.

Negara tetangga seperti Singapura mewajibkan penduduknya yang sudah berusia 18 tahun ikut wajib militer sejak tahun 1976. Selain warga negara Singapura, permanent resident juga wajib ikut wajib militer.

Di Korea Selatan, tanpa terkecuali semua pria terkena wajib militer. Sejumlah artis Korea Selatan pun tak bisa mengelak jika sudah menyangkut wajib militer. Hyun Bin, Rain, Heechul adalah beberapa di antaranya. Maklum negara ini memang selalu dalam kondisi darurat dengan tetangganya Korea Utara yang juga mewajibkan warganya ikut latihan kemiliteran.

Di Taiwan yang bersitegang dengan China, setiap lulusan SMA juga wajib ikut wajib militer selama dua tahun. Bagi yang mangkir, jangan harap bisa dapat kerjaan. Setiap perusahaan mewajibkan pelamar melampirkan surat keterangan sudah mengikuti wajib militer.

Begitu pula Israel. Tak hanya pria, pemerintah Israel juga mewajibkan wanita yang berusia 18 tahun dan sehat harus ikut wajib militer. Mereka pun dilatih dengan keras layaknya seorang tentara reguler. Sulit untuk mangkir dari wajib militer di Israel karena pemerintah mengawasi dengan ketat. (Merdeka)

Panglima OPM Bangun Puncak Jaya, Ini Persyaratan TNI

Panglima OPM Goliath Tabuni
Panglima OPM Goliath Tabuni

Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen Hinsa Siburian meminta Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) wilayah Puncak Jaya untuk mengembalikan senjata rampasan dari prajurit TNI.

Hal tersebut kata Hinsa merupakan salah satu syarat untuk pembangunan wilayah Puncak Jaya yang diminta Panglima OPM Goliath Tabuni.

“Iya, pada saat HUT di Kabupaten Puncak Jaya, Gubernur Lukas Enembe didampingi Forkompimda Papua berdialog dengan kelompok TPN/OPM dari wilayah itu,” ungkap Hinsa Siburian ketika dihubungi dari Kota Jayapura, Selasa (13/10/2015).

Dalam dialog tersebut, katanya, OPM wilayah Puncak Jaya meminta agar daerahnya ada sentuhan pembangunan dari pemerintah.

“Intinya, kelompok tersebut minta kepada Gubernur Lukas Enembe disaksikan Forkompimda Papua dan Puncak Jaya, agar daerah dibangun sejajar dengan daerah lainnya di Papua,”bebernya.

Menurutnya, ada sekitar 350 orang TPN/OPM dari wilayah Distrik Kalome, Yambi, Tinggineri dan Tingginambut yang berdialog dengan Gubernur Lukas Enembe di lapangan alun-alun Kota Mulia.

Pada momentum itu, kata dia, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw juga ada di tempat itu ketika pimpinan TPN/OPM dari masing-masing wilayah di Puncak Jaya menyerahkan surat aspirasi kepada Gubernur Lukas Enembe.

“Jadi selain permintaan secara lisan, mereka juga serahkan permintaan tertulis, yang pada dasarnya sama. Mereka meminta Pemerintah segera masuk membangun daerah itu,” katanya.

Dia melanjutkan, Gubernur Lukas Enembe saat itu langsung mengatakan bahwa baik pemerintah daerah dan pusat segera melakukan pembangunan yang dimaksud, asalkan tidak ada lagi kekerasan yang dilakukan di wilayah itu.

“Termasuk Gubernur Lukas Enembe meminta agar kembalikan segera senjata milik TNI/POLRI yang dirampas. Dan pembangunan segera berjalan,”tutup jenderal bintang dua ini. (Okezone)