Jumat, 26 Juni 2015

TNI AL: Skuadron 100 Jadi Efek Gentar Bagi Penyusup RI

Ilustrasi (ist)
Ilustrasi (ist)
TNI Angkatan Laut kian memantapkan niat untuk menghidupkan kembali Skuadron 100 –pasukan pemburu kapal selam yang berjaya di tahun 1960-an. Pembelian sebelas helikopter antikapal selam (AKS) menjadi tonggak untuk merealisasikan rencana itu.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Kolonel Laut M Zainudin tak menampik kebanggaan institusinya terhadap Skuadron 100 yang dahulu disegani angkatan bersenjata negara lain. “Tentu ditakuti, sebab kapal selam (asing yang menyusup ke perairan Indonesia) bisa dilihat dari atas (oleh helikopter antikapal selam),” kata dia kepada CNN Indonesia, Kamis (25/6).
Oleh sebab itu helikopter antikapal selam menjadi alat utama sistem senjata (alutsista) yang vital dalam pembentukan Skuadron 100. Helikopter-helikopter itu dapat dengan mudah melihat bayangan kapal selam penyusup melalui sonar sembari terbang di atas laut. Sebelas helikopter AKS akan tiba secara bertahap ke tanah air.
“Ini sudah masuk rencana strategi TNI 2015-2019. Program jangka panjang. Satu skuadron terdiri dari 12 helikopter AKS. Sebelas helikopter cukup. Satu skuadron saja terpenuhi bisa menimbulkan efek gentar bagi negara-negara lain di kawasan, terutama yang kerap melanggar wilayah RI,” kata Zainudin.
Apabila pelanggaran wilayah RI oleh kapal perang atau pesawat tempur asing kasatmata, tidak demikian halnya dengan penyusupan oleh kapal selam asing ke laut Indonesia. “Kapal selam tak bisa dilihat langsung oleh mata. Itulah pentingnya helikopter antikapal selam,”ujar Zainudin.
Dahulu Angkatan Bersenjata RI membangun Skuadron 100 dengan helikopter-helikopter Rusia (dulu Uni Soviet). Namun armada peninggalan Rusia itu kini telah uzur dan rongsok, membuat TNI AL kekurangan alat operasional sehingga Skuadron 100 yang sempat menjadi pusat kekuatan operasi laut ‘tenggelam’, dilebur dengan skuadron lain. Sejak 1990-an, TNI AL tak punya lagi helikopter antikapal selam.
Kini TNI AL mulai membangun kembali Skuadron 100 secara bertahap. Sebelas helikopter antikapal selam diproduksi di Perancis oleh Airbus Helicopters (dulu Eurocopter) bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia.
Zainudin mengakui alutsista TNI AL memang belum lengkap dan jauh dari sempurna, tapi mereka berupaya melengkapinya dengan bertahap. Itu semua demi menjaga kedaulatan dan ketahanan negara.
Komisi I DPR selaku mitra kerja TNI mengatakan pembelian 11 helikopter antikapal selam masuk dalam program karena TNI AL memang memerlukan helikopter dengan jangkauan luas yang dapat didaratkan di kapal-kapal perang mereka.
“Skuadron itu merupakan bagian dari armada tempur TNI Angkatan Laut. Ada kapal selam, kapal tempur, dan salah satunya helikopter antikapal selam itu,” kata anggota Komisi I Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kepala Staf TNI AL Laksamana Ade Supendi optimistis Skuadron 100 dapat dihidupkan lagi. “Dulu pesawatnya belum ada. Sekarang ada, tinggal mengaktifkan kembali skuadron itu,” kata di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta, Rabu malam (24/6).
Sejak 2013, TNI AL menekankan pentingnya helikopter antikapal selam sebagai mata dan telinga kapal perang dalam menjaga kedaulatan maritim RI yang luas perairannya mencapai lebih dari 5,8 juta kilometer.
Untuk diketahui, pasukan militer negara-negara tetangga RI memiliki helikopter antikapal selam di kapal perang mereka. Singapura misalnya menggunakan Sikorsky S-70 B Seahawk, Australia memakai Sikorsky MH-60 R, dan Malaysia punya Super Lynx.(CNN Indonesia)

Cassidian Optronics: Periskop Canggih Untuk Kapal Selam Changbogo Class TNI AL

Colombia_Submarine209_Mast
Bicara tentang kapal selam tentu tak bisa dilepaskan dari keberadaan periskop. Ya, alat inilah yang digadang bagi para awak kapal untuk bisa melihat kondisi langsung di permukaan saat kapal sedang di bawah permukaan air. Selain fungsinya untuk mengamati kondisi aneka obyek di permukaan, periskop juga dapat difungsikan sebagai perangkat bantu bidik untuk penembakkan torpedo.
Korps Hiu Kencana TNI AL yang bakal kedatangan alutsista baru, yakni kapal selam Changbogo Class buatan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME), Korea Selatan, kabarnya akan dilengkapi persikop canggih berteknologi optronics (optical electronics) buatan Cassidian, Jerman. Cassidian sendiri merupakan bagian dari divisi Airbus Defence and Space. Secara label, solusi yang dijual populer dengan sebutan Cassidian Optronics, atau dahulu dikenal dengan nama Carl Zeiss Optronics.
Struktur Cassidian Optronics SERO 250.
Struktur Cassidian Optronics SERO 250.
Konsol lensa pembidik dan lensa pada bagian luar.
Konsol lensa pembidik dan lensa pada bagian luar.
0000240670_resized_rer251onCASSIDIAN-Optronics'-optron
Apa kecanggihan dari Cassidian Optronics? Menurut siaran pers, periskop ini masuk dalam teknologi search periscope yang dibekali sensor infra red untuk meningkatkan kapabilitas intai kapal selam. Lewat tipe SERO 250, Cassidian menawarkan sistem instalasi yang mudah secara modular dan plug in ke struktur kapal selam, menjadikan pihak pemakai tak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk mengganti periskop tuanya.
SERO_250_1_gross
Secara umum, bekal teknologi canggih pada periskop Cassidian Optronics mencakup High-performance optics, Dual-axis, line-of-sight stabilisation, 3-stage optical magnification changer, ESM-EW/GPS antenna interface, Integrated IR camera sensor dan eye-safe laser rangefinder. Dengan segala keunggulan infra red, maka periskop kapal selam dapat beroperasi maksimal di kegelapan malam.
Pelanggan setia Cassidian Optronics adalah kapal selam besutan HDW, Jerman, yaitu Type 209, atau dikenal di lingkup TNI AL sebagai KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402. Bulan Maret tahun 2013, Cassidian Optronics mendapat paket upgrade untuk ‘mempercanggih’ kapal selam Type 209 milik AL Kolombia, dan sebelumnya periskop ini juga telah digunakan oleh AL Turki. (Gilang Perdana)

Kamis, 25 Juni 2015

[Video] F-16 Over Ambalat

Pelanggaran wilayah perbatasan yang kerap dilakukan Malaysia, utamanya di sekitar perairan Ambalat, tentu harus disikapi serius oleh Pemerintah. TNI-AU sebagai alat negara tentu harus siap mengamankan wilayah perbatasan dari gangguan. Salah satunya dengan mengerahkan pesawat tempur. Dan beberapa saat lalu TNI-AU mengerahkan pesawat tempur F-16 asal Skadron 3 yang tergabung dalam operasi Sakti.

ARCinc beruntung mendapatkan video rekaman kokpit saat operasi pengamanan dilakukan. Seolah terbang dengan F-16, itulah sensasi yang didapatkan ketika menonton video ini. Selamat menikmati sembari menunggu waktu berbuka.


Peremajaan fregat kelas Van Speijk mendesak

Peremajaan fregat kelas Van Speijk mendesak
KSAL, Laksamana TNI Ade Supandi (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

TNI AL memiliki enam kapal fregat kelas Van Speijk bekas pakai Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang berasal dari dasawarsa ’70-an.

“Sudah terlalu tua dan perlu diremajakan dan kami juga fokus pada hal ini,” kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu malam. 

Dia menyatakan itu menanggapi wacana dari sebagian anggota Komisi I DPR tentang perkuatan TNI AL dan TNI AU. Pemerintah seharusnya lebih menguatkan kedua matra TNI ini ketimbang TNI AD mengingat fokus pembangunan yang bervisi kemaritiman. 

Jika fokus ini konsisten dilakukan, menurut sebagian anggota Komisi I DPR dalam satu diskusi, Selasa (23/6), maka anggaran pertahanan perlu ditambah dan alokasi anggaran kepada TNI AL dan TNI AU harus ditambah. 

TNI AL, menurut Supandi, berpatokan pada peta jalan Kekuatan Efektif Minimum (MEF) yang telah ditetapkan sejak pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono. 

Salah satu peta jalan perkuatan arsenal TNI AL itu adalah melanjutkan pembangunan dua kapal patroli berpeluru kendali buatan PT PAL dan koleganya di Korea Selatan, pengganti kapal latih tiang tinggi KRI Dewaruci —juga akan dinamakan KRI Dewaruci— yang sedang dibangun di Spanyol, dan pengadaan dua kapal hidrografi canggih dari Prancis (satu sudah datang, KRI Rigel). 

Ditanya apakah TNI AL menyiapkan “rencana cadangan” jika ada penambahan anggaran negara untuk perkuatan arsenalnya, Supandi menjawab, “Ada, percepatan fregat itu. Kami evaluasi kapal yang dari Belanda itu, kami punya enam fregat kelas Van Speijk itu dan evaluasi sedang dilakukan di PT PAL.”

KRI Karel Sasuit Tubun-356 dari kelas Van Speijk itu juga sudah banyak jasanya bagi negara, di antaranya menjadi “benteng” terapung TNI AL saat konflik Ambalat pertama mengemuka. 

Sejak KRI Karel Sasuit Tubun-356 hadir di perairan itu, kapal-kapal perang Tentera Laut Diraja Malaysia menjaga jarak secara signifikan dari Karang Unarang dan perairan di Ambalat. 
Dalam doktrin perang di laut, keberadaan kapal perang kelas fregat ini sangat menentukan. Fregat tidak didedikasikan untuk pasukan pendarat dan berada di atas kelas korvet serta di bawah kelas destroyer.

Dengan ukurannya yang menengah dari sisi dimensi dan tonase, dia mampu menjadi pangkalan udara terapung, pijakan peluncuran peluru kendali permukaan dan bawah laut, penginderaan, intelijen (peluncuran tim pasukan khusus), dan pengamatan, hingga "jangkar" eksistensi angkatan laut di perairan.

DFC Unamid: Saya Bangga Lihat Pasukan Profesional dan Bermoril Tinggi

DFC Unamid: Saya Bangga Lihat Pasukan Profesional dan Bermoril Tinggi
Disambut dengan yel yel dan teriakan Garuda..... Garuda..... Garuda..... oleh ratusan prajurit Garuda TNI, Deputy Force Commander (DFC) Unamid (United Nations-African Union Hybrid Mission in Darfur) Mayor Jenderal Balla Keita tiba di Garuda Camp, Supercamp, Darfur Barat, Markas Pasukan TNI Konga XXXV-A/Unamid, Rabu (24/6/2015).
Usai menyaksikan yel yel tersebut, Mayor Jenderal Balla Keita mengungkapkan rasa bahagianya dapat kembali datang di Garuda Camp, "Saya bangga melihat pasukan yang profesional dan memiliki moril yang tinggi", tegasnya.
Kedatangan DFC Unamid Mayor Jenderal Balla Keita, disambut langsung oleh Dansatgas TNI Konga XXXV-A/Unamid Letkol Inf M. Herry Subagyo beserta jajaran perwira Satgas. Kunjungan ini merupakan kali kedua, dimana sebelumnya pada Maret silam, Jenderal berkewarganegaraan Senegal tersebut melaksanakan kunjungan ke Garuda Camp bersama dengan para pejabat dari Headquarter  Unamid.
Pada kedatangan nya kali ini, Deputy Force Commander Unamid melaksanakan tatap muka dengan para prajurit TNI Konga XXXV-A/Unamid guna memberikan penekanan-penekanan terkait pelaksanaan misi Pasukan Perdamaian di Darfur Sudan.
"Saya telah bergabung dengan misi ini lebih dari lima tahun, dan saya adalah orang pertama yang menjadi Komandan untuk Sektor Barat dimana anda bertugas sekarang, untuk itu saya akan berbagi pengalaman guna keberhasilan pelaksanaan misi di wilayah ini", tandas Mayor Jenderal Balla Keita di hadapan prajurit Garuda TNI.
Selain bertatap muka dengan para prajurit Garuda, Mayor Jenderal Balla Keita juga menerima paparan dari Komandan Satgas TNI Konga XXXV-A/Unamid Letkol Inf M. Herry Subagyo, terkait dengan perkembangan situasi dan pelaksanaan operasi yang dilaksanakan oleh pasukan Garuda TNI. "Very professional and dedicated unit, ready for the mission", demikian dikatakan Mayor Jenderal Balla Keita pada akhir kunjungannya di Garuda Camp, Supercamp Darfur, Sektor Barat.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Komandan Sektor Barat Unamid Brigjen Blaise Nikiema, Deputy Sektor Barat Unamid Kolonel Mohamed Ali, para pejabat teras dari Headquarter Unamid di Elfasher, pejabat dari Sektor Barat Unamid El Geneina, serta para perwira Staf dan Komandan Kompi Satgas.

TNI. 

TNI Segera Bentuk Asisten Teritorial untuk AU dan AL

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. (ist)
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. (ist)

Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengaku pihaknya tengah mempersiapkan pembentukan organisasi baru, yakni Asisten Teritorial (Aster) TNI Angkatan Udara dan Aster TNI Angkatan Laut.
“Ke depan, internal TNI tidak hanya ada aster dari Angkatan Darat, tetapi Aster AU dan AL akan segera dibentuk. Ini untuk meningkatkan kinerja TNI dalam menjaga pertahanan negara,” kata Panglima TNI usai Penyerahan Bantuan Keramik kepada Perwira Menengah dan PNS gol III di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (25/6/2015).
Menurut Moeldoko, dalam pembentukan Aster AU dan Aster AL perlu ada penyesuaian-penyesuaian capacity building karena hal itu merupakan hal yang baru.
“Contohnya, kita sudah menyiapkan Aster dari AU dan AL. Kita jadikan sekarang Wakil Aster Panglima TNI. Nanti kita proyeksikan jadi Aster di AL dan AU. Jadi semua sudah kita siapkan dari awal,” kata dia.
Panglima TNI menjelaskan, pembentukan aster berangkat dari doktrin sistem pertahanan Indonesia, yakni sistem pertahanan rakyat semesta. Maknanya, sistem pertahanan negara itu dibangun dengan pengerahan seluruh sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.
“Seluruh sumber daya nasional itu dikerahkan, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam dan sumber aset lain sarana prasarana dikerahkan untuk kepentingan pertahanan,” ujar Moeldoko.
Sistem itu disusun atas dasar komponen pertahanan, komponen cadangan, dan komponen pendukung, komponen utama TNI. Komponen cadangan adalah seluruh SDM yang disiapkan dan sudah terinventarisir.
Misalnya, kata Moeldoko, berapa banyak warung makan yang akan digunakan untuk dapur umum dan lainnya. Maka seluruh sarana prasarana untuk pertahanan perlu dikelola.
“Tidak boleh tidak bisa. Kalau di darat seluruh data dikelola di Kodim, Korem, di mana semua itu dimobilisasi untuk pertahanan,” ujarnya.
Begitu juga dari matra laut dan udara, akan mendata berapa perahu yang dimiliki nelayan di Indonesia, berapa pesawat sipil yang ada saat ini untuk digunakan pertahanan negara saat terjadi perang. Oleh karena itu, diperlukan asisten teritorial.
“Ini juga pemikiran baru kami, bahwa diperlukan asisten teritorial AL dan AU. Fungsinya mirip dengan aster di Angkatan Darat. Saat ini, kita belum punya UU komponen cadangan dan komponen pendukung serta UU mobilisasi dan demobilisasi. Kita serahkan nanti,” tutur Moeldoko.(kompas)

Tentara Belanda Tinggalkan Yogya dengan Slogan Bijak & Gila

Ilustrasi Kegembiraan rakyat Yogyakarta pasca-Tentara Belanda ditarik mundur dari Ibu Kota RI
Ilustrasi Kegembiraan rakyat Yogyakarta pasca-Tentara Belanda ditarik mundur dari Ibu Kota RI
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II “Operatie Kraai”, sebagai bentuk pelanggaran yang kedua kalinya terhadap perjanjian antara mereka sendiri dengan Indonesia. Tapi 24 Juni 1949, pemerintahan Indonesia di Yogyakarta bisa kembali dipulihkan.
Sejak Belanda menginvasi Yogyakarta yang kala itu menjadi Ibu Kota Republik Indonesia (RI), TNI beserta elemen rakyat terus berusaha membuktikan pada dunia bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada. Klimaksnya pada Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
Dunia internasional dan tentunya Amerika Serikat, terus mendorong perselisihan dua negara diselesaikan lewat perundingan. Kesepakatan Roem-Roijen pun tercipta dan sebagai kelanjutannya, terjadi perundingan tiga pihak antara Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Konsultatif Federal, Indonesia dan Belanda yang diawasi perwakilan PBB, Thomas Kingston Critchley.
Perundingan itu menghasilkan deal lainnya, yakni pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta yang harus dilaksanakan pada 24 Juni 1949 (hingga diresmikan 1 Juli 1949), RI menghentikan perang gerilya dan Konferensi Meja Bundar untuk digelar di Den Haag, Belanda.
Di sisi lain dengan adanya kesepakatan itu, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat pimpinan Syafrudin Prawiranegara pun, diserahkan lagi ke Wakil Presiden Mohammad Hatta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Menteri Pertahanan ditugaskan ketua Koordinator Keamanan selama penarikan mundur tentara Belanda.
Sedianya Belanda dengan berat hati harus mematuhi hasil-hasil kesepakatan di atas. Mereka menganggap jika Yogyakarta ditinggalkan, pihak Republik takkan mampu menjaga kestabilan keamanan. Bahkan isu-isu pun disebar bahwa akan ada tindakan balasan terhadap para pendukung politik Belanda di Yogya.
Mereka menawarkan untuk ikut keluar Yogyakarta, seiring penarikan mundur tentara Belanda, baik dari elemen KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische-Leger) atau tentara Hindia-Belanda, maupun KL (Koninklijke Landmaacht) atau angkatan darat Kerajaan Belanda, ke Magelang pada 24-29 Juni 1949.
Spirit tentara Belanda sendiri dikutip dari buku ‘Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Hamengku Buwono IX’, merosot lantaran harus angkat kaki dari Yogyakarta tanpa bertempur.
Suasa hati mereka bak diibaratkan dengan slogan “Weest wijs, maar wordt gek” yang kira-kira artinya, “Jadilah orang yang bijaksana, tetapi jadilah orang gila,”.
Suasana seantero Yogyakarta, terutama di wilayah kota begitu lengang ketika derap tentara Belanda beradu dengan deru-deru kendaraan baja mereka mengarah ke utara meninggalkan Yogyakarta.
Pasalnya rakyat Yogyakarta sesuai amanat Sri Sultan HB IX, diimbau untuk tidak keluar rumah atau membanjiri jalan hanya untuk melihat kesibukan tentara Belanda yang pergi.
Amanat tersebut berbunyi, “Hak milik tiap orang dijamin, keselamatan raga dan jiwanya dilindungi, bahkan barang siapa yang hendak pergi dari Yogyakarta setelah pemulihan, akan diberi kesempatan semudah-mudahnya…., diperintahkan kepada segenap penduduk agar tinggal di rumah selama 24 jam pada hari terakhir penarikan mundur tentara pendudukan Belanda,”.
29 Juni, sisa-sisa tentara Belanda sudah tiada, kehidupan rakyat seolah terlepas dari belenggu dan tak lama kemudian, TNI mulai memasuki Yogyakarta dari arah selatan yang di kemudian hari dikenal sebagai peristiwa “Yogya Kembali”. 

(Okezone)