Minggu, 28 Desember 2014

Mengapa Pengadaan Roket MLRS Astros II Untuk TNI AD Diributkan?

astros II MK6


Presiden SBY, Menhan Poernomo Saat masih Menjabat dan Astros II MK6 (worlddefence news.com)


Lebih sepuluh hari penulis mengamati pemberitaan yang menyangkut masalah pengadaan roket multi peluncur MLRS (multi-launcher rocket system) asal Brasil yang diberitakan beberapa media tanah air, karena menyangkut besarnya pengadaan yang mengaitkan antara Kemenhan, DPR RI, TNI AD serta Kementerian Keuangan. Penulis mengumpulkan beberapa fakta dan mencoba mengulasnya, karena roket tersebut adalah salah satu alutsista andalan TNI. Ramainya pengadaan MLRS tersebut mirip dengan pengadaan Tank Leopard tahun lalu, dimana beberapa pihak menilai tidak tepat karena MBT (Main Battle Tank) itu bisa merusak jalan. Penulis juga pernah menuliskan soal tank hebat itu (Baca: "Arti Penting Tank Leopard bagi TNI AD", http://ramalanintelijen.net/?p=4794).

Awal Muasal Pemberitaan Miring MLRS  
Media yang pertama memunculkan soal MLRS asal Brasil adalah Jakarta Post (JP), edisi tanggal 11 Desember 2014 dengan judul "House turns blind eye to dubious deal." Pada Headline News, disebutkan bahwa Komisi-I DPR RI benar telah menerima laporan dari Irjen Kementerian Pertahanan yang menyatakan bahwa telah terjadi kelebihan pengeluaran anggaran (overspent) dalam pembelian sistem roket multi-peluncur (MLRS) dari Brasil Avibras Industria Aeroespacial pada pertengahan 2012, sekitar US $ 134,9 juta dari harganya yang sebesar US $ 405 juta. JP menyebutkan bahwa Irjen Kemenhan (Laksdya TNI Sumartono) yang kini sudah pensiun menulis laporan kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin pada bulan April dan Juni 2012, menandai beberapa pelanggaran dalam proses pengadaan di Kemenhan. Dalam laporan tersebut diantaranya disebutkan olehnya bahwa keputusan untuk memilih Avibras telah melanggar instruksi presiden dan peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Nasional (LKPP). Avibras, menurutnya tidak bisa memenuhi spesifikasi teknis yang dibutuhkan dalam tender pengadaan ("the company could only provide seven of the required 38 ammunition supply vehicles and two of the seven mobile workshop vehicles required to support MLRS). Irjen juga menyatakan bahwa TNI AD telah bernegosiasi dengan Avibras, yang bermitra dengan PT Poris Duta Sarana untuk mengamankan kesepakatan tersebut. 

Tanggapan Pejabat Terkait  
Tanggapan Kemhan. Pemberitaan tersebut telah dibantah oleh Letjen TNI Ediwan Prabowo (Sekjen Kemhan) yang pada tahun 2012 saat berlangsungnya proses pengadaan MLRS masih menjabat Dirjen Baranahan, (sebagai Sekjen saat itu Marsdya TNI Eris Herryanto), Wamenhan Letjen Syafrie Samsoedin, dan Menhan Poernomo Yusgiantoro. Ediwan menyatakan bahwa berita tersebut dimunculkan di publik karena ada pihak yang kalah dalam bersaing. Ditegaskan oleh Ediwan bahwa keputusan Kemenhan memilih Multiple Launch Rocket System (MLRS) Avibras Brazil mengutamakan spektek dengan harga kompetitif bukan sekedar beli yang murah. “Aspek spektek lebih utama dari pada mencari harga murah tapi kurang optimal,” katanya dalam keterangan tertulis kepada media, Rabu (17/12). Ediwan juga mengatakan bahwa yang digunakan TNI adalah Alutsista yang sudah teruji, sehingga siap digunakan. Untuk itulah, setiap pembelian selalu disertai dengan uji coba. Dalam pengadaan roket sejenis tercatat pihak Roketsan (Turki) menjadi kompetitor Avibras Brasil. Dikatakan selanjutnya, MLRS Avibras dinilai berkemampuan dan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh Roketsan. Avibras sudah teruji dalam pertempuran, memiliki kapasitas multi-kaliber, memiliki cakupan yang lebih luas dan daya hancur besar, serta dapat diangkut dengan pesawat C-130 Hercules. Tanggapan Mabes TNI. Kapuspen TNI , Mayjen TNI Fuad Basya, menegaskan ada pihak yang tidak menyukai semakin kuatnya Alutsista militer Indonesia. Faktanya, ketika TNI memiliki peluncur roket jarak jauh, ada yang menuding pengadaan persenjataan ini bermasalah. "Saya rasa ini adalah pihak yang tidak suka dengan semakin kuatnya kami," kata Fuad, Minggu (14/12).
astros-ii-foto-avibras
astros-ii-foto-avibras Penembakan Astros II MLRS (sumber : defence.review.com)

Tanggapan Kepala Staf TNI AD. KSAD Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ikut menanggapi pemberitaan soal pengadaan MLRS asal Avibras Brazil, mengatakan, "Saya yakin sangat yakin kemampuan MLRS Astros II pabrikan Brazil lebih bagus dari MLRS buatan Rokestan asal Turki," ungkapnya di Jakarta (Kamis, 18/12). Keyakinan itu didasari atas hasil uji coba MLRS. Alutsista tersebut sudah diujicoba secara berkesinambungan. Prosedur ini menurutnya adalah keniscayaan. Selanjutnya menyebutkan, "Setiap persenjataan yang dibeli Angkatan Darat adalah persenjataan yang sudah lebih dulu diuji di pertempuran atau sudah teruji di medan tempur," tegasnya. Gatot menegaskan, yang dibutuhkan terkait Alutsista adalah spesifikasi tekhnis (Spektek). Kemampuan, akurasi, daya ledak menjadi ukuran yang utama. "Jadi bukan soal mahal atau tidaknya," jelasnya. Peran HLC (High Level Committee) dalam pengadaan Alutsista TNI. HLC terbentuk sesuai petunjuk Presiden SBY setelah serangkaian rapat kabinet bidang politik, hukum, dan keamanan sepanjang tahun 2011 yang membahas pengadaan alutsista. Dibentuk sebagai pendorong pengadaan alutsista TNI. HLC diketuai oleh Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan TKP3B yang dipimpin Irjen Kemhan dimana didalamnya ada Tim BPKP dan LKPP serta Tim Itjen Angkatan dan Mabes TNI. Dalam rapat-rapat Kabinet bidang politik, hukum, dan keamanan tahun 2011 yang membahas alutsista, pemerintah memutuskan bahwa pemenuhan kebutuhan alutsista TNI diarahkan untuk mencapai kekuatan dasar minimum atau minimum essential force (MEF). Dalam proses pengadaan MLRS Astros II , proses pengadaan berasal dari bawah yakni TNI AD sebagai pengguna/user, menyangkut spesifikasi teknis, yang kemudian masuk sebagai kebutuhan operasi dari Mabes TNI, lalu ke Kementerian Pertahanan. Kemudian Kemhan memrosesnya melalui Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) dibawah Sekjen Kemhan, saat itu Marsdya TNI Eris Herriyanto, dengan membuatkan kontrak dan perjanjian pinjaman (Loan Agreement) dari Kementerian Keuangan, untuk kemudian pencabutan tanda bintang di DPR. Letjen Sjafrie sebagai Ketua HLC, bersama rombongan pada bulan November 2012 pernah berkunjung ke Brasil, yakni ke Avibras (produsen roket) dan Embraer (produsen pesawat Super Tucano untuk TNI AU). Sjafrie bersama rombongan melihat dan berdiskusi langsung dengan para produsen alutsista itu tanpa perantara. Untuk cara kerjanya, Syafrie menjelaskan kepada media di Brasil (14/11/2012) bahwa HLC berupaya mempercepat pengadaan alutsista prioritas, yaitu akselerasi, paralelisasi (pengadaan dan pembiayaan), integrasi (Kementerian Pertahanan dan TNI), koordinasi, dan inspeksi (kunjungan ke produsen).  

Perbandingan MLRS Altros II Brasil dengan T-122/300 Roketsan Turki

Dalam membandingkan antara ASTROS II MK6 buatan AVIBRAS Brazil dengan T-122/300 buatan ROKETSAN buatan Turki yang menarik adalah hasil penelitian oleh Pusat Artileri Medan TNI AD (Mayor Art Rico Ricardo Sirait, BS, Pusen Armed, Garuda Militer). Danpussenarmed selaku user Alutsista MLRS dan pembina fungsi kecabangan Armed memperhatikan aspek teknis keunggulan dan kelemahan dari masing-masing Alutsista guna mendapatkan sistem senjata yang terbaik. Semua data dan fakta serta spesifikasi teknis yang tercantum dalam perbandingan ini dibuat berdasarkan proposal penawaran dan presentasi penyedia dalam rapat TEP Pengadaan Alutsista MLRS di Kemhan RI pada tanggal 5 April 2012. 
Dari perbandingan teknis diperoleh gambaran Alutsista yang memiliki kehandalan tinggi, adaptabilitas terhadap karakteristik daerah operasi di Indonesia, daya tahan terhadap cuaca dan medan geografis Indonesia serta mendukung kegiatan operasional dan taktis TNI AD. Secara mendalam aspek persyaratan operasional, spesifikasi teknis serta konfigurasi yang telah ditawarkan dalam proses pengadaan, akan dibahas sebagai aspek perbandingan yang utama. Dari aspek persyaratan operasional, ditinjau dari faktor adaptability (kemampuan adaptasi), ASTROS II memungkinkan untuk dapat diangkut oleh pesawat Hercules C-130 ke trouble spot di wilayah NKRI. Dari faktor sustainability (kemampuan daya tahan). kemampuan teknis yang dimiliki oleh ASTROS II pada pressurized cabin mampu untuk melindungi awaknya dari pengaruh senjata kimia dan biologi. Selain itu, pengalaman AVIBRAS sebagai produsen ASTROS sejak tahun 1983 dalam bidang pemeliharaan dan penyediaan suku cadang telah membuktikan bahwa produk AVIBRAS masih memiliki kemampuan operasional 90 persen setelah kurun waktu penggunaan selama 25 tahun (ASTROS MK2 milik Angkatan Darat Saudi Arabia). 
Sementara pihak ROKETSAN menawarkan alih teknologi pengembangan roket dengan basis kemampuan yang dimiliki oleh Roketsan saat ini. Teknologi roket yang dimiliki oleh ROKETSAN merupakan alih teknologi yang diterima pada era tahun 1980-an pada saat pengembangan Roket WS-1 milik Cina. Perkembangan teknologi roket saat ini sudah jauh lebih modern dibandingkan dengan teknologi roket WS-1. Sehingga perlu kajian yang lebih mendalam apabila Indonesia akan menerima tawaran alih teknologi dari ROKETSAN. Sedangkan alih teknologi yang ditawarkan AVIBRAS yaitu peningkatan kapabilitas Rantis ANOA buatan PT. PINDAD jauh lebih realistis untuk dicapai serta dapat meningkatkan standar produksi Nasional ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor interoperability (kemampuan operasional yang terintegrasi dengan fungsional lainnya). Kemampuan joint interability atau joint operational dihadapkan dengan ketersediaan sistem manajemen pertempuran yang dapat diintegrasikan dengan sistem Komando dan Kendali yang dimiliki oleh TNI AD saat ini. 
Faktor Reliability, merupakan faktor kehandalan Alutsista MLRS yang dibutuhkan (needs) dihadapkan dengan asumsi kemampuan dan kekuatan militer asing yang akan dihadapi. Pada faktor ini, ASTROS II memiliki kemampuan yang lebih unggul pada jarak capai roket, teknologi multi kaliber, daya hancur (firepower), dan teknologi interchangeable antar platform Ranpurnya. Hal penting lainnya adalah kemampuan Combat Proven / teruji di medan pertempuran merupakan salah satu faktor kehandalan yang dipersyaratkan oleh TNI AD. Dengan terujinya sistem senjata di medan pertempuran dapat menunjukkan bukti otentik bahwa sistem senjata tersebut memiliki kapabilitas yang handal pada kondisi perang sesungguhnya. Altros II MLRS sudah teruji dan dipergunakan oleh Arab Saudi dalam medan tempur. Pada tahun 2012 saja, ASTROS sudah digunakan di 5 negara di dunia sejak generasi I tahun 1980an, sedangkan produk ROKETSAN yang terjual dalam jumlah lebih dari 200 unit bukanlah produk yang ditawarkan kepada Indonesia khususnya penggunaan teknologi sealed composite pod pada munisi roket 300 mm yang masih pada tahap uji coba. 
Pada aspek kemampuan mobilitas udara, T-122/300 perlu modifikasi khusus dengan melaksanakan prosedur pelepasan beberapa bagian besar platform. Hal ini menunjukkan bahwa T-122/300 tidak memenuhi persyaratan operasional TNI AD untuk dapat dimobilisasi ke seluruh wilayah NKRI dalam waktu relatif singkat. Jika dibandingkan secara umum dapat terlihat secara nyata bahwa teknologi yang digunakan oleh ASTROS II dan T-122/300 merupakan generasi yang berbeda. ASTROS II jauh lebih unggul secara teknologi dan kemampuan teknis ditinjau dari inovasi dan kapabilitas yang dimiliki. Launcher ASTROS II sudah compatible untuk digunakan meluncurkan roket taktis dengan jarak capai 300 km. Ketersediaan munisi latihan ASTROS II dapat digunakan dengan mekanisme tembakan dan pada platform yang sama. Sedangkan munisi latihan ROKETSAN akan menggunakan munisi kaliber 70 mm buatan PT. DI yang masih dalam tahap pengembangan sehingga belum dapat menjamin tercapainya tujuan latihan untuk meningkatkan kemampuan personel TNI AD pada pelaksanaan penembakan Roket sesungguhnya. 
Untuk aspek konfigurasi yang ditawarkan, ROKETSAN memiliki keunggulan dalam pemenuhan konfigurasi yang diharapkan oleh TNI AD dari segi kuantitas. Namun, secara kualitas perbandingan antara Alutsista ASTROS II dengan T-122/300 tidak bisa disetarakan mengingat perbedaan teknologi yang digunakan. Inovasi teknologi dan kehandalan kemampuan ASTROS berada di generasi setingkat diatas T-122/300 sesuai dengan aspek spesifikasi teknis sebelumnya. Keunggulan kualitas AVIBRAS meliputi teknologi munisi container launcher yang memberikan fleksibilitas tinggi dalam penggunaan munisi berbagai kaliber sesuai kebutuhan. Kemampuan daya hancur terhadap personel dan materiil lapis baja munisi ASTROS II didukung oleh penggunaan teknologi sub munisi sehingga mampu melipatgandakan efek kehancuran daerah sasaran serta mampu menembus baja dengan ketebalan hingga 200 mm. Itulah beberapa informasi yang merupakan executive summary perbandingan teknis antara ASTROS II MK6, AVIBRAS dengan T-122/300, ROKETSAN yang dibuat oleh panitia pengadaan dari sisi Pusen Armed TNI AD. Kesimpulannya Astros II jauh lebih unggul dan spesifikasi tehnisnya lebih mendekati seperti yang ditetapkan oleh pengguna (TNI AD). 

Analisis dan Kesimpulan
Kasus pengadaan MLRS Astros II yang diberitakan oleh media pada akhir 2014 ini adalah merupakan pengangkatan kembali laporan yang dibuat Irjen Kemhan pada tahun 2012. Memang sulit membandingkan Alutsista tempur yang dibuat oleh pabrikan yang berbeda. Nampaknya harga kedua roket dari sumber yang berbeda itu berbeda cukup besar. Penegasan dari Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang menyatakan bahwa pemilihan alutsista tersebut lebih didasarkan kepada spesifikasi tekhnis (spektek), kemampuan, akurasi, daya ledak menjadi ukuran yang utama. "Jadi bukan soal mahal atau tidaknya." Kini TNI bisa mengimbangi negara tetangga (Malaysia) yang juga memiliki 54 MLRS Astros II untuk Tentera Darat. Indonesia tercatat membeli 36 (9 Baterai) Astros II, pembelian ini merupakan balance of power di kawasan. Negara lain adalah AD Brasil 20 Astros II (5 Baterai), Irak 66 Astros II, dan Arab Saudi 76 Astros II. Dari pengalaman penulis dalam penugasan di Dephan (Kemhan) selama tiga tahun sebagai staf ahli dan penasihat Menhan, persaingan dalam pengadaan alutsista adalah suatu hal yang wajar dan selalu terjadi, karena masing-masing produsen termasuk agen berusaha dan berlomba-lomba memasarkan dan mensukseskan barang dagangannya laku dengan segala cara. 
Bisnis senjata bukan bisnis yang murah, jelas bisnis raksasa yang menggiurkan, sehingga ada saja cara yang mencoba memengaruhi para pejabat. Yang penting adalah niat dari para pembesar itu, jangan sampai tergelincir, karena rakyat makin pintar mengawasi, semua hanya menunggu waktu untuk membuat laporan. Sudah ada kejadian beredarnya surat gelap yang melaporkan seorang pimpinan militer kepada pimpinan nasional. Demikian juga bagi para politisi di Senayan, jangan coba-coba mencari peluang mengatur sebuah pengadaan alutsista, semua sangat mungkin terbongkar pada masa kini dan mendatang. Presiden Jokowi kini sangat mungkin sewaktu-waktu meminta KPK mengusut kasus yang terindikasi korupsi, tidak sulit bagi presiden mendapatkan fakta yang dibutuhkan. Walau sudah pensiun bisa saja dilakukan pengusutan kepada para mantan pejabat, kalau ada indikasi korupsi terhadap uang negara. Bahkan pernah dilakukan pengusutan dan pengadilan kepada pejabat aktif Polri, Irjen Pol Djoko Soesilo (Kakorlantas) yang kini masih berada di dalam penjara. 
Penulis pernah mengulas soal korupsi dengan menggunakan referensi hasil skripsi dari Hasan Hambali (2005) yang dalam penelitiannya menyampaikan bahwa sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu, "kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit." Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Piranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan (Baca : KPK semakin Berani, seberapa Sukses Pemberantasan Korupsi?, http://ramalanintelijen.net/?p=6066). Dengan demikian maka menurut Hambali, peran kekuatan politik di Senayan, hegemoni elit (agen dari produsen) serta penguasa akan saling terkait membentuk sebuah jaringan semu yang saling memeras, menekan tetapi juga saling menguntungkan. Semoga itu hanya terjadi pada masa lalu, dan masa kini dan kedepan akan semakin bersih. Pada waktu mendatang akan ada pemilihan pesawat pengganti pesawat tempur TNI AU F-5E Tiger II, ada beberapa kompetitor yang juga sedang mengincar. Nah, kita akan melihat persaingan yang jelas ramai. Sebaiknya seperti pemilihan Astros II MLRS yang lebih diberikan porsi besar memilih kepada TNI AD sebagai calon pengguna, pespur pengganti F-5 itu sebaiknya diberikan porsi yang lebih besar kepada TNI AU yang sangat faham akan kebutuhannya. Jangan sampai yang tidak faham, hanya karena tekanan politik misalnya, kemudian ikut menentukan alutsista yang kurang tepat. Semoga bermanfaat. 

Penulis: Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net 

Pengadaan Alutsista TNI AL, Antara Harapan dan Kenyataan (1)

Ilustrasi SIGMA Class PKR 10514.
Ilustrasi SIGMA Class PKR 10514.

Sistem pengadaan alutsista merupakan salah satu isu krusial dalam pembangunan pertahanan. Selama ini, banyak pihak berpendapat bahwa sistem pengadaan alutsista di Indonesia tidak efisien dan efektif, dimana disinyalir banyak terjadi pemborosan biaya dalam proses tersebut. Di sisi lain, anggaran yang disediakan pemerintah untuk kepentingan pertahanan masih jauh dari kebutuhan sebenarnya. Untuk itu, diperlukan efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan anggaran tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah berupaya menata sistem pengadaan alutsista dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang pada intinya mengarah pada kebijakan pengadaan satu pintu. Kebijakan dimaksud adalah pengadaan alutsista bagi kepentigan TNI harus dilaksanakan melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai pemegang otoritas politik dalam kebijakan pertahanan. Kebijakan pengadaan satu pintu mewajibkan pengadaan alutsista TNI harus mengikuti mekanisme yang ditetapkan Kemhan dan TNI tidak dapat melakukan pengadaaan tanpa diketahui oleh Kementerian Pertahanan. Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman dan tata cara pengadaan alutsista diatur oleh Menteri Pertahanan melalui konsultasi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dengan tetap berpedoman pada tata nilai pengadaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomer 54 Tahun 2010 dan perubahannya.
Kebijakan sistem pengadaan alutsista melalui sistem satu pintu merupakan hak yang wajar dana umum di negara-negara yang demokratis. Dalam hal alutsista yang belum dapat dibuat di Dalam Negeri, pengadaan alutsista sedapat mungkin langsung dari pabrikan yang terpercaya dan bekerja sama dengan industri dan/atau lembaga riset di Dalam Negeri. Terkait dengan industri di Dalam Negeri kemudian memunculkan kebutuhan akan ToT (Transfer of Technology) di setiap matra.
KRI Kujang 642 dan KRI Clurit, nampak dengan AK-630 pada haluan.
KRI Kujang 642 dan KRI Clurit, nampak dengan AK-630 pada haluan.

Perkembangan Alutsista di TNI AL
Meski bukan kekuatan laut terkuat di Asia Tenggara, karena posisi angkatan laut terkuat dipegang oleh AL Singapura, tapi hingga kini TNI AL diyakini sebagai angkatan laut dengan armada terbesar di kawasan Asia Tenggara, artinya dalam hal kuantitas kapal dari beragam jenis, TNI AL memang jawara.
Modernisasi Militer Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan 2014 ini sudah membawa penambahan kekuatan militer yang cukup signifikan bagi TNI AL. Modernisasi militer periode 2009-2014 ini disebut dengan Minimum Essential Force (MEF) Renstra I (2009-2014). MEF ini direncakanan akan dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu Renstra I (2009-2014), Renstra II (2015-2019) dan Renstra III (2020-2024). Namun, memasuki MEF Renstra II, Indonesia dihadapkan pada perubahan kepemimpinan dalam pemerintahan. Singkat kata, belum ada jaminan apakah pemerintahan Presiden Joko Widodo akan secara smooth meneruskan apa yang telah dicapai selama Renstra I. Adanya pergantian pemerintahan yang baru tentunya menimbulkan beberapa pertanyaan apakah program modernisasi militer Indonesia ini akan dilanjutkan atau tidak oleh pemerintah baru yang akan datang?
41370724IMG_20140905_140830
Belajar dari pengalaman sejarah, di Indonesia sering bila ada pergantian pemerintah membuat beberapa program pemerintah sebelumnya tidak dilanjutkan atau digantikan oleh kebijakan baru yang dibuat pemerintahan yang baru. Program modernisasi militer MEF dengan segala kekurangan dan kelebihannya, sudah membawa perubahan yang cukup berarti bagi Indonesia. Kekuatan Militer Indonesia yang pada tahun 1999 sampai 2005 sangat memprihatinkan, berangsur-angsur sudah mulai menunjukkan perbaikan yang signifikan berkat adanya program MEF ini.
Bukan suatu kejutan bila nantinya program MEF akan diganti dengan program lainnya, namun kita tetap berharap sekali bahwa apapun nama programnya nanti, intinya berharap bahwa modernisasi militer Indonesia tetap harus berjalan. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik beberapa tahun terakhir ditambah adanya kemungkinan ancaman konflik yang akan dihadapi Indonesia di sekitar Laut Cina Selatan.
Rudal C-705 pada KRI Kujang 642.
Rudal C-705 pada KRI Kujang 642.
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL

TNI AL sebagai matra pengawal kedaulatan Nasional di lautan telah mengalami peningkatan tajam dalam MEF I, beberapa proyek yang melibatkan anggaran cukup besar di lingkup TNI AL seperti pengadaan 3 unit Kapal Selam Changbogo Class dari Korea Selatan. Pengadaan ini menelan dana paling tidak $1.1 Miliar, belum lagi ditambah dana untuk mempersiapkan infrastruktur pembangunan Kapal Selam di Indonesia. Hal ini karena di rencanakan 1 dari 3 unit Kapal Selam tersebut akan di bangun di Indonesia, dan 2 unit lainnya di Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan datang di tahun 2016-2018 mendatang. Itu artinya kontraknya memang ditandatangani di MEF I, tapi kedatangan Kapal Selam itu akan di MEF II (2015-2019). Hal ini dikarenakan pembuatan Kapal Selam yang tentunya membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Untuk kapal perang, TNI AL akan mendapatkan 3 unit Perusak Kawal Rudal (PKR) SIGMA-10514 dari Belanda dan 3 unit Kapal Perang MLRF Nakhoda Ragam Class (Bung Tomo Class) dari Inggris. Untuk 2 unit PKR ini dibagi dalam 2 tahapan kontrak dan diperkirakan PKR pertama sudah akan datang di tahun 2016 nanti. Sedangkan untuk MLRF Nakhoda Ragam Class, ketiga unitnya telah tiba di Tanah Air.
Nahkoda Ragam Class
Nakhoda Ragam Class
SONY DSC
Tank BMP-3F
Tank BMP-3F

Di lini armada kapal cepat, TNI AL juga akan menerima beberapa unit KCR-40 dan KCR-60 buatan dalam negeri yang dilengkapi dengan varian rudal C-705 dan C-802 buatan Cina. Juga TNI AL telah mendapatkan beberapa unit Landing Ship Tank (LST) yang bisa digunakan untuk transpotasi bagi armada MBT Leopard. Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal) TNI AL juga mendapatkan 3 unit CN-235 MPA produksi Indonesia yang akan menjadi pesawat patroli maritim. Selain itu TNI AL juga akan mendapatkan 11 unit Heli Anti Kapal Selam dari Perancis yaitu AS-565 MB Phanter. Juga diberitakan TNI AL mendapatkan rudal anti kapal generasi terbaru yaitu Exocet MM-40 Block 3 yang kemungkinan akan dipakai di armada kapal perang terbaru TNI AL. Bahkan diberitakan juga TNI AL juga akan mendapatkan rudal pertahanan udara jenis VLS (Vertical Launch System) MICA dari Perancis, MICA digadang sebagai rudal anti pesawat untuk menggantikan keberadaan rudal SAM Sea Wolf di Bung Tomo Class.
Korps Marinir TNI AL juga mendapatkan 37 unit BMP-3F dari Rusia yang ditandatangani di tahun 2011 yang lalu dengan nilai kontrak US$114 juta. Ini adalah pengadaan tahap kedua, dimana sebelumnya juga sudah ada pengadaan 17 unit BMP-3F di tahun 2009. Dengan pengadaan tahap kedua ini, Marinir TNI AL sudah memiliki 54 unit BMP-3F. Beberapa waktu lalu 37 unit BMP-3F ini sudah hadir di Indonesia.
Selain pengadaan alutsista yang sudah dijelaskan diatas, masih ada beberapa pengadaan alutsista lainnya yang tentunya belum disebutkan. Namun hal diatas adalah gambaran besar pengadaan alutsista untuk TNI AL di MEF I (2009-2014). – Bersambung. (Haryo Adjie)


BRLPZ-1 Beaver AVLB: Gelar Jembatan Taktis Darurat Untuk MBT Leopard 2A4 TNI AD

IMG_20141215_131049
Selain keberadaan ARV (Armoured Recovery Vehicle) dan AEV (Armoured Engineer Vehicle), kedatangan armada Leopard 2A4 dan Leopard 2A4 Revolution dari Jerman juga bakal diperkuat komponen AVLB (Armoured Vehicle Launched Bridge). Dengan kontur geografis serta kondisi alam Indonesia, adanya AVLB untuk Leopard TNI AD multak diperlukan, dimana medan di Tanah Air banyak memiliki anak-anak sungai yang punya bentang 15 – 20 meter.
Terkait melitasi sungai, sejatinya MBT Leopard memang dapat melintasi sungai hingga kedalaman empat meter. Karena tak punya kemampuan amfibi, Leopard bisa berenang berkat snorkel. Tapi dalam simulasi gelar pertempuran di Indonesia, penggunaan snorkel dirasa kurang ideal, mengingat persiapan instalasi snorkel yang tidak efisien, plus kondisi arus sungai di Tanah Air yang cenderung berarus deras dan berlumpur. Nah, guna mengantisipasi kondisi diatas, kavaleri TNI AD juga sudah punya pengalaman mengoperasikan AVLB, yakni Stormer AVLB buatan Alvis, Inggris.
Tapi Alvis Stomer yang di Indonesia populasinya ada 2 unit dirancang untuk menghantarkan tank Scorpion dan Stomer APC, yang notabene keduanya masuk kelas ranpur lapis baja ringan. Beda halnya dengan MBT Leopard 2A4 yang punya bobot 60 ton, kemampuan dan spesifikasi AVLB-nya pun harus masuk kelas heavy. Dalam beberapa informasi, ikut dalam paket pembelian armada MBT Leopard adalah tiga unit tank LEGUAN AVLB. Tapi justru replika model BRLPZ-1 Beaver AVLB yang ditampilkan dalam stand Kavaleri di Pameran Alutsista TNI AD 2014 di Lapangan Monas.
beaverPanzerschnellbruecke_Biber_auf_Brueckenleger
Biar tak penasaran, berikut kami bedah sekilas Beaver AVLB, kendaraan taktis kavaleri yang punya citarasa zeni. Dari segi identifikasi, Leopard 1 AVLB dikenal dengan nama resmi Bruckenlegepanzer Biber (Beaver) atau disingkat BRLPZ-1. Beaver yang artinya berang-berang, merupakan binatang yang senang membuat bendungan. Saat diturunkan, jembatan taktis darurat di Beaver AVLB memiliki panjang 22 meter dan dapat menjembatani rintangan selebar 20 meter, dengan dua meter sisanya merupakan panjang landasan yang menepek ke permukaan. Lebar jembatan enam meter, memadai untuk dilintasi MBT Leopard 1.
Jerman jelas bukan pemain baru dalam hal mendesain varian AVLB. Malah faktanya, varian AVLB yang dibangun Jerman dari sasis Leopard 1 terjual laris manis ke Italia, Kanada, Belanda, dan Australia. Varian yang pembuatannya ditangani Krupp MaK Maschinenbau merupakan pemenang dari dua prototipe yang sempat dibuat. Hull, sistem suspense, dan mesin, semuanya mengadopsi milik Leopard 1, tetapi kubahnya digantikan oleh jembatan model gunting berbahan alumunium.
Bridge_Beaver_02avlb07Ex RESOLUTE WARRIORBridge_Beaver_012665
Jembatan gunting yang dibawa Beaver memenuhi standar spesifikasi MLC50, atau menahan beban 50 ton, sesuai spesifikasi dasar Leopard 1. Untuk menstabilkan saat menurunkan jembatan, sebilah dozer dipasang sebagai perlengkapan standar di bagian depan hull. Jembatan diturunkan dengan sistem horizontal. Sistem jembatan sisi bawah digeser maju dengan bantuan hidrolik sampai bagian belakangnya sejajar dengan bagian depan jembatan di sisi atas.
Jembatan di sisi atas kemudian gantian diturunkan, sampai kedua sisi jembatan bertemu dan akhirnya saling mengunci membentuk satu jembatan utuh. Setelah jembatan terbentuk, barulah jembatan diturunkan dan bisa dilintasi. Waktu untuk menggelar jembatan lumayan singkat, secara teori hanya dibutuhkan waktu tiga menit. Dengan pemasangan model horizontal, lebih sukar untuk mendeteksi kehadiran Beaver dibandingkan, katakanlah varian AVLB milik Blok Timur dimana jembatannya dinaikan secara horizontal terlebih dahulu, baru kemudian diturunkan, alhasil kegiatan pemasangan jembatan lebih cepat terdeteksi dari kejauhan.
Tapak jembatan Beaver AVLB.
Tapak jembatan Beaver AVLB.
Simpul pengunci antar dua bagian jembatan.
Simpul pengunci antar dua bagian jembatan.

Jempatan model gunting sejatinya sudah pernah diadopsi oleh militer Indonesia sejak tahun 90-an. Seperti Zeni Korps Marinir TNI AL yang telah mengoperasikan MMB (Military Mobile Bridge) dari jenis MAN KAT1 8×8 LEGUAN MLC70. Sementara AVLB milik TNI AD, yakni Alvis Stormer menggunakan pola jembatan lipat yang dinaikan secara horizontal terlebih dahulu.
Sebagai sarana untuk keluar masuk awak, hanya ada satu kubah kecil saja, lengkap dengan periskopnya untuk komandan. Satu-satunya sistem pertahanan adalah pelontar granat asap sebaganyak 8 buah dari tipe Wegmann 76 mm. Sehingga, untuk urusan pertahanan Leopard AVLB ini mutlak membutuhkan bantuan tembakan kawan. AVLB Beaver diawaki oleh dua orang, yakni pengemudi dan komandan yang merangkap sebagai operator jembatan. Untuk perlindungan pada awak, Beaver AVLB sudah mendukung proteksi pada kontaminasi radiasi nuklir, biologi dan kimia.



Keberhasilan filosofi desan BRLZ-1 Beaver dibuktikan dengan derasnya angka pesanan. AD Jerman (Bundeswehr) membeli 105 unit, Kanada (6 unit), Belanda (16), dan Italia (64 unit) yang dibuat secara lisensi oleh OTO/Finnmecanica. Pada saat Jerman beralih ke Leopard 2 yang masuk kategori MLC70, BRLZ-1 tetap dipertahankan. Belum terdengar rencangan AD Jerman untuk membeli varian baru pengganti Beaver. Memang kemudian ada varuian AVLB lain, yakni Pazerschnellbrucke 2 (PSB-2) yang berbasis Leopard 2. PSB-2 dirancang sedemikian rupa untuk mengungguli BRLZ-1 Beaver. Karena toleransi bobot yang jauh lebih besar dibandingkan Leopard 1, PSB-2 digadang mampu membawa jembatan dengan tonase yang jauh lebih besar, mencapai MLC70, atau setara bobot tempur keluarga Leopard 2.
Faktanya, melihat populasi BRLZ-1 Beaver AVLB yang cukup besar, mendorong Thorntone Hellas untuk menawarkan paket upgrade untuk menggenjot kinerja operasional Beaver AVLB. Dari yang tadinya kapasitas bobot sebatas MLC50, maka di dongkrak menjadi MLC70. Upgrade ini ditekankan pada sokongan teknologi sistem hidrolik. Lewat upgrade ini, usia operasional Beaver bisa diperpanjang hingga 25 tahun. (Margana)
Spesifikasi
  • Length : 11820 mm (without bridge: 10590 mm)
  • Width : 4000 mm (without bridge: 3250 mm)
  • Height : 5600 mm (without bridge 2670 mm)
  • Cross vehicle weight : 45,45 ton (with bridge)
  • Maximum speed : 62 km/h
  • Engine : MTU MB 838 CaM-500
  • Range : 450 km
  • Climbing ability : 60%
  • Water crossing : 1,2 m (with preparation 1,65 m)
  • Bridge length : 22 meter
  • Bridge width : 4 meter
  • Bridge height max : 0,98 meter
  • Bridge weigh : 9,94 ton
  • Bridge Safe Load : MLC50 (MLC70 upgrade)

Pionierpanzer 2Ri Dachs TNI AD: Armoured Engineer Vehicle dari Platform MBT Leopard

IMG_20141215_131034
Paket pembelian MBT Leopard 2A4 dan IFV Marder 1A3 dari Jerman untuk TNI AD disertai dengan pengadaan kendaraan lapis baja pendukung. Maklum yang dibeli memang di setting untuk kebutuhan dua batalyon kavaleri, maka rantis pendukung seperti ARV (Armoured Recovery Vehicle), AVLB (Armoured Vehicle Launched Bridge) hingga AEV (Armoured Engineer Vehicle) mutlak dibutuhkan guna menjamin gelar operasi Leopard dapat maksimal dalam kondisi apa pun.
Bila di artikel terdahulu telah dikupas ARV untuk MBT Leopard TNI AD, yakni Bergepanzer 3Ri Buffalo buatan Rheinmetall Defence. Maka kini giliran kita singgung sekilas AEV yang dibeli dalam paketan pembelian Leopard. Nah, untuk AEV disebut-sebut Indonesia akan mengadopsi 3 unit tank Kodiak yang juga buatan Rheinmetall Defence. Namun, dalam display model yang di ada di stand Kavaleri pada Pameran Alutsista TNI AD 2014 di Lapangan Monas, justru display model yang tampil adalah Pionierpanzer 2Ri Dachs buatan MaK System Gesellschaft mbH, Jerman.
Yang menarik, meski Kodiak buatan Rheinmetall tapi justru tidak digunakan oleh AD Jerman, pengguna Kodiak utamanya adalah AD Swiss dan AD Kanada. Sementara Dachs yang buatan MaK System justru dioperasikan langsung oleh AD Jerman (141 unit) dan AD Kanada (9 unit). Besar kemungkinan, Dachs AEV pesanan Indonesia diambil dari stok militer Jerman yang ‘melimpah.’
037g
Menyandang gelar AEV, Dachs tak hanya punya peran mendukung laju operasi armada MBT Leopard. Justru kendaraan ini amat pas mendukung kerja satuan zeni tempur, karena adanya dozer dan eskavaator yang cukup besar. Dari platformnya, Pionierpanzer 2 Dachs dibangun dari basis hull MBT Leopard 1. Sebagai kendaraan AEV, Dachs dibekali dengan ‘senjata’ utama untuk membersihkan rintangan. Hal ini diwujudkan dalam crane yang dilengkapi baki ekskavator di bagian depan yang dapat dilipat ke atas sasis saat tak digunakan. Di bagian depan, terpasang bilah dozer dengan lebar 3.520 mm dan tinggi 940 mm. Dozer ini punya daya dorong 240 meter3 per jam. Dozer dapat dimanfaatkan untuk membantu peran membuat tanggul atau menyapu ranjau saat membuka jalan bagi kendaraan lainnya. Bahkan dalam operasi bumi hangus, Dachs dapat dibekali scarifies tajam untuk merusak lapisan aspal. Saat bilah dozer diturunkan, laju kendaraan sekitar 8 km per jam. Penasaran dengan keperkasaan Dachs 2, simak video di bawah ini.


14332916287_eef27871a8
Untuk crane yang dilengkapi baki ekskavator terpasang pada sisi kanan kendaraan, mirip model di ARV Buffalo. Landasan crane dapat diputar 270 derajat untuk memberi alternatif posisi sebanyak mungkin dalam segala kondisi. Crane ini memiliki fitur canggih, karena dibekali sistem sensor pembatas momentum elektronik yang terus menerus menghitung elevasi, kemiringan kendaraan, dan massa beban yang diangkut untuk mencegah beban berlebih. Saat tidak digunakan, crane dapat dilipat dan ditaruh membujur di sisi kanan Dachs. Ekskavator digerakkan secara hidrolik namun dikendalikan secara elektrik. Baki ekskavator dapat ditekuk hingga sudut 60 derajat. Kapasitas baki bisa dimuati material hingga 1,1 meter3. Dalam kondisi tertentu, lengan crane ekskavator dapat dijulurkan sampai panjang maksimum 8,3 meter.
Kelengkapan Dachs lainnya adalah winch. Dengan adanya winch, menjadikan Dachs bisa bekerja layaknya ARV. Winch dengan sistem tensioning dilengkapi sling (kabel baja) dengan panjang 90 meter, ketebalan kabelnya sendiri 33 mm. Kemampuan winch ini cukup spektakuler, yakni bisa menarik beban hingga 20 ton. Winch mampu menarik beban sampai 35 ton apabila sling disimpul ganda dengan bantuan pulley tackle.
Pionierpanzer_Dachs_(2008)Pionierpanzer_Dachs_Frontansicht8864349355_746b90045b_h8864349507_737a4226bf_bpionierpanzer-2-dachs2qujo
Posisi pengemudi Dachs duduk di bagian depan dengan komandan tepat berada di belakangnya. Standar pengoperasioan Dachs melibatkan dua orang kru, yakni komandan dan pengemudi. Namun dalam misi tempur jumlahnya bisa ditambah karena disediakan tempat kursi bagi awak ketiga. Pengemudi dilengkapi periskop, sementara komandan berperan sebagai pengendali crane ekskavator. Untuk self defence, pada posisi hatch komandan dapat dilengkapi senapan mesin sedang kaliber MG3 atau FN MAG 7,62 mm. Selain itu juga 6 pelontar granat asap kaliber 76 mm. Seperti terlihat dalam foto, Dachs AEV juga dapat diajak menyelam sampai kedalaman 4 meter dengan bantuan cerobong snorkel, ditambah bantuan pompa air (bilge pump) berukuran besar.
Dari segi kemampuan mesin, dapur pacu Dachs 2 dipasok mesin MTU MB 838 Ca M-500 37.4 litres V-10 multifuel. Dari mesin dengan kapasitas BBM 1.410 liter, kendaraan dapat dipacu hingga kecepatan maksimum 62 km per jam, sementara jarak tempuhnya sampai 650 km. (Margana)


Rabu, 24 Desember 2014

Bergepanzer 3Ri Buffalo TNI AD: Armoured Recovery Vehicle dengan Kemampuan Plus+

IMG_20141215_131013-1
Dengan bekal meriam Rheinmetall L/44 120 mm, plus bobot tempur 60 ton, menjadikan Leopard 2A4 Revolution milik TNI AD sebagai salah satu MBT (Main Battle Tank) yang paling perkasa di muka bumi. Namun, meski digadang dengan segudang kelebihan dan kecanggihan, tetap saja armada tank tempur asal Jerman ini membutuhkan wahana pendukung dalam operasional di medan tempur. Saat Leopard mengalami kerusakan berat, hingga terperosok ke parit, tentu tak bisa sembarang alat berat dapat menanganinya, untuk itulah dibutuhkan kehadiran ARV (Armoured Recovery Vehicle).
Di artikel-artikel terdahulu, kami pernah mengupas ARV milik TNI dari jenis BREM-L, AMX-13 ARV, dan Anoa 6×6 ARV. Tapi untuk meng-handle Leopard 2A4 (57 ton) dan Leopard 2A4 Revolution (60 ton) jelas membutuhkan ARV yang punya kapabilitas mumpuni, pasalnya obyek yang akan ditarik dan direparasi punya bobot super heavy. Nah, untuk melayani MBT Leopard 2A4 maka hadir ARV Bergepanzer 3Ri Buffle (Buffalo) buatan Rheinmetall Defence, Jerman. Sebagai informasi, ada label Ri lebih untuk menandakan sebagai varian yang dijual ke Indonesia.
Sebelum mengenal lebih jauh Si Banteng asal Bavaria ini, berdasarkan pesanan pada tahun 2012, TNI AD akan menerima 62 unit tank Leopard 2 Revolution, 42 unit tank Leopard 2A4, 4 unit tank Buffel ARV (Bergepanzer), 3 unit tank Leguan AVLB, 3 unit tank Kodiak AEV, dan 50 unit tank Marder 1A2. Dari keterangan diatas, maka ada 4 unit ARV Buffalo yang nantinya akan memperkuat kavaleri TNI AD. Bila mengacu ke negara asalnya, Bundeswehr memberi rasio ideal 1 ARV untuk meng-handle 6 MBT atau dua seksi. Layanan kontinu dari ARV menjadi kunci untuk meningkatkan readiness level dari armada MBT Leopad. Tentu saja, mengingat keterbatasan anggaran, acuan AD Jerman tak mungkin diterapkan oleh TNI AD.
ARV Buffalo AD Belanda.
ARV Buffalo AD Belanda.
800px-Bergepanzer_Bueffel
ARV Buffalo AD Jerman.
LeopardIIBuffalo
Buffalo dibangun dari basis sasis MBT Leopard 2, ini terlihat nyata pada rancangan bagian bawah dan susunan roda rantainya. Namun, bagian atasnya dimodifikasi habis dengan penambahan kabin lapis baja. Posisi pengemudi di Buffalo ARV tidak lagi duduk dalam kabin sempit, pengemudi Buffalo duduk di bagian depan dengan komandan tepat berada di belakangnya. Standar pengoperasioan Buffalo ARV melibatkan dua orang kru, yakni komandan dan pengemudi. Namun dalam misi tempur jumlahnya bisa ditambah karena disediakan tempat kursi bagi awak ketiga.
Kabin besar ini memiliki tiga pintu besar untuk akses keluar masuk, masing-masing dilengkapi sistem sekat penahan kontaminasi Nubika. Sistem pemadam api otomatis seperti yang terdapat di MBT Leopard 2 juga disematkan pada kabin dan mesin Buffalo. Seperti halnya MBT Leopard 2, ARV ini juga dapat diajak menyelam sampai kedalaman 4 meter dengan bantuan cerobong snorkel, ditambah bantuan pompa air (bilge pump) berukuran besar.
Perlengkapan utama Buffalo terletak pada satu crane besar dengan kapasitas angkat beban seberat 30 ton. Crane ini terpasang pada sisi kanan depan kendaraan. Landasan crane dapat diputar 270 derajat untuk memberi alternative posisi sebanyak mungkin dalam segala kondisi. Crane ini memiliki fitur canggih, karena dibekali sistem sensor pembatas momentum elektronik yang terus menerus menghitung elevasi, kemiringan kendaraan, dan massa beban yang diangkut untuk mencegah beban berlebih. Saat tidak digunakan, crane dapat dilipat dan ditaruh membujur di sisi kanan Buffalo.
Leopard-Bpz-3-Buffel-KN600-(MJU)-111
ARV Buffalo tengah beraksi mengganti mesin Leopard 2A4.
ARV Buffalo AD Kanada mengganti powerpack Leopard 2A6 di medan operasi Afghanistan.
ARV Buffalo AD Kanada mengganti powerpack Leopard 2A6 di medan operasi Afghanistan.
ARV AD Jerman di Afghanistan.
ARV AD Jerman di Afghanistan.

Untuk tugas menarik beban berat (towed), Buffalo dilengkapi winch Rotzler Treibmatic TR650/3 yang terpasang di sisi depan kendaraan, terlindung dalam rumah baja untuk mencegah putusnya kabel sling akibat tembakan lawan. Sling baja di ARV ini punya ketebalan 33 mm dengan panjang 180 meter, winch mampu menarik beban sampai 35 ton atau dua kali lipatnya apabila sling disimpul ganda dengan bantuan pulley tackle. Secara teori, kabel baja ini dapat digulung dengan kecepatan 16 meter per detik. Semantara untuk menarik beban yang lebih kecil, ARV Buffalo juga dilengkapi winch sekunder Rotzler HZ010/1-8 dengan kabel sling sepanjang 280 meter dan tebal 7 mm.
Di hidung Buffalo ARV terpasang satu bilah dozer besar dengan lebar 3.420 mm dan tinggi 880 mm, membuatnya laksana bulldozer yang kuat digunakan untuk membolak-balik tanah untuk keperluan pembuatan parit, membentuk tanggul pertahanan untuk tank dalam hull down position, sampai menyingkirkan hambatan yang ada di jalur termasuk ranjau anti tank yang tertaman di dalam tanah, atau meledakkan ranjau anti personel.
Dibekali dozer yang cukup besar, menjadikannya laksana bulldozer.
Dibekali dozer yang cukup besar, menjadikannya laksana bulldozer.
buffel
Mendukung tugas darurat di medan tempur, Buffalo ARV dapat membawa satu set powerpack (mesin) Leopard 2 dengan menggunakan palet khusus di atas kompartemen mesinnya. Mesin cadangan ini dapat dinaikturunkan dengan bantun crane utama, sehingga Buffalo dan krunya dapat melakukan penggantian mesin yang rusak ke Leopard kawan secara mandiri. Untuk penggantian satu powerpack utuh dari MBT Leopard 2A4, hanya butuh waktu 25 menit, dan ekstra 10 menit untuk penggantian powerpack Leopard 2A5.
Saat crane beroperasi, bilah dozer tinggal diturunkan sebagai pasak untuk menstabilkan kendaraan. Suspensinya dikunci untuk membuat kendaraan benar-benar stabil dalam posisinya. Untuk perbaikan mekanikal Leopard yang mengalami kerusakan, awak Buffalo ARV juga dilengkapi perkakas seperti gerinda dan las, perlengkapan derek, dan tak lupa berbagai kunci yang disesuaikan dengan standar Leopard 2. Untuk urusan derek, Buffalo mampu menarik kendaraan seberat 62 ton, atau sudah masuk kategori MLC70 untuk mengantisipasi pengembangan di masa depan.
Sebagai perlengkapan tambahan, Rheinmetall juga menyediakan sistem pengisian bahan bakar untuk MBT Leopard 2 di lapangan. Sistem pompa ini mampu menyedot atau mengisikan bahan bakar, untuk menggantikan fungsi truk pengisi bahan bakar yang rentan serangan senjata ringan. Dengan kapasitas bahan bakar sebanyak 1.620 liter, Buffalo ARV mampu menempuh jarak 650 km di jalan raya beraspal, dan 350 km saat melaju di jalan cross country.


Untuk mobilitas, ARV 3 dapat dinaikkan ke tank transporter.
Untuk mobilitas, ARV 3 dapat dinaikkan ke tank transporter.

Untuk urusan pertahanan, Buffalo dilengkapi dudukan senapan mesin ringan FN MAG GPMG 7,62 mm dan 16 pelontar granat asap 76 mm buatan Wegmann yang terbagi 4 di kiri depan, 4 di kanan depan, serta sisanya masing-masing di kiri-kanan belakang.
Dalam skenario pertempuran, ARV punya peranan besar, mengingat data statistic dari berbagai pertempuran tank vs tank menunjukkan bahwa 50-60% tank yang berhasil di evakuasi dari medan pertempuran dan diperbaiki bisa diterjunkan lagi untuk bertempur. Lepas dari kemampuan utamanya untuk memberi pertolongan pada MBT Leopard, Buffalo ARV juga punya banyak kegunaan untuk menggantikan peran kendaraan khusus lainnya, sebut saja Buffalo dapat berperan sebagai bulldozer, traktor, eskavator, dan sampai titik tertentu, menjadi wahana pengisi bahan bakar darurat. Tak hanya untuk urusan perang, Buffalo ARV juga bisa dikerahkan untuk proses bantuan mitigasi bencana seperti evakuasi, menyingkirkan reruntuhan bangunan, dan distribusi bahan pangan ke tempat terisolasi.
ARV 3 Buffalo AD Singapura beraksi di Marina Bay.
ARV 3 Buffalo AD Singapura beraksi di Marina Bay.
10293800643_d68ff0505fa7
Setiap negara pengguna varian MBT Leopard, dipastikan juga memiliki ARV Buffalo. Di Asia Tenggara, selain Indonesia, Singapura sudah lebih dulu mengoperasikan ARV ini. Soal kehandalan ARV Buffalo juga tak perlu diragukan lagi, kendaraan ini terbukti banyak melakukan evakuasi, menderek, hingga reparasi ranpur lapis baja di medan Perang Afghanistan. (Margana)


Sabtu, 20 Desember 2014

Menhan : Resimen Mahasiswa Dituntut Menjadi Daya Tangkal Sekaligus Soft Power Bagi Bangsa

Menteri Pertahanan menekankan bahwa Resimen Mahasiswa (Menwa) dituntut memiliki kesadaran menjadi garda Pancasila dan ideologi negara yang akan menjadi daya tangkal sekaligus soft powerbagi bangsa Indonesia. Terutama dalam menghadapi kompleksitas ancaman, Menwa harus mampu menjaga  persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian diungkapkan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu, Rabu (18/12) saat membuka Rapat Komando Nasional (Rakomnas) ke-III Korps Resimen Mahasiswa Indonesia Tahun 2014, di Kantor Kemhan, Jakarta.
Lebih lanjut Menhan mengatakan Menwa juga merupakan bagian dari sistem pertahanan negara yang mana eksistensi dan perannya sangat penting dan strategis bagi penyelenggaraan bela negara. Terlebih lagi untuk  menunjukkan adanya kesadaran dan tanggung jawab untuk rela berkorban bagi negara dan bangsanya.
“Para pemuda terutama Menwa, berperan dalam bela negara dengan sangat strategis sebagai duta-duta bela negara di lingkungan universitas. Sejarah membuktikan bahwa kontribusi pemuda selalu mewarnai setiap dinamika perubahan. Pemuda merupakan penggerak patriotisme yang telah ikut membentuk sejarah Indonesia, sejak gerakan kebangsaan tahun1908, 1928, 1945, 1966, 1998 sampai sekarang,” ungkap Menhan.
Sementara itu kegiatan Rakomnas Menwa, menurut Menhan merupakan momentum untuk memperbaharui tekad sebagai patriot, yang rela berkorban dan selalu berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Berkaitan dengan itu, Menhan mengajak seluruh peserta Rakomnas untuk senantiasa menjadikan nilai-nilai bela negara sebagai landasan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada kesempatan tersebut Menhan menyampaikan harapan kepada seluruh anggota Menwa hendaknya selalu menjaga kebersamaan, menjalin silaturahmi dengan seluruh civitas akademika. Disamping itu anggota Menwa tidak menempatkan sebagai kelompok eksklusif dan tidak melibatkan organisasi Menwa dalam kegiatan politik praktis.
Sementara itu Komandan Komando Nasional (Dankomnas) Menwa, Ir. A. Riza Patria, MBA mengatakan Menwa sangat senang mendapat pembinaan dari TNI yang semakin kuat dan professional. Karena hal itu tidak hanya menjadikan kader Menwa solid, berani dan militan tetapi selalu berusaha untuk rela berkoban dan mencitai bangsa dan tanah air.
Disisi lain Menwa menurut pendapat Dankomnas Menwa bukanlah suatu organisasi militeristik, akan tetapi Menwa merupakan generasi muda yang ingin dan siap membela bangsa dan tanah air.
Dankomnas Menwa menuturkan bangsa yang besar perlu didukung oleh pertahanan sipil yang kuat, untuk itu kader Menwa sudah dibina untuk membela bagi kepentingan bangsa dan negara. Tidak hanya melalui tenaga tetapi kemampuan intelektual pun akan diberikan dalam menghadapi tantangan negara dimasa datang.
Rapat Komando Nasional 2014 Resimen Mahasiswa yang diselenggarakan tanggal 18-21 Desember 2014 mengangkat tema “Menwa Indonesia Siap Bela Negara”. Selain itu Rakomnas Menwa 2014 juga dihadiri sekitar 200 kader Menwa yang berasal dari daerah di seluruh Indonesia.
Sumber : DMC