Sistem pengadaan alutsista merupakan salah satu isu krusial dalam
pembangunan pertahanan. Selama ini, banyak pihak berpendapat bahwa
sistem pengadaan alutsista di Indonesia tidak efisien dan efektif,
dimana disinyalir banyak terjadi pemborosan biaya dalam proses tersebut.
Di sisi lain, anggaran yang disediakan pemerintah untuk kepentingan
pertahanan masih jauh dari kebutuhan sebenarnya. Untuk itu, diperlukan
efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan anggaran
tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah berupaya menata sistem
pengadaan alutsista dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang pada
intinya mengarah pada kebijakan pengadaan satu pintu. Kebijakan dimaksud
adalah pengadaan alutsista bagi kepentigan TNI harus dilaksanakan
melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai pemegang otoritas
politik dalam kebijakan pertahanan. Kebijakan pengadaan satu pintu
mewajibkan pengadaan alutsista TNI harus mengikuti mekanisme yang
ditetapkan Kemhan dan TNI tidak dapat melakukan pengadaaan tanpa
diketahui oleh Kementerian Pertahanan. Ketentuan lebih lanjut tentang
pedoman dan tata cara pengadaan alutsista diatur oleh Menteri Pertahanan
melalui konsultasi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah) dengan tetap berpedoman pada tata nilai pengadaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomer 54 Tahun 2010 dan
perubahannya.
Kebijakan sistem pengadaan alutsista melalui sistem satu pintu
merupakan hak yang wajar dana umum di negara-negara yang demokratis.
Dalam hal alutsista yang belum dapat dibuat di Dalam Negeri, pengadaan
alutsista sedapat mungkin langsung dari pabrikan yang terpercaya dan
bekerja sama dengan industri dan/atau lembaga riset di Dalam Negeri.
Terkait dengan industri di Dalam Negeri kemudian memunculkan kebutuhan
akan ToT (Transfer of Technology) di setiap matra.
Perkembangan Alutsista di TNI AL
Meski bukan kekuatan laut terkuat di Asia Tenggara, karena posisi angkatan laut terkuat dipegang oleh AL Singapura, tapi hingga kini TNI AL diyakini sebagai angkatan laut dengan armada terbesar di kawasan Asia Tenggara, artinya dalam hal kuantitas kapal dari beragam jenis, TNI AL memang jawara.
Meski bukan kekuatan laut terkuat di Asia Tenggara, karena posisi angkatan laut terkuat dipegang oleh AL Singapura, tapi hingga kini TNI AL diyakini sebagai angkatan laut dengan armada terbesar di kawasan Asia Tenggara, artinya dalam hal kuantitas kapal dari beragam jenis, TNI AL memang jawara.
Modernisasi Militer Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan 2014 ini
sudah membawa penambahan kekuatan militer yang cukup signifikan bagi
TNI AL. Modernisasi militer periode 2009-2014 ini disebut dengan Minimum
Essential Force (MEF) Renstra I (2009-2014). MEF ini direncakanan akan
dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu Renstra I (2009-2014), Renstra II
(2015-2019) dan Renstra III (2020-2024). Namun, memasuki MEF Renstra II,
Indonesia dihadapkan pada perubahan kepemimpinan dalam pemerintahan.
Singkat kata, belum ada jaminan apakah pemerintahan Presiden Joko Widodo
akan secara smooth meneruskan apa yang telah dicapai selama Renstra I.
Adanya pergantian pemerintahan yang baru tentunya menimbulkan beberapa
pertanyaan apakah program modernisasi militer Indonesia ini akan
dilanjutkan atau tidak oleh pemerintah baru yang akan datang?
Belajar dari pengalaman sejarah, di Indonesia sering bila ada
pergantian pemerintah membuat beberapa program pemerintah sebelumnya
tidak dilanjutkan atau digantikan oleh kebijakan baru yang dibuat
pemerintahan yang baru. Program modernisasi militer MEF dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, sudah membawa perubahan yang cukup berarti
bagi Indonesia. Kekuatan Militer Indonesia yang pada tahun 1999 sampai
2005 sangat memprihatinkan, berangsur-angsur sudah mulai menunjukkan
perbaikan yang signifikan berkat adanya program MEF ini.
Bukan suatu kejutan bila nantinya program MEF akan diganti dengan
program lainnya, namun kita tetap berharap sekali bahwa apapun nama
programnya nanti, intinya berharap bahwa modernisasi militer Indonesia
tetap harus berjalan. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang
cukup baik beberapa tahun terakhir ditambah adanya kemungkinan ancaman
konflik yang akan dihadapi Indonesia di sekitar Laut Cina Selatan.
TNI AL sebagai matra pengawal kedaulatan Nasional di lautan telah
mengalami peningkatan tajam dalam MEF I, beberapa proyek yang melibatkan
anggaran cukup besar di lingkup TNI AL seperti pengadaan 3 unit Kapal Selam Changbogo Class
dari Korea Selatan. Pengadaan ini menelan dana paling tidak $1.1
Miliar, belum lagi ditambah dana untuk mempersiapkan infrastruktur
pembangunan Kapal Selam di Indonesia. Hal ini karena di rencanakan 1
dari 3 unit Kapal Selam tersebut akan di bangun di Indonesia, dan 2 unit
lainnya di Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan
datang di tahun 2016-2018 mendatang. Itu artinya kontraknya memang
ditandatangani di MEF I, tapi kedatangan Kapal Selam itu akan di MEF II
(2015-2019). Hal ini dikarenakan pembuatan Kapal Selam yang tentunya
membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Untuk kapal perang, TNI AL akan mendapatkan 3 unit Perusak Kawal Rudal (PKR) SIGMA-10514 dari Belanda dan 3 unit Kapal Perang MLRF Nakhoda Ragam Class (Bung Tomo Class) dari Inggris.
Untuk 2 unit PKR ini dibagi dalam 2 tahapan kontrak dan diperkirakan
PKR pertama sudah akan datang di tahun 2016 nanti. Sedangkan untuk MLRF
Nakhoda Ragam Class, ketiga unitnya telah tiba di Tanah Air.
Di lini armada kapal cepat, TNI AL juga akan menerima beberapa unit KCR-40 dan KCR-60 buatan dalam negeri yang dilengkapi dengan varian rudal C-705 dan C-802 buatan Cina. Juga TNI AL telah mendapatkan beberapa unit Landing Ship Tank (LST) yang bisa digunakan untuk transpotasi bagi armada MBT Leopard. Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal) TNI AL juga mendapatkan 3 unit CN-235 MPA produksi
Indonesia yang akan menjadi pesawat patroli maritim. Selain itu TNI AL
juga akan mendapatkan 11 unit Heli Anti Kapal Selam dari Perancis yaitu AS-565 MB Phanter. Juga diberitakan TNI AL mendapatkan rudal anti kapal generasi terbaru yaitu Exocet MM-40 Block 3 yang
kemungkinan akan dipakai di armada kapal perang terbaru TNI AL. Bahkan
diberitakan juga TNI AL juga akan mendapatkan rudal pertahanan udara
jenis VLS (Vertical Launch System) MICA dari Perancis, MICA digadang sebagai rudal anti pesawat untuk menggantikan keberadaan rudal SAM Sea Wolf di Bung Tomo Class.
Korps Marinir TNI AL juga mendapatkan 37 unit BMP-3F
dari Rusia yang ditandatangani di tahun 2011 yang lalu dengan nilai
kontrak US$114 juta. Ini adalah pengadaan tahap kedua, dimana sebelumnya
juga sudah ada pengadaan 17 unit BMP-3F di tahun 2009. Dengan pengadaan
tahap kedua ini, Marinir TNI AL sudah memiliki 54 unit BMP-3F. Beberapa
waktu lalu 37 unit BMP-3F ini sudah hadir di Indonesia.
Selain pengadaan alutsista yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
beberapa pengadaan alutsista lainnya yang tentunya belum disebutkan.
Namun hal diatas adalah gambaran besar pengadaan alutsista untuk TNI AL
di MEF I (2009-2014). – Bersambung. (Haryo Adjie)