Rabu, 15 Maret 2017

CZ Scorpion Evo 3: Berdesain Kompak, Inilah Submachine Gun Terbaru Andalan Kostrad TNI AD



Jagad senjata perorangan, khususnya Submachine Gun (SMG) untuk TNI kembali bertambah dengan hadirnya CZ Scorpion Evo 3 lansiran Česká zbrojovka Uherský Brod, asal Republik Ceko. Senjata kompak berdesain futuristik dengan kaliber 9 x 19 mm ini terlihat digunakan oleh prajurit Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) dalam suatu latihan penanganan teror di Mabes TNI.

Apa yang menarik dari CZ Scorpion Evo 3? Selain desain yang serba baru, rancangan laras senjata berbobot 2,77 kg ini dilengkapi picatinny rail dari atas, bawah, dan kiri serta kanan, menjadikan Scorpion Evo 3 sangat adaptif untuk dipasangi berbagai akesesoris alat bidik dan alat bantu penembakkan lainnya. Diantara aksesoris yang mendukung pada senjata ini mencakup opsi pemasangan grip (pegangan tangan), teropong bidik (sight), senter, dan laser pembidik. Kesemua aksesoris senjata ini mengacu pada standar Mil-1913

Foto: Facebook Lembaga Keris.
Skema pengopersian CZ Scorpion Evo 3 tak berbeda jauh dengan jawara SMG kondang macam H&K MP5, yakni mengadopsi roller delayed blowback. Pada varian CZ Scorpion Evo 3 A1 ditawarkan penggunaan pemilihan fire switch, memberikan opsi bagi gunner untuk menggunakan moda safe, semi automatic, tembakkan tiga putaran, dan tembakkan penuh (full automatic fire). Lain dari itu, manufaktur juga merilis varian CZ Scorpion Evo 3 S1, pada varian ini hanya ditawarkan opsi safe dan semi automatic fire. Varian S1 umumnya ditawarkan untuk pihak Kepolisian.

CZ Scorpio Evo 3 lengkap dengan grip, persis yang digunakan oleh Kostrad TNI AD.
Laras dengan mudah dipasangi peredam.
Pada umumnya CZ Scorpion Evo 3 dihadirkan dengan opsi popor lipat, ciri khas dari senjata ini adalah mudah untuk dibongkar pasang. Dibangun dalam konfigurasi yang ergonomis, saat popor direntangkan senjata punya bentang 670 mm, sementara dengan popor dilipat panjangnya menjadi 410 mm. Panjang larasnya sendiri hanya 196 mm. Membuktikan sebagai senjata yang ringkas, CZ Scorpion Evo 3 punya lebar 60 mm dan tinggi 262 mm. Dari segi kinerja, CZ Scorpion Evo 3 punya kecepatan tembak 1.150 peluru per menit, sedangkan kecepatan luncur proyektil-nya 370 meter per detik.

Pasukan anti teror Kostad bersama personel Marinir yang menyandang SMG Daewoo K7.
CZ Scorpion Evo 3 memiliki jangkauan hingga 250 meter bila ditembakkan dari bahu, sementara jarak jangkau efektifnya 50 meter ketika ditembakkan dalam posisi handheld dengan popor dilipat. SMG ini ditawarkan dalam dua pilihan magasin, masing-masing dengan kapasitas 20 peluru dan 30 peluru. Mengikuti jejak senapan serbu AUG Steyr, CZ Scorpion Evo 3 mengadopsi magasin model transparan dari bahan polimer, dengan model ini menjadikan gunner dapat memantau langsung sisa amunisi yang tersedia di magasin.



Dengan popor dilipat.
Sebelum CZ Scorpion Evo 3, TNI juga telah menggunakan produk CZ, tepatnya senapan serbu CZ085 Bren kaliber 5,56 x 45 mm yang dioperasikan Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD dan Kopaska (Komando Pasukan Katak) TNI AL. Bila dirunut ke sejarahnya, disebutkan basis SMG Skorpion Vz 61, jenis Submachine Gun yang sempat dioperasikan Detasemen Bravo Paskhas TNI AU. (Bayu Pamungkas)

Indomil. 

IFF Bird Slicer: Absen di F-16 Fighting Falcon TNI AU



Radar AN/APG-66 pada jet tempur F-16 A/B Fighting Falcon TNI AU secara teori mampu mengendus sasaran dari jarak 150 km. Seperti pada insiden di atas Bawean tahun 2003, setelah dipandu dari radar GCI (Ground Controlled Intercept), dua unit F-16 dari Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi yang ditugaskan melakukan pengejaran pada black flight akhirnya dapat mengenali identitas sang penyusup, yakni F/A-18 Hornet dari USS Carl Vinson yang tengah berlayar di Laut Jawa. Namun pengenalan identitas F/A-18 Hornet dilalukan lewat pengamatan langsung sang pilot, alias memanfaatkan darto (radar moto – bahasa Jawa berarti mata).

Meski tidak terkait langsung dengan babak akhir dari suatu duel pertempuran di udara, kemampuan mengenali identitas lawan menjadi poin penting bagi pilot. Dengan mengetahui lebih dini siapa potensi lawan yang akan dihadapi, situational awareness pilot akan lebih maksimal, obyek tak dikenal pada layar radar atau HUD (Head Up Display) bisa memberi informasi lebih presisi terkait lawan. Dengan begitu, pilot bisa lebih mempersiapkan strategi dalam meladeni pertarungan bila kondisi memaksa, dan yang lebih penting pilot dapat melaportkan pada komando di atas tentang situasi lebih detail.





Dan perangkat identifikasi pada sasaran, apakah itu kawan atau lawan, akrab disebut sebagai IFF (Identification Friend or Foe). Dan sayangnya perangkat IFF ini belum hadir di elemen jet tempur TNI AU, termasuk pada F-16 A/B dan C/D Block 52ID. Padahal jika di compare dengan F-16 milik Thailand dan Singapura, F-16 milik kedua negara tetangga sudah dilengkapi antena IFF yang terintegrasi.

Keluarga F-16 melengkapi antena IFF dalam wujud empat sirip kecil yang disematkan di bagian depan kokpit. Karena desain yang unik, IFF yang masuk ke dalam Advanced IFF (AIFF) ini juga dikenal dengan sebutan “bird slicer.” Tidak ada keharusan F-16 keluaran baru yang bisa dipasangi AIFF, pasalnya F-16 versi ADF (Air Defence Fighter) dari Block 10/15 yang telah di upgade banyak yang sudah dipasangi bird slicer. F-16 ADF adalah versi yang digunakan oleh US Air National Guard. Biasaya instalasi bird slicer dilakukan bersamaan pada program MLU (Mid Life Update). Sementara untuk F-16 lansiran terbaru, seperti di Block 60 , AIFF sudah melekat sebagai standar fitur yang ditawarkan dan diintegrasikan pada radar.



F-16C Block 52 AU Singapura.
F-16A Block 15 MLU AU Thailand.
Bird slicer pada dasarnya serupa dengan transponder pesawat sipil untuk mengenali dan memberi tahu suatu posisi pesawat. Namun karena digunakan untuk kebutuhan militer, transponder IFF dilengkapi enkripsi pada sinyal, tujuannya agar proses identifikasi pada sasaran dapat berlangsung senyap, apakah sasaran di depan lawan atau kawan?


Jenis antena AIFF yang digunakan di F-16 umumnya merujuk ke AN/APX-109 produksi Northrop Grumman. Transponder AN/APX-109 mengintegrasikan fungsi interrogator, receiver-transmitter reply evaluator, synchronizer, transponder, COMSEC units, dan control functions ke dalam single package untuk menghemat bobot dan ruang. Tanpa adanya kemampuan IFF, dalam suatu pertempuran udara, baik dalam skenario dog fight (duel jarak dekat) dan beyond visual range (tempur jarak jauh), sangat rentan terjadi salah tembak pada pesawat tempur kawan atau bahkan pesawat penumpang sipil. Bila F-16 Thailand dan Singapura sudah dipasangi bird slicer, idealnya F-16 TNI AU juga harus dipasangi perangkat IFF ini. (Gilang Perdana)
 
 

KRI Kurau 856, Meluncur Keluarga Baru Kapal Patroli PC-40 Satrol TNI AL



Setelah berhasil menyerahkan produksi kapal patroli cepat (PC-40) KRI Cakalang 852 kepada TNI AL pada bulan Juli 2016, kini galangan kapal swasta nasional, PT Caputra Mitra Sejati (CMS) kembali meluncurkan PC-40 terbaru pesanan TNI AL, KRI Kurau 856. Peluncuran dilakukan Selasa (7/3/2017) di fasilitas galagan PT CMS di Perairan Salira, Banten. Upacara peluncuran dan shipnaming yang dilakukan Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksda TNI A.Taufiq, menandakan rampungnya tahapan pembangunan fisik konstruksi kapal patroli ini.

Meski telah diluncurkan, KRI Kurau 856 belum langsung diserahkan ke TNI AL, kapal patroli yang masih ‘kosongan’ tanpa senjata dan sistem elektronik ini masih akan melalui tahapan sea trial dan commodore inspection, baru kemudian dapat diserahkan ke pihak pengguna, yaitu Satuan Kapal Patroli (Satrol) TNI AL. KRI Kurau 856 memiliki panjang (Loa) 44,40 meter, lebar 7,40 meter dan tinggi tengah kapal 3,40 meter.

KRI Kurau 856 memiliki mesin utama 3 x 1800 Hp dengan putaran mesin 2300 rpm, dan kecepatan maksimum mencapai 24 knot. Kapal ini juga memiliki kecepatan jelajah sampai 17 knot dengan daya jangkau 1632 nautical mile (setara 3.022 km). Kapal berbobot 230 ton ini mampu memuat kapasitas bahan bakar hingga 56.000 liter.



Dirunut dari ‘kodratnya’ sebagai kapal patrol, KRI Kurau 856 tidak akan dilengkapi senjata sekelas rudal anti kapal, meski begitu sebagai generasi kapal patroli modern, TNI AL nantinya akan melengkapi KRI Kurau 856 dan PC-40 lainnya dengan kanon reaksi cepat. Berdasarkan spesifikasi teknis (spektek), PC-40 akan dilengkapi kanon Oto Melara laras tunggal kaliber 30 mm buatan Italia.

Oto Melara 30 mm adalah varian terbaru yang ditawarkan Finmeccanica menganut teknologi MARLIN WS (Modular Advanced Remotely controlled Lightweight Naval Weapon Station). Dari segi instalasi, Oto Melara 30 mm dirancang mudah untuk dipasang di semua jenis tipe kapal perang, tidak diperlukan rekayasa pada desain internal lambung kapal, alias tinggal plug in pada dudukan. Untuk kapal patroli cepat, Oto Melara 30 mm dirancang sebagai senjata utama, namun bila dipasang di frigat/korvet, maka akan menjadi senjata lapis kedua.




Dengan desain modular, kubah Oto Melara ini dapat diganti pasang jenis larasnya, bila menggunakan kaliber 30 mm, larasnya Mauser MK30-A2 atau ATK-MK44. Sementara bila menggunakan kaliber 25 mm, larasnya menggunakan ATK-M242 atau Oerlikon KBA. Dengan dukungan CMS (Combat Management System), Oto Melara 30 mm sanggup meladeni multi target. Dukungan perangkat pada kubahnya mencakup optical sensor suite untuk mendukung pencitraan siang dan malam. Bisa lagi ditambahkan laser range finder yang dipasang coaxial pada kubah.



KRI Lepu 861 dengan kanon Oto Melara 30 mm pada haluan.
Oto Melara 30 mm dapat dioperasikan stand alone dengan remote control consol yang terdapat di PIT (Pusat Informasi Tempur). Namun Oto Melara 30 mm dapat pula diintegrasikan dengan CMS, menjadikan sistem senjata ini terkonfigurasi utuh dalam FCS (Fire Control System) yang melibatkan peran radar penjejak dan video tracking. Jalur yang digunakan dari terminal senjata ke CMS/FCS memakai teknologi LAN (local area netwotk).

Sejauh ini, diketahui kanon Oto Melara 30 mm sudah mulai terpasang di PC-40, seperti di KRI Lepu 861 dan KRI Torani 860. Meski keduanya masuk di kelas PC-40, namun KRI Lepu 861 dan KRI Torani 860 diproduksi oleh PT Karimun Anugrah Sejati. (Gilang Perdana)
 

UH-60M Black Hawk: Multi Mission Performer Untuk Kavaleri Udara TNI AD



Kabar rencana TNI AD untuk mengakuisisi helikopter angkut sedang UH (Utility Helicopter)-60 Black Hawk telah berhembus sejak tahun 2012 silam, namun baru di akhir Februari lalu, jenis Black Hawk yang akan dipinang mulai jelas variannya, maklum keluarga Black Hawk lansiran Sikorsky Aircraft (Lockheed Martin Company) terdiri dari beragam varian. Dan merujuk ke pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di beberapa media nasional, maka yang bakal didatangkan adalah UH-60M Black Hawk.

Oleh pabrikannya, varian UH-60M diberi label sebagai “Multi Mission Performer” dan dipastikan ini adalah salah satu varian terbaru dan termutakhir dari keluarga Black Hawk. Sikorsky Aircraft mulai memproduksi varian UH-60M pada tahun 2006, AD AS (US Army) menggadang UH-60M untuk menggantkan varian lawas UH-60A yang sudah mengudara sejak dekade 80-an. Apa yang baru di UH-60M? Pihak Sikorsky menyebut helikopter twin engine ini sudah dilengkapi dengan airframe baru, advanced digital avionics dan sistem propulsi yang lebih powerful. Dengan beragam peningkatan yang ditawarkan, UH-60M ditawarkan lebih garang untuk mendukung misi angkut taktis, combat SAR, penyerbuan udara, command and control, medical evacuation, aerial sustainment, hingga peran sebagai fire fighting.



Sebagai helikopter untuk misi tempur di garis depan, UH-60M dibekali proteksi balistik pada tail rotor blades-nya. Mengusung desain monolithic, UH-60M menawarkan kemampuan handling dan kendali lebih baik dari varian-varian sebelumnya, termasuk disini adanya fitur active vibration control. Sebagai helikopter angkut, UH-60M punya kabin dengan ukuran panjanh 3,8 meter, lebar 2,3 meter, dan tinggi 1,3 meter. Secara keseluruhan kabin dan bagasi di heli ini punya volume masing-masing 11.2m³ and 0.5m³.





Untuk fasilitas pada kokpit mengandalkan teknologi glass cockpit dengan basis fly by wire Common Avionics Architecture System (CAAS). Dalam dashboard kokpit terdapat empat unit mission display dari Rockwell Collins yang menyajikan situational awareness. Masih seputar avionik, sistem GPS dipasok oleh Honeywell dengan dual GPS inertial (EGI) navigation system. Kemudian electronic flight management systems dipasok Marconi.




Soal dapur pacu, UH-60M disokong dua mesin General Electric T700-GE-701D, dibanding varian lama, di UH-60M plat cover mesin dibekali proteksi balistik untuk menahan terjangan proyektil. Setiap mesin mampu menghasilkan tenaga 2.974 kW, dan dengan dalam kondisi darurat, mesin tunggal dapat menghasilkan tenaga 1.447 kW. Dari segi performa, UH-60M mampu melaju dengan kecepatan maksimum 511 km per jam, dan kecepatan jelajah 280 km per jam.

Dengan konfigurasi standar, Black Hawk bisa membawa hingga 11 pasukan. Namun dengan konfigurasi khusus, UH-60M bisa disulap menjadi helikopter serbu dengan racikan senjata jenis rudal anti tank AGM-114R Hellfire dan roket Hydra 70. Senjata paling populer di UH-60 bisa disebut berupa dua pucuk Gatling M134 Minigun kaliber 7,62 yang ditempatkan pada jendela dibelakang kokpit.






UH-60M sudah masuk kelas helikopter battle proven, pasalnya sudah malang melintang digunakan AS dalam Perang di Irak dan Afghanistan. Sampai saat ini UH-60M masih dalam proses produksi, mengingat AD AS total mengorder 956 unit dan diperkirakan pesanan baru dituntaskan pada tahun 2026.

Pengiriman UH-60M pesanan militer Taiwan.
Bagaimana dengan UH-60M yang ingin diakuisisi TNI AD? Mengingat belum ada kontrak pengadaan, maka belum diketahui berapa unit yang akan didatangkan untuk melengkapi arsenal Puspenerbad. Bila memang nantinya UH-60M ‘berjodoh’ untuk TNI AD, maka Indonesia bakal menjadi negara kedua setelah Thailand sebagai pengguna UH-60M di kawasan Asia Tenggara. Berapa harga satu unit UH-60M Black Hawk? Situs fi-aeroweb.com menyebut pada tahun 2015 harga total untuk satu unitnya mencapai US$16,96 juta, harga ini belum termasuk kelengkapan paket senjata. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi UH-60M Black Hawk:
– Power Plant: 2x General Electric T700-GE-701D
– Length: 19,8 meter
– Height: 5,1 meter
– Rotor Diameter: 16,4 meter
– Weight (Empty): 4.819 kg
– Maximum Takeoff Weight (MTOW): 9.979 kg
– Capacity: Internal: 11 combat-equipped troops or 6 stretchers;
– Speed:280 km/h
– Rate of Climb: 3,6 m/s
– Service Ceiling: 4.627 meter
– Range: Ferry: 2.224 km
– Combat Radius: 593 km
– Crew: Four (two pilots and two crew chiefs)

    Beechcraft 390 Premier I: Pesawat Jet VIP Puspenerbad TNI AD



    Posisinya berjarak sekitar 200 meteran dari lokasi diparkirnya pesawat angkut berat RAF (Royal Air Force) Airbus A400M Atlas di Lanud Halim Perdanakusuma, Senin (6/3/2017). Ditengah fokus perhatian orang pada sosok tambun A400M, ada pesawat jenis light business jet yang menarik perhatian, dibalut cat warna putih hijau, dan bertuliskan “TNI AD Indonesian Army” plus logo Puspenerbad dengan nomer A9208, pesawat ini memang mengundang keingintahuan, terlebih tak disangka bahwa Puspenerbad ternyata punya pesawat jet bisnis yang tergolong mewah.



    Pesawat yang kemudian diketahui berjenis Beechcraft 390 Premier I ini bukan digunakan untuk misi intai, tidak terlihat perangkat elektronik yang berkaitan pada fungsi ECM (Electronic Counter Measure). Namun pesawat denga twin engine ini terbilang sangat khusus, pasalnya memang difungsikan Pimpinan TNI AD untuk menjalankan tugas inspeksi ke beberapa daerah. Sebagai pesawat yang biasa dianaki penumpang VIP, Beechcraft 390 Premier I dengan kabin yang kecil hanya bisa membawa 6 – 7 penumpang. Sementara kru pesawat bisa satu atau dua orang.



    Beechcraft 390 Premier I diproduksi Hawker Beechcraft Corporation. Pesawat ini terbilang ringan, bobot kosongnya 3.719 kg dan bobot maksimum saat take off disebut hanya 5.670 kg. Untuk membawa efek ringan, komponen pada fuselage pesawat dibangun dari bahan high-strength composite, carbon fiber/epoxy honeycomb. Dapur pacu Beechcraft 390 Premier 1 dipasok mesin 2 × Williams FJ44-2A turbofan, yang tiap mesinnya mampu menghasilkan tenaga 10.23 kN. Didapuk untuk mengantarkan perwira tinggi TNI AD, Beechcraft 390 Premier I dapat melesat dengan kecepatan maksimum 854 km per jam pada ketinggian 10.060 meter. Kecepatan jelajahnya sendiri ada di level 683 km per jam.

    Dengan komposisi satu pilot dan empat penumpang, jet eksekutif ini dapat terbang sejauh 2.648 km. Sementara ketinggian mengudara maksimum 12.500 meter.




    Merujuk ke awal kehadirannya, Beechcraft 390 mulai dirancang pada tahun 1994 dengan kode proyek PD-374 (PD – Preliminary Design). Kemudian wujud mockup-nya pertama kali diperlihatkan ke publik pada acara tahunan National Business Aviation Association Convention pada September 1995. Sejak saat itu pembangunan prototipe dimulai pada akhir 1996. Jenis Premier I prototipe-nya diluncurkan pada
    19 Agustus 1998 dan penerbangan pertama pada 22 Desember 1998. Setelah empat prototipe dibuat, FAA akhirnya mengeluarkan sertifikat untuk Beechcraft 390 Premier pada Maret 2001.

    Selain digunakan oleh petinggi TNI AD, pesawat sejenis juga terbilang laris manis dioperasikan beberapa perusahaan charter jet di Indonesia. (Gilang Perdana)

    Spesifikasi Beechcraft 390 Premier I
    – Crew: 1-2
    – Capacity: 6-7 passengers
    – Length: 14,02 meter
    – Wingspan: 13,56 meter
    – Height: 4,67 meter
    – Wing area: 22,95 meter
    – Empty weight: 3.627 kg
    – Max. takeoff weight: 5.670 kg
    – Powerplant: 2 × Williams FJ44-2A turbofan (10.23 kN) each
    – Maximum speed: 854 km/h
    – Range: 2,648 km
    – Service ceiling: 12.500 meter
     
     

      Selasa, 07 Maret 2017

      V-150, Panser Andalan Yonkav 7 yang Kenyang Perang


      Biarpun TNI AD terus mendatangkan beragam jenis panser baru untuk mencapai kekuatan esensial minimum, panser beroda ban V-150 yang menjadi tulang punggung Batalyon Kavaleri 7 Sersus (Panser Khusus) masih belum terdengar akan diganti.

      Panser yang kenyang akan asam garam pertempuran ini sudah mencicipi perang di Timor-timur, Aceh, dan Papua. Seluruh trouble spot di dalam negeri sudah mendapat ‘sentuhan’ garangnya panser yang sering disebut ‘mobil setan’ oleh awaknya ini.

      V-150 sendiri merupakan hasil pengembangan dan kawin silang dari panser V-100 dan V-200 buatan perusahaan Cadillac Gage.

      V-100 dibeli oleh Polisi Militer AD AS untuk kendaraan pengaman konvoi di Vietnam. Sedangkan V-200 adalah model ekspor yang ditawarkan sebagai produk militer komersial.

      V-150 menjadi model tengah yang memanfaatkan desain V-100 dengan mesin dan transmisi yang lebih bertenaga.

      Desain lambungnya sudah mengadopsi V-hull yang antiranjau membuatnya tahan dari ledakan ranjau yang sudah dibuktikan tidak hanya sekali-dua kali oleh prajurit Kavaleri TNI AD.

      Uniknya, kisah pembelian V-150 sendiri justru berasal dari inisiatif Kolonel (Polisi) Jusuf Chuseinsaputra saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1970-an.

      Saat itu ia sedang mencari panser pengganti M8 Greyhound milik Brimob. Dalam kunjungannya ia meminta dicarikan informasi terkait panser V150 buatan Cadillac Gage. Informasi tersebut kemudian dibawa kembali ke Indonesia.

      Panglima ABRI saat itu, Jenderal M. Panggabean, tertarik pada V-150 karena harganya yang terjangkau. TNI AD saat itu juga mempertimbangkan panser roda rantai M113 yang berjaya di Vietnam, tetapi harganya waktu itu terlalu mahal.

      Pemerintah Indonesia pun melakukan pendekatan intensif ke AS agar diijinkan untuk dapat membeli V-150. Presiden Soeharto pun melakukan pendekatan khusus kepada Menlu AS Henry Kissinger. Jenderal M. Panggabean juga terus bernegosiasi dengan Dubes AS untuk Indonesia David Newsom.

      Hasilnya, AS setuju untuk mendanai melalui program pembiayaan FMS (Foreign Military Sales) di tahun anggaran 1974 yang berbunga lunak.

      Cadillac Gage kemudian menunjuk PT. Sunda Karya sebagai agen di Indonesia untuk mengurus administrasi dan menjadi penghubung dengan TNI AD.

      Biaya yang dibutuhkan untuk membeli V-150 seluruhnya bernilai USD 7,9 juta. Pemerintah AS setuju jumlah total V-150 yang dibeli oleh TNI AD adalah 58 unit.

      Jumlah ini cukup untuk menjadi modal membentuk satu Batalyon, dalam hal ini Yonkav 7 Sersus yang berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur.

      Dari total 58 unit, 46 unit di antaranya adalah varian dengan kubah sederhana yang bersenjatakan dua pucuk senapan mesin M60. Sementara 12 unit sisanya tampil dengan kubah yang mengusung kanon 90mm L28 Mecar gun yang merupakan kanon dengan alur (rifled).

      Kanon 90 mm ini merupakan kanon bertekanan rendah. Performanya mirip dengan kanon Cockerill MkIII yang kemudian mempersenjatai tank ringan Scorpion 90.

      Uniknya, pemerintah AS bertindak selaku end user yang mewakili pemerintah Indonesia dalam proses sertifikasi kubah dan kanon Mecar yang dibeli dari Belgia.

      Dari total 58 unit itu, empat unit dialokasikan untuk satuan Paspampres sebagai kendaraan escape Presiden Soeharto dan keluarga dalam kondisi darurat.

      Pemindahan ke istana ini dilakukan secara diam-diam. Pasalnya, AS secara eksplisit tidak setuju apabila V-150 digunakan menjaga istana. Mereka khawatir panser itu akan digunakan untuk menembaki massa apabila terjadi demonstrasi terhadap pemerintah.

      V-150 mulai dikapalkan dari AS ke Indonesia pada tahun 1975. Penampilan perdana V-150 di depan publik terjadi dalam parade hari ABRI 5 Oktober 1976.

      Saat itu V-150 bergabung dengan sejumlah alutsista lain yang juga baru diperkenalkan ke publik, seperti OV-10 Bronco, Fokker F-27 Troopship, dan CASA-212.

      Tak lama setelahhnya, V-150 pun dikapalkan ke Timor-timur untuk melaksanakan misi tempur menumpas Fretilin. Palagan Timor-Timur inilah yang menjadi pembuka lembaran awal sejarah panjang kiprah V-150 di Indonesia.
       
       

      Tak Banyak yang Tahu, Sat-81 Sudah Tak Gunakan Kata “Gultor”

      Sumber gambar: Suharso Rahman

      Kopassus selama ini dikenal memiliki satu unit pasukan khusus yang memiliki spesialisasi penanganan teror. Pasukan itu dikenal dengan Sat-81 Penanggulangan Teror (Gultor).

      Menelisik jauh ke belakang, Sat-81/Gultor berdiri pada dekade 1980-an atas prakarsa dari L.B. Moerdani yang saat itu menjadi salah satu dedengkot pasukan khusus dan TNI. Konon, pasukan ini dibentuk dengan latar belakang kasus pembajakan pesawat Garuda Indonesia 206 di Woyla, Thailand tahun 1981.

      Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Soebianto didapuk menjadi Komandan dan Wakil Komandan pertama Sat-81/Gultor. Mereka dikirim ke Grenzschutzgruppe-9 (GSG-9) di Jerman untuk menjalani spesialisasi teror. Sekembalinya ke Indonesia, mereka bertugas merekrut anggota yang kelak menjadi penerus Sat-81/Gultor.

      Namun, tahukah Anda jika saat ini Sat-81 tidak lagi menggunakan nama Penanggulangan Teror atau Gultor di belakang namanya? Seorang perwira menengah di Sat-81 menceritakan alasan penghapusan “brand” Gultor ini secara khusus kepada Angkasa dan Commando.

      Tanpa menyebut tanggal pasti, ia menyebutkan bahwa nama Gultor di Kopassus sudah dihilangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Sehingga saat ini nama resminya adalah Sat-81 Kopassus.

      “Alasannya, sejak terjadinya serangan bom 2001 (teror gedung WTC di Amerika Serikat), pola teror sudah berubah sama sekali. Perubahan ini tentu merubah seluruh kemampuan kami,” ungkapnya.

      Sejak saat itu, anggota Sat-81 dilatih ulang dan diberi kemampuan lebih banyak, tidak hanya sekadar penanggulangan teror.

      “Saya tidak bisa sebut apa kemampuan lain yang kami latihkan. Tapi yang jelas, kami sekarang tidak hanya spesialisasi di kasus penanggulangan teror, tapi juga di beberapa hal lain,” tambahnya.

      Jika dilihat bersama, kasus-kasus terorisme saat ini jelas jauh berbeda dengan aksi teror di dekade 80 dan 90-an. Di masa itu, pola teror lebih banyak menyandera masyarakat sipil, meminta adanya transaksi untuk menebus para sandera.

      Sebuah aksi teror di masa itu bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Pelaku teror pun cenderung lebih sabar dan membuka kran perundingan.

      Walau aksi-aksi yang konvensional itu masih ada, namun aksi teror saat ini cenderung dikerjakan soliter dan dalam tempo yang sesingkatnya.

      “Kebanyakan tidak ada lagi tawan-menawan sampai berhari-hari. Dalam waktu sekian jam kalau tidak dituruti sandera langsung dibunuh. Atau malah langsung membunuh saja tanpa ada permintaan apa-apa,” tambah perwira tersebut.

      Inilah yang mendasari TNI AD, dalam hal ini Kopassus, untuk mengubah pelatihan penanganan teror dan menambah kemampuan lain pada anggota Sat-81.

      Meski tidak ingin membuka apa kemampuan lebih Sat-81 Kopassus saat ini, namun sang perwira memberikan satu bocoran.

      Cyber war (peperangan siber) sudah kami mulai walau masih sangat awal,” jelasnya.