Kapal Selam KRI Nanggala 402 saat melaksanakan operasi di utara Pulau
Sapudi mengalami kerusakan pada sistem Udara Tekanan Tinggi (UTT),
sehingga kapal selam tidak dapat timbul ke permukaan. Sebagai upaya
terakhir kapal selam melaksanakan peran peninggalan. Dengan kondisi ini,
seluruh awak kapal selam melaksanakan free escape ke permukaan dengan menggunakan MK-10 melalui conning tower.
Melewat masa yang penuh adrenalin, akhirnya para escapees muncul ke permukaan dan melaksanakan recovery oleh tim Dislambair Koarmatim serta tim Paramedis. Selanjutnya para korban dibawa ke Element Gear Ship (EGS) yang didalamnya terdapat tim kesehatan Hyperbaric untuk melaksanakan Medical Theratment di Chamber. Para personil yang mengalami trauma hipotermia kemudian di evakuasi ke Lakesla dengan Evakuasi Medis Udara (EMU) dengan menggunakan helikopter.
Hal diatas adalah skenario dalam praktek SAR kapal selam yang berlangsung 12 Agustus lalu di Kolam Basin Koarmatim, dipimpin oleh Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Koarmatim, Kolonel Laut (P) Indra Agus Wijaya selaku Perwira Pelaksana Latihan (Papelat). Yang menarik dalam latihan tersebut digunakan MK-10 untuk penyalamatan. Yang jadi pertanyaan apakah MK-10 tersebut?
Identitas lengkapnya adalah Submarine Escape Immersion Equipment (SEIE) MK-10 Suite, yakni berupa kostum (pakaian khusus) yang menutupi keseluruhan tubuh awak ini, dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan air, memberi perlindungan dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan perubahan iklim yang ekstrim. Maklum saja, awak kapal selam yang telah berhasil keluar dan mencapai permukaan, bakal menghadapi situasi yang rawan, seperti tinggi gelombang dan temperatur air yang dingin. Selama proses evakuasi, pakaian sudah dilengkapi dengan tabung oksigen dan raft tools kit.
SEIE suite yang digunakan TNI AL adalah jenis MK-10 buatan Inggris. MK-10 suite dapat digunakan untuk evakuasi awak kapal selam dari kedalaman maksimum 182 meter. Selain AL Inggris, MK-10 sejauh ini telah digunakan di kapal selam USS Toledo (SSN-769) dan USS Los Angeles (SSN-688). KRI Nanggala 402 dan KRI Cakra 401 memang tidak dilengkapi pintu darurat yang bisa terkoneksi dengan DSRV (Deep Submergence Rescue Vehicle), baru pada kapal selam Nagabanda Class (aka – Changbogo Class) telah dilengkapi pintu khusus untuk evakuasi.
Musibah Saat Latihan Evakuasi di KRI Cakra 401
Untuk pertama kalinya, Korps Hiu Kencana TNI AL pada 7 Februari 2012, melaksanakan latihan basah untuk proses evakuasi kapal selam. Sebagai wahana uji dipilih KRI Cakra 401 yang berada di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur.
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6 awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu awak akan diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan setiap gelombang dua orang. Dalam simulasi pertama dan kedua, para korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses penyelamatan ketiga terjadi masalah.
Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi kedua awak kapal belum muncul juga. Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel, Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak sadarkan diri, hingga akhirnya nyawa mereka tak dapat diselamatkan.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak berfungsi/selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan kedalaman penyelaman.
Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal. (Haryo Adjie)
Melewat masa yang penuh adrenalin, akhirnya para escapees muncul ke permukaan dan melaksanakan recovery oleh tim Dislambair Koarmatim serta tim Paramedis. Selanjutnya para korban dibawa ke Element Gear Ship (EGS) yang didalamnya terdapat tim kesehatan Hyperbaric untuk melaksanakan Medical Theratment di Chamber. Para personil yang mengalami trauma hipotermia kemudian di evakuasi ke Lakesla dengan Evakuasi Medis Udara (EMU) dengan menggunakan helikopter.
Hal diatas adalah skenario dalam praktek SAR kapal selam yang berlangsung 12 Agustus lalu di Kolam Basin Koarmatim, dipimpin oleh Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Koarmatim, Kolonel Laut (P) Indra Agus Wijaya selaku Perwira Pelaksana Latihan (Papelat). Yang menarik dalam latihan tersebut digunakan MK-10 untuk penyalamatan. Yang jadi pertanyaan apakah MK-10 tersebut?
Identitas lengkapnya adalah Submarine Escape Immersion Equipment (SEIE) MK-10 Suite, yakni berupa kostum (pakaian khusus) yang menutupi keseluruhan tubuh awak ini, dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan air, memberi perlindungan dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan perubahan iklim yang ekstrim. Maklum saja, awak kapal selam yang telah berhasil keluar dan mencapai permukaan, bakal menghadapi situasi yang rawan, seperti tinggi gelombang dan temperatur air yang dingin. Selama proses evakuasi, pakaian sudah dilengkapi dengan tabung oksigen dan raft tools kit.
SEIE suite yang digunakan TNI AL adalah jenis MK-10 buatan Inggris. MK-10 suite dapat digunakan untuk evakuasi awak kapal selam dari kedalaman maksimum 182 meter. Selain AL Inggris, MK-10 sejauh ini telah digunakan di kapal selam USS Toledo (SSN-769) dan USS Los Angeles (SSN-688). KRI Nanggala 402 dan KRI Cakra 401 memang tidak dilengkapi pintu darurat yang bisa terkoneksi dengan DSRV (Deep Submergence Rescue Vehicle), baru pada kapal selam Nagabanda Class (aka – Changbogo Class) telah dilengkapi pintu khusus untuk evakuasi.
Musibah Saat Latihan Evakuasi di KRI Cakra 401
Untuk pertama kalinya, Korps Hiu Kencana TNI AL pada 7 Februari 2012, melaksanakan latihan basah untuk proses evakuasi kapal selam. Sebagai wahana uji dipilih KRI Cakra 401 yang berada di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur.
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6 awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu awak akan diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan setiap gelombang dua orang. Dalam simulasi pertama dan kedua, para korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses penyelamatan ketiga terjadi masalah.
Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi kedua awak kapal belum muncul juga. Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel, Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak sadarkan diri, hingga akhirnya nyawa mereka tak dapat diselamatkan.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak berfungsi/selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan kedalaman penyelaman.
Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal. (Haryo Adjie)