Senin, 09 Mei 2016

Di Balik Penawaran Kapal Selam Scorpene-1000 Indonesia

scorpene

Kapal selam Scorpene-1000, merupakan keturunan langsung dari Scorpene 2000, yang menggabungkan desain mutakhir tingkat tinggi siluman, manuver dan kecepatan. Ukurannya yang kecil memungkinkan untuk unggul di perairan pantai dan tetap menjadi lawan tangguh di perairan dalam. Scorpene-1000 bisa dibilang merupakan miniatur dari Scorpone 2000 secara keseluruhan.

Sistem tempur generasi terbaru dalam Scorpene-1000 dapat membawa torpedo berat, rudal anti pesawat dan rudal anti–kapal. Berkat senjata yang dibawanya, membuat kapal selam ini memiliki efek deteren yang tinggi dan mematikan.

Scorpene-1000 dapat digunakan untuk membawa pasukan khusus dan dapat membawa modul di kedua sisinya untuk perenang mengirim kendaraan atau peralatan lainnya. Kemampuan dan desain yang melekat dengan adanya penambahan bobot sekitar 10 ton memungkinkan DCNS untuk menawarkan pilihan A3SM Anti-Air Missile Sistem dan Survellance UUVs terpasang di kapal selam Scorpone-1000.

Misi S-1000
Misi kapal selam S-1000 meliputi peperangan anti-kapal selam, peperangan anti-permukaan, pengumpulan intelijen, operasi khusus, ofensif mooring tambang, pelacakan rahasia dari kegiatan ilegal, operasi kapal tunggal dan operasi kerja sama dengan kapal lain atau aset maritim. Scorpene-1000 dapat diintegrasikan untuk berkomunikasi dengan mudah dengan kapal lainnya dan pusat komando .

Desain Hull S-1000
Struktur double- hull memberikan bertahan hidup yang baik dan mampu menjaga karakteristik laut. Sebuah kemudi konfigurasi – X beroperasi secara indepedent untuk tingkat manuver yang tinggi termasuk dalam radius putar yang kecil. Lambungnya yang kecil membantu kapal selam ini memilki karakteristik siluman. Kapal selam Scorpene 1000 memiliki kedalaman menyelam hingga 200m dan daya tahan di dalam air selama 5 hari (tanpa AIP) dan 30 hari (dengan Fuel Cell AIP) sehingga memiliki akustik dan visual yang sangat rendah .

Komando dan Kontrol
Scorpene-1000 dilengkapi dengan sistem tempur DCNS SUBTICS kapal selam taktis yang terintegrasi. (Sistem SUBTICS ini salah satu yang ditawarkan pihak DCNS untuk mengoverhaull KS Cakra Indonesia).

Combat Management System CMS yang ditawarkan sudah terintegrasi dengan sonar dan sensor lainya (Optik, Optronic, Electronic Support Measures dan Radar), mencari lokasi dan mengidentifikasi kapal, pelacakan sasaran, analisis taktis, pengambilan keputusan, Manajemen aksi, pertukaran data taktis via data link, kontrol sistem senjata dan keterlibatan target.

Senjata
Scorpene-1000 dapat mengakomodasi generasi baru torpedo kelas berat seperti: Black Shark/F21 , rudal anti – kapal seperti Exocet SM–39, rudal anti pesawat A3SM dan Mine-Laying system.

Pasukan Khusus
Kapal selam Scorpene-1000, bisa membawa dua penumpang ditambah tim dari enam penyelam, dapat digunakan untuk misi pasukan khusus yang memberikan kemampuan serang sebanding dengan kapal selam yang lebih besar. Kapal selam ini dilengkapi dengan kunci luar / kunci dalam ruang untuk perenang bertempur .

Dari spesikasi kapal selam Scorpon 1000 di atas, bisa dibilang sudah cukup lengkap untuk sebuah kapal selam dengan bobotnya yang kecil. Bahkan sangat mengagumkan jika dilihat dari kemampuan senjata yang dibawa. Memang ada beberapa jenis kapal lain yang sejenis yang bisa dibandingkan seperti: U-210Mod dan Amur 950 (S-1000).

Dari kedua rivalnya yang ada, kapal selam mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. kekurangan yang mencolok Scorpene-1000 jika dibandingkan U-210 Mod dan S-1000 (Rusia-Italia) adalah dari segi endurance. Kemampuan menyelamnya yang hanya 200 meter dan daya tahan menyelam di air yang hanya 5 hari.

Untuk daya tahan sendiri masih tertolong rendah dengan adanya penambahan Fuel Cell AIP. Tapi sebagai kapal selam yang disiapkan untuk dipesisir pantai, kemampuan Scorpone-1000 sudah cukup baik dan hanya selisih 50 meter untuk kemampuan menyelam dengan U-210 Mod. Kelebihan lain dari U-210 Mod adalah speed dalam berenang. U-210Mod sendiri mempunyai kelemahan, yaitu tidak adanya VLS Missile dan anti-ship missile. U-210 Mod sendiri merupakan hasil gado-gado teknologi yang ada di kapal selam jerman (automation level acoustic concept U-209, Propulsion System (Permasyn Motor) U-212A dan Automation Concept Hydroplane Hydrodynamic sall design U-214) yang saat ini teknologinya sudah ada di changbogo class.


image002

Kalo melihat dari kebutuhan TNI AL sebagai User, yang paling mendekati Scorpene-1000 dan Amur 950 / S-1000 (Rusia-Italia). Dimana “kapal selam Indonesia bisa menembakan rudal sejauh 300KM”. Seperti yang kita tahu, Rusia sangat pelit dalam memberikan TOT kepada negara lain. Kalaupun mau memberikan, harga yang harus dibayar sangatlah mahal.

Kita bisa lihat kasus India dalam mengadakan tender kapal selam dan pesawat tempur yang mengharuskan adanya Transfer of Technology (TOT), terlalu mahalnya harga yang dibayarkan dan kurang komitmennya Rusia berbagi teknologi (Program Pakfa) sampai India harus berpaling ke Prancis (tender Rafale dan Scorpene).

Mungkin penawaran Scorpone-1000 ada kaitannya yang seperti bung B. Stephanus bilang, Indonesia sedang negosiasi 4 buah kapal selam selain Kilo (Amur 950 / S-1000). Yang jika gagal hasil negosiasinya akan berpaling ke Scorpene-1000.

Ada yang menarik kenapa pemerintah Indonesia tertarik dengan Scorpene 1000 adalah penawaran ToT DCNS terhadap pemerintah Indonesia. Dimana DCNS 2 bulan sebelum menawarkan ke Indonesia, memberikan penawaran Paket ToT untuk peremajaan kapal selam Polandia di acara International Defence Industry Exhibition di Polandia pada tanggal 1-4 September 2015. DCNS menawarkan proposal untuk angkatan laut Polandia berupa, Highly performing acoustic discreation, meningkatkan kemampuan menyelam dengan teknologi generasi terbaru Air Iindpendent Propulsion ( AIP ) dan Scorpone memiliki kemampuan menggunakan MBDA Naval Cruise Missile (NCM).

image004

Xavier Mesnet, (Surface Ship and Submarines Marketing Director at DCNS) menjelaskan bahwa akan ada Transfer of Technolgy (TOT) untuk pembangunan kapal selam di Polandia. “Kami ingin memberikan Polandia otonomi penuh dan kedaulatan penuh pada kapal selam ini (Scorpene) yang dicover oleh dua aspek : Yang pertama adalah Naval Cruise Missile yang akan memberikan kemampuan pencegahan, dan aspek kedua adalah propulsi otonom dengan AIP sel bahan bakar yang dirancang oleh DCNS”.

Angkatan Laut Polandia rencananya akan menonaktifkan empat kapal selam Kobben Class (Type 207) pada akhir 2016 dan ORP Orzel (kelas Kilo) tahun 2022, DCNS memiliki solusi untuk mempertahankan keterampilan pelaut Angkatan Laut Polandia sampai kapal selam pesanannya beroperasional.

Kalau dilihat dari penawaran yang diberikan ke Polandia, kemungkinan bisa juga ditawarkan kepada Indonesia. Jika tidak adanya ToT, tidak mungkin pemerintah Indonesia tertarik dengan kapal selam ini. Jika memang dibalik penawaran 6 unit Scorpene-1000 ini yang membuat pemerintah Indonesia tertarik, ini merupakan batu lompatan yang besar dengan adanya kerjasama dengan DCNS.

Kalaupun tidak diberikan ijin menggunakan MBDA Naval Cruise Missile (SCALP air-launched cruise missile), setidaknya bisa memberikan ToT untuk sistem VLS rudal lain dan Fuel Cell AIP seperti yang didapat India untuk dipasang di kapal selam Indonesia dan mengintegrasikan antara sistem barat dan timur (Rusia) yang ada di Angkatan Laut Indonesia. Ada kemungkinan juga Korea Selatan tidak mampu / memberikan ToT untuk Fuel Cell AIP yang ada di Chang Bogo. Karena AIP merupakan teknologi terbaru dan baru beberapa negara saja yang mampu membuat Sistem AIP. Di Asia sendiri baru Jepang (hasil kerjasama Swedia), India (hasil ToT DCNS) dan China (sedang mengembangkan sendiri).

Untuk menerima penawaran ini, pemerintah Indonesia harus berani mengocek uang lebih dari hasil ToT ini. Kalau melihat dari pengalaman india, mereka sampai harus mengeluarkan USD 8,1 Milyar untuk pengadaan 6 unit Scorpene 2000 beserta ToT nya. Yang pasti jika penawaran ini diterima, akan mempengaruhi pengadaan kapal selam kilo. Karena biaya yang cukup besar untuk menerima penawaran DCNS ini.

Dengan adanya penawaran baru dari DCNS mudah-mudahan tidak mempengaruhi proses Transfer of Technology yang sedang berjalan dengan Korea Selatan. Dengan adanya penawaran baru dengan DCNS nantinya berharap mampu meningkatkan kapal selam Indonesia yang sedang dibangun sekarang dan sesuai dengan doktrin, kondisi geografis dan geopolitik Indonesia bahkan mampu bersaing dengan negara yang sudah lebih maju dalam industri militer minimal dikawasan.

oleh: AL / JKGR.

Minggu, 01 Mei 2016

NASAMS: Sistem Hanud Jarak Medium Impian Arhanud Indonesia

nasams_3

Dibanding negara lain di Asia Tenggara, boleh dibilang militer Indonesia menjadi yang paling ‘kaya’ dalam keragaman rudal hanud (pertahanan udara). Sebut saja yang saat ini aktif ada RBS-70, SA-7 Strela, Grom, Mistral, QW-3, Chiron, dan Starstreak. Meski masing-masing punya sisi kehandalan tersendiri, namun kesemuanya masuk dalam kategori MANPADS (Man Portable Air Defence Sytem) VSHORAD (Very Short Air Defence). Soal keunggulann mobilitas dan perawatan, tentu tak usah diragukan.

Tapi yang jadi soal, jarak tembak yang amat terbatas tentu tidak sesuai dengan kebutuhan hanud titik secara komprehensif. Taburan MANPADS yang tersebar digunakan oleh TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, hanya sanggup meladeni sasaran yang terbang rendah, pada ketinggian maksimum 4.000 meter. Kemampuan menguber sasaran pun paling banter dipatok sejauh 8.000 meter. Dalam doktrin Kohanudnas, untuk merespon sasaran yang terbang lebih tinggi, dikedepankan peran hanud terminal, yakni jet interceptor.

p1363156tknasams6336

Tidak ada yang keliru dari stategi hanud diatas, tapi jelas sudah sangat ketinggalan jaman, mengingat konsep diatas tidak disiapkan untuk merespon meluncurnya rudal jelajah yang dilepaskan dari kejauhan, plus jumlah pesawat tempur TNI AU yang terbatas, dipastikan coverage suatu hotspot belum tentu bisa optimal saat dibutuhkan.

MERAD
Meski sampai saat detik ini, Arhanud TNI masih berkutat di zona SHORAD, untungnya itikad untuk melakukan pembebahan pada sistem alutsista hanud mulai mendapat titik terang. Seperti dikutip dari pernyataan Komandan Korpaskhas Marsekal Muda TNI Adrian Watimena di majalah Commando edisi No2 Tahun 2016, disebutkan bahwa saat ini sedang dalam proses pengadaan sista hanud MERAD (Medium Air Defence). “MERAD ini jaraknya antara 50 – 100 km dan masuk dalam program MEF (Minimum Essential Force) II periode 2015 – 2019.”

NASAMSII_Battery_tit02.jpgeaf679b6-d01d-4bbf-8f45-320dc8a1bbf8LargerNasams2

Dalam segmen MERAD, beberapa kandidat telah dilirik dan dikunjungi oleh tim terkait. Sebut saja ada nama NASAMS (National Advanced Surface to Air Missile System) dari Norwegia, LY-80, Flying King, dan Sky Dragon 50. Ketiga yang disebut terakhir berasal dari Cina. Belum jelas siapa diantara keempat kandidat yang nantinya akan dipilih Kemhan (Kementerian Pertahanan) RI. Namun melihat potensi konflik di Laut Cina Selatan, alangkah bijak bila TNI dan Kemhan tak memilih produk dari Cina. Selain juga sudah terlalu banyak alutsista TNI yang berasal dari Negeri Tirai Bambu.

NASAMS
Bila diasumsikan yang dipilih adalah NASAMS, maka ini pertama kali bagi Norwegia memasok sistem rudal untuk TNI. NASAMS dibuat oleh Kongsberg, dan Kongsberg selama ini telah akrab di lingkungan TNI AL, yakni sebagai pemasok Combat Management System (CMS) MSI-90U MK2 untuk kapal selam Nagabanda Class (aka – Changbogo Class) dan Hugin 1000 AUV (Autonomous Underwater Vehicle) yang ada di KRI Rigel 933 dan KRI Spica 934. Jadi untuk urusan lobi penjualan bukan memulai dari nol lagi.
NASAMS_II_Kokonaisturvallisuus_2015_02

Lebih tepatnya sistem NASAMS digadang oleh Kongsberg Defence & Aerospace dan Raytheon. Karena ada nama Raytheon, maka basis pemasaran rudal ini mampu menembus paar Amerika Serikat. Bahkan NASAMS dipercaya sebagai rudal hanud yang melindungi obyek vital di Washington DC, termasuk Gedung Putih. Dengan label Raytheon, bisa ditebak basis pengembangan rudal mengacu pada basis rudal eksisting. Dan kemudian bisa disebut NASAMS adalah versi SAM (Surface to Air Missile) AIM-120 AMRAAM (Advanced Medium Range Air-to-Air Missile), rudal udara ke udara jarak sedang yang sangat kondang nan letal di kalangan NATO.

Kolaborasi Kongsberg dan Raytheon disepakati dalam kontrak kerjasama selama 10 tahun, dimulai sejak 2015 sampai 2025. Sistem hanud NASAMS secara keseluruhan dapat memantau, mengidentifikasi, dan mengeliminasi sasaran berupa pesawat tempur, helikopter, rudal jelajah, dan drone (UAV).

Sistem ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi, terlibat dan menghancurkan pesawat, helikopter, rudal jelajah dan kendaraan udara tak berawak (UAV). Sejak generasi pertama diperkenalkan pada tahun 1998, kini Kongsberg telah merilis NASAMS II. Varian terbaru ini sudah menggunakan jenis radar baru, dan 12 peluncur rudal untuk merespon sasaran yang dinamis. Selain Norwegia dan AS, NASAMS II telah digunakan oleh Oman, Finlandia dan Belanda.

Apa yang membuat NASAMS terlihat special? Salah satunya adalah sudah mengadopsi network centric, seperti yang digadang jet tempur Saab Gripen NG. Dengan network centric menydiakan open architecture yang mampu membuat sistem pertahanan terintegrasi dapat lebih tahan terhadap peperangan elektronika. NASAMS secara simultan dapat memindai 72 sasaran sekaligus dalam mode akif dan pasif.

Modul radar MPQ-64F1.
Modul radar MPQ-64F1.

Modul sensor IR dan Electro Optic.
Modul sensor IR dan Electro Optic.

Command Post atau FCU (Fire Control Unit).
Command Post atau FCU (Fire Control Unit).

Dalam sistem NASAMS terdiri dari peluncur rudal AIM-120 AMRAAM berpemandu active radar homing, radar Raytheon MPQ-64F1 Sentinel high-resolution, sensor infra red (IR) dan electro optic (EO), dan command post atau FCU (Fire Control Unit). MPQ-64F1 adalah 3D beam surveillance radar yang punya jarak pantau hingga 75 km. Nah, untuk rudal AIM-120 AMRAAM bisa dipilih, Raytheon menyediakan empat opsi, AIM-120 A/B dengan jarak tembak 55- 75 km, AIM-120C (105 km), AIM-120D (180 km), dan AIM-120 ER (Extended Range) dengan jarak tembak 40 – 50 km lebih jauh dari AIM-120D. Namun AIM-120 ER baru akan diproduksi pada tahun 2019.

Suasana di dalam kabin Command Post.
Suasana di dalam kabin Command Post.

Apakah nantinya NASAMS yang akan memperkuat MERAD Arhanud TNI di masa depan? Kita tunggu saja kabar berikutnya. Yang jelas vendor dari Cina tak akan tinggal diam, fitur canggih dengan harga miring pastinya selalu menggoda. (Gilang Perdana)
 

AN/APG-78: Radar Pengendali Tembakkan Untuk Helikopter AH-64D Apache Longbow TNI AD

AH-64D-Longbow-1-S

Tahun depan jadi momen yang ramai dengan kehadiran alutsista gress TNI, di segmen helikopter dipastikan akan hadir AS565 MBe Panther, helikopter AKS (Anti Kapal Selam) untuk Puspenerbal TNI AL, sementara dari matra darat, helikopter tempur sangar AH-64D Apache Block III Longbow (aka – Guardian) dari Boeing untuk pesanan Puspenerbad TNI AD juga akan mulai berdatangan. Lewat proram FMS (Foreign Military Sales) yang dikucurkan tahun 2012 lalu, Indonesia memang akan mendapatkan delapan unit AH-64D Apache yang jadwal kedatangannya di Tanah Air pada tahun 2017.

pgL_LO-10143_001BritApacheLongbowRadar

Sebagai sistem senjata canggih yang terintegrasi penuh, AH-64D Apache yang didatangkan ke Indonesia tentu dalam wujud paket lengkap. Dengan nilai kontrak senilai US$1,42 miliar, selain delapan unit helikopter, TNI AD juga akan menerima 19 mesin T-700-GE-701D (16 sudah dalam kondisi terinstall dan 3 unit mesin sebagai cadangan). Tiap AH-64D menggunakan dua unit mesin. Dalam paket semiliar dollar juga termasuk 9 Modernized Target Acquisition and Designation Sight/Modernized Pilot Night Vision Sensors, 4 AN/APG-78 Fire Control Radars (FCR) dengan Radar Electronics Units (Longbow Component), 4 AN/APR-48A Radar Frequency Interferometers, 10 AAR-57(V) 3/5 Common Missile Warning Systems (CMWS) dengan 5th Sensor and Improved Countermeasure Dispenser, 10 AN/AVR-2B Laser Detecting Sets, 10 AN/APR-39A(V)4 Radar Signal Detecting Sets, dan 24 Integrated Helmet and Display Sight Systems (IHDSS-21).

2

Sementara dari sisi persenjataan, nantinya Puspenerbad tak lagi ketinggalan dari Singapura, pasalnya telah di order 32 unit peluncur rudal Hellfire M299A1. Logistik rudalnya pun dipersiapkan sampai 140 unit Hellfire AGM-114R3. Plus tentu bekal amunisi 30 mm untuk kanon M230 chain gun, logistik, spare part, dan pelatihan semua sudah terangkum dalam paket FMS. Sebagai itikad baik, saat HUT TNI ke-69 di Dermaga Ujung, Surabaya, empat unit Apache pinjaman dari US Army ikut serta dalam defile udara.

AH-64 Apache US Army dan Mi-35P TNI AD.
AH-64 Apache US Army dan Mi-35P TNI AD.

Sebagai helikopter termpur dengan letalitas tinggi, keluarga heli Apache jelas sarat perangkat sensor dan senjata yang serba jempolan. Apache menjadi pelopor penggunaan IHADSS (Integrated Helmet and Display Sight System). Dan dikemudian hari, IHADSS menjadi platform sistem sensor dan senjata yang favorit dipasang di beragam heli tempur modern. Selain AH-64 Apache, IHADSS kini diadopsi heli tempur Eurocopter Tiger, A1289 Mangusta, dan CSH-2 Rooivalk. Khusus tentang IHADDS dan koneksinya dengan kanon M230, telah kami kupas secara khusus pada artikel dibawah ini. AH-64D Apache Longbow Block III, punya identitas lain sebagai AH-64E Apache Guardian. Label inilah yang kemudian populer di Indonesia.

Baca juga: IHADSS – Sensasi Teknologi “Blue Thunder” Untuk AH-64E Apache Guardian TNI AD

AN/APG-78 Fire Control Radars
Adanya modul radar yang berada tepat diatas poros bilah baling-baling utama menjadi ikon tersendiri bagi AH-64D Apache Longbow. Ini yang secara visual tegas membedakan antara varian lama, AH-64A Apache. Radar ini pada hakekatnya bagian dari sistem Longbow, sistem yang dibesut patungan antara Lockheed Martin dan Northrop Grumman, yang menawarkan integrasi pada sistem radar dan rudal Hellfire.

JGSDF_AH-64D(74506)_APG-78_Longbow_millimeter-wave_fire-control_radar

AN/APG-78 masuk ke dalam jenis radar pengendali tembakkan. Radar ini berjalan di frekuensi Ka band 35Ghz untuk fungsi deteksi, lokasi, klasifikasi dan prioritas pada sasaran taktis. Jarak jangkau radar AN/APG-78 mencapai radius 8 km. Sistem radar ini memang dipersiapkan untuk mampu mengendus kehadiran musuh meski dalam cuaca buruk dan operasinya mendukung pada medan berbukit. (Samudro)
 

Indonesia Bangun “Kapal Induk” di Biak

kapal induk pulau

Panglima TNI Gatot Nurmantyo berencana menjadikan pulau-pulau terluar menjadi ‘kapal induk’ yang diharapkan menjadi basis pertahanan Indonesia.

“Kita tidak butuh kapal induk. Pulau-pulau kita jadikan kapal induk. Daripada kita beli kapal induk, berapa harganya ? Lebih baik pulau-pulau yang ada, kita buat (sebagai markas militer),” ujar Jenderal Gatot saat mengunjungi Pulau Biak, Papua, Sabtu (30/4/2016).

Realisasi pembangunan pulau sebagai ‘kapal induk’ akan dilakukan dalam waktu dekat. ‘Kapal induk’ ini akan menambah kekuatan di daerah perbatasan.

“Saya sih maunya cepet-cepetan, supaya angkatan perang kita siap dengan segala kemungkinan”. Pulau ‘kapal induk’ akan menjadi markas alat militer melakukan pertahanan.

“Kalau di sini (Biak) bisa ada pesawat tempur, pesawat transportasi, kemudian kapal-kapal logistik, terus apa bedanya dengan kapal induk ?. Fungsinya sama menjaga wilayah timur,” jelas Panglima TNI.

Kedatangan Panglima TNI ke Pulau Biak merupakan bagian dari kunjungan empat hari, untuk meninjau pembangunan dermaga di Pulau Kaimana, Mako Lantamal Sorong, dan terakhir di Pulau Biak. Tujuan utamanya adalah untuk menyusun Rencana Pembangunan Kekuatan (Renbangkuat TNI).


“Ini semuanya sedang kita hitung, setelah itu saya paparkan kepada pemerintah. Nah kita tunggu pemerintah bagaimana. Saya mengusahkan agar sehemat mungkin, agar bekas Jepang Belanda yang kita bisa gunakan kita perbaiki dan kita manfaatkan,” tuturnya.

Panglima TNI ingin dilakukan perbaikan sejumlah dermaga. Nantinya ada dua dermaga untuk bersandar kapal besar dan kecil di pulau tersebut serta berguna pula sebagai penjaga keamanan nantinya.

“Dermaga ini sudah rusak, ya kita lapisi saja. Kita benahi lagi. Pokoknya ada dua dermaga, satu untuk kecil dan satu untuk kapal besar,” ujang Panglima TNI.

Jenderal Nurmantyo memberi contoh beberapa pulau terluar yang menjadi ujung tombak keamanan. Pulau tersebut adalah Pulau Natuna untuk wilayah barat dan Biak karena berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik yang menjadi lalu lintas laut utama perdagangan menuju Australia.

“Biak itu paling ujung. Contohnya Natuna terdepan di wilayah Barat, Biak di timur langsung menghadap ke Pasifik, Morotai di Utara, Saumlaki di wilayah Selatan,” jelas Gatot Nurmantyo..

Tak hanya penambahan keamanan wilayah laut, pemerataan pesawat tempur pun akan dilakukan. “Yang sementara terpusat di Madiun dan Makassar, Riau itu kan sebagian, harus rata. Karena sekarang kita tidak bisa memprediksi musuh darimana. Nah yang sekiranya kosong kita isi,” ujar Jenderal Nurmantyo.

Sumber : Detik.com

UMS Skeldar Mulai Latih Awak Drone Rajawali 330 TNI AD

P_20160216_143054

Seperti diberitakan pada pertengahan Februari lalu, TNI AD lewat Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah memesan tiga unit drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Rajawali 330 untuk tugas surveillance di wilayah perbatasan. Dan kini update terbaru menyebut pihak UMS Skeldar sedang memulai program pelatihan pada operator dan teknisi drone sayap tetap dengan mesin tunggal propeller ini.

Dikutip dari Janes.com (27/4/2016), tahap pelatihan UMS Skeldar untuk awak TNI AD dimulai sejak 18 April 2016, dan diperkirakan akan selesai dalam enam sampai delapan minggu kedepan, materi pelatihan termasuk ground handling dan operasional penerbangan. UMS Skeldar adalah manufaktur drone yang berbasis di Swiss, dimana sebagian besar saham UMS Skeldar kini dimiliki oleh Saab dari Swedia. Rajawali 330 adalah versi lokal dari UMS Skeldar F-330. Dalam ajang Singapore Airshow 2016 bulan Februari lalu, Menhan Ryamizard Ryacudu menyebut telah memesan tiga unit Rajawali 330 dan satu unit lagi didapatkan sebagai bonus dalam paket pembelian.

P_20160216_143512

P_20160216_153250

Rajawali 330 diproduksi oleh PT Bhinneka Dwi Persada (BDP). Peran PT BDP kemudian ‘menjahit’ beberapa komponen dan fitur agar punya kemampuan serta spesifikasi yang dibutuhkan militer Indonesia.

Rajawali 330 mampu membawa payload seberat 10 kg. Untuk pesanan TNI AD, payload nantinya akan dipasang pilihan perangkat electro optical/infra red camera, FLIR (Forward Looking Infra Red), hyperspectral camera, atau mapping camera dengan Light Detection and Ranging (LIDAR). Selain mengandalkan conventional take off and landing, drone ini punya kemampuan semi prepared strip, pneumatic catapult, car top launcher, dan parachute recovery system. Untuk mendarat secara konvensional, Rajawali 330 hanya membutuhkan jalur 60 meter.

Meski sebagian komponen penting Rajawali 330 masih diimpor, beberapa material pendukung telah dibuat di dalam negeri. Terkait dengan pembelian ini, pihak PT BDP akan memberikan ToT (Transfer of Technology) pada user, yakni pihak TNI AD. (Haryo Adjie)
 

Chiron: “Paket” Rudal VSHORAD Pada Kanon Oerlikon Skyshield Paskhas TNI AU

article-2478262-19084F1700000578-733_634x426

Meski sampai saat ini sosoknya belum pernah terlihat di publik, namun kabar keberadaan rudal MANPADS VSHORAD (Very Short Range Air Defence) Chiron dalam arsenal Denhanud (Detasemen Pertahanan Udara) Paskhas marak jadi bahan perbincangan. Dalam beberapa pemberitaan, disebut rudal buatan Korea ini menjadi satu paket terintegrasi pada sistem senjata PSU (Penangkis Serangan Udara) Oerlikon Skyshield.

Bila merujuk ke situs resmi Rheinmetall Defence selaku manufaktur Oerlikon Skyshield, dan situs LIG Nex1, tidak muncul informasi yang mengaitkan antara kedua sistem senjata anti serangan udara tersebut. Hanya saja pihak Rheinmetall menyebut Oerlikon Skyshield dapat terintegrasi dengan peluncur rudal VSHORAD. Namun rujukan dari situs militer deagel.com dan Wikipedia secara tegas menginformasikan keberadaan rudal Chiron (Shingung), yang disebut mulai memperkuat Paskhas TNI AU sejak tahun 2014. Adanya Chiron seolah menjadi pengimbang rudal QW-3 buatan Norinco, Cina, yang juga menyandang predikat rudal MANPADS.

Chiron di ajang Indo Defence 2012.
Chiron di ajang Indo Defence 2012.

Personel Marinir TNI AL sedang menjajal simulator Chiron.
Personel Marinir TNI AL sedang menjajal simulator Chiron.

Dari segi gelar operasi, Chiron mirip dengan rudal Mistral buatan MBDA dan Saab RBS-70, yakni diusung menggunakan media tripod. Meski tak begitu populer, Chiron juga dibuat dengan varian multi laucher system yang dikendalikan secara remote. Untuk versi single dan double launcher, Chiron ditembakkan secara manual, tak ada bedanya dengan rudal QW-3. Kemudian bagaimana kaitan antara Chiron dan sistem Oerlikon Skyshield?

Bila dicermati, koneksi diantara keduanya lebih mengedepankan pada elemen komunikasi, satuan tembak Chiron memanfaatkan informasi yang disalurkan dari Command Post Skyshield. Sebagai informasi Command Post menaungi sistem penembakkan kanon dan monitoring radar. Unit sensor radar Skyshield terbilang canggih, yakni menyediakan kemampuan pencarian, akusisi, penjejakan dan penindakan sasaran, kemudian mengirimkannya ke sistem kendali penembakan untuk memberikan solusi penembakan berdasarkan sejumlah parameter data yang dihasilkan unit sensor.

Chiron_from_LIG_Nex1_Co1


201507242008323686

Sistem yang terpasang di modul radar terdiri dari radar pencari, radar penjejak, dan sensor elektro optik untuk menjejak sasaran. Radar pencari berbentuk kotak dan beroperasi pada i-band di frekuensi 8,6 – 9,5 Ghz, berputar dengan kecepatan 40 kali per menit dan memiliki moda gelombang penjejak 2D atau 3D sesuai kebutuhan. Sistem radar pencari dihubungkan dengan modul IFF (identification friend or foe) untuk dapat mengenali target di udara. Kemampuan menjejak sasaran dibagi dalam dua radius: 12 kilometer untuk elevasi -5 sampai 70 derajat, atau 20 kilometer untuk elevasi -5 sampai 42 derajat. Pemancaran gelombang radar dilengkapi moda burst untuk mencegah jamming, plus modul ECCM (electronic counter measure) untuk menghadapi situasi perang elektronik. Sejatinya pola konektvitas antara Chiron dan radar di sistem Skyshield mirip dengan konektivitas data antara rudal QW-3 dan radar intai Smart Hunter. Jalur komunikasi yang dipilih bisa menggunakan wireline atau wireless.

Perangkat radar intai Oerlikon Skyshield.
Perangkat radar intai Oerlikon Skyshield.

IMG_20141106_153821
Command Post Oerlikon Skyshield.

Operator di dalam shelter Command Post.
Operator di dalam shelter Command Post.

132838062_11n

Rudal Chiron termasuk salah satu rudal generasi terbaru di kelasnya yang dikembangkan lembaga riset Korsel selama lebih dari delapan tahun, diproduksi oleh LIG Next1, salah satu anak perusahaan LG Corporation. Pengembangan rudal ini berdekatan dengan proyek rudal Grom dari Polandia. Pada awalnya Korea Selatan merintis pengembangan rudal panggul pada tahun 1995 oleh badan penelitian pertahanan pemerintah dengan anggaran 71 juta dollar dengan nama proyek KP-SAM (Korean Portable Surface-to-Air Missile) Shingung.

8a1e0ce8b426845d4e8d61a753ecec81

Pada tahun 2003 Korsel menerima pengiriman rudal panggul Igla dari Rusia sebagai bagian dari pembayaran hutang Rusia. Fase produksi rudal dimulai pada tahun 2004 dan penggelaran operasional dilakukan pada September 2005. AD Korea Selatan memesan sebanyak dua ribu unit rudal. Sebagai komponennya, sensor pengindra inframerah dipasok pabrik LOMO Rusia sedangkan sistem kendali, motor roket dan hulu ledak dikembangkan sendiri oleh Korsel sendiri.

Bobot Chiron mencapai 14,4 kg, sedangkan berat peluncur dan rudal jika ditotal mencapai 24,3 kg. Meski bisa dioperasikan dengan dipanggul, efektivitasnya akan lebih baik bila dilepaskan dengan tripod untuk menjaga stabilitas saat penembakkan. Dalam gelar tempur, satuan tembak Chiron diawaki oleh tiga orang, masing-masing adalah gunner, loader amunisi, dan observer.

Chiron-2

Dengan sokongan solid rocket motor, Chrion dapat menguber target dengan kecepatan 700 meter per detik (setara Mach 2.4). Karena bergelar VSHORAD, jarak uberan rudal ini memang terbatas, hanya 7.000 meter dan jarak ketinggian luncur maksimum 3.500 meter. Chiron beroperasi dengan pemandu infra red dengan dual mode (IR/UV) sehingga lebih tahan terhadap aksi jamming. Sistem rudal juga dilengkapi interrogator IFF yang dipasok oleh sistem radar.

Pihak LIG Nex1 mengklaim sistem Chiron hanya membutuhkan waktu penembakan kurang dari tiga detik untuk meluncur setelah dipicu, MANPADS (Man Portable Air Defence System) Chiron menerima informasi dari sistem sensor dan mengirimkan informasi posisi dan status misil ke TDR (Target Data Receiver) dari piranti GPS yang ditanamkan dalam misil. Mekanismenya hulu ledak dengan berat 2,5 kg akan otomatis meledak jika misil mendekati 1,5 meter dari sasaran dengan menyebarkan 720 potongan fragmen berenergi kinetik yang akan mengoyak badan maupun mesin helikopter atau pesawat yang menjadi sasaran.

Rudal yang per unitnya seharga US$173 ribu ini pernah dihadirkan LIG Nex1 pada ajang Indo Defence 2012 di Jakarta. Sayangnya Chiron bukan termasuk rudal MANPADS yang laris dipasaran, selain Korea Selatan, penggunanya ternyata hanya Indonesia. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Chiron
– Diameter: 80 millimeter
– Launch Unit Length: 1,87 meter
– Missile Length: 1.68 meter
– Max Range: 7.000 meter
– Target’s Max Altitude: 3.500 meter
– Top Speed: Mach 2.4 mach
– Launch Unit Weight: 19,5 kilogram
– Warhead: 2.5 kilogram
– Missile Weight: 14 kilogram
 

Panglima TNI Kunjungi Pangkalan Militer di Biak

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
 
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, melakukan kunjungan ke pangkalan udara dan dermaga bekas militer Belanda di Biak, Papua, Sabtu (30/4). Ia berencana mengubah pangkalan dan dermaga itu menjadi pulau induk militer Indonesia bagian timur untuk memperkuat kawasan tersebut.

Jenderal Gatot sempat melihat landasan pacu yang baru serta yang lama. Landasan itu berada satu kompleks dengan landasan pacu milik militer Belanda dahulu. Ia menginginkan agar landasan yang lama direnovasi. Dengan merenovasi, pihaknya dapat melakukan penghematan anggaran.

“Nah di sini (Biak) kan kosong. Di sini tak ada pesawat tempur padahal landasan ada, jadi kita akan membuat pangkalan-pangkalan baru. Tetapi memanfaatkan yang sudah ada,” kata Panglima TNI saat meninjau Pangkalan Udara Manuhua di Biak, Papua.


Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meninjau dermaga bekas militer Belanda di Biak, Papua, Sabtu (30/4). (Fathan Sinaga/jpnn)
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meninjau dermaga bekas militer Belanda di Biak, Papua, Sabtu (30/4). (Fathan Sinaga/jpnn)
Jenderal Gatot bersama jajarannya telah melakukan peninjauan langsung ke sejumlah wilayah di Papua, seperti ke Nduga, Sorong, hingga Kaimana.
Panglima TNI menegaskan bahwa jajarannya akan berupaya membangun kekuatan untuk bisa menguasai setiap wilayah di tanah air Indonesia. Hal itu sesuai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa Indonesia harus menjadi poros maritim dunia.

JPNN dan okezone.com