Bagi negara dengan kocek serba ngepas yang mengidamkan pesawat intai berkemampuan multirole, termasuk bisa melakukan close air support, maka salah satu pilihannya adalah mengadopsi pesawat ringan yang irit biaya operasional dan mudah perawatan. Diantara yang menonjol dipasaran saat ini ada LH-10 Guardian Surveillance, pesawat ringan berdesain ‘mini’ yang sekilas mengingatkan pada BD-15, pesawat jet mikro James Bond di film “Octopussy.”
Meski tak langsung ada kaitannya dengan kebutuhan TNI, dalam beberapa pemberitaan disebut saat Pameran Alutsista di Rapim TNI 2016 di Cilangkap, bulan Desember 2015 lalu, LH-10 Guardian Surveillance Mission ikut ‘ditampilkan’ oleh pihak peserta PT Sentra Surya Ekajaya, perusahaan swasta nasional yang namanya tak asing dalam memproduksi beberapa rantis untuk TNI. Selain dimensinya yang imut, LH-10 buatan LH Aviation, Perancis, menawarkan teknologi plug and play untuk beragam fitur dan kelengkapan taktis, alhasil LH-10 pas untuk misi intai maritim, intai kondisi lingkungan, intai infrastruktur obyek vital, dan intai wilayah perbatasan.
Dengan mesin tunggal Rotax 912 ULS flat 4-cylinder piston, LH-10 dapat meronda di udara selama 6 jam tanpa dukungan bahan bakar tambahan. Konsumsi bahan bakarnya pun terbilang super irit, yakni 6 liter per 100 km. Kecepatan pesawat memang tidak terlalu jadi poin utama, namun LH-10 sanggup terbang hingga kecepatan 370 km per jam, sementara kecepatan jelajahnya 269 km per jam. Secara teori, LH-10 dapat terbang hingga radius 1.500 km, sangat ideal sebagai pesawat intai ringan. Dalam brosurnya, malah disebut dengan setting endurance 7,5 jam, konsumsi bahan bakarnya bisa kurang dari 9 liter per jam. Total kapasitas bahan bakar internal yang dibawa adalah 70 liter.
Tampilan kokpit LH-10, kemudi pesawat sudah menggunakan HOTAS ((Hands on Thorttle and Stick).
Konfigurasi plug and play pada LH-10.
Konfigurasi senjata pada versi militer.
Dengan konfigurasi dua kursi, LH-10 juga dapat menjalankan peran sebagai pesawat latih (trainer). Lain dari itu, LH-10 juga dapat berubah jadi wahana maut dengan perannya sebagai CAS (close air support). Dengan payload 250 kg, LH-10 ELF dapat dikonfigurasi untuk membawa machine gun pod, guided missile laser, dan guided bomb laser. Untuk menjalankan perannya, LH-10 dapat ditambahkan perangkat day and night camera, serta laser designator.
Kabarnya material LH-10 100% terdiri dari bahan carbon composite, menjadikan gerak aerodinamis pesawat cukup tinggi, dan bobot kosong pesawat hanya 300 kg. Bicara tentang akses komunikasi, karena kecepatannya tak terlalu tinggi dan ketinggian terbang low level, LH-10 dapat mendukung koneksi jaringan seluler GSM (Global System for Mobile Communication) yang di enkripsi, selain tentu ada link satelit, dan koneksi frekuensi radio VHF/UHF/HF.
LH-10 dalam versi drone (LH-D).
Selain menawarkan versi sipil (LH-10 Ellipse), versi intai (LH-10 Guardian), dan versi CAS (LH-10 ELF). Pihak LH Aviation juga tengah mengembangkan versi drone (LH-D). LH-10 pertama kali terbang pada tahun 2007. Negara pengguna utama saat ini adalah Benin dan Maroko. Nah, berapakah harga LH-10? Dikutip dari situs Wikipedia, per unitnya dibandrol US$1,3 juta, itu adalah harga LH-10 versi militer yang sudah dilengkapi perangkat optronics (optical electronics). (Gilang Perdana)
Spesifikasi LH-10
– Crew: 2
– Wingspan: 8 meter
– Height: 2,4 meter
– Wing area: 4,5 m2
– Empty weight: 300 kg
– Max takeoff weight: 540 kg
– Payload: 250 kg
– Fuel capacity: 70 liter
– Powerplant: 1 × Rotax 912 ULS flat 4-cylinder piston, air- and water-cooled, 73.5 kW (98.6 hp)
– Propellers: 4-bladed ground adjustable pusher
– Maximum speed: 370 km/h
– Cruising speed: 269 km/h
– Stall speed: 106 km/h
– Range: 1.500 km
– Endurance: 6 – 7,5 hr
– g limits: +4.4/-2.2