Super Puma Puspenerbal TNI AL memang spesial, disamping kodratnya sebagai helikopter angkut, produksi PT Dirgantara Indonesia (d/h PT IPTN) ini juga punya kemampuan sebagai platform peluncur rudal anti kapal AM-39 Exocet. Meski proyek meluncurkan Exocet akhirnya batal, Super Puma TNI AL tampil beda dengan bekal search radar dan radar intai maritim di bawah hidung.
Kelengkapan dua radar pada Super Puma TNI AL menjadi yang terdepan dalam adopsi alutsista PT IPTN kala itu. Radar omega disematkan pada bagian hidung, disematkan pada nose warna hitam. Sedangkan radar intai menggunakan tipe Bendix 1500B, jenis radar ini mampu ‘menyapu’ permukaan laut, diantaranya dapat mendeteksi pergerakan kapal berukuran kecil di lautan. Jika ada budget lebih, diantara nose dan radar Bendix bisa disematkan perangkat FLIR (Forward Looking Infra Red).
NAS 332 TNI AL mendarat di deck helipad KRI Teluk Banten.
NAS 332 TNI AL dengan pelampung mengembang.
Untuk urusan angkut pasukan dan logistik, Super Puma juga jadi helikopter superior dibandingkan misalnya NBell-412 yang juga digunakan TNI AL. Sebagai perbandingan NBell-412 bisa membawa 10-12 pasukan, sedangkan Super Puma bisa mengangkut 24 pasukan. Sebagai helikopter yang disaipan untuk beroperasi di area lautan, Super Puma juga dilapisi lapisan proteksi anti korosi, dan rotor ekor yang dapat dilipat untuk bisa dimasukkan ke dalam hangar. Dari sejarahnya NAS 332 Super Puma diserahkan ke TNI AL pada tahun 1983/1984.
Lantas yang jadi pertanyaan, dimanakah Super Puma TNI AL saat ini? Dalam setiap defile nyaris helikopter ini tak pernah tampil, begitupun tak pernah terlihat dalam ajang latihan-latihan tempur. Padahal dari sisi fungsi, Super Puma jelas masih relevan beroperasi sampai saat ini. Dari beberapa literatur disebut Puspenerbal TNI AL menerima empat unit NAS 332 Super Puma. Untuk tipe, pihak Aerospatiale menyebut bila yang digunakan untuk varian anti kapal selam dan anti kapal permukaan adalah AS 332F. Untuk tugas anti kapal selam, Super Puma dapat dilengkapi perangkat sonar.
Tentang tipe ada perbedaan informasi, merujuk ke situs aviation-safety.net disebut bahwa Super Puma HU-442 TNI AL yang jatuh pada Oktober 1987 adalah tipe NAS332L, yang dari identitasnya adalah varian sipil dengan kabin lebih luas dan kapasitas tanki bahan bakar lebih besar. Sebaliknya situs helios.com menyebut Super Puma HU-442 TNI AL adalah tipe NAS 332F. Selain Super Puma HU-442 yang jatuh pada bulan Oktober 1987, TNI AL juga kehilangan Super Puma HU-443 yang jatuh pada bulan November 1987.
Dari informasi diatas, maka seharusnya masih ada dua unit NAS 332 yang dioperasikan Skadron 400 Puspenerbal, namun sepanjang pengamatan Super Puma TNI AL seolah raib dari peredaran, ada yang menyebut sisa Super Puma TNI AL dikembalikan ke pihak PT IPTN, namun belum informasi yang pasti tentang hal ini. (Mas Sampurno)