Panser Tarantula TNI AD
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan strategi pertahanan baru yang berfokus pada tiga prioritas, yaitu menjadi titik tumpu global maritim (GMF), memenuhi target minimum essential forces (MEF) dan menjalankan program pertahanan negara selama 10 tahun ke depan.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, 21/1/2016, menguraikan rencana tersebut, termasuk di dalamnya buku putih yang baru dirilis ke atase militer asing. Acara ini dihadiri oleh 50 atase militer dari 41 negara, termasuk Malaysia, Thailand, Amerika Serikat, Timor Leste, Pakistan, India, Australia dan sejumlah negara Eropa.
Dirjen Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, Mayjen Yoedhi Swastanto, mengatakan dokumen baru ini adalah versi revisi setelah menggabungkan masukan dari sumber-sumber domestik dan internasional.
“Buku putih (white paper) merupakan strategi pertahanan baru yang akan dicapai pemerintah, termasuk daftar ancaman, pembangunan pertahanan dan program pertahanan negara,” katanya. Dokumen ini tersedia untuk umum dan bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan antara Indonesia dan negara-negara lainnya.
Buku ini merupakan revisi dari white paper sebelumnya, untuk menyambut masukan dari berbagai pihak.
Mayjen Yoedhi menambahkan bahwa penguatan pertahanan dan diplomasi maritim dan sejumlah isu penting, masuk dalam versi terbaru dari buku putih.
Dalam rencana strategi baru, pemerintah telah menekankan komitmennya untuk memenuhi sistem persenjataan yang ditetapkan MEF, tetapi tidak berniat untuk mempersiapkan perang. Sistem persenjataan yang kuat ditujukan untuk melindungi integritas dan kedaulatan negara.
“[Untuk membangun sistem persenjataan kami], kami akan memprioritaskan senjata dari industri nasional dalam rangka mendukung perekonomian nasional. Industri strategis harus kuat, mandiri dan terampil untuk bersaing dengan negara-negara lain, “kata Mayjen Yoedhi.
Pemerintah juga mengungkapkan target 100 juta orang akan menerima pelatihan kuasi-militer melalui program pertahanan negara selama sepuluh tahun ke depan.
“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi pengaruh radikalisasi di kalangan warga. Kami akan menyebarkan nilai-nilai pertahanan negara di lingkungan pendidikan, tempat kerja dan lingkungan sosial”, kata Mayjen Yoedhi.
Program pertahanan negara ditujukan bukan hanya untuk menghadapi negara-negara lain, yapi juga untuk menghadapi ancaman internal atau non-tradisional seperti radikalisme dan terorisme.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, saat ini Indonesia tidak terlibat konflik dengan negara-negara lain.
“Kami ditakdirkan untuk menjadi teman dan jadi demikian jadinya. Indonesia tidak memiliki konflik dengan negara lain dan kami tidak menganggap tetangga kita sebagai ancaman. Kami adalah teman, “kata Ryamizard dalam sambutannya saat acara pada, hari Kamis, 21/1/2016.
Ryamizard memperingatkan, bagaimanapun, negara harus semakin siap menghadapi ancaman seperti terorisme, perang cyber, bencana alam, obat-obatan dan pembajakan.
Dia menambahkan keyakinannya ancaman ini tidak khusus untuk Indonesia, tetapi dihadapi oleh semua negara.
“Terorisme adalah kesamaan di mana kita dapat bekerja sama. Ini adalah ancaman umum di seluruh dunia dan kami harus mengatasi masalah ini, “kata Menteri Perthanan.
Dua pemerintahan sebelumnya juga menerbitkan buku putih, di bawah menteri pertahanan Matori Abdul Djalil pada tahun 2003 dan Juwono Sudarsono pada tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 3/2002 tentang pertahanan nasional menetapkan bahwa buku putih adalah pernyataan kebijakan pertahanan yang komprehensif yang diterbitkan oleh Departemen Pertahanan dan didistribusikan kepada masyarakat, nasional dan internasional, untuk menghasilkan rasa saling percaya dan menghilangkan konflik.
Thejakartapost.com