Friendly fire hingga kini masih jadi momok menakutkan dalam tiap pertempuran, terkena peluru dari tembakan kawan sendiri adalah bukti bahwa unsur komando dan pengendalian masih harus terus dibenahi. Seperti pada Perang Teluk I di tahun 1991, sekalipun dibekali perangkat perang super canggih, nyatanya MBT (Main Battle Tank) M1A1 Abrams AD AS masih jadi korban salah tembak. Begitu pun, prajurit infanteri TNI pernah pula merasakan pahitnya friendly fire dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Menghadapi ilustrasi diatas, maka elemen tempur yang terlibat dalam suatu operasi perlu dibekali teknologi Battlefield Management System (BMS), suatu sistem command and control system yang terintegrasi ke dalam pos komando dan kendali taktis di lapangan. Bicara tentang BMS, di lingkup TNI khususnya Kavaleri TNI AD, BMS baru mulai diterapkan guna memenuhi kebutuhan satuan setingkat batalyon. Dan yang membanggakan, BMS dirancang dan dikembangkan murni oleh injiner dalam negeri dari PT Hariff Daya Tunggal Engineering (DTE), perusahaan swasta nasional yang ber-homebase di Bandung, Jawa Barat.
Apa solusi yang ditawarkan dari BMS? Kembali lagi menjawab tantangan di paragraf awal, dengan BMS dapat dihindari terjadinya friendly fire. Pasalnya, para komandan tank dan juruk tembak (gunner) dapat mengetahui posisi keberadaan di suatu medan tempur. Wujudnya di visualkan pada layar yang disematkan pada konsol tablet. Dengan demikian, di tengah adrenalin tinggi pada peperangan, masing-masing unit dapat mengetahui keberadaan kawan di tengah gencarnya desingan tembakan lawan. Peran BMS tambah terasa maksimal saat perang di malam hari, dengan minimnya cahaya maka disorientasi kerap melanda prajurit.
BMS hasil karya PT Hariff DTE dan kerjasama dengan Dithubad (Direktorat Perhubungan Angkatan Darat) telah dipamerkan di hadapan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 7 Desember 2015 lalu di Bandung. Modul BMS yang disematkan di dalam ranpur dan rantis terdiri dari unit kontrol K220 dan unit terminal K230. Unit kontrol berperan sebagai hub dari beberapa sensor dan sistem di dalam ranpur. Sementara unit terminal adalah perangkat monitoring dan kendali.
Berbasis tablet Android, unit terminal dapat diakses dengan touch screen.
Android di Ranpur Kavaleri
Uniknya unit terminal menggunakan hardware berupa tablet Android, namun telah dibungkus casing besi yang nampak kokoh. Selain mampu menampilkan posisi dan formasi tempur pasukan dan ranpur dalam wujud digital map. Layar tablet ini juga dapat menginformasikan jumlah sisa bahan bakar, sisa amunisi, temperatur di dalam kabin, dan kadar kelembaban. Unit terminal ini terhubung ke unit kontrol.
Beragam pilihan fitur pada BMS.
Pengembangan prototipe BMS sejatinya telah dimulai sejak tahun 2012, dan terus disempurkan hingga tahun 2014, dan pada tahun 2015 ini telah memasuksi tahap produksi. BMS telah sukses diujicobakan di ranpur tank MBT Leopard 2A4, IFV Marder 1A3, tank ringan Scorpion dan panser Anoa buatan PT Pindad.
BMS sejatinya sebuah aplikasi launcher, dengan demikian tablet bisa berpindah ke tampilan default Android.
Dirancang dengan balutan case besi yang kokoh.
Alasan dipilihnya modul dari tablet Android terkait kemudahan suku cadang dan ketersediaan pasokan, mengingat tablet Android mudah didapat dipasaran. Dari sisi penggunaan, adopsi tablet Android juga memudahkan operator, mengingat OS Android cukup akrab digunakan banyak orang. Untuk menjadikan tablet Android siap tempur, cukup di install aplikasi dalam format apk. Uniknya visual layar pada tablet dicitrakan menggunakan gaya OS Windows, sementara sistem operasi komputer secara keseluruhan mengusung OS Linux.
Smartphone Android Untuk Infanteri
Sementara unit pasukan infanteri juga dirancang menggunakan BMS, bedanya prajurit tidak menenteng konsol unit terminal K230, melainkan unit terminal yang digunakan berupa smartphone Android dengan spesifikasi outdoor yang tahan banting dan anti air. Bekal smartphone ini disematkan di lengan prajurit menggunakan armband. Data visual yang ditampilkan pun serupa dengan unit terminal K230 yang ada di ranpur.
Smartphone Caterpillar B15Q dengan armband sebagai unit terminal BMS infanteri.
Dalam live demo di kantor pusat PT Hariff DTE, yang digunakan adalah smartphone Caterpillar B15Q dengan OS Android 4.4.2. Menurut seorang staf PT Hariff, selain Caterpillar juga digunakan seri Sony Xperia outdoor.
Meski smartphone punya kemampuan koneksi 3G dan 4G, namun koneksi smartphone dalam konsep BMS hanya menggunakan jalur WiFi (wireless fidelity), dalam artian koneksi dari smartphone tetap harus ke unit kontrol via WiFi. Bedanya dalam infanteri, unit kontrol dirancang dengan model manpack ala radio taktis.
“Kedepan di tahun 2016 kami akan mengembangkan BMS untuk diterapkan pada elemen artileri dan dukungan udara bagi Puspenerbad. Sehingga diharapkan dapat terjalin koordinasi dan komunikasi yang optimal antara infanteri, kavaleri, artileri, dan dukungan udara dalam suatu operasi,” ujar Adi Nugroho, direktur PT Hariff DTE. (Haryo Adjie)
Indomil.