Senin, 09 November 2015

(Breaking News) Indonesia Telah Putuskan Pembelian Su-35

  su-35-8

Indonesia tertarik tidak hanya membeli Su-35, tetapi juga membangun pusat layanan teknis di wilayahnya dan memperoleh transfer teknologi perakitan pesawat.

“Indonesia telah mengambil keputusan mengenai pembelian pesawat tempur Rusia Su-35, sekarang dibicarakan transfer teknologi perakitan pesawat”, ucap Kepala Departemen Kerja Sama Internasional Perusahaan “Rostech” Viktor Kladov kepada agensi berita RIA Novosti di pameran aviasi internasional Dubai Airshow-2015.

“Indonesia telah mengambil keputusan, apa langkah berikutnya? Tunggu saja “, kata Kladov, menjawab pertanyaan wartawan mengenai proses negosiasi pemasokan Su-35 ke Indonesia (08/11/2015).


Beliau menambahkan bahwa Indonesia tertarik tidak hanya membeli Su-35, tetapi juga membangun pusat layanan teknis di wilayahnya dan memperoleh transfer teknologi perakitan pesawat.

“Negosiasi menjadi lebih kompleks karena saat ini dibicarakan bukan hanya pemasokan Su-35, tetapi juga transfer teknologi”, tutur Kladov.

Pada bulan September Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu mengumumkan niatnya untuk membeli skuadron pesawat tempur Su-35 untuk menggantikan pesawat tempur F-5 Tiger milik Amerika yang usianya sudah mencapai umur empat dekade.

RBTH

Pertama kali dipublikasikan di RIA Novosti.

Minggu, 08 November 2015

TNI AL kerahkan tujuh KRI ke Natuna

TNI AL kerahkan tujuh KRI ke NatunaIlustrasi--KRI Beladau (ANTARA/Maha Eka Swasta) Jakarta (ANTARA News) - TNI Angkatan Laut mengerahkan tujuh Kapal Perang RI (KRI) untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

"Ini merupakan patroli rutin yang dilakukan oleh TNI AL untuk menjaga perairan Natuna. Terlebih, di kawasan Natuna sering terjadi illegal fishing," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI M Zainudin ketika dikonfirmasi, di Jakarta, Minggu.

Ia pun membantah pengerahan tujuh kapal perang milik TNI AL itu untuk mengantisipasi memanasnya Laut China Selatan.

"Kita tidak ada konflik terkait Laut China Selatan. Kita hanya menjaga kedaulatan dan pertahanan NKRI," jelasnya.

Menurut dia, tujuh KRI yang dikerahkan itu tidak seluruhnya berada di perairan Natuna, Kepulauan Riau, namun secara bergiliran melakukan operasi atau patroli.

"Tiga KRI standby di perairan Natuna, sementara empat KRI lainnya berada di pangkalan Tanjung Uban. Mereka secara bergiliran melakukan patroli," tuturnya.

Ia mengungkapkan, dalam menjaga kedaulatan dan pertahanan negara, TNI AL selalu melakukan patroli setiap harinya, baik di wilayah Timur maupun di wilayah Barat dengan jumlah KRI sekitar 40 kapal lebih.

"Di wilayah Indonesia Timur kita kerahkan sebanyak 20 kapal lebih untuk menjaga wilayah Ambalat, Laut Arafuru dan lainnya. Di wilayah Indonesia bagian Barat, kita juga mengerahkan 20 kapal, seperti Selat Malaka, Laut Natuna dan lainnya," katanya.

Hal senada dikatakan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi, pengerahan tujuh KRI ke perairan Natuna untuk melakukan patroli.

"Itu kan operasi rutin, kita kan dalam 365 hari kegiatan patroli itu kegiatan patroli pengamanan perbatasan. Dan juga kegiatan patroli yang berkenaan dengan keadilan di laut, baik di Laut Natuna, Sulawesi, maupun Samudera Hindia. Termasuk yang sudah tergelar berkaitan dengan kerja sama bersama tetangga, patroli koordinasi," katanya.
 

Lima Lokasi Jadi Kandidat Bandar Antariksa Nasional

Lima Lokasi Jadi Kandidat Bandar Antariksa Nasional
Logo baru Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan). (VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto)
 
Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) sedang mengkaji sejumlah lokasi untuk pembangunan bandar antariksa nasional. Ada lima lokasi yang menjadi kandidat, yakni Pulau Nias (Sumatera Utara), Pulau Enggano (Bengkulu Utara), Biak Numfor (Papua), Morotai (Maluku Utara), dan Pemeungpeuk (Jawa Barat).

Dilansir dari laman resmi Lapan, Lapan.go.id, lembaga itu tengah merampungkan studi untuk menyerap masukan teknis maupun nonteknis tentang lokasi pembangunan bandar antariksa nasional melalui forum focus group discussion "Pengkajian Pembangunan Bandar Antariksa" di Jakarta.

"Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh masukan dari berbagai lapisan masyarakat," kata Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lapan, Rika Andiarti, yang dikutip dari laman itu, Minggu, 8 November 2015.

Bandar antariksa Indonesia itu untuk mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan pasal 44 mengenai Bandar Antariksa. Disebutkan dalam undang-undang itu bahwa secara geografis, Indonesia berada di posisi yang strategis, karena terletak di antara dua benua, yaitu Benua Australia dan Asia, serta dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera pasifik. Indonesia berada pada posisi silang dunia dan menjadi pusat jalur lalu lintas dunia.

Kepala Pusat Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan, Husni Nasution, menjelaskan bahwa lembaganya telah mengkaji pembangunan bandar antariksa nasional untuk orbit ekuatorial dan polar. Program Lapan itu dituangkan dalam draf rencana induk penyelenggaraan keantariksaan 2015 hingga 2039.

"Rencana induk ini memuat arahan untuk mendorong pembangunan dan pengoperasian bandar antariksa, termasuk bandara riset, di wilayah Indonesia. Untuk itu, dalam pembuatan master plan atau grand design pembangunan bandar antariksa perlu kerja sama dengan berbagai pihak," ujarnya.

Bandar antariksa nasional untuk keperluan peluncuran roket pengorbit satelit (RPS) dan satelit lain. Dapat dimanfaatkan sebagai lokasi uji terbang pesawat unmanned aerial vehicle (UAV) atau pesawat tak berawak.
 

Bela Negara? Mahasiswa Sudah Lama Punya Menwa

 
Open Recruitment Menwa Di UGM
 
Akhir-akhir ini, masyarakat heboh dengan isu bela negara yang diwacanakan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Kementerian Pertahanan berencana membentuk 4.500 kader Pembina Bela Negara di 45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Heboh boleh saja. Tapi tahukah kalian kalau kegiatan bela negara sebetulnya sudah ada di bangku kuliah? Di sejumlah perguruan tinggi ada yang namanya Menwa atau Resimen Mahasiswa.

Menwa tak cuma baris berbaris atau latihan ala militer. Tercatat kelompok Menwa pernah terlibat dalam Operasi Trikora merebut Irian Barat pada tahun 1960an.

Kemudian beberapa tokoh pemerintahan maupun akademisi dahulunya merupakan aktivis Menwa. Sebut saja mantan menteri keuangan dan direktur pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati, atau guru besar Fakultas Ekonomi UI, Prof. Rhenald Kasali. Agung Laksono dan ketua DPD RI, Irman Gusman juga pernah mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa.

Bela Negara ala Mahasiswa

Jika memaknai arti bela negara, tentu tidak dapat lepas dari Sishankamrata (Sistem Pertahanan Rakyat Semesta) yang memiliki dua unsur yaitu unsur militer (TNI-Polri) dan unsur non-militer. Menwa berada di unsur non-militer ini.

Salah satu Resimen Mahasiswa yang aktif adalah Menwa di Universitas Negeri Jakarta. Menurut Dansat (komandan satuan) Menwa UNJ, Oka Bintor, merupakan salah satu organisasi menwa yang cukup tua dan menghasilkan banyak lulusan di dunia akademisi.

Menurut Oka, konsep bela negara yang didengungkan akhir-akhir ini sebenarnya adalah hal yang sama dengan resimen mahasiswa. Hanya saja penerapan dan pengklasifkasiannya yang mungkin berbeda di tiap-tiap jenjang pendidikan seperti penerapan bela negara di SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi berbeda-beda.

Angkat Senjata

Selain membina fisik, mental, hingga kedisiplinan, resimen mahasiwa juga memiliki kegiatan lain yang tak kalah menariknya dan bahkan mungkin berbeda dengan kegiatan mahasiswa sejenis di universitas-universitas yang ada, yaitu mengoperasikan senjata api.

“Kami hampir setiap bulan (berlatih) menembak dengan berbagai macam senjata baik itu air soft gun, (senapan dengan) peluru hampa, senapan angin, hingga SS-1. Bahkan kemarin Agustus kami juara 1 menembak di Seskoal,” tutur Oka.

Namun, mahasiswa jurusan Psikologi UNJ ini juga mengatakan bahwa pelatihan menembak ini hanyalah wadah penyaluran hobi dan tidak berefek apa-apa dengan kehidupan sehari-hari. Oka juga berpesan kepada seluruh mahasiswa dan pemuda di Indonesia untuk menyambut konsep bela negara yang akan datang dan tetap menjungjung tinggi sendi-sendi bangsa ini.

“Undang-undang Dasar dan Pancasila itu semua harus menjadi prinsip dan tekad kita sebagai pemuda agar bangsa ini tak lepas dari komponen rakyatnya baik itu TNI ataupun mahasiswa tapi juga rakyatnya, rakyat semesta.” tutup Oka, yang saat ini sedang menempuh semester 9. 
 
CNN. 

Praka Mulyana, Sniper Tangguh TNI AD Yang Dikagumi Petembak Amerika


Di tengah peringatan ke-107 Hari Kebangkitan Nasional Indonesia tahun 2015, Tim Petembak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) berhasil menjadi juara umum di kejuaraan menembak tahunan Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) yang berlangsung pada 20-23 Mei di Australia.

Dalam kejuaraan yang diadakan Angkatan Darat Australia, TNI AD berhasil menggondol medali terbanyak, mengalahkan 17 negara peserta lainnya. Keberhasilan tersebut merupakan buah dari latihan keras yang rutin dilakukan. Selain itu momen tersebut menjadi ajang pembuktian bahwa persenjataan buatan dalam negeri yang digunakan TNI kualitasnya tidak kalah dengan persenjataan yang digunakan oleh petembak dari negara negara maju.

Pada lomba tersebut, TNI AD menurunkan petembak terbaiknya dari satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Posisi juara umum di Australia ini merupakan kemenangan kedelapan kalinya bagi TNI AD dalam lomba menembak di kawasan Asia-Pasifik.

Lomba yang bertajuk Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM), perwakilan Indonesia mampu mengalahkan tim tuan rumah Australia, termasuk tim Amerika Serikat, dan Inggris. Raihan medali yang diperoleh pun terpaut sangat jauh, bisa dibilang TNI AD menang mutlak.

Ketangguhan para petembak TNI bahkan tidak dapat disaingi oleh tim petembak handal negara maju lainnya, termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Pada klasemen akhir, kontingen Indonesia sukses meraih 30 medali emas, 16 perak, dan 10 perunggu. Sementara Angkatan Darat Australia yang duduk di posisi kedua hanya mengantongi 4 medali emas, 9 perak, dan 6 perunggu. Perwakilan Amerika Serikat yang bertengger di posisi ketiga mendapat 4 medali emas, 1 perak, dan 2 perunggu.

Salah satu anggota tim TNI AD yang berhasil meraih medali emas di Australia tersebut adalah Praka Mulyana. Pria kelahiran Leuwiliang Bogor 1 Desember 1984 ini adalah bungsu dari 7 bersaudara. Ayahnya bernama Anap telah meninggal dunia ketika Mulyana duduk di bangku SLTA, sedangkan Ibu yang melahirkannya bernama Wariyah (71 th ) kini tidak mampu lagi menjadi buruh tani karena sudah termakan usia.

Meski meniti karier militer dari bawah, Praka Mulyana sebenarnya memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri Dharma Bhakti hingga Sekolah Menengah Pertama Negeri Leuwiliang dan Sekolah Menengah Atas Negeri Leuwiliang, ia selalu menduduki prestasi tiga besar. Bahkan setamat SLTA pada tahun 2005, beberapa perguruan tinggi negeri memberikan dispensasi untuk masuk penerimaan tanpa tes. Namun pria desa yang sebelumnya bekerja sebagai penggembala kerbau milik orang lain dan memiliki hobi bermain ketapel ini terlanjur memiliki keinginan kuat untuk menjadi prajurit TNI AD. Hal itu menjadi motivasi karena seringnya kediaman Mulyana di pelosok dijadikan area berlatih oleh para prajurit yang sedang melaksanakan latihan militer.

Selama lebih kurang satu tahun mengikuti pendidikan militer dengan menyandang predikat terbaik, membawa Mulyana dipercaya untuk bergabung dengan satuan Kostrad. Anggota Kompi Bantuan Peleton SLT Batalyon Lintas Udara 330/ Tri Dharma Kostrad ini dengan tetap rendah hati dan penuh rasa tanggung jawab melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Pada tahun 2012 Mulyana mempersunting gadis pujaan hatinya asal Tasikmalaya bernama Erma Suci Lestari S.Pd (25 th) yang berprofesi sebagai guru. Dari hasil pernikahannya kini mereka dikaruniai seorang puteri bernama Kamila Zaura Pertiwi berusia 20 bulan. Bertambahnya tanggung jawab tidak membuat semangat Mulyana menjadi surut. Sang istri yang merupakan tenaga pendidik justru terus memotivasi sang suami untuk terus berprestasi.

Sejak terpilih menjadi Tim Petembak TNI AD Mulyana tekun berlatih. Waktu yang tersisa dimanfaatkannya untuk menambah pengetahuan dan wawasan dengan cara membaca buku. Sudah sejak tahun 2014 ia tergabung untuk mengikuti lomba tembak AASAM dan sejak itu ia berhasil mengukir prestasi. Praka Mulyana berhasil mempersembahkan Medali Emas kategori Sniper (penembak jitu) dalam kejuaraan tahunan Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM). Ia pun merasa bangga karena berhasil mempecundangi tim dari Amerika Serikat, Inggris maupun Perancis yang dikenal mempunyai banyak sniper hebat. Bahkan raihan prestasi emas yang diperolehnya kemarin mendapat apresiasi dari para petembak Amerika Serikat. Para tentara negeri Paman Sam tidak ingin kehilangan kesempatan untuk saling berinteraksi dan bertukar cendera mata dengan Mulyana.

“Ini tahun kedua saya mengikuti perlombaan menembak. Alhamdulillah dapat 1 emas dan 1 perak dari kategori perorangan. Tantangan sniper kita bermain dalam suhu 6 hingga 12 derajat sangat jauh berbeda dengan suhu di Indonesia. Lalu variasi jarak tembak 100-1.200 meter membuat faktor kesulitan semakin beragam. Kelembaban udara, bahkan kecepatan angina 30-40 km/perjam itu membuat perhitungan harus sangat akurat dan itu sangat sulit,” ceritanya.

Selain itu menurut Mulyana, tantangan lain yang dihadapi yakni senjata yang digunakannya secara teknologi masih kalah jauh kualitasnya dari negara-negara maju. Mulyana hanya menggunakan senjata seri lama dengan teropong 12 X 50. “Bidikan sasaran bermacam-macam mulai dari kepala, dada, kemudian tubuh lempengan baja 400-500 meter jaraknya. Apabila tak kena akan makin kencang larinya, kalau kena langsung tumbang,” kata dia.

Secara keseluruhan Tim TNI AD berhasil menyabet 56 medali, mengalahkan kontingen lainnya dari negara-negara maju yang selama ini dikenal memiliki persenjataan canggih, seperti Amerika Serikat yang hanya mendapatkan 4 medali emas, Inggris dengan 3 medali emas, kemudian Australia hanya memperoleh 5 medali emas. Sedangkan Jepang, Brunei Darussalam, Filipina dan New Zealand, serta Singapura masing-masing mendapatkan satu medali emas. Sementara Kanada, Malaysia, Timor Leste, Tonga dan Papua New Guinea (PNG) tidak berhasil membawa pulang medali emas. Duta Besar Indonesia untuk Australia memuji prestasi yang diraih regu tembak Indonesia.

“Prestasi yang membanggakan ini menunjukkan betapa tangguhnya anggota TNI dan persenjataan buatan Indonesia di medan laga,” katanya. Di bawah tekanan dan kompetisi internasional yang ketat, para peserta dari TNI bertanding dengan semangat luar biasa dan menyelesaikan tiap kompetisi dengan profesionalisme dan skill yang tinggi.

Sejak mengikuti kejuaraan menembak AASAM, rangkaian prestasi yang berhasil diukir para prajurit TNI AD, yakni: tahun 2009 Juara Umum dengan perolehan 59% medali emas, 41% medali perak dan 39% medali perunggu dari jumlah 41 medali yang diperebutkan. Tahun 2010 Juara Umum dengan perolehan 22 medali emas, 13 medali perak dan 14 medali perunggu. Tahun 2011 perolehan medali emas terbanyak, yakni 7 medali emas, 9 medali perak dan 5 medali perunggu. Tahun 2012 dengan perolehan 25 emas, sementara tentara AS hanya memperoleh 2 emas dan 5 perunggu, dan reduplah pamor senjata MP4 Carabine Amerika Serikat, SAR 21 Singapura, Steyr Aug Austria, HK G36, atau HK416. Tahun 2013 perolehan 17 medali emas terbanyak dari 58 nomor menembak. Tahun 2014 Juara Umum dengan perolehan 32 medali emas, 15 perak serta 20 perunggu. Serta tahun 2015 kembali meraih Juara Umum dengan perolehan 30 medali emas, 16 medali perak dan 10 medali perunggu.
Keberhasilan ini tentunya dapat menimbulkan efek gentar yang luar biasa atas kemampuan para prajurit TNI AD di mata internasional. Terlebih dalam even itu kontingen Indonesia menggunakan senjata buatan dalam negeri, yakni SS-2 Varian 4 untuk senapan, dan G2 Elite untuk jenis pistol. Gaung tangguhnya para petembak TNI AD di kancah internasional banyak mengundang decak kagum dan menarik minat negara lain agar terjangkiti “virus jawara”. Beberapa negara, diantaranya Tim Tembak Jepang dan Malaysia telah mengutarakan hasratnya ingin menimba ilmu pada TNI AD. 
 

Pratu M. Thoyib Azizi Prajurit Pemberani, Ringkus Penembak Polisi


Sebuah peristiwa heroik dilakukan oleh seorang prajurit TNI AD, dengan mengabaikan keselamatan jiwanya, ia terpanggil untuk melakukan aksi yang sangat beresiko. Pratu M. Thoyib Azizi, Prajurit Kodam VII/Wirabuana, berhasil menangkap seorang pelaku penembakan terhadap anggota kepolisian. Dalam perburuan yang menegangkan Thoyib berhasil membekuk pelaku dan mengamankan satu pucuk senjata api jenis Revolver milik Brigadir Syarif Dunggio anggota Polres Kota Gorontalo, yang meninggal dunia akibat penembakan oleh pelaku kriminal yang merebut senjata api milik korban.

Thoyib (23 tahun), begitu panggilan akrabnya, lahir di Desa Betoyo Guci Manyar Gresik dari keluarga sederhana. Sang Ayah, Abdul Ghofar, adalah seorang petani tambak sewaan, sementara ibunya, Nafilah, sehari-hari berdagang nasi di depan rumah. Thoyib sedari kecil telah terbiasa bekerja membantu orang memanen ikan dengan upah 20 ribu rupiah setiap panen. Hal itu harus dilakukan demi membantu mengatasi biaya hidup keluarga, walau resikonya mengantuk karena sejak pulang sekolah hingga dini hari terkadang tidak tidur. Meski demikian ia tetap bersyukur bisa meringankan beban orang tuanya.

Perawakan tinggi dan kekar dari laki-laki berseragam tentara dengan pangkat prajurit dua ini, memang memberi kesan bahwa ia bukan orang yang bisa dianggap remeh. Sikapnya yang sigap dan gerakannya yang gesit, jelas mengisyaratkan bahwa ia adalah sosok yang memiliki keahlian beladiri. Sangat layak bila Prada Moh. Thoyib Azizi menjadi salah satu prajurit yang memperoleh penghargaan berupa Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) dari Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pada awal tahun 2015 di Mabesad.

Meringkus dengan Tangan Kosong

Prada Thoyib diberi penghargaan karena dianggap berjasa dalam membantu pihak kepolisian menangkap pelaku Curanmor yang menembak mati anggota kepolisian saat menyergapnya. Hebatnya lagi, Thoyib meringkus pelaku yang bersenjata api hanya dengan menggunakan tangan kosong. Dampak positif dari tindakannya tersebut, ia dianggap sebagai dewa penolong yang mencairkan suasana hubungan antara Polisi dan Prajurit TNI AD, khususnya dalam menetralisasi kesan adanya perselisihan TNI – Polisi di Gorontalo selama ini. “Dengan adanya penghargaan ini, membuat saya semakin bangga menjadi tentara, saya akan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk NKRI tercinta”, ungkap Prada Thoyib.

Pria yang berdinas di Yonif 713/ST, Brigif 22/OM Gorontalo sejak 4 April 2012 itu, berhasil melumpuhkan seorang pelaku Curanmor yang melarikan diri seusai menembak Brigadir Syarif Dunggio, seorang anggota Polres Gorontalo dan seorang pengemudi becak motor, di Simpang Telaga, Gorontalo, sekitar pukul 17.30 Wita, pada 26 Desember 2014 lalu.

Kronologis peristiwa berawal ketika Prada Thoyib mendengar teriakan minta tolong dari Brigadir Polisi Syarif anggota polisi yang ditembak pelaku dengan menggunakan pistol revolver miliknya yang direbut pelaku kejahatan. Tanpa pikir panjang pria yang sangat menggemari beladiri militer Yong Moo Do ini bergegas mengejar pelaku hingga terdesak ke pemukiman warga. Melihat pelaku yang masih memegang senjata api itu terpojok, Thoyib secepat kilat menghantam dada pelaku dengan kakinya. Mendapat tendangan yang cukup keras, pelaku tersungkur tak sadarkan diri. Selanjutnya Thoyib mengamankan pelaku berikut pistol milik Brigpol Syarif anggota Polres Kota Gorontalo yang berhasil dilucuti oleh pelaku, untuk kemudian menyerahkannya ke Mapolda Gorontalo.

Kebenaran pada akhirnya akan keluar sebagai pemenang, walau tidak satupun diantara kita mengetahui persis kapan datangnya. Bila seseorang selalu berupaya menjaga niat baiknya untuk selalu berbuat baik, suatu saat perbuatan baik itu akan berbuah manis pada kehidupan orang yang menjalaninya. Agaknya hal itu jugalah yang dialami Prajurit Dua (Prada) M. Thoyib Azizi (23), personel Yonif 713 Brigif 22 Gorontalo. Berkat aksi ksatrianya, Panglima Kodam VII/Wirabuana, Mayor Jenderal TNI Bachtiar juga berkenan memberi penghargaan secara khusus kepada Prada Thoyib, bertempat di Makodam VII/Wirabuana, Makassar, Senin (19//1/2015).

Membopong Pencuri ke Pos Polisi

Salah seorang warga Kota Gorontalo bernama Syahrir Soleman, yang menyaksikan langsung kejadian tersebut mengatakan, bahwa pada mulanya orang-orang mengira peristiwa yang terjadi merupakan perkelahian antar anggota, ternyata salah sangka. Tentara tersebut (Prada Toyib) ternyata mengejar pencuri sepeda motor, dan dia terlihat sangat berani sekali. Hanya dia yang berani maju melawan pencuri tersebut, orang lain pada takut, karena pencuri tersebut memegang pistol. Setelah dia berhasil melumpuhkan penjahat dengan tangan kosong, dan hanya dengan beberapa tendangan berhasil melumpuhkan, serta melucuti pistol pencuri tersebut, selanjutnya Prada Toyib mengangkat tubuh pencuri bagaikan aksi “smack down” dan membopong tubuh pencuri yang sudah tidak berdaya menuju pos polisi terdekat”, tutup Syahrir.

Satu pesan orang tua Thoyib yang masih ia pedomani hingga sekarang; “Jangan pernah takut kalau kamu benar, kamu pasti bisa”, demikian pesan ayahnya. Rupanya Thoyib pernah menjadi saksi bahwa nasehat itu bukanlah sekedar kata-kata belaka. Di masa kecilnya, Thoyib pernah menyaksikan langsung ayahnya mengejar dan menangkap pencuri ikan di tambak. Agaknya, pelajaran ini yang memotivasi dirinya, disempurnakan dengan penghayatan dari butir ke-3 Sapta Marga, yakni “Kami Ksatria Indonesia, yang Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan”, sehingga ia berani mengambil langkah tepat yang berdampak kepada citra TNI AD yang semakin baik.(Dispenad)

Cita-cita Bung Karno Ingin Jadikan Jenderal Ini Presiden

Cita-cita Bung Karno Ingin Jadikan Jenderal Ini Presiden
Presiden Pertama RI, Soekarno (Dody Handoko)

Bung Karno pernah menyebutkan bahwa kelak pengganti dirinya adalah Jenderal (AD) Achmad Yani yang saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Angkatan Darat TNI (Kasad). Menurut mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa, Kolonel Purn Maulwi Saelan dalam buku Penjaga Terakhir Soekarno dikatakan, Ahmad Yani adalah yang paling dekat dengan Bung Karno. Saelan juga menuturkan, Soekarno pernah menitipkan Ahmad Yani sebagai penggantinya.


Ia menjelaskan, jauh-jauh sebelumnya, Soekarno juga sudah mendengar persetujuan pihak keluarga Ahmad Yani. Hingga dijadwalkan akan ada pertemuan untuk membahas hal itu lebih lanjut. Dalam penjelasan Saelan, Ahmad Yani dijadwalkan akan menemui Bung Karno di Istana Jakarta pada 1 Oktober 1965.


"Banyak yang bilang bapak jadi anak emas Presiden Soekarno," kata putri Yani, Amelia A Yani dalam buku Achmad Yani Tumbal Revolusi terbitan Galang Press.
"Bapak  sudah cerita kepada keluarga bahwa dia bakal menjadi presiden. Waktu itu Bapak berpesan, jangan dulu bilang sama orang lain," ujar putra-putri Achmad Yani, Rully Yani, Elina Yani, Yuni Yani dan Edi Yani acara diskusi "Jakarta - Forum Live, Peristiwa G-30S/PKI, Upaya Mencari Kebenaran", beberapa waktu lalu.


Informasi itu sudah diketahui pihak keluarga dua bulan sebelum meletusnya peristiwa berdarah G-30S/PKI. "Waktu itu ketika pulang dari rapat dengan Bung Karno beserta para petinggi negara, Bapak cerita sama ibu bahwa kelak bakal jadi presiden," kenang Yuni Yani, putri keenam Achmad Yani.

"Setelah cerita sama ibu, esok harinya sepulang main golf, Bapak juga menceritakan itu kepada kami putra-putrinya. Sambil tertawa, kami bertanya, benar nih Pak. Jawab Bapak ketika itu, ya," ucapnya.

Menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai salah satu nara sumber.
"Waktu itu, Pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul Saleh dan AH Nasution," katanya.


"Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden," kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina.

Pada prinsipnya, tambah Yuni pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal jadi presiden. Namun ibunya (Alm. Nyonya Yayuk Ruliah A.Yani) usai makan malam membuat ramalan bahwa kalau Bapak tidak jadi presiden, bisa dibunuh.

"Ternyata ramalan ibu benar. Belum sempat menjadi presiden menggantikan Bung Karno, Bapak dibunuh secara kejam dengan disaksikan adik-adik kami - Untung dan Eddy, kalau Bapakmu tidak jadi presiden, ya nangdi (ke mana bisa dibunuh, kata Nyonya Yani seperti ditirukan Yuni.

Amelia Yani mengingat hubungan ayahnya dan Presiden Soekarno sangat dekat. Amelia mengingat, Soekarno ikut peduli dengan renovasi rumah Yani di Menteng. Soekarno juga sering mengajak Yani ikut dalam kunjungan ke daerah. Bahkan menyempatkan hadir saat syukuran rumah Yani.

"Hari Minggu pun Bapak dan Ibu sering menemani Bung Karno dan ibu Hartini ngobrol-ngobrol di Istana Bogor," kenang Amelia.

Jenderal Achmad Yani  dikenal sebagai tentara cerdas dan lugas, perancang strategi perang, pemberani dan konsisten dengan profesinya. Sejarah mencatatnya sebagai De Reder van Magelang, karena keberhasilannya merebut kembali kota Magelang dari cengkeraman Belanda.
Ia berhasil menumpas pemberontakan PRRI dengan "Operasi 17 Agustus pada 1958", juga berhasil menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dengan pasukan Banteng Raiders yang dia bentuk.


Sikap tegas dan karir militernya yang cemerlang telah mengantarkan dirinya pada posisi puncak sebagai militer dan menjadikan dirinya dekat dengan Bung Karno.
Oleh Bung Karno, ia dipercaya untuk melakukan misi pembelian senjata ke luar negeri dalam rangka memperkuat Angkatan Darat dan dipercaya sebagai Kepala Staf Komando Tertinggi.


Hubungan Yani dan Soekarno mulai dekat ketika Yani menjabat Kepala Staf Gabungan Komando Tertinggi (KOTI) pembebasan Irian Barat sekitar tahun 1963.
Yani juga menjadi juru bicara tunggal Panglima Tertinggi soal Irian Barat. Hampir setiap hari dia rapat dengan Soekarno di Istana. Hubungan mereka kemudian memang erat.


Setelah menjabat Kasad, hubungan Yani dan Soekarno makin akrab. Namun kemesraan itu tak berlangsung lama. Isu Dewan Jenderal dan rumor kudeta Angkatan Darat membuat jarak di antara Soekarno dan Yani.
Viva.