Tentu masih hangat dalam ingatan musibah hilangnya pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH370 pada 8 Maret 2014 di Samudera Hinda. Beragam upaya dan kerjasama internasional menjadikan pencarian pesawat Boeing 777-200 ER ini sebagai aksi SAR terbesar sepanjang sejarah dunia. Meski hingga hari ini belum juga ditemukan titik terang keberadaan kotak hitam, usaha keras terus dilakukan. Setelah pencarian lewat udara dirasa nihil, terakhir diturunkanlah wahana AUV (Autonomous Underwater Vehicle) jenis Bluefin-21 yang dioperasikan AL AS.
Sebagai AUV, Bluefin-21 buatan Bluefin Robotics bisa diartikan sebagai robot kapal selam, atau drone bawah laut. Resminya Bluefin-21 diturunkan sejak 8 April 2014. Karena kedalaman laut di area pencarian yang mencapai ribuan meter, wahana AUV inilah yang jadi satu-satunya harapan untuk menemukan jejak MH370. Dengan kelengkapan beragam sensor pendeteksi logam, Bluefin-21 sanggup menyelam hingga 4.500 meter. Namun sampai tulisan ini diturunkan, hasil pencarian Bluefin-21 masih nihil.
Bluefin-21
Tapi yang jadi menarik tentu adalah keterlibatan AUV, ditangan angkatan laut, peran utamanya memang untuk riset dan observasi di bawah laut. Namun AUV juga moncer diserahi tugas untuk mendeksi keberadaan ranjau yang ‘tidur’ di dasar permukaan laut. Nah, Indonesia nyatanya juga punya AUV. Wahana canggih ini ikut didatangkan sebagai kelengkapan kapal hidro oseanografi terbaru TNI AL dari jenis OCEA OSV190 SC WB, yakni KRI Rigel 933 dan KRI Spica 934. Yang keduanya sudah tiba di Tanah Air belum lama ini.
Sebagai kapal riset canggih, KRI Rigel 933 dan KRI Spica 934 dirancang untuk mampu mengumpulkan data di laut dalam (deep water). Untuk menunjang operasinya, kedua kapal yang juga dipersenjatai kanon Rheinmetall 20 mm ini dibekali dengan ROV (Remotely Operated Vehicle) Ocean Modules’ V8, robot bawah air yang dilengkapi kamera bawah air, sehingga dapat memberikan informasi visual kondisi di dalam laut, serta mampu mengambil contoh material dasar laut sebagai bahan penelitian. ROV dioperasikan via kabel sampai maksimal kedalaman 500 meter.
Sementara untuk misi menjelajah lebih dalam lagi, ada AUV jenis Hugin 1000 buatan Kongsberg Maritime, Norwegia. Secara umum, Hugin 100 dan Bluefin-21 punya kemampuan yang serupa, meski kedalaman maksimal Hugin 1000 adalah 3.000 meter, Bluefin-21 lebih unggul soal kedalaman hingga 4.500 meter.
Sejatinya AUV tak melulu digunakan untuk misi perairan dalam, AUV dapat diperankan untuk misi buru ranjau di laut dalam dan dangkal. Deployment lebih jauh mampu mendukung peran AKS (Anti Kapal Selam), operasi surveillance and reconnaissance. Dan dalam situasi dalam, AUV lebih ditekankan untuk misi hidro oseoanografi dan beragam penelitian.
Proyek Hugin 1000 mulai dikembangkan pada awal tahun 1990, dan mulai memasuki dinas militer sejak tahun 2001. Dari sisi rancangan, Hugin 1000 punya desain yang kompak dan bentuk hidrodinamik. Materialnya terbuat dari bahan carbon fibre laminate dan syntactic foam. Hugin 1000 punya panjang 4,5 meter dan diameter 0,75 meter. Sementara bobotnya bervariasi dari 650 kg dan 850 kg, ini bergantung pada konfigurasi pada payload. Tentang payload, perangkat yang bisa dibawa Hugin 1000 mencakup multiple advanced acoustic, multi-beam echo-sounders, sub-bottom profilers, sidescan sonars, conductivity temperature density, turbidity sensor, acoustic doppler current profiler, dan fishery research sonars. Multi-beam echo-sounders digunakan untuk pemetaan topografi bawah laut.
Lantas bagaimana dengan sistem kendalinya? Hugin 1000 dapat sepenuhnya dioperasikan dioperasikan secara otonom (autonomous), semi otonom, atau bisa juga dikendalikan langsung. Wahana ini menawarkan observasi penuh bagi operator di permukaan dengan akurasi data yang tinggi. Untuk integrasi sistem terdapat NavP (navigation processor) advanced real-time, inertial navigation system (AINS), doppler velocity log (DVL), ultra short base line (USBL), inertial measurement unit (IMU), depth sensor dan global positioning system (GPS). Hebatnya setelah selesai menjalankan operasi, dan AUV dinaikan ke atas dek kapal, output data dapat langsung di download lewat jaringan ethernet dan WiFi.
Sumber tenaga Hugin 1000 dipasok dari motor propulsi bertenaga baterai pada bagian belakang. Untuk menjelajah,AUV ini dilengkapi sistem kendali kemudi dan tiga bilah baling-baling. Kecepatan Hugin 1000 ada di rentang 2 – 6 knots. Hugin 1000 dapat dioperasikan sehari penuh pada kecepatan 4 knots. Secara terori, Hugin 1000 dapat beroperasi di kondisi laut hingga sea state 5. Selain digunakan Indonesia dan Norwegia, Hugin 1000 yang berstandar NATO ini juga telah digunakan oleh AL Polandia dan Italia.
Selain memasok AUV, Kongsberg juga memasok sistem GeoAcoustics’ Sonar 2094 side-scan sonar pada sisi KRI Rigel 933 dan KRI Spica 934. Nama Kongsberg juga taka sing di lingkungan TNI AL, pasalnya vendor ini juga memasok teknologi combat management system pada kapal selam terbaru TNI AL, Changbogo Class yang tengah dibangun di Korea Selatan. (Haryo Adjie)