Selasa, 03 November 2015

Indonesia AS Belum Sepakati Pembelian F-16 Viper

  F-16
F-16

Hasil perjalanan rombongan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, tidak menghasilkan kesepakatan militer dengan Pemerintah Amerika Serikat. Terutama mengenai tawaran pembelian jet tempur canggih F-16 Viper (F-16 V).

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Robert Blake Jr mengungkapkan, tidak ada kesepakatan militer yang terjalin dalam pertemuan antara Menteri Pertahanan (Menhan) AS Ash Carter dan Menhan Ryamizard Ryacudu pekan lalu. Meski begitu pembahasan pembelian F-16 V masih akan berlanjut.

Mengenai kemungkinan penjualan F-35 kepada Indonesia, Blake menyangsikannya. Menurutnya sampai saat ini, Indonesia belum menyatakan akan membeli pesawat tempur F-35. Kedua negara masih membahas mengenai F-16 V yang akan menggantikan F-5.

“Indonesia belum meminta F-35. Pesawat ini standarnya tinggi dan sangat mahal. Saya tidak yakin kalau pesawat ini akan memenuhi kebutuhan Indonesia saat ini. Kalau pun mau, Indonesia lah yang memutuskannya. Saat ini, bahasan utamanya adalah F-16 V,” ujar Blake di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Senin (2/11/2015).

Meski belum menyepakati pembelian F-16 V, Carter dan Ryamizard menyepakati kerja sama komprehensif di bidang pertahanan. Ada lima bidang kerja sama yang disepakati, yaitu maritim, penjaga perdamaian, bantuan kemanusiaan/penanggulangan bencana, modernisasi pertahanan serta melawan ancaman transnasional.


Dalam pertemuan tersebut Carter dan Ryamizard juga menyinggung tingkat kesulitan dalam latihan gabungan serta kelanjutan pengadaan alat pertahanan. Carter juga mengemukakan partisipasinya dalam Pertemuan Menteri Pertahanan se-ASEAN (ASEAN Defense Ministers Meeting) yang akan datang.

Awal tahun ini, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna pernah mengatakan, jet tempur F-35 masuk dalam rencana pembelian sistem pertahanan udara di samping F-16 V, Eurofighter Typhoon, Swedish JAS 39 Gripen fighters dan Sukhoi Su-35. Menyambut keinginan tersebut, salah satu direktur Lockheed Martin, Dave Scott, pada Maret lalu mengatakan, Indonesia merupakan pasar potensial untuk menawarkan jet tempur berteknologi stealth tersebut.

Namun disinyalir Indonesia hanya sebatas bermimpi saja. Pasalnya, Jepang yang membeli pesawat ini, merogoh dana hingga Rp1,1 triliun. Indonesia sendiri memiliki anggaran terbatas untuk pembelian sistem pertahanan.

Indonesia sendiri sebenarnya berencana membangun jet tempur berteknologi semi-stealth bekerja sama dengan Korea Selatan, yakni KF-X. Namun kerja sama ini tertunda. Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, penundaan tersebut dilatari masalah prioritas anggaran.

Sindonews.com

Indonesia Incar 4 KS Kilo dan 2 Lada Class

Perangkat yang diincar oleh Jakarta antara lain empat kapal selam kelas Kilo Rusia dan dua kapal selam kelas Lada yang sedikit lebih kecil.

lada-class

Kekuatan Raksasa Jakarta
AL Indonesia akan mendapatkan keuntungan terbesar dari membaiknya hubungan Rusia-Indonesia. Indonesia memiliki pasukan laut terbesar di Asia Tenggara, dengan 75 ribu marinir aktif dan lebih dari 150 kapal laut. Selain itu, AL Indonesia juga merupakan salah satu pasukan di wilayah tersebut yang disokong oleh industri pertahanan domestik, korps marinir, serta memiliki misil supersonik serta kapal selam penyerang.

Namun, AL Indonesia sudah mulai “berkarat”. Menurut laporan yang ditulis oleh Iis Gindarsah dari Pusat Studi Internasional dan Strategis yang berbasis di Jakarta, 59 persen aset AL Indonesia telah berusia lebih dari tiga puluh tahun.

Pendanaan merupakan masalah terbesar yang dihadapi Indonesia. Rusia kemudian menawarkan pinjaman lunak untuk memperbaharui armada Indonesia. “Rusia siap menyediakan pinjaman lunak dengan suku bunga rendah untuk membeli perangkat pertahanan,” kata Tubagus Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Indonesia pada 1 Sepetember 2015.

Hasanuddin berbicara tentang diskusi bilateral pinjaman senilai lebih dari tiga miliar dolar AS bagi Indonesia guna mengakusisi perangkat militer Rusia. Meski detil mengenai perangkat militer tersebut tak dibocorkan, Hasanuddin menyebutkan bahwa pinjaman tersebut diberikan dengan suku bunga yang preferensial.

Perangkat yang diincar oleh Jakarta antara lain empat kapal selam kelas Kilo Rusia dan dua kapal selam kelas Lada yang sedikit lebih kecil. Kapal selam Kilo yang bertenaga disel-elektrik adalah salah satu kapal selam bertenaga konvensional yang dilengkapi dengan persenjataan canggih, termasuk misil antikapal misil jelajah darat. Kapal selam tersebut merupakan salah satu kapal selam konvensional tercanggih di Asia Tenggara.

Meski ada pemotongan anggaran pertahanan tahun depan sebesar 490 juta dolar AS, AL Indonesia mengumumkan pada September 2015 bahwa mereka akan mendapatkan kapal selam kelas Kilo dari Rusia sebagai bagian dari rencana strategis 2015-2019. “Terdapat banyak jenis kapal selam kelas Kilo. Kami belum memutuskan tipe mana yang akan kami beli,” kata juru bicara AL Indonesia Muhammad Zainuddin.

AL Indonesia dilaporkan hendak membeli 12 kapal hingga 2024, dengan demikian potensi Rusia cukup besar di sini. “Sejauh ini, kami memiliki dua kapal selam dan tiga kapal selam kelas Chang Bogo yang masih dibangun di Korea Selatan. Jadi, kami butuh setidaknya tujuh kapal selam tambahan,” tuturnya, menyebutkan bahwa tujuh kapal tersebut kemungkinan kapal selam kelas Kilo.


Kapal selam kelas Kilo Rusia merupakan pembelian terbaru. Pada November 2010, marinir Indonesia membeli 17 tank amfibi BMP-3F dari Russia.

aat ini, kapal fregat Indonesia Ahmad Yani telah dipasang misil Yakhont supersonik asal Rusia yang mampu menghancrkan kapal dari jarak 300 kilometer. Yakhont, yang merupakan versi ekspor misil P800 Oniks, dapat berlayar dengan kecepatan Mach 2,5 (dua kali lipat kecepatan suara), membuatnya sulit dideteksi.

Pada 2011, kapal fregat AL Indonesia KRI Oswald Siahaan melakukan uji penembakan misil Yakhont dalam latihan di Samudera Hindia. Misil tersebut hanya butuh waktu enam menit untuk melaju sejauh 250 kilometer dan menembak target. Kala itu, mayoritas negara Asia Tenggara, kecuali Vietnam, hanya memiliki kapal selam misil subsonik, dan peluncuran Yakhont menandai terobosan terbaru di wilayah tersebut.

Di Papan Gambar

Meski hubungan Rusia dan Indonesia sedikit tertahan, rencana yang lebih besar telah menanti. Moskow menawarkan diri untuk memperluas kolaborasi industri pertahanan. Menurut laporan Janes, rencana tersebut terpusat pada ‘pembangunan skema ofset pertahanan’ yang fokus pada transfer teknologi, produksi gabungan komponen dan struktur Indonesia, serta pembangunan layanan perawatan, perbaikan, dan pembongkaran perangkat di negara tersebut.

Menurut Kementerian Pertahanan Indonesia, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin telah menyampaikan tawaran tersebut pada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 15 Januari 2015. Ini menyusul proposal sejenis yang disampaikan Putin pada Jokowi dalam Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Tiongkok pada akhir 2014.

Teka-teki strategis Indonesia adalah apakah Pemerintah Indonesia akan terus melihat keamanan internal lebih penting dari manuver yang terjadi di wilayahnya. Anggaran pertahanan Indonesia saat ini hanya 0,8 persen dari PDB, yang merupakan angka terendah di wilayah tersebut. Moskow berhasil menjejakkan kesepakatan pertahanan dalam konteks ini sebagai tiga kunci indikator perkembangan.

Pertama, hal itu mengukur pengaruh diplomasi Rusia di wilayah tersebut. Kedua, Indonesia yakin bahwa senjata Rusia dapat melakukan tugasnya dengan baik. Seperti yang telah dibuktikan di Suriah, senjata Rusia bekerja dengan sangat baik. Dan terakhir, tak seperti AS yang memberi sanksi militer terhadap Indonesia saat krisis Timur Tengah, Rusia dapat diandalkan untuk memasok suku cadang jika perang pecah di sana.

Jelas, pendekatan Rusia melalui kesepakatan keamanan nasional merupakan hal yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Sebagai kontrak pembelian senjata baru, hal ini juga meniupkan nafas bagi sector pertahanan Rusia dan membantu Rusia menjejakan langkah mantap di wilayah yang paling berkembang di dunia secara ekonomi, dan mereka berkontribusi terhadap keamanan nasional Indonesia jangka panjang.


Indonesia.rbth.com

Indonesia Masih Pikir Pikir Beli 32 Jet Tempur Su-35

  Su-35 diakui Amerika sebagai jet tempur paling kuat saat ini
Su-35

Pemerintah Indonesia masih pikir-pikir dan belum membuat keputusan akhir soal rencana pembelian 32 pesawat jet tempur Rusia, Sukhoi Su-35. Indonesia belum terlibat negosiasi dengan Rusia soal rencana pembelian pesawat tempur canggih Kremlin itu.

Pada bulan September lalu, Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu, mengatakan bahwa Indonesia siap memutuskan untuk mengganti pesawat jet tempur buatan Amerika Serikat (AS), Northrop F-5 Tiger II, dengan pesawat jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

Direktur Kerjsama Internasional Kementerian Pertahanan Indoneisa, Jan Pieter Ate, kepada media Rusia, RIA Novosti, pada Senin (2/11/2015) mengatakan bahwa Indonesia memang tertarik untuk membeli 32 pesawat canggih Rusia itu. Hanya saja, keputusan tentang pemasokannya belum dibuat.

Jan Pieter melanjutkan, bahwa menurut hukum Indonesia, kontrak untuk pembelian persenjataan asing harus memerlukan transfer teknologi minimal 35 persen ke Indonesia. Perjanjian soal transfer teknologi itu masih dibahas lagi dengan Rusia.

Bulan lalu, Pusat Analisis Perdagangan Senjata Dunai yang berbasis di Moskow, mengutip sumber-sumber terkait melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan Barat telah mengintensifkan upaya mereka untuk membujuk Indonesia agar membeli pesawat mereka. Hal itu terjadi setelah Indonesia mengumumkan keputusan akan membeli pesawat jet tempur Rusia, Su-35.

Su-35 merupakan pesawat tempur Rusia yang pertama kali diperkenalkan kepada khalayak asing pada tahun 2013 di Paris Air Show. Pesawa itu merupakan pesawat jet tempur generasi empat yang merupakan upgrade dari pesawat tempur multirole Su-27.

Sindonews.com

Sabtu, 31 Oktober 2015

GPS Jammer TNI AL: Pengacau Sinyal Satelit, Mampu Gagalkan Serangan Rudal dan Pointing Target

corvette_ship

Baru-baru ini ada pemberitaan seputar pelatihan awak personel KRI dalam mengoperasikan GPS (Global Positioning System) jammer yang berlangsung di Lantamal Surabaya, 28 – 30 Oktober 2015. GPS jammer, meski kedengaran canggih, tapi sejatinya telah diadopsi di kapal perang TNI AL sejak tahun 2010. Dan hingga kini ada sekitar 10 kapal perang Satkor (Satuan Kapal Eskorta) yang dilengkapi GPS jammer.

Sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan operasi, peran GPS jammer tak lagi sebatas media pengacau sinyal pada serangan rudal anti kapal, melainkan juga upaya menganggu sinyal satelit GPS yang digunakan untuk pointing terhadap target.

Tak bisa dipungkiri, hingga kini GPS mengambil peran stragetis dalam sisi kehidupan sipil dan militer. Di lingkup militer, keberadaan GPS tak melulu dikenal sebagai alat navigasi di kapal perang dan pesawat udara, lagi-lagi koordinat yang berasal dari GPS juga digunakan untuk pointing (penentuan) posisi target yang akan dihancurkan oleh rudal berkemampuan jelajah. Saking pentingnya penggunaan GPS, maka pihak lawan pun tak bisa dipungkiri melakukan hal yang sama terhadap kita.

KRI Hassanudin 366, salah satu korvet SIGMA TNI AL yang dilengkapi GPS jammer.
KRI Hassanudin 366, salah satu korvet SIGMA TNI AL yang dilengkapi GPS jammer.

Nah, untuk mencegah lawan mengetahui posisi keberadaan kapal perang TNI AL, maka hadirlah ‘perisai elektronik’ yang disebut GPS jammer. Perangkat GPS jammer yang berfungsi untuk melaksanakan jammer terhadap frekuensi GPS dari satelit sehingga perangkat GPS tidak bisa menerima sinyal GPS dari satelit. Hal ini mengakibatkan perangkat GPS tidak dapat mentransmisikan data positioning, navigation and timing (PNT) yang dibutuhkan oleh perangkat navigasi lain seperti radar, ECDIS (Electronic Charts and Display Information System), AIS (Automatic Identification System), speedlog, dan gyro navigasi. Data PNT tersebut juga sangat dibutuhkan untuk integrasi dengan perangkat Sensor Weapon and Command (sewaco) yang ada di kapal perang serta sistem senjata yang ada.

large

Dalam simulasi pertempuran, keberadaan rudal anti kapal seperti Yakhont dan Exocet menjadi lumpuh bila tak mendapat asupan informasi tentang pointing koordinat kapal perang lawan, bila nyatanya kapal laman berhasil melaksanakan GPS jamming.

Penggunaan perangkat GPS jammer di TNI Angkatan Laut, khususnya di Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) dimulai pada awal tahun 2010 dengan dikirimkannya beberapa personel TNI AL untuk mempelajari doktrin navigation warfare dan aplikasi untuk militer di beberapa negara Eropa. Pada tahun 2011
dimulai pemasangan peralatan tersebut pada dua korvet SIGMA Class KRI Diponegoro 365 dan KRI Sultan Hassanudin 366 serta dilaksanakan pengujian terhadap fungsi peralatan tersebut pada tahun yang sama.

Pada latgab yang dilaksanakan oleh tiga angkatan, peralatan GPS jammer resmi digunakan dalam satu latihan operasi militer dan mampu membuktikan bahwa peperangan navigasi merupakan salah satu bagian dari peperangan elektronika yang mampu memberikan efek hilangnya data posisi, navigasi dan referensi waktu bagi suatu pesawat militer yakni dengan berhasil dilaksanakan surface jamming terhadap KRI lain dalam radius 60 km. Dan hebatnya mampu melaksanakan air jamming terhadap dua pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30MK2 TNI AU pada jarak antara 80 km sampai dengan 120 km dengan ketinggian sampai dengan 12 km.

Jet tempur kebanggaan, Sukhoi Su-30MK2 juga telah menjadi korban GPS jamming.
Jet tempur kebanggaan, Sukhoi Su-30MK2 juga telah menjadi korban GPS jamming.

Dalam sejarahnya, penggunaan dan aplikasi perangkat GPS jammer dalam peperangan navigasi mulai terungkap dengan adanya beberapa laporan perihal hilangnya sinyal GPS di perairan Norwegia pada awal tahun 2002 yangmengakibatkan terjadinya beberapa kesalahan navigasi pada kapal pengangkut barang sehingga beberapa kapal pengangkut barang tersebut karam/kandas. Kemudian berlanjut dengan adanya laporan di pelabuhan San Diego pada tahun 2007, seluruh data GPS pada daerah tersebut hilang selama dua jam. Hal ini mengakibatkan seluruh proses dipelabuhan terhenti dan seluruh jaringan komunikasi tidak berfungsi serta beberapa perindustrian mengalami kegagalan produksi.

Mengemban peran sebagai pointing terhadap sasaran, GPS reciever harus mengunci sinyal minimal tiga satelit untuk menghitung posisi 2D (latitude dan longitude) dan track pergerakan. Jika GPS receiver dapat menerima empat atau lebih satelit, maka dapat menghitung posisi 3D (latitude, longitude dan altitude). Jika sudah dapat menentukan posisi pengguna, selanjutnya GPS dapat menghitung informasi lain, seperti kecepatan, arah yang dituju, jalur, tujuan perjalanan, jarak tujuan, matahari terbit dan matahari terbenam serta masih banyak lagi. (Dikutip dari Jurnal Nasional Teknik Elektro – Maret 2015)
 
 

Kamis, 29 Oktober 2015

Sumpah Pemuda dan Kepak Sayap Pesawat N219

Sumpah Pemuda dan Kepak Sayap Pesawat N219
Pesawat N219 buatan Lapan dan PT Dirgantara Indonesia (www.indonesiadefensenews.blogspot.com)


Sumpah pemuda tahun ini menjadi ajang untuk menunjukkan kemampuan anak bangsa. Salah satunya dengan memamerkan kesuksesan produksi pesawat dalam negeri, N219. Meski hanya memiliki kemampuan daya angkut 19 penumpang namun pesawat ini dianggap mampu membuka pintu sejarah bagi industri pesawat dalam negeri.
 
Pesawat N219 telah dipamerkan hari ini, seiring dengan International Seminar On Aerospace Science Technology (ISAST) di Kuta, Bali. Perkenalan pesawat ini sesuai rencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang memang menggunakan momentum Sumpah Pemuda untuk memperkenalkannya kepada publik.

Dikatakan Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan Setyo Prabowo, pesawat ini akan dipasarkan pada 2017, namun baru sebatas pasar lokal karena kebutuhan dalam negeri sendiri cukup tinggi. Pesawat ini ditujukan untuk feeder antarbandara kecil atau perintis, seperti yang terdapat di Indonesia Timur, atau Kalimantan. Rute terbangnya, diklaim Gunawan bisa mencapai radius 5.000 kilometer, seperti dari Cilacap ke Bandung, atau Jakarta ke Purwokerto.

“Pernah juga digunakan uji coba terbang dari Irian ke Sulawesi. Tapi jarak itu untuk ukuran keamanan penerbangan saja. Kalau mau lebih jauh sebenarnya bisa asal sering berhenti,” kata Gunawan kepada VIVA.co.id, Rabu 28 Oktober 2015.

Dilansir dari situs Lapan, Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lapan, Dr. Rika Andiarti, menyatakan jika institusinya, bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), memang telah berkomitmen kepada presiden dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk melaksanakan roll out pada tanggal 28 Oktober 2015, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Pada acara tersebut, komponen airworthiness N219 akan ditampilkan. Komponen tersebut terdiri dari fuselage, wing, ethernet dan control services, serta komponen class one mockup.

“Pengembangan N219 ini bukan hanya bertujuan untuk membangun pesawat transport, melainkan juga untuk menumbuhkembangkan industri kecil Indonesia di bidang penerbangan. Dalam pembuatan N219, tool dan panel jig-nya merupakan hasil produksi industri kecil di Bandung dan Jawa tengah,” tutur Rika.

Dipenuhi Komponen Murni Buatan Dalam Negeri
Dipaparkan Rika, pembuatan pesawat ini terus diupayakan untuk menggunakan komponen dalam negeri. Sesuai target awal, kata dia, prototipe pesawat N219 akan memenuhi 40 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun mendatang, TKDN akan ditingkatkan menjadi 60 persen.

“Hal ini sejalan dengan dukungan dan semangat dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Industri Komponen guna mempersiapkan Airframe Part (Komponen Pesawat Terbang) buatan dalam negeri,” kata dia.
N219 sendiri merupakan hasil kerja sama Lapan yang melibatkan PT DI sebagai pihak yang memproduksi. Selain menumbuhkan industry pesawat dalam negeri, pihak Lapan juga ingin membangkitkan kembali perusahaan produsen pesawat kebanggaan Indonesia, PT DI.

"Ini sebetulnya pesawat yang jauh lebih sederhana. Misi kami sesungguhnya adalah menghidupkan kembali PT DI. Murni tidak ada campur tangan asing. Tidak seperti N250 yang masih menggunakan konsultan asing, N219 murni Indonesia,” ujar Gunawan.
Dipaparkan Gunawan, dengan modal riset Rp200 miliar, Lapan dan PT DI akan memproduksi sekitar 250 unit pesawat N219. Harga per unitnya dibanderol sekitar Rp50 sampai Rp54 miliar. Itu disebutnya sebagai nilai yang cukup kompetitif karena saat masuk ke pasar pada 2017 nanti, N219 harus berhadapan dengan pesawat lain buatan China. Gunawan optimis jika N219 bisa mengangkat nama Indonesia di kancah industri dunia karena Lapan dan PT DI mengaku sangat serius menggarap pesawat tersebut. Bahkan dalam satu tahun, diungkap Gunawan, PT DI bisa memproduksi 12 unit pesawat N219, atau satu bulan satu pesawat.

“April tahun depan kami akan melakukan first test flight. Setelah itu sertifikasi turun. Sekarang pesawatnya sudah ready, utuh dengan sistem lengkap. Bahkan sudah ada pemesanan, sekitar 75 unit dari Lion Air, Aviastar, dan beberapa institusi pemerintah daerah,” kata Gunawan.
Ke depannya, jika pesawat ini laku di pasar, kata dia, Lapan akan melanjutkan dengan produksi N245. Namun harus dengan perhitungan yang matang, termasuk ancaman competitor.
“Investasi di pesawat itu tinggi. Kalau tidak dihitung nanti seperti apa dipasar, laku kebeli atau tidak. Kalau lancar, kita lanjut ke N245. Jika misalnya N219 dipasarkan tahun 2017, terus penjualannya bagus, kita langsung buat N245. Lapan sudah buat programnya. Nanti N245 memiliki kapasitas 45 orang dan lebih besar dari sebelumnya, kemungkinan bisa dipasarkan di 2019,” kata Gunawan.

Spesifikasi Lengkap N219
Dikatakan Gunawan, pesawat ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi perintis di Indonesia Timur, tepatnya wilayah-wilayah yang tidak bisa ditempuh dengan jalur darat dan laut. Pasalnya, di kawasan Indonesia Timur ada kebutuhan pesawat untuk mendarat di daerah pegunungan, landing dan takeoff yang pendek, serta memiliki fasilitas rendah. Itulah yang akan menjadi fokus pelayanan N219.

“N219 bisa dikonversi untuk beberapa kepentingan. Bisa diubah ke model amfibi, militer, transport, kargo, juga bisa untuk pemadam kebakaran. Tetapi yang lebih penting, pesawat ini ditujukan untuk pemenuhan transportasi perintis di Indonesia Timur. Materinya campur-campur. Ada alumunium seri 2 dan 6. Untuk sementara bahan-bahan tersebut diimpor dari luar, tetapi dimanufaktur di sini,” kata dia.

N219 ini diharapkan bisa menggantikan pesawat Twin Otter yang sempat populer di era 1970-1980. Sayangnya pesawat jenis ini telah usang. Tidak diproduksi lagi, meski beberapa kerap masih ditemui di Indonesia.

Huruf N dalam nama itu adalah Nusantara, menunjukkan bahwa desain, produksi dan seluruh perhitungan dikerjakan di Indonesia. Pesawat N219 merupakan pesawat baru, tidak meniru jenis pesawat manapun.  Bobot bersih pesawat ini 4,7 ton. Telah memenuhi unsur pesawat kecil menurut  standar FAR 23. Bisa menjangkau jarak maksimal 1.111 kilometer. Kurang lebih sama dengan jarak terbang Jakarta ke Balikpapan.


Giraffe AMB: Generasi Penerus Radar Giraffe 40 Arhanud TNI AD

giraffeamb2340x1716test

Nama Giraffe punya arti penting dalam sejarah kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI AD. Pasalnya inilah radar dengan peran pemandu rudal hanud MANPADS (Man Portable Air Defence System) pertama yang dimiliki TNI. Dirunut dari kehadirannya di Indonesia, radar ‘jerapah’ ini hadir bersamaan dengan paket rudal Bofors RBS-70 pada tahun 1985. Pada periode yang sama juga hadir alutsista rudal Rapier buatan British Aerospace, Inggris.

giraffe-radar-liander_2340_1316

Bila ‘nasib’ Rapier kini telah masuk masa purna tugas, lain halnya dengan rudal RBS-70. Meski konon tinggal tiga pucuk launcher yang masih aktif, sista buatan Saab Bofors Swedia ini hingga kini masih dioperasikan satuan Arhanudri TNI AD. Bahkan PT Pindad bersama Saab tengah melaksanakan program upgrade pada RBS-70 TNI AD. Meski usianya tak bisa dibilang muda, RBS-70 masih mendapat kepercayaan tinggi, dibutkikan dari deploy rudal ini sebagai perangkat pertahanan pada salah satu ajang penting berskala internasional di Bali beberapa tahun lalu.

Giraffe_AFB-radar

Gelar RBS-70 tentu tak lepas dari keberadaan radar Giraffe yang telah menjadi paket duetnya. Versi Giraffe yang digunakan TNI AD saat ini adalah Giraffe 40 yang dibuat semasa perusahaan bernama Ericsson Microwave Systems AB. Dengan antena radar setinggi 13 meter, Giraffe 40 dapat menyapu area sejauh 40 Km. Kemampuan dari radar ini dapat diintegrasikan dengan instrumen IFF (Identification Friend or Foe) subsistem MK XII dan dapat mendeteksi target yang bergerak di ketinggian rendah hingga target di ketinggian 10 Km. Radar ini dapat mengunci 9 sasaran sekaligus. Lebih detai tentang radar Giraffe yang telah digunakan Arhanud TNI AD, silahkan klik pada judul dibawah ini.

Radar Giraffe 40 milik Arhanud TNI AD. Foto: Indonesia_military
Radar Giraffe 40 milik Arhanud TNI AD. Foto: Indonesia_military

Perpaduan Giraffe AMB dengan rudal RBS-70 NG.
Perpaduan Giraffe AMB dengan rudal RBS-70 NG

Nah, seiring modernisasi dan usia perangkat yang sudah tua, adalah wajar bila Giraffe diganti dengan radar yang lebih baru, yang punya kemampuan deteksi lebih handal. Arhanud TNI AD yang punya etalase beragam rudal MANPADS, kini juga mempunyai radar sejenis Giraffe, diantaranya ada Mistral Coordination Post untuk rudal Mistral, Mobile Multibeam Search Radar (MMSR) untuk rudal Grom, dan CONTROLMaster200 untuk rudal Starstreak. Secara usia radar-radar diatas lebih anyar dan teknologinya lebih maju dari Giraffe 40.

Ilustrasi coverage Giraffe AMB
Ilustrasi coverage Giraffe AMB

Melihat masih dipercayanya RBS-70 oleh TNI AD, membuka peluang pihak pabrikan untuk menawarkan generasi lanjutan RBS-70, yakni RBS-70 NG (Next Generation), plus tentunya menawarkan pula radar Giraffe generasi baru, Giraffe AMB (Agile Multi Beam) Multi Mission Surveillance System. Giraffe AMB oleh pihak Saab dirancang sebagai platform radar yang kompak, Kompartemen kendali dan operasi serta ukuran tiang dan kubah kotak radarnya telah ditentukan setara persis dengan ukuran kontainer delapan kaki. Sebagai platform truk pengusung, bisa dipilih dari merek Volvo atau MAN.

bamse_11

Giraffe AMB yang dapat beroperasi di segala cuaca ini dapat digelar dalam waktu yang relatif cepat. Dari mulai kendaraan tiba di lokasi yang ditentukan, hanya diperlukan waktu 10 menit, maka kalkukasi pertahanan sudah dapat tersaji di layar monitor.

Bila Giraffe 40 hanya mampu mengendus target dari jarak 40 km, maka Giraffe AMB mampu mendeteksi sasaran dari jarak 120 km. Radar berkemampuan 3D phased array, digital beam forming ini beroperasi pada frekuensi C (G/H) band. Sudut elevasi radar mencapai 70 derajat dengan kecepatan putaran antena mencapai 60 RPM. Radar yang dioperasikan dua operator ini secara simultan dapat mendeteksi 9 sasaran sekaligus.

Dilihat dari langkah TNI AD yang lebih memilih upgrade RBS-70 ketimbang membeli RBS-70 NG, maka ada peluang menawarkan Giraffe AMB ke Indonesia, mengingat Giraffe 40 yang digunakan saat ini sudah usang. Selain dioperasikan AD Swedia, Giraffe AMB juga telah digunakan oleh Estonia, AU Perancis, Singapura, Thailand, dan Inggris. (Gilang Perdana)
 
 

Selama Saya Panglima, Perpres TNI Tak Akan Pernah Ada

  1

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membantah adanya pembuatan peraturan presiden yang memperluas wewenang TNI. “Jadi, saya tegaskan, itu tidak ada dan hanya direkayasa,” kata Jenderal Gatot seusai peresmian simbolis perumahan prajurit TNI di Kompleks Batalyon Kavaleri 7, Jakarta, 28 Oktober 2015.

“Selama saya menjadi panglima TNI, perpres itu tidak akan pernah ada,” ucap Panglima TNI.

Jenderal Gatot berujar, perluasan yang dimaksud adalah mengenai organisasi kenaikan jabatan. “Bukan pembesaran organisasi, tapi jabatan organisasi, karena beban tugas itu beda,” tuturnya.


Panglima TNI menjelaskan, yang diminta TNI meliputi organisasi TNI, seperti badan intelijen strategis yang dijabat bintang dua diusulkan menjadi bintang tiga. Selain itu, jabatan akademi militer yang dijabat bintang dua dinaikkan menjadi bintang tiga. “Tapi perpres (perluasan wewenang) tidak ada. Wong itu tidak ada dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004,” katanya.

Wacana perpres ini, menurut dia, mungkin muncul dari beberapa oknum yang menulis dan membahasnya menjadi obrolan warung kopi. “Niat pun tidak ada. Tugas TNI dalam UU TNI sudah diatur,” ucapnya.

Sebelumnya, muncul wacana pembahasan penerbitan perpres yang memperluas wewenang TNI dalam menjaga keamanan. Beberapa pihak menganggap ini akan mengembalikan TNI seperti masa Orde Baru.

TEMPO.CO