Kamis, 29 Oktober 2015

Selama Saya Panglima, Perpres TNI Tak Akan Pernah Ada

  1

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membantah adanya pembuatan peraturan presiden yang memperluas wewenang TNI. “Jadi, saya tegaskan, itu tidak ada dan hanya direkayasa,” kata Jenderal Gatot seusai peresmian simbolis perumahan prajurit TNI di Kompleks Batalyon Kavaleri 7, Jakarta, 28 Oktober 2015.

“Selama saya menjadi panglima TNI, perpres itu tidak akan pernah ada,” ucap Panglima TNI.

Jenderal Gatot berujar, perluasan yang dimaksud adalah mengenai organisasi kenaikan jabatan. “Bukan pembesaran organisasi, tapi jabatan organisasi, karena beban tugas itu beda,” tuturnya.


Panglima TNI menjelaskan, yang diminta TNI meliputi organisasi TNI, seperti badan intelijen strategis yang dijabat bintang dua diusulkan menjadi bintang tiga. Selain itu, jabatan akademi militer yang dijabat bintang dua dinaikkan menjadi bintang tiga. “Tapi perpres (perluasan wewenang) tidak ada. Wong itu tidak ada dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004,” katanya.

Wacana perpres ini, menurut dia, mungkin muncul dari beberapa oknum yang menulis dan membahasnya menjadi obrolan warung kopi. “Niat pun tidak ada. Tugas TNI dalam UU TNI sudah diatur,” ucapnya.

Sebelumnya, muncul wacana pembahasan penerbitan perpres yang memperluas wewenang TNI dalam menjaga keamanan. Beberapa pihak menganggap ini akan mengembalikan TNI seperti masa Orde Baru.

TEMPO.CO

Rabu, 28 Oktober 2015

TNI AD Raih Juara Umum Terjun Payung di Malaysia

Ilustrasi (ist)
Ilustrasi (ist)

Tim terjun payung TNI AD meraih gelar juara umum dalam kejuaraan terjun payung di Malaysia, dalam gelaran bertajuk The Trengganu Challege Parachuting Championship and Malaysian Armed Forces Parachuting Championship Closed 2015.

Informasi tertulis dari Dinas Penerangan Korps Pasukan Khusus TNI AD, diterima di Jakarta, Selasa, empat dari lima nomor perorangan dan tim yang diperlombakan disapu-bersih tim terjun payung gabungan TNI AD ini.

TNI AD berhasil memperoleh empat emas, satu perak, dan satu perunggu. Mereka menyingkirkan 28 tim dari Malaysia dan tim-tim lain yang berlaga. Dalam perlombaan tersebut, TNI AD menerjunkan 22 atlet terjun payung dalam lomba yang digelar sejak 19 September dan ditutup pada Senin (26/10).

Sebelumnya pada bidang lain, yaitu ketepatan menembak, militer Indonesia pernah menjadi juara umum dalam lomba menembak di Australia dan menyingkirkan peserta dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Pasukan Bela Diri Jepang, dan lain-lain.

Senjata organik buatan PT Pindad yang digunakan tim TNI, saat itu, sampai sempat “dicurigai” panitia pelaksana dan tim-tim yang ikut berlomba.

”Tujuan mengikuti kejuaraan di Malaysia untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan para atlet terjun bebas baik sport maupun military didunia Internasional khususnya dikawasan Asia tenggara,” ujar Kepala Dinas Penerangan Komando Pasukan Khusus TNI AD, Mayor Infantri Achmad Munir.

Sebagai pemenang, hadiah diserahkan langsung oleh Panglima Tentara Darat Malaysia, Jenderal Tan Sri Raja Mohammed Affandi bin Raja Mohammed, kepada Komandan Kontingen PTPAD, Mayor Infantri Frangki Susanto.

Nomor-nomor yang diperlombakan itu adalah tim akurasi sport, perorangan akurasi sport, kerja sama di udara, tim akurasi militer, dan kerja sama payung di udara.(Antara)

Super Drone TNI AD: Andalkan Tangki Bahan Bakar Cadangan dan Kendali via BTS


3565_2672_28-Juni-ok--JKT1--BoksPesaw

Meski belum resmi dipinang, masing-masing matra di TNI punya andalan drone atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle), ada yang sudah operasional seperrti Wulung oleh Skadron Udara 51, tapi ada yang masih prototipe, seperti serial LSU (LAPAN Surveillance UAV) dan OS Waifanusa yang ‘dekat’ dengan litbang TNI AL. Lantas, bagaimana dengan TNI AD? Matra darat tentu telah merilis beberapa tipe drone, termasuk flapping wing (robot burung) dan quadcopter yang dipersenjatai. Lain dari itu, TNI AD tak ingin ketinggalan dengan merilis prototipe Super Drone, yakni jenis UAV pesawat udara propeller.

Sosok Super Drone resmi diperkenalkan oleh mantan KSAD Jenderal Budiman di Jakarta pada 7 April 2014. Seperti halnya pada pengembangan Robot Terbang Flapping Wing (RTFW), Litbang TNI AD juga menggandeng Universitas Surya dalam proyek Super Drone ini. Dari sisi sistem kendali dan navigasi, Super Drone setali tiga uang dengan Wulung, LSU-02 dan LSU-05. Hanya saja, ada kabar bahwa nantinya navigasi dan kendali Super Drone ditambahkan dengan dukungan teknologi Open Base Transceiver System (BTS) yang penggunaannya dapat untuk memantau perbatasan. Selain itu, segera akan digunakan combine open BTS UAV untuk pengamanan perbatasan. Terkait implementasi peran BTS operator seluler dalam gelar operasi drone, dapat Anda lihat pada judul artikel di bawah ini.

t3z99LWGeM246776_kepala-staf-tni-ad-jenderal-budiman_663_382EBNsH2q0VJ

Prototipe SuperDrone yang di cat warna hijau tua mempunyai bentang sayap selebar 6 meter dan panjang bodi 4 meter. Material drone dipilih dari bahan serat karbon. Keunikan Super Drone dibanding rekan-rekannya sesame drone besutan dalam negeri adalah adanya tangki bahan bakar cadangan yang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri sayap utama. Total Super Drone dapat membawa muatan 20 liter bahan bakar. Alhasil Super Drone dijagokan dapat terbang dengan endurance antara 6 – 9 jam, atau satu jam lebih unggul dibanding LAPAN LSU-05.

Namun untuk urusan jarak jelajah, prototipe Super Drone masih terbatas di 100 Km. Boleh jadi terbatasnya jangkauan terbang karena sistem transmisi radio ke GCS (Ground Control Station) yang belum sepadan dengan Wulung UAV. Dari sisi payload, Super Drone dengan bobot total 120 kg dapat membawa muatan 45 kg yang bisa diisi kelengkapan sensor dan kamera, seperti kamera thermal. Menjadikan Super Drone dapat mengudara setiap saat, termasuk di malam hari.

Super Drone telah diuji coba terbang di wilayah Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat. Mungkin karena dipandang sebagai cikal bakal alutsista TNI AD yang bernilai strategis, informasi tentang spesifikasi Super Drone ini memang belum dirilis lengkap ke publik. Diantara peran penting yang dijagokan untuk Super Drone adalah peran penindakan, dua tanki bahan bakar pada sayap bisa saja kedepan diganti dengan bom. Sehingga dapat membantu misi BTU (Bantuan Tembakan Udara) bagi pasukan infanteri.

UAV Smart Eagle II
UAV Smart Eagle II

Bila diperhatikan sekilas, Super Drone TNI AD mirip dengan UAV Smart Eagle II besutan PT. Aviator Teknologi Indonesia. Kemiripan nampak pada desain sayap belakang. Smart Eagle II (SE II) dibuat guna kepentingan intelijen negara. Drone ini menggunakan mesin 2 tak 150 cc, SE II mampu terbang hingga 6 Jam. Dilengkapi dengan colour TV Camera, Smart Eagle II mampu beroperasi di malam hari dengan menggunakan Therman Imaging (TIS) kamera untuk penginderaannya. (Bayu Pamungkas)
 
Indomil.

Tiga Kapal Perang TNI AL Jalani “Mutasi”



Ternyata mutasi tak hanya dialami oleh personel, di lini alutsista kapal perang pun terjadi mutasi alias perpindahan penugasan. Seperti baru-baru ini, tiga kapal perang dari Satrol (Satuan Kapal Patroli) Komando Armada Barat (Koarmabar), yakni KRI Boa 807, KRI Viper 820, dan KRI Tarihu 829, telah beralis status dari KRI menjadi KAL (Kapal Angkatan Laut). Dengan ubah status ini, lingkup operasi ketiga kapal hanya akan dibatasi pada pengamanan di sekitar pangkalan angkatan laut, dalam hal ini dipercayakan untuk Lantamal I Belawan, Sumatera Utara.

Dikutip dari koarmabar.tnial.mil.id (15/10/2015), ubah status ketiga kapal perang ini berdasarkan Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor KEP/1171/VII/2015 tanggal 21 Juli 2015. KRI Boa 807 dibuat di galangan kapal Fasharkan Mentigi pada tahun 2003, diresmikan pada tanggal 12 juli 2004. Sedangkan KRI Viper-820 dibuat di galangan kapal Fasharkan Jakarta pada tahun 2006 dan diresmikan pada tanggal 20 oktober 2006. Dan KRI Tarihu 829 dibuat di galangan kapal Fasharkan Mentigi pada tahun 2009 diresmikan pada tanggal 7 Januari 2009.

KRI Tarihu 829
KRI Tarihu 829

KRI Tarihu 829 dalam perbaikan.
KRI Tarihu 829 dalam perbaikan.

Meski sudah tahunan memperkuat arsenal Satrol, dari segi persenjataan kapal-kapal diatas kurang menunjang untuk standar KRI, apalagi mengemban peran sebagai fungsi patroli seperti di daerah perbatasan yang rawan konflik, termasuk menghadapi aksi perompakan. Seperti KRI Boa 807 dan KRI Tarihu 829, kedua kapal ini hanya mengandalkan kanon Oerlikon 20 mm/70 yang usianya sudah lawas. Belum lagi kanon ini dioperasikan full manual tanpa ada perlindungan bagi operator senjatanya. Senjata lainnya ada SMB (Senapan mesin berat) 12,7 mm pada bagian buritan. Sementara KRI Viper 820 sedikit lebih galak dengan mengadopsi kanon laras ganda 2M3 25 mm peninggalan era Uni Soviet.

KRI Boa 807
KRI Boa 807

KRI Boa 807
KRI Boa 807

Bicara tentang aspek kecepatan kapal, sebagai kapal patroli memang tidak dituntut punya kemampuan secepat kapal di armada di Satkat (Satuan Kapal Cepat). Namun kecepatan maksimum ketiga kapal yang dibawah 30 knots dipandang tak maksimal untuk peran meronda di garis depan.

KRI Viper 820
KRI Viper 820

Dengan langkah ‘mutasi’ ini, boleh jadi akan ada proses susulan, mengingat Satrol TNI AL masih punya beberapa kapal perang di kelas PC-40 dan PC-36 yang dibuat di dalam negeri. Sebelum ini, mutasi pada kapal perang juga sudah pernah terjadi, namun masih dalam lingkup sesama KRI. Seperti unit penyapu ranjau Kondor Class yang dialihkan fungsinya dari Satran (Satuan Kapal Ranjau) ke Satban (Satuan Kapal Bantu), lalu ada mutasi kapal hibah dari Brunei, yaitu KRI Badau dan KRI Salawaku yang awalnya masuk Satkat (Satuan Kapal Cepat) kemudian digeser ke Satrol, mengingat tidak terpasangnya rudal anti kapal MM-38 Exocet. (Bayu Pamungkas)
 
 

Inilah Dilema Pengadaan Jet Tempur: Acquisition Cost Vs Life Cycle Cost

Su-35S-KnAAPO-2P-1S

Proses pembelian jet tempur memang kerap menimbulkan efek tarik ulur yang panjang, terlebih jika yang jadi pembeli adalah negara dengan budget pertahanan serba ngepas dengan seabreg permintaan. Sekalipun punya budget cukup, mengingat banyak faktor yang saling terkait, pengadaan jet tempur kerap memakan waktu lama. Indonesia membutuhkan waktu hampir dua tahunan untuk akhirnya memutuskan memilih Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai pengganti jet tempur F-5 E/F Tiger II. Pun sudah diputuskan, menuju proses deal hingga penandatanganan kontrak pembelian juga butuh waktu.

Potret pengadaan Sukhoi Su-35 Super Flanker Indonesia masih belum seberapa, sebagai perbandingan Saab butuh waktu hingga 15 tahun sampai akhirnya berhasil menjual JAS-39 E/F Gripen ke Brazil. Nah dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelian jet tempur, faktor acquisition cost dan life cycle cost menjadi yang paling dominan, tentunya masih ada faktor lain seperti politik dan pertimbangan daya deteren dari si pesawat tersebut. Acquisition cost adalah biaya akuisisi untuk pembelian awal dari unit pesawat yang dimaksud. Sementara life cycle cost merupakan biaya yang digunakan selama siklus operasi pesawat.

su35_10Su-35-Flanker-E-1

Perbandingan antara acquisition cost dan life cycle cost yang ditawarkan pabrikan jelas beda-beda, tentu bergantung pada kandungan teknologi, komposisi material, dan elemen komponen yang digunakan. Kebanyakan kasus yang tejadi di dunia, negara dengan kocek ngepas lebih mengedepankan acquisition cost yang rendah, dan tidak terlalu fokus pada life cycle cost. Alhasil banyak operator jet tempur yang memang bisa mendatangkan jet tempur baru, tapi tak sanggup untuk menerbangkan jet tempur secara maksimal. Hal ini terjadi lantaran biaya operasional pesawat yang besar, sehingga menjadi beban dalam biaya operasional.

Terkait life cycle cost diantaranya ada A/C investment, initial provision package, maintenance dan petrol, oil & lubricants. Jika disarikan lagi, kemudian muncul istilah operational cost per hour (biaya operasi per jam). Elemen operational cost per hour inilah yang jadi pertimbangan penting dalam pengadaan je tempur. Secara teori, jet tempur dengan mesin tunggal lebih irit dan ekonomis ketimbang jet tempur mesin ganda.

Eurofighter Tyhphoon RAF
Eurofighter Tyhphoon RAF

Eurofighter Typhoon dengan bekal senjata lengkap.
Eurofighter Typhoon dengan bekal senjata lengkap.

Berikut ilustrasi harga jual jet tempur yang dirilis defense-aerospace.com dan operational cost per hour dari ketiga jet tempur yang berusaha mendapat tempat di langit Indonesia.

1. Sukhoi Su-35 Super Flanker
Estimasi harga per unit: US$45 – US$80 juta
Operational cost per hour: US$36.000 – US$40.000

2. Eurofighter Typhoon
Estimasi harga per unit: US$118,6 juta
Operational cost per hour: US$14.000

3. Saab Gripen
Estimasi harga per unit: US$68,9 juta
Operational cost per hour: US$3.000 – US$4.000

Dari paparan diatas, menarik dicermati Sukhoi Su-35 punya acquisition cost lebih rendah, namun sangat tinggi dalam biaya operasional per jam. Disamping itu, usia mesin Sukhoi juga kabarnya relatif lebih pendek. Namun, dilihat dari aspek daya deteren, Sukhoi Su-35 adalah yang paling superior, melengkapi keberadaan Sukhoi Su-27/Su-30MK2 yang sudah dimiliki TNI AU. Agak lamanya perjanjian kontrak pembelian pesawat ini diperkirakan terkait skema ToT (transfer of technology) yang belum disepakati kedua belah pihah, terlebih bila Indonesia membeli dengan sistem ngeteng.

1250104gripen-ng

Untuk Eurofighter Typhoon sebenarnya punya peluang besar, mengingat jet tempur ini mendapat dukungan dari PT Dirgantara Indonesia, lebih lagi skema ToT yang ditawarkan sangat jelas dan menguntungkan bagi Indonesia. Biaya operasi per jamnya juga tak setinggi Su-35, namun sayang harga jual per unit Typhoon terbilang sangat tinggi.

Sementara untuk Saab Gripen, jet tempur ini ditawarkan dengan harga yang affordable plus biaya operasional per jam juga ramah bagi negara dengan kocek ngepas seperti Indonesia. Skema ToT pun juga telah dipaparkan untuk industri dalam negeri. Tapi sayang jarak jangkau jet tempur bermesin tunggal ini kalah jauh dibanding Su-35 dan Typhoon. Dari sisi harga, Gripen sejatinya masih mampu mengambil hati pemerintah Indonesia, maka itu Saab terlihat masih bersemangat menjajakan Gripen di Indonesia, setelah sukses menjual jet ini di Thailand. (Haryo Adjie Nogo Seno)
 
 

Foto Mengharukan Dua Anggota TNI Pemadam Asap

  Dua personel TNI saat beristirahat usai memadamkan api di Sumatera. Keduanya terlihat sedang berbagi mie instan untuk bekal makan. (VIVA.co.id/Facebokk)
Dua personel TNI saat beristirahat usai memadamkan api di Sumatera. Keduanya terlihat sedang berbagi mie instan untuk bekal makan. (VIVA.co.id/Facebokk)

Sebuah foto yang menggambarkan dua orang personel TNI pemadam kebakaran hutan di Sumatera membuat haru dan bangga sejumlah netizen.

Bagaimana tidak, di dalam foto yang kini beredar luas di jejaring sosial tersebut, terlihat dua orang anggota TNI sedang beristirahat di tengah kabut asap. Dalam kondisi tubuh lusuh akibat lumpur dan tanah, kedua personel TNI tersebut terlihat sedang berbagi satu bungkus mi instan.

Diduga, kedua personel TNI tersebut kehabisan bekal. Sehingga hanya mengonsumsi mi instan seadanya tanpa menggunakan air hangat.

Tak pelak, tampilan foto tersebut menuai pujian dari netizen. Gambar ini pun disukai lebih dari 18 ribu orang dan telah dibagikan lebih dari 11 ribu orang.

Sperti inilah perjuangan TNI..tapi masih ad aj yg bilang kal TNI gak ad kerjaannya n mkan gaji buta ..astagfirullah..pdhal yg bilang sprti itu blm tentu bisa mnjalankan khdupan sbgai TNI yg slalu brtugas taruhan nyawa meninggalkan anak istri ortu untuk mnjga NKRI diperbtasan ataupun daerah rawan..dan aku bangga jadi istri TNI,” tulis akun bernama Vika Astria seperti dikutip Senin 26 Oktober 2015.

Sumpah demi apapun saya #Merinding kalo liat foto ini…Yaa allah hamba mohon turun kan lah hujan mu itu yaa allah…,” tambah akun facebook bernama Robby Alexander.

Saat ini ribuan personel TNI memang sudah diterjunkan di Sumatera dan Kalimantan untuk membantu pemadaman kebakaran hutan di daerah itu. Selama 1,5 bulan, personel TNI ini akan dirotasi dan digantikan dengan personel yang baru.

Viva.co.id

Jumat, 23 Oktober 2015

Libatkan Peran Duta Besar Swedia, Saab Genjot Paket Kekuatan Udara Untuk Indonesia

P_20151022_090803

Ibarat menginguti langkah Eurofighter yang melibatkan peran Duta Besar empat negara pembuatnya dalam menggolkan pemasaran jet Typhoon di Indonesia. Saab, manufaktur persenjataan dari Swedia, hari ini menggelar jumpa media di kediaman resmi Duta Besar Swedia di Jakarta dalam paparan update paket kekuatan udara untuk militer Indonesia. Selain tetap mengusung tawaran jet tempur Gripen generasi terbaru, perwakilan Saab yang didampingi Dubes Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog juga memberi paket sistem senjata lain yang lebih menyeluruh.

Paket kekuatan udara yang ditawarkan Saab untuk Indonesia terdiri dari jet tempur Gripen NG, sistem peringatan dini dan kendali udara Erieye, command and control untuk matra darat, tactical data link system, kerjasama industri termasuk program ToT (transfer of technology) dan produksi dalam negeri, serta peluang pembukaan lapangan kerja yang ekstensif. Paket kekuatan udara ini digadang akan membantu Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar bajak laut, illegal fishing, penyelundupan narkotika, dan beragam tantangan di daerah perbatasan. Kehadiran Dubes dalam acara ini sebagai wujud dukungan pemerintah Swedia atas misi yang dilakukan Saab di Indonesia.

P_20151022_104021

Meski belum berhasil menggolkan penjualan jet tempur Gripen ke Indonesia, Saab di Indonesia tak lantas sepi dari aktivitas, pasalnya Saab telah dipercaya untuk melakukan upgrade pada paket rudal Bofors RBS-70 dan radar hanud Giraffe yang telah dioperasikan Arhanud TNI AD sejak era-80an. “Selain menawarkan upgrade rudal RBS-70, kami juga tengah menawarkan sistem radar yang lebih maju dari Giraffe,” ujar Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia kepada Indomiliter. Di matra laut, Saab juga berpeluang untuk memasok sistem Sewaco dan rudal anti kapal RBS-15 pada KCR (Kapal Cepat Rudal) Klewang Class yang tengah digarap PT Lundin Industry Invest. Masih ada lagi peluang untuk memasok solusi Mine Countermeasures (MCM) bagi TNI AL.

Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia
Lars Nielsen, Deputy Head of Saab Indonesia

“Boleh dibilang klien terbesar kami di sektor pertahanan saat ini adalah Angkatan Darat, tapi kami juga tengah menawarkan solusi di sektor sipil, diantaranya ke PT Pelindo dan PT Angkasa Pura,” kata Lars Nielsen yang sangat fasil berbahasa Indonesia. Saab sampai saat ini juga telah menjalin kerjasama dengan industri di Indonesia, institusi riset dan pengembangan serta universitas terkemuka. Baru-baru ini Saab menandatangani surat perjanjian dengan Unhan, ITB dan BPPT. (Haryo Adjie)