Varshavyanka class diesel-electric submarine (photo: Ria Novosti/ Igor Chuprin)
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama M Zainuddin
menyatakan TNI AL berencana memperkuat armadanya secara bertahap. Dalam
rencananya TNI AL akan membeli 11 helikopter jenis Panther untuk
menghidupkan kembali Skuadron 100 pemburu kapal selam. TNI AL juga akan
memesan enam kapal selam jenis Chang Bogo-class dan tiga lagi berjenis
Kilo-class tahun 2017.
Menanggapi hal tersebut, mantan KSAL Laksmana (Purn) Bernard Kent
Sondakh menilai, pengadaan kapal selam jenis Kilo-class (buatan Rusia)
harus mempertimbangkan segala aspek agar tidak mengalami persoalan
seperti 12 kapal selam yang pernah dibeli Indonesia pada era 70-an.
“Kami tidak menentang dengan adanya berita jika Panglima TNI
akan beli kapal selam dari Rusia. Kita pernah membeli 12 kapal selam
dari Rusia tapi kemudian kena embargo. Kita hanya pakai 7 tahun,” ujar
Kent di Kantor Maritime Studies, Jl. Kendal No. 20, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/9).
Menurut Kent, pengadaan kapal dari Rusia tersebut tidak kalah lebih
bagus dari Korea Selatan. Selain karena tidak khawatir akan kena
embargo, hubungan Korea Selatan dan Indonesia dinilainya sebagai suatu
pilihan yang memiliki risiko lebih kecil dari Rusia.
“Kenapa enggak beli dari Korsel? Meski buatan Korsel tapi isinya (mesin) itu bukan buatan Korsel lho,” papar dia.
Aspek yang perlu diperhatikan AL dalam hal ini, kata dia, adalah soal
pertimbangan jangka panjang, hubungan diplomatik dan alih teknologi.
Bagi Kent, pengadaan kapal dari Korea Selatan mempunyai keuntungan
tersendiri ketimbang Rusia.
Untuk jangka panjang, Korea menurut dia akan membantu Indonesia
mewujudkan pabrik kapal selam dengan adanya kesediaan alih teknologi.
Samentara itu, untuk hubungan diplomatik, investasi Korsel di Indonesia
akan menjauhi embargo dan mewujudkan mimpi Indonesia untuk memiliki
pabrik kapal selam sendiri.
“Silakan mereka beli, kita nggak bisa larang. Tapi program yang kita
susun untuk mandiri ini jangan distop. Kita sudah dimulai 3 di Korea
kan, akan ada tiga kali, karena tiga ini diharapkan sudah mulai bikin di
PT PAU, di mana kapal keenam itu 100 persen buatan kita. Itu yang kita
pertahankan, jangan kita berubah-ubah dulu, bahwa you mau beli lagi yang
lain silakan-silakan saja, tapi jangan dihentikan, maksud saya
begitulah kira-kira.
Menurut dia, jika Indonesia tetap membeli kapal selam jenis
kilo-class dari Rusia, rasa khawatir akan kualitas kapal tersebut tetap
dipertimbangkan. Pasalnya, kapal kilo-class yang rencananya akan dibeli
itu adalah buatan zaman Uni Soviet dan bukan Rusia sekarang ini.
“Tentu lihat juga kualitas kapal, itu kan ada tawaran beli
kilo-class, kilo-class yang mana? Kalau kilo-class 877 itu umurnya udah
30 tahun lebih, dan itu dibuat oleh Uni Soviet, bukan Rusia. Artinya
zaman itu mesinnya mungkin dibikin Ukraina, yang apa dibikin negara
mana, sekarang sudah bubar. Perlu dipertanyakan, ada enggak suku
cadangnya, jangan sampai Indonesia gak bisa berlayar lagi,” pungkas dia.
TNI Angkatan Laut memperkuat armadanya
secara bertahap. Selain membeli 11 helikopter jenis Panther untuk
menghidupkan kembali Skuadron 100 pemburu kapal selam, mereka juga
memesan enam kapal selam.
“Helikopter datang bertahap. Pada 2017 akan tiba empat unit dulu,”
kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama M. Zainuddin
kepada CNN Indonesia di sela The Indonesian Navy 2nd International
Maritime Security Symposium di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (16/9).
Helikopter-helikopter tersebut nantinya menjadi bagian dari Skuadron
100. Kontrak pembelian kesebelas helikopter itu telah disepakati.
Saat seluruh helikopter telah tiba, maka Skuadron 100 akan
diaktifkan. Skuadron tersebut dulu pernah eksis, namun terpaksa
‘tenggelam’ bersama peralatan yang menua.
“Saat itu kondisi alutsista (alat utama sistem pertahanan) sudah tua.
Jadi memang perlu peremajaan dan sekaranglah saatnya,” ujar Zainuddin.
Inti Skuadron 100 ada pada helikopter antikapal selam. Di era
keemasannya, skuadron itu menjadi pusat kekuatan TNI AL dalam menggelar
berbagai operasi di laut. Konon Skuadron 100 amat disegani negara-negara
maju.
Namun masa jaya itu harus berakhir dan Skuadron 100 terpaksa dilebur
dengan skuadron lain karena minimnya alat operasional mereka.
Pada 2017 nanti, helikoter-helikopter antikapal selam itu akan
berperan sebagai kepanjangan tangan kapal perang RI dalam operasi laut,
yakni menjalankan fungsi target reporting unit. Artinya,
helikopter-helikopter tersebut bakal menggali informasi mengenai target
sasaran rudal yang dilepaskan kapal perang RI.
Kapal selam bermisil
Selain helikopter antikapal selam, enam kapal selam telah dipesan TNI AL
untuk memperkuat pengamanan bawah laut. Dari keenam kapal selam itu,
tiga berjenis Chang Bogo-class dan tiga lagi berjenis Kilo-class.
Untuk jenis Kilo-Class, kapal selam ini bisa menembakkan misil dari
dalam air ke luar perairan. Misil berjumlah tiga dalam sekali tembak.
Namun belum bisa dipastikan kapan kapal selam Kilo-class itu akan tiba
di tanah air.
Sementara untuk tiga kapal selam Chang Bogo-class buatan Korea
Selatan, kemungkinan akan tiba berbarengan dengan helikopter Panther
pada 2017. Jenis kapal selam ini memiliki dua peluncur rudal yang juga
bisa menembak ke luar perairan.
Natuna – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan akan
memperkuat perairan Natuna dengan menambah kapal perang, kapal patroli
serta pesawat tempur, untuk mengamankan wilayah Pulau Natuna dari
kejahatan laut dan konflik Laut Tiongkok Selatan.
“Kita akan perkuat di sini (Natuna), baik dari TNI Angkatan Darat,
Angkatan Laut maupun Angkatan Udara,” kata Menhan Jenderal TNI (Purn)
Ryamizard Ryacudu saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Natuna,
Kepulauan Riau,
Rabu (16/9/2015).
Menurut Menteri Pertahanan, Pulau Natuna wajib diperkuat dengan
sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki TNI.
Sebab, pulau ini berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan yang
saat ini dirundung konflik.
“Di sini pulau yang paling jauh di utara, salah satu pintu gerbang
Indonesia. Di utara, di Laut Cina Selatan masih ada ketegangan, antara
Tiongkok dan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Vietnam, dan
Filipina. Tentu Amerika juga akan hadir di tengah-tengah ketegangan
ini,” katanya.
Selain memberikan rasa aman bagi masyarakat Natuna, peningkatan
keamanan juga akan berdampak pada sektor pembangunan dan ekonomi
masyarakat. Rakyat Natuna akan merasa aman dan nyaman dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi.
“Kedatangan saya akan memberikan rasa aman, terutama di Natuna. Kalau
pintu gerbang kemasukan, artinya orang lewat tidak tahu, ini bisa
berbahaya jika sampai masuk ke jantungnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kemhan akan berkoordinasi dengan TNI untuk
menambahkan alutsista di Natuna. Pemerintah Indonesia akan meletakkan
satu flight atau empat unit pesawat tempur, tiga kapal perang jenis
korvet, lima kapal patroli, dan dilengkapi dengan beberapa unit drone
atau pesawat tanpa awak.
“Kapal perang dan patroli juga harus siap menangkap pencuri-pencuri
ikan yang berkeliaran di perairan Natuna. Pokoknya akan kita bikin
aman,” tuturnya.
Empat pesawat tempur yang akan ditempatkan di Pangkalan Udara Ranai,
Natuna, kata Ryamizard, bisa pesawat tempur Hawk 100/200 dari Lanud
Pontianak dan F-16 dari Lanud Roesmin Noeryadin, Pekanbaru, Riau.
“Pesawat yang akan ditempatkan akan kita lihat lagi. Kita punya
banyak F-16, sekitar dua skuadron, di Lanud Iswahjudi (Madiun) dan Lanud
Roesmin Noeryadin, Pekanbaru. Di Pontianak kita juga punya Hawk.
Penempatan empat pesawat ini akan dilakukan secara permanen,” kata
mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Kementerian Pertahanan juga akan melebarkan Landasan Udara (Lanud)
Ranai di Natuna, sehingga di lanud bisa dilandasi dua pesawat tempur
sekaligus. Lanud juga akan dilengkapi alutsista penangkis serangan udara
dan drone yang akan terus memantau.
“Panjang landasan 2.500 meter saya kira sudah cukup. Lebarnya saja
akan ditambah menjadi 35-45 meter, supaya dua pesawat tempur bisa
terbang sekaligus. Paling tidak, tahun baru akan dimulai. Landasan akan
bagus, nanti pesawat komersial juga enak mendarat di sini,” ucapnya.
Jakarta – Pasukan TNI siap melakukan operasi pembebasan dua WNI yang
disandera kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan
Jeffry. Namun hal ini harus mendapat izin dari Papua Nugini.
Kapuspen TNI Mayjen Endang Sodik mengatakan, semua pasukannya sudah
dalam posisi siaga. Tim dari berbagai kesatuan sudah siap 24 jam.
“Kopassus ada, Paskhas ada, Denjaka, Denbravo, sampai Kopsusgab
apapun ada, don’t worry kita siap,” tegas Endang di Lanud Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (15/9/2015).
“Nanti setelah mereka memberikan kewenangan kepada kita, dan atas izin pemerintah PNG kita baru masuk,” sambungnya.
Menurut Endang, kekuatan kelompok Jeffry hanya empat orang. Hanya
saja, mereka menyandera dua WNI. Karena itu, keselamatan mereka perlu
diperhatikan. Saat ini, cara-cara negosiasi masih dikedepankan karena
tak ingin ada korban dari WNI.
“Itu kita serahkan pada PNG army dan Bupati Vanimo, bagaimana secara smooth bisa membebaskan dan selamat,” imbuhnya.
Tenggat waktu negosiasi adalah siang nanti sekitar pukul 12.00 waktu
PNG. Bila sudah melewati itu, TNI akan menunggu kabar dari PNG.
Prinsipnya, militer PNG sudah diberi kepercayaan untuk proses pembebasan
sandera. TNI tidak akan secara membabi buta masuk ke wilayah mereka.
“Kalau brak bruk saja 5 menit juga selesai kok, cuma kita tidak mau,
karena kita menghormati kedaulatannya PNG dan kita tidak ingin ada
korban baru lagi dari WNI kita, maka pembebasannya first negotiation dan
diserahkan ke PNG army,” paparnya.
Sandera dan kelompok bersenjata sudah diketahui lokasinya, yakni di
dekat kawasan Keerom. Sejauh ini, belum ada keputusan soal permintaan
barter tahanan. Yang pasti, soal tahanan diserahkan ke kepolisian.
“Kita belum tau siapa karena identitasnya juga belum jelas siapa,
Polri yang tau. Karena itu masuk wilayah kriminal, Polri yang tahu. Dan
sudah dikoordinasikan dengan Polri,” urainya.
Global Firepower (GFP)
adalah sebuah situs yang menyediakan analisis kekuatan militer sebagian
besar negara di dunia. Situs ini memberi informasi 100 negara dengan
militer terkuat dengan basis 50 faktor berbeda.
Faktor-faktor yang digunakan untuk menilai kekuatan militer sebuah
negara ialah seperti jumlah penduduk, usia warga yang bisa menjadi
personel militer, anggaran militer, jumlah peralatan militer, konsumsi
BBM, utang luar negeri, dan banyak pengukur lainnya.
Misalnya, jumlah populasi sebuah negara menjadi awal penilaian daftar
ini. Secara umum, semakin besar populasi sebuah negara, kekuatan
militer negara itu akan semakin besar.
Agar penilaian ini adil, kapabilitas sebuah negara mengembangkan dan
memiliki persenjataan nuklir tidak menjadi faktor penilai. Semua
penilaian menunjukkan kemampuan militer sebuah negara jika terjadi
perang konvensional baik perang darat, udara, maupun laut.
Setelah melakukan analisis menggunakan 50 basis penilaian itu, GFP
menentukan, untuk 2015, negara dengan militer terkuat di dunia masih
dipegang Amerika Serikat, diikuti Rusia dan China di peringkat kedua dan
ketiga.
Sementara itu, India dan Inggris menduduki peringkat keempat dan
kelima negara-negara dunia dengan militer paling mumpuni. Negara Asia
lain yang menduduki posisi 10 besar adalah Korea Selatan di peringkat
ketujuh dan Jepang di peringkat kesembilan.
Lalu, di mana posisi Indonesia? Dengan 50 basis penilaian yang sangat
ketat itu, GFP menempatkan Indonesia menjadi negara dengan militer
terkuat ke-12 di dunia.
Posisi Indonesia ini tepat di bawah Israel (11) dan di atas Australia
(13). Dengan posisi ini, Indonesia juga lebih kuat dibanding beberapa
negara Eropa, seperti Polandia, Ceko, atau Denmark.
Arti lain dari posisi ke-12 ini berarti secara militer Indonesia
merupakan negara paling kuat di Asia Tenggara. Negara terkuat kedua di
Asia Tenggara ditempati Thailand yang secara global menempati peringkat
ke-20, diikuti Vietnam (21), Singapura (26), Malaysia (35), Filipina
(40), Myanmar (44), Kamboja (96), dan Laos (117). Sementara itu, lima
negara dengan kekuatan militer terbawah dalam daftar ini adalah Libya,
Zambia, Mali, Mozambik, dan Somalia.(Kompas)
Dua WNI ditawan orang tak dikenal di perbatasan Papua Nugini (Dok. Kementerian Pertahanan Australia)
Markas
Besar TNI masih menunggu upaya negosiasi yang dilakukan militer Papua
Nugini terhadap kelompok bersenjata pimpinan Jeffrey yang menyandera dua
warga negara Indonesia di wilayah Kampung Skoutjio Papua Nugini. Pemerintah
Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi dengan Papua Nugini terkait
dua warga negaranya yang disandera kelompok Jeffrey di Papua Nugini. RI
menyerahkan proses negosiasi pembebasan dua WNI kepada otoritas
berwenang Papua Nugini. "Kita percayakan pada PNG Army untuk
pembebasannya," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang
Sodik di Halim Perdanakusumah, Jakarta, Selasa, 15 September 2015. Menurut
dia, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sudah memberikan arahan agar
penanganan sandera diserahkan kepada otoritas Papua Nugini, untuk
melakukan negosiasi dengan kelompok bersenjata. Panglima tak ingin
selama proses tersebut berlangsung dua WNI yang disandera menjadi
korban. "Itu kita serahkan pada PNG Army dan Bupati Vanimo, bagaimana secara smooth bisa membebaskan dan selamat," ujarnya. Endang
menegaskan, TNI tidak bisa serta merta masuk wilayah Papua Nugini untuk
mencari pelaku, karena membutuhkan koordinasi lintas negara. Apalagi,
Pemerintah RI mengharapkan dua sandera dibebaskan dalam keadaan selamat.
Sementara militer Papua Nugini sudah bersedia membantu proses
negosiasinya. "Itulah kita hati-hatinya, kalau brak-bruk saja
lima menit juga selesai kok. Cuma kita tidak mau, karena kita
menghormati kedaulatannya PNG dan kita tidak ingin ada korban baru lagi
dari WNI kita, maka pembebasannya first negotiation dan diserahkan ke PNG Army, dan Panimo," papar Endang.
Jenderal
bintang dua itu menambahkan batas akhir proses negosiasi dengan
penyandera adalah Selasa siang ini. TNI lanjut dia, ingin memastikan
proses tersebut berjalan lancar dan dua WNI dapat dibebaskan dengan
selamat. "Nanti siang batasnya kita monitor," imbuhnya.
ist Cutaway dan berbagai jenis persenjataan yang bisa diangkut oleh Sukhoi Su-35.
KOMPAS.com – Rencana pemerintah Indonesia untuk mengganti armada pesawat tempur F-5E Tiger milik TNI AU yang dianggap sudah berumur kini kian mengerucut ke satu pilihan.
Setelah sempat didekati oleh konsorsium Eropa yang menawarkan jet tempur Eurofighter Typhoon, serta pabrikan Swedia SAAB yang langsung menghadirkan JAS 39 Gripen-nya di bandara Halim Perdanakusuma, Menteri pertahanan Ryamizard Ryacudu mengindikasikan pilihan pemerintah jatuh ke penempur Rusia, Sukhoi Su-35.
Seperti apa kecanggihan pesawat tempur rancangan Sukhoi dan dibangun oleh IPTN-nya Rusia, Komsomolsk-on-Amur Aircraft Production Association (KnAAPO) ini? Apa yang menjadikannya unggul dari kontestan lain calon pengganti F-5E Tiger?
Jembatan ke generasi berikutnya
Sukhoi mengembangkan Su-35 berdasar pesawat tempur generasi sebelumnya, Su-27 yang juga telah dimiliki oleh TNI-AU. Pengembangan Su-35 lebih dititikberatkan pada pengembangan airframe (rangka), elektronika sensor dan avionik pesawat.
Di bidang airframe, Sukhoi mendesain Su-35 agar rangkanya lebih kuat sehingga memiliki umur yang lebih panjang dibanding generasi Su- sebelumnya. Selain itu, dengan rangka yang lebih kokoh, Su-35 bisa diajak bermanuver lebih ekstrim lagi.
Sukhoi mengklaim rangka umur Su-35 bisa bertahan selama 6.000 jam, setara dengan 30 tahun operasi. Sementara waktu antar servis (between-repairs period) juga diklaim meningkat hingga 1.500 jam atau setara dengan 10 tahun operasi.
KnAAPO Radar cross-section (RCS) yang diklaim lebih kecil oleh Sukhoi dalam generasi Su-35.
Materi komposit yang lebih ringan dipilih untuk mengurangi bobot pesawat hingga 20 persen dari generasi sebelumnya. Garis bidang pesawat juga telah dimodifikasi sehingga mengurangi bidang pantulan radar (RCS/Radar Cross Section).
Sementara intake (corong masuk udara) mesin didesain lebih besar agar memberi suplai aliran udara yang lebih baik.
Perbedaan lain, flaperon (sayap penggerak pesawat) dibuat lebih besar dan tidak memiliki canard (sayap kecil di moncong pesawat) seperti Su-30MKI.
Rem udara (airbrake) yang sebelumnya terpasang di punggung Su-27 kini juga dihilangkan. Fungsi airbrake tersebut digantikan dengan active rudder yang terdapat di kedua sirip tegak pesawat.
Su-35 yang oleh NATO diberi julukan Flanker E tersebut oleh Sukhoi dikategorikan sebagai pesawat tempur generasi 4++. Artinya, merupakan versi penyempurnaan dari generasi 4 sebelumnya (Su-27) namun memiliki fitur layaknya pesawat tempur generasi 5.
Oleh Angkatan Udara Rusia, Su-35 dijadikan sebagai tulang punggung hingga nanti pesawat tempur siluman (stealth) generasi berikutnya, yaitu PAK-FA, resmi dioperasikan.
Kokpit
Su-35 memiliki konsep kokpit dengan kendali (control colum) utama di tengah dan memiliki kursi lontar zero-zero K-36D-3.5E buatan Zvesda. Tipe zero-zero berarti pilot bisa eject dari pesawat meski berada dalam kondisi diam (zero speed zero altitude).
Joystick dan throttle pesawat juga telah menganut konsep HOTAS (Hands on Throttle and Stick), artinya lokasi semua tombol kendali yang dibutuhkan bisa diakses di dua batang kendali tersebut, termasuk mengganti tampilan layar, memilih menu, mengaktifkan persenjataan dan sebagainya.
Dengan menganut konsep HOTAS, maka pilot diharapkan tetap siaga karena kedua tangannya tetap memegang stick kendali pesawat.
Selain kemampuan HOTAS, helm yang dipakai pilot juga dilengkapi dengan teknologi HMS (helmet mounted sight), layar kecil untuk menampilkan informasi penting di depan kaca helm.
KnAAPO Kokpit Sukhoi Su-35
Dari segi antarmuka, Su-35 memiliki konsep all-glass cockpit dengan layar LCD digital modern. Di dalam kokpit terdapat dua layar LCD dengan ukuran masing-masing 22,5 x 30 cm resolusi 1.400 x 1.050 piksel yang menampilkan berbagai informasi.
LCD ini berfungsi untuk menerima, memproses, dan mentransmisikan data dalam berbagai format, entah itu grafis, angka, tampilan TV, dan sebagainya.
LCD juga bisa digunakan untuk mengirim sinyal video dalam format digital ke unit video recording jika dibutuhkan.
Sementara itu bagian HUD (Head Up Display), atau layar kecil di atas dashboard, mjuga memiliki ukuran yang lebar, dengan bidang pandang 30 x 20 derajat.
Sistem-sistem yang lain di dalam kokpit termasuk sistem navigasi satelit dan radio, peta digital, sistem optik dan elektronik untuk misi pengintaian, serta sistem komunikasi digital.
Pesawat juga memiliki 2 buah antena radio UHF dan VHF, sistem coding suara dan radio, serta sistem Link-16 untuk bertukar data antar pesawat.
Semua sistem tersebut dilayani oleh dua komputer utama yang memproses dan mentransmisikan data ke pilot dalam kondisi krusial, sehingga membantu mengurangi beban kerja pilot.
Sistem radar
Walau memiliki airframe dan avionik baru, namun Su-35 tetap menggunakan radar seperti yang dipakai dalam Su-27. Radar buatan Irbis ini menganut desain PESA (Passive Electronic Scanning Array).
Berbeda dengan metode AESA (Active Electronic Scanning Array), PESA hanya membutuhkan satu rumah sensor dan antena untuk memancarkan dan menerima sinyal.
Sensor radar bisa dibelokkan 120 derajat secara horisontal, dan 60 derajat secara vertikal, semua relatif terhadap sumbu utama pesawat. Sensor bisa dibelokkan hingga 120 derajat ke atas/bawah dengan kontrol elektronik dan tambahan mekanikal jika dibutuhkan.
KnAAPO Ilustrasi kemampuan radar Sukhoi Su-35.
Mata Irbis ini tergolong tajam, sensornya bisa menjejak permukaan seluas 3 meter persegi dari jarak 400 km, atau 0,01 meter persegi dari jarak 90 km. Sementara target darat bisa diidentifikasi sejauh 200 km.
Yang mengagumkan, radar Irbis bisa memantau dan mengikuti 30 target udara secara simultan dan bisa mengunci dan menembak 8 sasaran sekaligus dengan misil udara-udara aktif, atau 2 target dengan misil udara-udara semi-aktif.
KnAAPO Jumah target yang bisa dilacak dan dikunci oleh radar Irbis dalam Su-35.
Sementara untuk target darat, radar Irbs bisa mengunci 4 target darat dan mengunci dan menembak 2 target sekaligus.
Semua itu bisa dilakukan tanpa meninggalkan monitor ruang udara, artinya radar bisa memonitor dan melacak target di udara dan di darat yang telah diidentifikasi sebelumnya, sembari mencari target lain secara bersamaan.
IRST
“Mata” lain yang dimiliki Su-35, seperti generasi sebelumnya adalah IRST (Infra-Red Sighting and Tracking). Unit ini bisa dikenali dari tonjolan bulat yang biasanya terpasang di depan kaca kokpit.
KnAAPO IRST yang berada di depan kaca kanopi Su-35.
IRST milik Su-35 berguna untuk mendeteksi target secara pasif melalui panas yang dipancarkan target tersebut.
Varian IRST yang dipakai Su-35 adalah OLS-35 yang bisa mendeteksi target udara lewat panas yang dipancarkannya dari jarak 50 km saat berhadap-hadapan (head-on_, dan 90 km di kuadran belakang.
Sistem ini juga bisa mengukur jarak target dengan pesawat hingga 20 km, dan target darat sejauh 30 km. IRST milik Su-35 bisa memonitor dan mengikuti 4 target udara yang berbeda dan mengarahkan misil berpemandu laser ke arah sasaran.
Mesin
Saat ini, Su-35 mengusung dua mesin turbofan Saturn 117S (AL-41A) yang merupakan modifikasi dari mesin sebelumnya, AL-31. Nantinya, Su-35 bakal mendapatkan pasokan mesin baru yaitu AL-41F dengan kemampuan super-cruise dengan daya thrust 15.000 kg.
Untuk saat ini, mesin AL-41A yang dipakai di generasi awal memiliki kipas (fan) dan turbin (high pressure/low pressure) yang baru, serta sistem kontrol digital di dalamnya.
Modernisasi ini diklaim oleh Sukhoi bisa meningkatkan thrust hingga 16 persen, atau sekitar 14.500 kgf.
Dalam mode maximum burner-free, thrust yang dihasilkan mencapai 8.800 kgf.
Jika dibandingkan dengan mesin AL-31F yang diapakai Su-27 saat ini, kemampuannya meningkat 2 hingga 2,7 kali. Sebagai contoh, masa between-repair period akan meningkat dari sebelumnya 500 hingga 1.000 jam (periode operasi sebelum overhaul pertama adalah 1.500 jam).
Periode overhaul mesin yang telah dimodifikasi akan meningkat menjadi antara 1.500 hingga 4.000 jam.
KnAAPO Su-35 memiliki 12 weapon station yang berada di sayap, wingtip, dan badan pesawat.
Persenjataan
Su-35 mampu menggotong cukup banyak arsenal dalam sekali angkut, ini adalah tuntutan sebagai pesawat multi peran (multi-role).
Di kedua sayapnya terdapat enam cantelan misil dan dua wingtip rail yang ada di ujung sayap. Selain itu masih ada pula dua cantelan di bawah masing-masing mesin dan dua lagi di perut pesawat, sehingga total Su-35 memiliki 12 hard point yang bisa dipasangi dengan berbagai jenis misil udara-udara, udara-darat, atau sistem reconnaisance untuk misi mata-mata atau penyusupan.
Su-35 saat ini kompatibel dengan berbagai macam persenjataan. Daftarnya mencakup 4 jenis roket, 7 jenis misil, 4 jenis bom berbeda. DItambah dengan sebuah kanon 30 mm GSh-301 di “pundak” kanan pesawat yang bisa memuntahkan 150 butir peluru dalam satu menit.
Daftar performa dan spesifikasi Su-35:
Panjang: 21.9m
Bentang sayap: 15.3m
Tinggi: 5.9m
Bobot takeoff maksimal: 34.500Kg
Jumlah Mesin: 2 Saturn 117S dengan TVC (Thrust Vector Control)
Daya Dorong: 14.500 Kg
Payload:
Tanki bahan bakar internal: 11.500 Kg
Persenjataan: 8.000 Kg
Daya jelajah:
Sea level (normal): 1.580 km
In-altitude (lebih tinggi): 3.600 km
Dengan dua tanki ksternal PTB-2000: 4.500 km
Ketinggian maksimum: 59.000 kaki (sekitar 18.000 m)
Rasio Thrust to weight:
Maximum Load: 0,84:1
Normal Load: 1,14:1