Bung Karno dan Eisenhower. (VIVA.co.id/ Dody Handoko)
Bung
Karno pernah membuat gempar publik Amerika Serikat pada era Presiden
Eisenhower. Ceritanya berawal saat kunjungan Soekarno ke Amerika pada
tahun 1960.
Ketika itu, Soekarno merasa tersinggung. Sebab, tak seperti layaknya pemimpin negara lain, kedatangan Soekarno tak dijemput dan disambut oleh Presiden Eisenhower.
Di buku "Total Soekarno", karya Roso Daras dikisahkan, kemarahan Bung Karno memuncak ketika dia merasa dibiarkan menunggu berjam-jam oleh Eisenhower di Gedung Putih.
"Aku bicara pada protokol apakah aku harus menunggu lebih lama lagi? Bila demikian, aku akan pergi sekarang juga. Lalu orang itu pucat dan memohon untuk menunggu sebentar. Dia pun lari ke dalam, keluarlah Eisenhower," tutur Soekarno yang tertuang di dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, ditulis Cindy Adams.
Para pejabat AS pun kebingungan. Mereka sibuk meminta maaf dan meminta Soekarno tinggal. Eisenhower pun segera keluar menemui Soekarno. Pada pertemuan berikutnya, Eisenhower menjadi lebih ramah.
Kisah lain ketika Bung Karno ke Amerika Serikat era Presiden J.F. Kennedy. Kebiasaan Presiden AS, John F. Kennedy, menerima tamu-tamu negara di lantai atas Gedung Putih. Tapi protokol itu tidak berlaku bagi Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Itu dinyatakan langsung kepada protokol Gedung Putih.
"Kennedy mesti turun. Sambut saya di bawah. Kalau tidak, saya tidak akan datang," kata Bung Karno.
Ketika Bung Karno datang ke Gedung Putih, Kennedy turun ke lantai bawah, dan menyambutnya dengan ramah. Setelah pertemuan dua kepala negara sekadarnya, barulah keduanya bersama-sama menaiki tangga ke atas, diiringi para staf kedua petinggi negara tadi.
Bukan hanya itu. Bung Karno bahkan diberi kesempatan berpidato di Gabungan Kongres dan Senat Amerika Serikat. Ini sangat jarang terjadi, Kepala Negara disambut di Amerika Serikat dengan Sidang Gabungan Kongres dan Senat.
Saat Bung Karno tiba di Gedung Putih, disambut Kennedy di bawah. Ketika itu, Kennedy sempat memperkenalkan para staf yang mendampinginya. Salah satunya adalah Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Charles Wilson, nama lengkapnya Charless Nesbitt Wilson. Politisi kelahiran Texas tahun 1 Juni 1933, alias satu zodiak dengan Bung Karno.
Ketika diperkenalkan, Wilson yang berperawakan gagah dan berwajah macho, maju hendak menyalami Presiden Soekarno. Saat itulah muncul spontanitas humor diplomasi yang sungguh luar biasa dari seorang Soekarno, presiden negara berkembang yang belum lama lepas dari penjajahan Belanda.
Kepada Wilson, Bung Karno tidak sekadar mengulurkan tangan untuk bersalaman. Lebih dari itu, Bung Karno dalam bahasa Inggris yang fasih berkata.
"Kombinasi baju dan dasi Tuan tidak bagus."
Berkata begitu sambil Bung Karno membetulkan ikatan dasi yang kelihatan miring. Selesai merapikan dasi Menhan Amerika Serikat, Bung Karno melanjutkan ucapannya.
"Tuan boleh punya bom atom, tapi kami punya seni yang tinggi."
Soekarno selalu menjaga harga diri bangsa dan negaranya, termasuk dari Amerika yang pernah mencoba mendikte Indonesia dengan imbalan berupa bantuan.
Tawaran itu ditolak. Soekarno beranggapan itu adalah penghinaan, Amerika mengira Indonesia adalah orang melarat yang sangat mengharapkan bantuan darinya.
Padahal, itu bukanlah bantuan melainkan utang yang harus dibayar beserta bunga-bunganya. Hal tersebut membuat Bung Karno kesal. Puncak kekesalan Bung Karno kepada Amerika Serikat, diteriakkan dalam kalimat yang sangat terkenal hingga hari ini.
"Amerika… Go to hell with your aid."
Viva.
Ketika itu, Soekarno merasa tersinggung. Sebab, tak seperti layaknya pemimpin negara lain, kedatangan Soekarno tak dijemput dan disambut oleh Presiden Eisenhower.
Di buku "Total Soekarno", karya Roso Daras dikisahkan, kemarahan Bung Karno memuncak ketika dia merasa dibiarkan menunggu berjam-jam oleh Eisenhower di Gedung Putih.
"Aku bicara pada protokol apakah aku harus menunggu lebih lama lagi? Bila demikian, aku akan pergi sekarang juga. Lalu orang itu pucat dan memohon untuk menunggu sebentar. Dia pun lari ke dalam, keluarlah Eisenhower," tutur Soekarno yang tertuang di dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, ditulis Cindy Adams.
Para pejabat AS pun kebingungan. Mereka sibuk meminta maaf dan meminta Soekarno tinggal. Eisenhower pun segera keluar menemui Soekarno. Pada pertemuan berikutnya, Eisenhower menjadi lebih ramah.
Kisah lain ketika Bung Karno ke Amerika Serikat era Presiden J.F. Kennedy. Kebiasaan Presiden AS, John F. Kennedy, menerima tamu-tamu negara di lantai atas Gedung Putih. Tapi protokol itu tidak berlaku bagi Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Itu dinyatakan langsung kepada protokol Gedung Putih.
"Kennedy mesti turun. Sambut saya di bawah. Kalau tidak, saya tidak akan datang," kata Bung Karno.
Ketika Bung Karno datang ke Gedung Putih, Kennedy turun ke lantai bawah, dan menyambutnya dengan ramah. Setelah pertemuan dua kepala negara sekadarnya, barulah keduanya bersama-sama menaiki tangga ke atas, diiringi para staf kedua petinggi negara tadi.
Bukan hanya itu. Bung Karno bahkan diberi kesempatan berpidato di Gabungan Kongres dan Senat Amerika Serikat. Ini sangat jarang terjadi, Kepala Negara disambut di Amerika Serikat dengan Sidang Gabungan Kongres dan Senat.
Saat Bung Karno tiba di Gedung Putih, disambut Kennedy di bawah. Ketika itu, Kennedy sempat memperkenalkan para staf yang mendampinginya. Salah satunya adalah Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Charles Wilson, nama lengkapnya Charless Nesbitt Wilson. Politisi kelahiran Texas tahun 1 Juni 1933, alias satu zodiak dengan Bung Karno.
Ketika diperkenalkan, Wilson yang berperawakan gagah dan berwajah macho, maju hendak menyalami Presiden Soekarno. Saat itulah muncul spontanitas humor diplomasi yang sungguh luar biasa dari seorang Soekarno, presiden negara berkembang yang belum lama lepas dari penjajahan Belanda.
Kepada Wilson, Bung Karno tidak sekadar mengulurkan tangan untuk bersalaman. Lebih dari itu, Bung Karno dalam bahasa Inggris yang fasih berkata.
"Kombinasi baju dan dasi Tuan tidak bagus."
Berkata begitu sambil Bung Karno membetulkan ikatan dasi yang kelihatan miring. Selesai merapikan dasi Menhan Amerika Serikat, Bung Karno melanjutkan ucapannya.
"Tuan boleh punya bom atom, tapi kami punya seni yang tinggi."
Soekarno selalu menjaga harga diri bangsa dan negaranya, termasuk dari Amerika yang pernah mencoba mendikte Indonesia dengan imbalan berupa bantuan.
Tawaran itu ditolak. Soekarno beranggapan itu adalah penghinaan, Amerika mengira Indonesia adalah orang melarat yang sangat mengharapkan bantuan darinya.
Padahal, itu bukanlah bantuan melainkan utang yang harus dibayar beserta bunga-bunganya. Hal tersebut membuat Bung Karno kesal. Puncak kekesalan Bung Karno kepada Amerika Serikat, diteriakkan dalam kalimat yang sangat terkenal hingga hari ini.
"Amerika… Go to hell with your aid."
Viva.