Rangkaian aksi pencarian dan evakuasi korban penumpang pesawat Air
Asia QZ8501 secara langsung juga menampilkan performa armada pesawat
angkut taktis milik TNI AU. Selain yang utama pesawat angkut berat C-130
Hercules Skadron Udara 31, misi SAR dan transportasi udara selama
operasi terkait Air Asia QZ8501 juga menghadirkan keluarga baru TNI AU,
yakni C-295M, pesawat taktis angkut sedang dari Skadron Udara 2 Lanud
Halim Perdanakusuma.
Bersama C-130 Hercules, C-295M Skadron Udara 2 mendapat peran untuk
mengangkut jenazah korban Air Asia QZ8501 dari Pangkalan Bun Ke Lanudal
Juanda di Surabaya. Selain itu, C-295M juga menorehkan kesan mendalam,
pasalnya awak pesawat ini yang pertama kali menemukan serpihan pesawat
naas di tengah laut. Penugasan C-295 bukanlah tanpa sebab, pesawat
dengan dua mesin 2 Mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada (PW 127G)
ini memiliki kemampuan untuk terbang non-stop selama delapan jam.
Sekilas tentang C-295M, pesawat ini di dapuk sebagai pengganti pesawat angkut Fokker F-27 Troopship
yang sudah memasuki usia tua dan kerap mengalami kecelakaan. Menurut
sejarahnya, pada bulan Juli 2012, KSAU, Marsekal TNI Imam Sufaat
memerintahkan 4 penerbang dari jajaran Skadron Udara 2 Wing 1 Lanud
Halim Perdanakusuma dan 18 teknisi dari berbagai jajaran di TNI AU untuk
mempelajari cara pengoperasian dan juga pemeliharaan pesawat C-295M di
Airbus Military Seville, Spanyol.
Untuk memperkuar Skadron Udara 2, TNI AU akan mendapat 9 pesawat
C-295M, sesuai dengan kontrak pembelian antara Kementerian Pertahanan RI
dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk memperkuat alutsista di
jajarannya. Pesawat C-295M adalah pesawat buatan Airbus Military yang
akan dikerjasamakan dalam proses produksinya dengan PT DI dan secara
bertahap akan diproduksi oleh Airbus Military maupun akan dirakit
bersama-sama di fasilitas PT DI Bandung nantinya. Keseluruhan 9 pesawat
direncanakan akan selesai dan diserahterimakan secara bertahap kepada
TNI AU mulai akhir tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
Sebagai pesawat angkut sedang, C-295M mampu membawa cargo seberat 9
ton, sementara bila difungsikan untuk mendukung pergeseran pasukan,
dapat dimuati hingga 71 pasukan. Sedangkan bila diberi tugas
menghantarkan pasukan payung (lintas udara), pesawat ini dapat membawa
49 pasukan para plus seorang jumpmaster. Berikut konfigurasi dari beberapa varian C-295.
Pesawat ini juga mampu terbang sampai ketinggian 9.100 meter dengan
kecepatan jelajah maksimum 260 knot (480 km/jam), serta dapat
diterbangkan dan dikendalikan dengan aman pada kecepatan rendah sampai
dengan 110 knots (203 km/jam). Dengan menggunakan 2 Mesin Turboprop
Pratt & Whitney Canada (PW 127G) pesawat ini mampu melaksanakan
lepas landas dan melaksanakan pendaratan pada landasan yang pendek
(STOL/Short Take Off & Landing) yaitu dengan panjang
landasan hanya 670 meter, tentunya dengan kondisi muatan tertentu.
Sebagai penyempurnaan dari CN-235, roda pendarat, terutama roda di
bagian depan telah diperkuat, sehingga C-295 dapat lebih kokoh untuk
mendarat dan lepas landas di permukaan tanah/rumput.
Sebagai pesawat angkut sedang taktis (medium airlifter) generasi terbaru yang sudah menggunakan full glass cockpit, digital avionic dan sepenuhnya kompatibel menggunakan night vision googles (NVG). Sebagai bentuk proteksi, C-295 dapat ditambahkan lapisan baja pada kokpit, radar warning receiver
(RWR), missile warning, laser warning, dan chaff/flare dispenser.
Perangkat-perangkat tersebut telah dibenamkan pada C-295 yang ditugaskan
NATO dalam misi di Afghanistan dan Irak. Bahkan, C-295 sudah mempunyai
modul tambahan untuk suatu waktu dipasangkan fasilitas in flight refuelling.
Kemampuan Pesawat C-295M dinilai sangat cocok dan ideal dikaitkan
dengan tugas dan misi yang diemban oleh Skadron Udara 2. Di antaranya,
melaksanakan angkutan personel dan logistik, penerjunan pasukan dan
logistik, Evakuasi Medis Udara, Patroli Udara terbatas, serta penugasan
militer maupun misi kemanusiaan lainnya. Berikut adalah dimensi dan
spesifikasi teknis C-295M yang kami kutip dari situs Airbus Defence and
Space.
Saat mulai masuk dalam jajaran TNI AU, C-295 sempat menimbulkan
polemik. Walaupun pesawat C-295 merupakan pengembangan dari pesawat CN-235,
namun PT DI sama sekali tidak terlibat dalam proses pembuatannya sejak
awal. Lalu tidak lama berselang tiba-tiba muncul pesawat terbang dengan
tulisan NC-295, tidak lama kemudian muncul lagi pesawat yang sama dengan
tulisan besar berwujud sebagai CN- 295. Mengingat Indonesia hanya
berperan sebagai negara perakit, memang idealnya identitas pesawat
adalah NC-295, sama seperti dahulu PT DI memproduksi NC-212 Aviocar atas lisensi dari CASA Spanyol.
Faktanya, meski saat ini pesawat CN 295 masih dirakit di Spanyol,
namun untuk proses pengecatan dan penyelesaian akan di lakukan PT DI di
Indonesia. Begitu juga dengan pesawat ketiga dan keempat yang akan
dilakukan pengecatan dan penyelesaian di Indonesia.
Untuk pesawat kelima dan keenam, dan ketujuh, sudah mulai
dikustomisasi di Indonesia. Sedangkan pesawat ke depan dan kesembilan
sepenuhnya akan dirakit dan diproduksi oleh PT DI di Indonesia di
Bandung. Selain armada C-295M, Skadron Udara 2 sejak era 90-an juga
telah diperkuat dengan enam pesawat CN-235. (Gilang Perdana)