Presiden SBY, Menhan Poernomo Saat masih Menjabat dan Astros II MK6 (worlddefence news.com)
Lebih
sepuluh hari penulis mengamati pemberitaan yang menyangkut masalah pengadaan
roket multi peluncur MLRS (multi-launcher rocket system) asal Brasil yang
diberitakan beberapa media tanah air, karena menyangkut besarnya pengadaan yang
mengaitkan antara Kemenhan, DPR RI, TNI AD serta Kementerian Keuangan. Penulis
mengumpulkan beberapa fakta dan mencoba mengulasnya, karena roket tersebut
adalah salah satu alutsista andalan TNI. Ramainya pengadaan MLRS tersebut mirip
dengan pengadaan Tank Leopard tahun lalu, dimana beberapa pihak menilai tidak
tepat karena MBT (Main Battle Tank) itu bisa merusak jalan. Penulis juga pernah
menuliskan soal tank hebat itu (Baca: "Arti Penting Tank Leopard bagi TNI
AD", http://ramalanintelijen.net/?p=4794).
Awal
Muasal Pemberitaan Miring MLRS
Media
yang pertama memunculkan soal MLRS asal Brasil adalah Jakarta Post (JP), edisi
tanggal 11 Desember 2014 dengan judul "House turns blind eye to dubious
deal." Pada Headline News, disebutkan bahwa Komisi-I DPR RI benar telah
menerima laporan dari Irjen Kementerian Pertahanan yang menyatakan bahwa telah
terjadi kelebihan pengeluaran anggaran (overspent) dalam pembelian sistem roket
multi-peluncur (MLRS) dari Brasil Avibras Industria Aeroespacial pada
pertengahan 2012, sekitar US $ 134,9 juta dari harganya yang sebesar US $ 405
juta. JP menyebutkan bahwa Irjen Kemenhan (Laksdya TNI Sumartono) yang kini
sudah pensiun menulis laporan kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan
Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin pada bulan April dan Juni 2012, menandai
beberapa pelanggaran dalam proses pengadaan di Kemenhan. Dalam laporan tersebut
diantaranya disebutkan olehnya bahwa keputusan untuk memilih Avibras telah
melanggar instruksi presiden dan peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga
Kebijakan Pengadaan Nasional (LKPP). Avibras, menurutnya tidak bisa memenuhi
spesifikasi teknis yang dibutuhkan dalam tender pengadaan ("the company
could only provide seven of the required 38 ammunition supply vehicles and two
of the seven mobile workshop vehicles required to support MLRS). Irjen juga
menyatakan bahwa TNI AD telah bernegosiasi dengan Avibras, yang bermitra dengan
PT Poris Duta Sarana untuk mengamankan kesepakatan tersebut.
Tanggapan
Pejabat Terkait
Tanggapan
Kemhan. Pemberitaan tersebut telah dibantah oleh Letjen TNI Ediwan Prabowo
(Sekjen Kemhan) yang pada tahun 2012 saat berlangsungnya proses pengadaan MLRS
masih menjabat Dirjen Baranahan, (sebagai Sekjen saat itu Marsdya TNI Eris
Herryanto), Wamenhan Letjen Syafrie Samsoedin, dan Menhan Poernomo Yusgiantoro.
Ediwan menyatakan bahwa berita tersebut dimunculkan di publik karena ada pihak
yang kalah dalam bersaing. Ditegaskan oleh Ediwan bahwa keputusan Kemenhan
memilih Multiple Launch Rocket System (MLRS) Avibras Brazil mengutamakan
spektek dengan harga kompetitif bukan sekedar beli yang murah. “Aspek spektek
lebih utama dari pada mencari harga murah tapi kurang optimal,” katanya dalam
keterangan tertulis kepada media, Rabu (17/12). Ediwan juga mengatakan bahwa
yang digunakan TNI adalah Alutsista yang sudah teruji, sehingga siap digunakan.
Untuk itulah, setiap pembelian selalu disertai dengan uji coba. Dalam pengadaan
roket sejenis tercatat pihak Roketsan (Turki) menjadi kompetitor Avibras
Brasil. Dikatakan selanjutnya, MLRS Avibras dinilai berkemampuan dan memiliki
nilai yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh Roketsan. Avibras sudah
teruji dalam pertempuran, memiliki kapasitas multi-kaliber, memiliki cakupan
yang lebih luas dan daya hancur besar, serta dapat diangkut dengan pesawat
C-130 Hercules. Tanggapan Mabes TNI. Kapuspen TNI , Mayjen TNI Fuad Basya,
menegaskan ada pihak yang tidak menyukai semakin kuatnya Alutsista militer
Indonesia. Faktanya, ketika TNI memiliki peluncur roket jarak jauh, ada yang
menuding pengadaan persenjataan ini bermasalah. "Saya rasa ini adalah
pihak yang tidak suka dengan semakin kuatnya kami," kata Fuad, Minggu
(14/12).
astros-ii-foto-avibras
Penembakan Astros II MLRS (sumber : defence.review.com)
Tanggapan
Kepala Staf TNI AD. KSAD Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ikut menanggapi
pemberitaan soal pengadaan MLRS asal Avibras Brazil, mengatakan, "Saya
yakin sangat yakin kemampuan MLRS Astros II pabrikan Brazil lebih bagus dari
MLRS buatan Rokestan asal Turki," ungkapnya di Jakarta (Kamis, 18/12).
Keyakinan itu didasari atas hasil uji coba MLRS. Alutsista tersebut sudah
diujicoba secara berkesinambungan. Prosedur ini menurutnya adalah keniscayaan.
Selanjutnya menyebutkan, "Setiap persenjataan yang dibeli Angkatan Darat
adalah persenjataan yang sudah lebih dulu diuji di pertempuran atau sudah
teruji di medan tempur," tegasnya. Gatot menegaskan, yang dibutuhkan
terkait Alutsista adalah spesifikasi tekhnis (Spektek). Kemampuan, akurasi,
daya ledak menjadi ukuran yang utama. "Jadi bukan soal mahal atau
tidaknya," jelasnya. Peran HLC (High Level Committee) dalam pengadaan
Alutsista TNI. HLC terbentuk sesuai petunjuk Presiden SBY setelah serangkaian
rapat kabinet bidang politik, hukum, dan keamanan sepanjang tahun 2011 yang
membahas pengadaan alutsista. Dibentuk sebagai pendorong pengadaan alutsista
TNI. HLC diketuai oleh Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan TKP3B
yang dipimpin Irjen Kemhan dimana didalamnya ada Tim BPKP dan LKPP serta Tim
Itjen Angkatan dan Mabes TNI. Dalam rapat-rapat Kabinet bidang politik, hukum,
dan keamanan tahun 2011 yang membahas alutsista, pemerintah memutuskan bahwa
pemenuhan kebutuhan alutsista TNI diarahkan untuk mencapai kekuatan dasar
minimum atau minimum essential force (MEF). Dalam proses pengadaan MLRS Astros
II , proses pengadaan berasal dari bawah yakni TNI AD sebagai pengguna/user,
menyangkut spesifikasi teknis, yang kemudian masuk sebagai kebutuhan operasi
dari Mabes TNI, lalu ke Kementerian Pertahanan. Kemudian Kemhan memrosesnya
melalui Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) dibawah Sekjen Kemhan, saat itu Marsdya
TNI Eris Herriyanto, dengan membuatkan kontrak dan perjanjian pinjaman (Loan
Agreement) dari Kementerian Keuangan, untuk kemudian pencabutan tanda bintang
di DPR. Letjen Sjafrie sebagai Ketua HLC, bersama rombongan pada bulan November
2012 pernah berkunjung ke Brasil, yakni ke Avibras (produsen roket) dan Embraer
(produsen pesawat Super Tucano untuk TNI AU). Sjafrie bersama rombongan melihat
dan berdiskusi langsung dengan para produsen alutsista itu tanpa perantara.
Untuk cara kerjanya, Syafrie menjelaskan kepada media di Brasil (14/11/2012)
bahwa HLC berupaya mempercepat pengadaan alutsista prioritas, yaitu akselerasi,
paralelisasi (pengadaan dan pembiayaan), integrasi (Kementerian Pertahanan dan
TNI), koordinasi, dan inspeksi (kunjungan ke produsen).
Perbandingan
MLRS Altros II Brasil dengan T-122/300 Roketsan Turki
Dalam
membandingkan antara ASTROS II MK6 buatan AVIBRAS Brazil dengan T-122/300
buatan ROKETSAN buatan Turki yang menarik adalah hasil penelitian oleh Pusat
Artileri Medan TNI AD (Mayor Art Rico Ricardo Sirait, BS, Pusen Armed, Garuda
Militer). Danpussenarmed selaku user Alutsista MLRS dan pembina fungsi
kecabangan Armed memperhatikan aspek teknis keunggulan dan kelemahan dari
masing-masing Alutsista guna mendapatkan sistem senjata yang terbaik. Semua
data dan fakta serta spesifikasi teknis yang tercantum dalam perbandingan ini
dibuat berdasarkan proposal penawaran dan presentasi penyedia dalam rapat TEP
Pengadaan Alutsista MLRS di Kemhan RI pada tanggal 5 April 2012.
Dari perbandingan
teknis diperoleh gambaran Alutsista yang memiliki kehandalan tinggi,
adaptabilitas terhadap karakteristik daerah operasi di Indonesia, daya tahan
terhadap cuaca dan medan geografis Indonesia serta mendukung kegiatan
operasional dan taktis TNI AD. Secara mendalam aspek persyaratan operasional,
spesifikasi teknis serta konfigurasi yang telah ditawarkan dalam proses
pengadaan, akan dibahas sebagai aspek perbandingan yang utama. Dari aspek
persyaratan operasional, ditinjau dari faktor adaptability (kemampuan
adaptasi), ASTROS II memungkinkan untuk dapat diangkut oleh pesawat Hercules
C-130 ke trouble spot di wilayah NKRI. Dari faktor sustainability (kemampuan
daya tahan). kemampuan teknis yang dimiliki oleh ASTROS II pada pressurized
cabin mampu untuk melindungi awaknya dari pengaruh senjata kimia dan biologi.
Selain itu, pengalaman AVIBRAS sebagai produsen ASTROS sejak tahun 1983 dalam
bidang pemeliharaan dan penyediaan suku cadang telah membuktikan bahwa produk
AVIBRAS masih memiliki kemampuan operasional 90 persen setelah kurun waktu
penggunaan selama 25 tahun (ASTROS MK2 milik Angkatan Darat Saudi Arabia).
Sementara pihak ROKETSAN menawarkan alih teknologi pengembangan roket dengan
basis kemampuan yang dimiliki oleh Roketsan saat ini. Teknologi roket yang
dimiliki oleh ROKETSAN merupakan alih teknologi yang diterima pada era tahun
1980-an pada saat pengembangan Roket WS-1 milik Cina. Perkembangan teknologi
roket saat ini sudah jauh lebih modern dibandingkan dengan teknologi roket
WS-1. Sehingga perlu kajian yang lebih mendalam apabila Indonesia akan menerima
tawaran alih teknologi dari ROKETSAN. Sedangkan alih teknologi yang ditawarkan
AVIBRAS yaitu peningkatan kapabilitas Rantis ANOA buatan PT. PINDAD jauh lebih
realistis untuk dicapai serta dapat meningkatkan standar produksi Nasional ke
jenjang yang lebih tinggi. Faktor interoperability (kemampuan operasional yang
terintegrasi dengan fungsional lainnya). Kemampuan joint interability atau
joint operational dihadapkan dengan ketersediaan sistem manajemen pertempuran
yang dapat diintegrasikan dengan sistem Komando dan Kendali yang dimiliki oleh
TNI AD saat ini.
Faktor Reliability, merupakan faktor kehandalan Alutsista MLRS
yang dibutuhkan (needs) dihadapkan dengan asumsi kemampuan dan kekuatan militer
asing yang akan dihadapi. Pada faktor ini, ASTROS II memiliki kemampuan yang
lebih unggul pada jarak capai roket, teknologi multi kaliber, daya hancur
(firepower), dan teknologi interchangeable antar platform Ranpurnya. Hal
penting lainnya adalah kemampuan Combat Proven / teruji di medan pertempuran
merupakan salah satu faktor kehandalan yang dipersyaratkan oleh TNI AD. Dengan
terujinya sistem senjata di medan pertempuran dapat menunjukkan bukti otentik
bahwa sistem senjata tersebut memiliki kapabilitas yang handal pada kondisi
perang sesungguhnya. Altros II MLRS sudah teruji dan dipergunakan oleh Arab
Saudi dalam medan tempur. Pada tahun 2012 saja, ASTROS sudah digunakan di 5
negara di dunia sejak generasi I tahun 1980an, sedangkan produk ROKETSAN yang
terjual dalam jumlah lebih dari 200 unit bukanlah produk yang ditawarkan kepada
Indonesia khususnya penggunaan teknologi sealed composite pod pada munisi roket
300 mm yang masih pada tahap uji coba.
Pada aspek kemampuan mobilitas udara,
T-122/300 perlu modifikasi khusus dengan melaksanakan prosedur pelepasan
beberapa bagian besar platform. Hal ini menunjukkan bahwa T-122/300 tidak
memenuhi persyaratan operasional TNI AD untuk dapat dimobilisasi ke seluruh
wilayah NKRI dalam waktu relatif singkat. Jika dibandingkan secara umum dapat
terlihat secara nyata bahwa teknologi yang digunakan oleh ASTROS II dan
T-122/300 merupakan generasi yang berbeda. ASTROS II jauh lebih unggul secara
teknologi dan kemampuan teknis ditinjau dari inovasi dan kapabilitas yang
dimiliki. Launcher ASTROS II sudah compatible untuk digunakan meluncurkan roket
taktis dengan jarak capai 300 km. Ketersediaan munisi latihan ASTROS II dapat
digunakan dengan mekanisme tembakan dan pada platform yang sama. Sedangkan
munisi latihan ROKETSAN akan menggunakan munisi kaliber 70 mm buatan PT. DI
yang masih dalam tahap pengembangan sehingga belum dapat menjamin tercapainya
tujuan latihan untuk meningkatkan kemampuan personel TNI AD pada pelaksanaan
penembakan Roket sesungguhnya.
Untuk aspek konfigurasi yang ditawarkan,
ROKETSAN memiliki keunggulan dalam pemenuhan konfigurasi yang diharapkan oleh
TNI AD dari segi kuantitas. Namun, secara kualitas perbandingan antara
Alutsista ASTROS II dengan T-122/300 tidak bisa disetarakan mengingat perbedaan
teknologi yang digunakan. Inovasi teknologi dan kehandalan kemampuan ASTROS
berada di generasi setingkat diatas T-122/300 sesuai dengan aspek spesifikasi
teknis sebelumnya. Keunggulan kualitas AVIBRAS meliputi teknologi munisi
container launcher yang memberikan fleksibilitas tinggi dalam penggunaan munisi
berbagai kaliber sesuai kebutuhan. Kemampuan daya hancur terhadap personel dan
materiil lapis baja munisi ASTROS II didukung oleh penggunaan teknologi sub
munisi sehingga mampu melipatgandakan efek kehancuran daerah sasaran serta
mampu menembus baja dengan ketebalan hingga 200 mm. Itulah beberapa informasi
yang merupakan executive summary perbandingan teknis antara ASTROS II MK6,
AVIBRAS dengan T-122/300, ROKETSAN yang dibuat oleh panitia pengadaan dari sisi
Pusen Armed TNI AD. Kesimpulannya Astros II jauh lebih unggul dan spesifikasi
tehnisnya lebih mendekati seperti yang ditetapkan oleh pengguna (TNI AD).
Analisis
dan Kesimpulan
Kasus
pengadaan MLRS Astros II yang diberitakan oleh media pada akhir 2014 ini adalah
merupakan pengangkatan kembali laporan yang dibuat Irjen Kemhan pada tahun
2012. Memang sulit membandingkan Alutsista tempur yang dibuat oleh pabrikan
yang berbeda. Nampaknya harga kedua roket dari sumber yang berbeda itu berbeda
cukup besar. Penegasan dari Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
yang menyatakan bahwa pemilihan alutsista tersebut lebih didasarkan kepada
spesifikasi tekhnis (spektek), kemampuan, akurasi, daya ledak menjadi ukuran
yang utama. "Jadi bukan soal mahal atau tidaknya." Kini TNI bisa mengimbangi
negara tetangga (Malaysia) yang juga memiliki 54 MLRS Astros II untuk Tentera
Darat. Indonesia tercatat membeli 36 (9 Baterai) Astros II, pembelian ini
merupakan balance of power di kawasan. Negara lain adalah AD Brasil 20 Astros
II (5 Baterai), Irak 66 Astros II, dan Arab Saudi 76 Astros II. Dari pengalaman
penulis dalam penugasan di Dephan (Kemhan) selama tiga tahun sebagai staf ahli
dan penasihat Menhan, persaingan dalam pengadaan alutsista adalah suatu hal
yang wajar dan selalu terjadi, karena masing-masing produsen termasuk agen
berusaha dan berlomba-lomba memasarkan dan mensukseskan barang dagangannya laku
dengan segala cara.
Bisnis senjata bukan bisnis yang murah, jelas bisnis
raksasa yang menggiurkan, sehingga ada saja cara yang mencoba memengaruhi para
pejabat. Yang penting adalah niat dari para pembesar itu, jangan sampai
tergelincir, karena rakyat makin pintar mengawasi, semua hanya menunggu waktu
untuk membuat laporan. Sudah ada kejadian beredarnya surat gelap yang
melaporkan seorang pimpinan militer kepada pimpinan nasional. Demikian juga
bagi para politisi di Senayan, jangan coba-coba mencari peluang mengatur sebuah
pengadaan alutsista, semua sangat mungkin terbongkar pada masa kini dan
mendatang. Presiden Jokowi kini sangat mungkin sewaktu-waktu meminta KPK
mengusut kasus yang terindikasi korupsi, tidak sulit bagi presiden mendapatkan
fakta yang dibutuhkan. Walau sudah pensiun bisa saja dilakukan pengusutan
kepada para mantan pejabat, kalau ada indikasi korupsi terhadap uang negara. Bahkan
pernah dilakukan pengusutan dan pengadilan kepada pejabat aktif Polri, Irjen
Pol Djoko Soesilo (Kakorlantas) yang kini masih berada di dalam penjara.
Penulis pernah mengulas soal korupsi dengan menggunakan referensi hasil skripsi
dari Hasan Hambali (2005) yang dalam penelitiannya menyampaikan bahwa sumber
korupsi mencakup dua hal pokok yaitu, "kekuasaan kelompok kepentingan dan
hegemoni elit." Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan
politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Piranti korupsi
umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan (Baca :
KPK semakin Berani, seberapa Sukses Pemberantasan Korupsi?,
http://ramalanintelijen.net/?p=6066). Dengan demikian maka menurut Hambali,
peran kekuatan politik di Senayan, hegemoni elit (agen dari produsen) serta
penguasa akan saling terkait membentuk sebuah jaringan semu yang saling
memeras, menekan tetapi juga saling menguntungkan. Semoga itu hanya terjadi
pada masa lalu, dan masa kini dan kedepan akan semakin bersih. Pada waktu
mendatang akan ada pemilihan pesawat pengganti pesawat tempur TNI AU F-5E Tiger
II, ada beberapa kompetitor yang juga sedang mengincar. Nah, kita akan melihat
persaingan yang jelas ramai. Sebaiknya seperti pemilihan Astros II MLRS yang
lebih diberikan porsi besar memilih kepada TNI AD sebagai calon pengguna,
pespur pengganti F-5 itu sebaiknya diberikan porsi yang lebih besar kepada TNI
AU yang sangat faham akan kebutuhannya. Jangan sampai yang tidak faham, hanya
karena tekanan politik misalnya, kemudian ikut menentukan alutsista yang kurang
tepat. Semoga bermanfaat.
Penulis: Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat
Intelijen, www.ramalanintelijen.net