Berbagai kesiapan dilaksanakan prajurit Korps Marinir menjelang peresmian
pembentukan Batalyon Infanteri 10 Marinir Satria Bhumi Yudha (Yonif -10
Mar/SBY) di Setoko, Batam.
Untuk menyukseskan acara peresmian
yang rencananya akan dipimpin langsung Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Dr.
Marsetio pada Senin mendatang (10/11), prajurit Korps Marinir yang didatangkan
dari Jakarta dan personil induk Yonif-10 Marinir/Satria Bhumi Yudha (SBY) yang
baru tiba Selasa (4/11) melaksanakan sejumlah kegiatan penting dan gladi
upacara.
Pada hari ini, Jumat (7/11)
dilaksanakan gladi kotor demonstrasi keterampilan prajurit berupa terjun payung
dan Rubber Duck Operation oleh
prajurit Batalyon Intai Amfibi (Yontaifib) 2 Marinir. Sehari sebelumnya, Kamis
(6/11), para prajurit Yonif-10 Marinir/SBY melaksanakan gladi keterampilan dan
keseragaman dalam berolah senjata dalam sikap Salvo dan gerakan lainnya.
Pada kegiatan lain prajurit Korps Marinir
dari Detasemen Pemeliharaan Pangkalan Marinir (Denhar Lanmar) yang didatangkan
dari markasnya di Jakarta melaksanakan pendirian tiang Billboad/baleho
upacara di markas Yonif 10 Mar/SBY.
Semenjak kedatangannya pada 3
November lalu, personil Denhar Lanmar Jakarta dibawah pimpinan langsung
Komandannya Mayor Marinir Bambang Irawan berpacu dengan waktu untuk membuat dan
memperbaiki baleho dan billboard di lima tempat yang berbeda untuk mendukung
kelancaran dan kesuksesan peresmian pembentukan Yonif-10 Mar/SBY.
Pembentukan Yonif-10 Marinir/SBY
merupakan salah satu langkah pemerintah untuk memperkuat TNI. Pada 17 Oktober
2014 lalu Batalyon yang memiliki semboyan Satria Bhumi Yudha ini telah
diresmikan oleh presiden RI waktu itu Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, di
Akademi Militer Magelang.
Batalyon Infanteri-10 Marinir
merupakan Satuan Marinir setingkat batalyon diperkuat yang dilengkapi dengan
Unit Combat Boat, Sea Raider, Tank Amfibi, dan peralatan canggih
lainnya, sehingga akan mampu menjaga keamanan dan memperkuat pertahanan di
wilayah tersebut.
|
Sabtu, 08 November 2014
Persiapan Menjelang Peresmian Yonif-10 Marinir Setoko Batam
Gandeng Pabrikan Swedia, Pindad Bakal Kuasai Teknologi Rudal
Rudal RBS 70 adalah sebuah sistem
pertahanan udara portabel jarak pendek yang dirancang untuk bisa
beroperasi di segala cuaca (Saabgroup.com)
PT Pindad
melakukan kerjasama dengan produsen senjata internasional, yakni
pabrikan peluru kendali (rudal) asal Swedia, SAAB Dynamic AB. PT Pindad
adalah pembuat kendaraan dan alat tempur yang digunakan oleh TNI maupun
Polri.
Kerjasama PT Pindad dan SAAB Dynamic ini dilihat langsung oleh
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu di area Indo Defence 2014,
Kemayoran, Jakarta pada 06 November kemarin.
Perjanjian kerjasama tersebut meliputi pengembangan dan
peremajaan sistem pertahanan udara berbasis darat RBS 70 Mk2 TNI
Angkatan Darat. Selain itu, turut dibicarakan kerjasama jangka panjang
terkait pemberian transfer of technology (ToT) sistem dan rudal RBS 70
Mk2 sesuai Undang Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan.
“Pasti kami mengikuti UU Nomor 16 Tahun 2012, kami akan mengikuti
arah kebijakan industri pertahanan Indonesia. Saya yakin SAAB akan
melihat ini mulai dari fase-fase teknologi mulai pemeliharaan hingga
pembangunan roket nasional. SAAB akan membantu teknologi Indonesia,”
Ucap Michael Hoglund, Deputy Head of Marketing & Sales-Missile
Systems SAAB Dynamics dalam Media Gathering di Jakarta, Kamis
(06/11/2014).
Di tempat yang sama, PT Pindad sangat berterima kasih kepada SAAB
Dynamic karena membantu kemandirian industri pertahanan Indonesia.
Program ToT ini diharapkan dapat membantu kemajuan teknologi sistem
pertahanan udara nasional.
“Sementara ini teknologi roket belum kita kuasai apalagi
teknologi optiknya, kontrolnya, stabilitasnya. Roket indonesia baru
sampai roket meluncur saja nanti ke sana akan kita kuasai. Nanti bisa
meliputi misil RBS 70 Mk2, New Batteries of RBS 70 Mk2, serta integrasi
misil dengan sub sistem kendaraan tempur. Untuk detailnya nanti akan
dirumuskan dalam perjanjian selanjutnya,” ungkapnya.
Dalam kolaborasi ini, PT Pindad menjadi kontraktor utama dan SAAB
Dynamic AB menjadi sub-kontraktor. PT Pindad yakin pangsa pasar RBS 70
Mk2 masih ada, untuk itu mereka akan giat mempelajari teknologi ini.
“Masih (pangsa pasar), nanti kalau kita sudah kuasai teknologi itu
pangsanya sudah ada tidak hanya di Indonesia kan, masih banyak di negara
lain Asia bisa juga,” harap Pria berkaca mata ini.
Rudal RBS 70 adalah sebuah sistem pertahanan udara portabel jarak
pendek atau MANPADS (Man Portable Air Defence System) buatan Swedia yang
dirancang untuk bisa beroperasi di segala cuaca. Untuk jarak jangkau,
RBS 70 Mk2 bisa mencapai 8 kilometer dan melesat hingga ketinggian 4.000
meter. Kecepatan RBS 70 Mk2 yakni 2 Mach dengan sistem pemandu laser.
Selain TNI, tentara negara lain seperti dari Argentina, Brazil,
Jerman, Singapura, Thailand, dan masih banyak negara lain menggunakan
RBS 70 untuk menjaga pertahanan udara mereka.
Indonesia Sudah Mampu Buat Kontrol Senjata Jarak Jauh
Indonesia telah mempunyai
teknologi yang mampu membuat senjata tempur yang dipakai militer bisa
dikendalikan lewat remote control
Teknologi otomatisasi dan kontrol jarak jauh semakin berkembang di
tengah masyarakat. Di kalangan militer, kendali jarak mulai digunakan
untuk mengendalikan berbagai macam senjata tempur ketika berada di medan
laga.
Indonesia juga telah mempunyai teknologi yang mampu membuat senjata
tempur yang dipakai militer bisa dikendalikan lewat remote control yang
disebut sebagai remote control weapon system (RCWS). PT Infoglobal jadi
perusahaan asal Tanah Air yang mengaku telh mampu menyediakan alat
kontrol jarak jauh bagi senjata tempur yang akan digunakan militer.
Mochammad Syafiruddin, Kepala Riset dan Programming Infoglobal
menyebutkan bahwa teknologi kendali jarak jauh buatannya ini bisa
membuat resiko jumlah korban dari personil di medan perang berkurang.
Teknologi ini juga bisa diterapkan di berbagai model kendaraan taktis
milik militer baik tank, panser ataupun helikopter.
“Teknologi ini bisa mengurangi resiko personil militer jadi korban
serangan saat berperang. Secara konvensional harus ada personil yang
mengendalikan senjata dengan kaliber berukuran besar di bagian atas tank
atau panser yang rawan jadi target, teknologi ini bisa membuat mereka
tetap mengendalikan senjatanya dari tempat yang lebih aman di dalam
kendaraan tempur,” ungkap pria yang disebut Afi tersebut.
Sistem kendali jarak jauh ini diklaim bisa membidik musuh yang telah
dikunci sebagai target secara otomatis dengan sensor gerak. Jarak
pandang sensor ini hingga sejauh 3 kilometer dengan kecepatan gerak
target maksimal berkecepatan di atas 100 km/jam.
“Kalau buatan perusahaan asing, satu unit sistem kendali senjata ini
dipasarin sekitar Rp 9 miliar, kalau kita pasarkan dengan relatif lebih
murah. TNI sudah berkomitmen akan pasang produk kita di panser dan tank
buatan Pindad, tujuannya agar kita bisa mandiri soal alat tempur,”
tambah Afi.
Afi memaparkan untuk mengaplikasi satu sistem kendali senjata jarak
jauh buatan Infoglobal pada satu model kendaraan tempur memerlukan waktu
sekitar 3-6 bulan. Waktu itu dibutuhkan untuk melakukan riset dan
penyesuaian antara tipe senjata, kendaraan maupun antarmuka yang akan
dipakaikan sistem kendali militer tersebut.
“Waktu riset sampai aplikasinya 3-6 bulan, itu berikut ujicoba dan
produksi perangkat kita. Kalau pembuatan dengan sumber daya yang ada di
perusahaan sekarang ini mampu membuat 10-20 unit RCWS dalam sebulan,”
papar Afi kepada tim Tekno Liputan6.com.
Rencananya, beberapa RCWS akan mulai diaplikasikan pada tank militer
milik TNI pada tahun 2015. “Buat fase awal baru beberapa mungkin yang
akan diujicoba langsung di fasilitas TNI. Kita harapkan ke depannya bisa
dipakai di 1.000 kendaraan taktis TNI,” tandas Afi.
Indonesia Tertarik Beli Pesawat Tempur Su-35
Kementerian Pertahanan Indonesia tengah mempertimbangkan opsi pembelian
16 pesawat tempur Su-35 dari Rusia. Pesawat tersebut rencananya akan
digunakan untuk menggantikan F-5 Tiger II yang dinilai sudah ketinggalan
zaman, demikian diberitakan oleh Defense News.
Saat ini Indonesia memiliki 16 pesawat tempur Su-27SK/SKM dan Su-30
MK/MK2. Hingga 2024, akan ada delapan skuadron yang berisi 16 unit
pesawat tipe “Su” per skuadronnya. Kemungkinan skuadron tersebut akan
diisi oleh pesawat unggulan saat ini, yakni Su-35. Foto: Sukhoi.org
Opsi pembelian pesawat tersebut telah dibicarakan dalam pertemuan
perwakilan Kementerian Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro dengan
Kepala Staf dan Komando Angkatan Udara Rusia pada pertengahan Januari
lalu.
Yusgiantoro menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai pembelian Su-35 masih belum ditetapkan. Komando Angkatan Udara
Indonesia juga tengah mempertimbangkan alternatif lain untuk
menggantikan pesawat F-5 yang dinilai sudah menua. Selain Su-35, AU RI
juga sedang mempelajari pesawat tempur JAS 39 Gripen buatan Swedia,
pesawat F-16 Fighting Falcon Block 60, F-15 Silent Eagle dan F/A-18
Super Hornet asal AS, serta pesawat Rafale asal Prancis. Namun, Su-35 merupakan pilihan utama dari daftar kandidat tersebut.
Generasi Kelima
Semua pesawat tempur yang ikut serta dalam tender adalah pesawat paling modern dalam aviasi
militer dunia. Jika pesawat tempur Amerika, Prancis, Swedia merupakan
perwakilan generasi "4+”, Su-35 bisa disebut sebagai pesawat tempur
generasi “5-". Artinya, Su-35 memenuhi kriteria dan spesifikasi pesawat
tempur generasi baru secara maksimal, seperti halnya pesawat tempur F-22
Raptor dan F-35. Su-35 tersebut kerap disandingkan sebagai pesaing
utama pesawat tempur AS Raptor.
Biro Konstruksi Sukhoi
dengan rendah hati mengategorikan pesawat Su-35 ini sebagai generasi
“4++”, yakni pesawat yang lebih unggul dari generasi ke empat, namun
belum menjadi generasi kelima. Padahal, banyak pesaing dunia yang
menyebut Su-35 sebagai pesawat masa depan.
Lebih Unggul
Tak mudah bagi orang awam untuk membedakan pesawat Su-35 dari
Su-27, ataupun Su-30MK. Namun sesungguhnya, terdapat perbedaan
signifikan antara tiap pesawat tersebut. Skema aerodinamika fuselage
(badan pesawat) Su-35 merupakan konfigurasi paling muktahir dibanding
para pendahulunya. Su-35 juga memiliki bentuk yang lebih ramping
(konfigurasi Kanard) dibanding Su-27, serta tidak memiliki kemudi
horizontal bagian hidung pesawat seperti Su-30. Kemudi horizontal yang
dibuat pada pesawat Su-30MKI oleh India dapat meningkatkan kemampuan
manuver pesawat. Dengan dilengkapi mesin pesawat jet yang memiliki thrust vector control, pesawat Su-30 merupakan pesawat tempur terbaik di dunia.
Manuver udara Cobra Pugachev adalah gerakan pada saat pesawat
menambah ketinggian dan pada momen tertentu pesawat tersebut berhenti
dan menggantung di udara dengan bertumpu pada ekor (seperti bentuk
kepala ular kobra), lalu hidung pesawat mulai menurun seperti halnya
daun jatuh, sambil berputar kembali ke posisi semula. Manuver ini tidak
dapat dilakukan oleh satupun pesawat tempur lain di dunia. Sukhoi juga
mampu melakukan akselerasi dan berhenti seketika sambil mengangkat
seluruh permukaan badan pesawat menghadap belakang. Dari posisi
tersebut, pesawat Sukhoi dapat melanjutkan penerbangan mereka dengan
kecepatan minimum. Bila hal itu dilakukan oleh pesawat tempur lain,
kemungkinan mereka akan jatuh.
Kemampuan taktis tersebut digunakan oleh pilot-pilot asal India
saat melakukan latihan bersama dengan AU AS serta negara-negara lain.
Di salah satu latihan tersebut, pilot India dapat mengalahkan pilot AS
yang mengendarai F-15C/D Eagle. Setelah pelaksanaan latihan bersama
itu, Jendral AS Hal Homburg yang merupakan Kepala Komando Pertahanan
Udara Angkatan Udara AS, dipaksa untuk mengakui bahwa hasil latihan
tersebut menjadi kejutan besar bagi para pilot Amerika. “Kami ternyata
bukan yang paling unggul di seluruh dunia. Pesawat tempur Su-30 MKI
lebih baik dibanding F-15C. Angkatan udara negara yang memiliki pesawat
tersebut tentu lebih kuat dan dapat menjadi ancaman bagi keadidayaan
Amerika di udara pada masa yang akan datang,” ujar Homburg.
Kemampuan super manuver Su-35 didapat dari mesin pesawat 117S.
Mesin tersebut dikembangkan dari pendahulunya, yakni mesin tipe AL-31F
yang dipasang pada pesawat Su-27. Namun mesin 117S memiliki kekuatan
dorong yang lebih besar, yakni 14,5 ton, sementara pendahulunya hanya
memiliki kekuatan dorong 12,5 ton. Mesin ini juga memiliki keunggulan
berupa sumber energi yang lebih besar dan penurunan pemakaian bahan
bakar. Hal tersebut membuat mesin ini tidak hanya mampu memberikan
kecepatan yang tinggi dan super manuver, tetapi juga kemampuan untuk
membawa persenjataan lebih banyak. Mesin tersebut akan dipasang pada
pesawat tempur seri pertama T-50 nantinya.
Pilot uji coba Biro Konstruksi Sukhoi Sergey Bogdan mengatakan,
pada saat penerbangan pertama Su-35, mereka ditemani oleh pesawat
Su-30MK. Ini membuat mereka dapat membandingkan kemampuan mesin
masing-masing pesawat. Pada saat penerbangan tersebut, Su-35 melakukan
percepatan maksimum dalam moda tanpa pembakaran lanjut, sedangkan
Su-30MK harus mengejarnya dengan menggunakan moda pembakaran lanjut
karena beberapa kali tertinggal dari Su-35. "Ini merupakan keunggulan
tersendiri bagi Su-35 yang dapat memberi keuntungan dan kemampuan lebih
besar saat melakukan pertempuran di udara," tutur Bogdan.
Dibanding Su-27, kabin pesawat Su-35 tidak memiliki komponen
analog dengan jarum penunjuk. Penunjuk analog tersebut digantikan oleh
kristal cair berwarna. Petunjuk itu sama seperti televisi dalam mode Picture in Picture,
yakni terdapat layar-layar yang menunjukkan semua informasi yang
dibutuhkan oleh para pilot. Semua komponen hidrodinamika pengendali
mesin penghasil tenaga digantikan dengan komponen elektronik. Para
perancang pesawat mengatakan bahwa hal tersebut tidak hanya menghemat
tempat dan beban pesawat, tetapi juga dapat membuat mesin pesawat
tersebut bisa dikendalikan menggunakan kontrol jarak jauh. Itu berarti
peran pilot sudah tidak dominan, karena komputer akan menentukan dengan
kecepatan berapa dan moda mesin seperti apa yang akan digunakan untuk
mengejar sasaran, serta pada momen apa saja pilot diizinkan menggunakan
senjata.
Adapun mode penerbangan kompleks, seperti penerbangan di
ketinggian yang sangat minim dengan relief permukaan yang berbukit,
dapat dilakukan oleh pesawat Su-35. Selain itu, sistem komputer juga
menjaga agar pilot menggunakan senjata tanpa membahayakan pesawat itu
sendiri atau agar pesawat tidak lepas kendali. Su-35 juga dilengkapi
dengan sistem radar Active Electronically Scanned Array
muktahir milik T-50. Sistem radar serupa hanya dimiliki oleh pesawat
F-22, dan kemungkinan juga akan dimiliki oleh Rafale. Berkat sistem
radar tersebut, Su-35 dapat melihat semua hal yang ada di udara dan di
darat dalam radius beberapa ratus kilometer. Su-35 dapat mengikat 30
sasaran sambil mengarahkan senjatanya pada sepuluh sasaran tersebut.
Komoditas Ekspor
Para pakar ahli yakin bahwa F-22 maupun T-50 tak akan menjadi
komoditas ekspor. Harga satu unit Raptor mencapai 133,1 juta dolar AS,
dan T-50 juga bukanlah pesawat murah. Adapun Su-35 yang merupakan
generasi setelah “4+” ini dibanderol 30-38 juta dolar AS, yang
menjadikan pesawat tersebut sebagai primadona ekspor berlabel “generasi
5-". Ini bukan hanya sebuah langkah pemasaran yang cantik, namun Su-35
memang dibuat untuk melampaui pesawat tempur generasi “4+” asal Eropa
seperti Rafale dan Eurofighter 2000, serta pesawat tempur yang sudah
dimodernisasi buatan Amerika yakni F-15, F-16, dan F-18. Selain itu,
pesawat Su-35 juga mampu menandingi pesawat generasi kelima, seperti
F-35 dan F-22A. Hal tersebut diakui oleh para pakar dunia Barat,
berdasarkan data-data pemodelan komputer. Kemungkinan fakta inilah yang
menarik perhatian badan militer Indonesia.
Eli Gun Ramaikan Indo Defence 2014
Perusahaan swasta Indonesia, PT Danan
Armaments Technology (DAT) berhasil memproduksi senapan mesin
helikopter. Prototype senapan mesin yang bernama Eli Gun ini dipamerkan
dalam Indo Defence 2014 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Menurut Direktur PT DAT, Dananjaya Trihardjo, senjata multi barrel itu
mampu mengeluarkan 3000 amunisi dalam 1 menit.
“Kita kerjasama dengan perusahaan Italia. Eli gun ini dimaksudkan
untuk keperluan militer, bisa diintergrasikan ke mobil militer, rantis,
kapal perang, helikopter Bolco. Sedang diuji coba,” ujar Danan.
PT DAT pun sedang mengembangkan sendiri amunisi barrel dari senapan
mesin ini dan satu negara dari Timur Tengah disebut Danan sudah
melakukan pendekatan dan menunjukkan ketertarikan seriusnya.
“Ada negara dari Middle East mau beli 200 pucuk. Sudah sangat serius
tertarik. Harga 1 pucuk ini lebih dari 150 ribu USD tapi nggak lebih
mahal dari 300 ribu. TNI malah belum,” kata Danan.
Meski TNI belum tertarik membeli Eli Gun, Danan mengatakan ada
rencana kerjasama antara PT DAT dengan TNI untuk chasis senapan sniper.
PT DAT berhasil membuat chasis yang terbuat dari alumunium dan bisa
mengakomodir beberapa penambahan untuk senapan.
“Kita akan kerjasama dengan pemerintah tapi kita masih akan
menyempurnakan. Ini kita sudah tes juga, bahannya pakai alumunium. Lebih
enteng dari senjata yang lain. Chasis kita bisa akomodir night vision,
termal, lampu. Punya sistem chasis yang bisa menyatu dengan Balistik
eksterior,” Danan menjelaskan.
DAT akan membuat sebuah eksterior untuk meletakan gadget seperti
komputer kecil atau ponsel canggih. Gunanya, gadget tersebut akan
dimasukkan software dari DAT yang terintergrasi dengan chasis dan
berfungsi pada kearutan tembakan sniper.
“Kan setiap tempat beda, bagaimana arah anginnya, kondisi wilayahnya,
dan sebagainya. Jadi nanti ada penghitungannya dengan software itu.
Nanti senapan TNI bisa kita upgrade dengan ini,” tutur Danan.
“Untuk chasis ini kita dapat pesanan dari Itali. Dibeli 100 pucuk
oleh perusahaan Italia untuk keperluan goverment Italia,” pungkasnya. (Detik.com).
Rantis Komodo Varian Recon
Jakarta – Dalam Indo Defence 2014, PT Pindad
meluncurkan Kendaraan taktis militer Komodo 4×4 versi Reconnaissance
yang dilengkapi body antipeluru yang mampu menahan tembakan senjata
mesin 7.62 mm. Rantis Komodo ini telah digunakan oleh Kopassus dan
Brimob.
Komodo versi Recon ini berbasis chasis truk Sherpa Renault yang
dilengkapi transmisi otomatis dengan mesin Renault 4 silinder yang
menghasilkan 230 HP dengan kecepatan maksimal 80km /jam.
Dengan kapasitas tanki 165 liter, Komodo varian Recon ini memiliki
kemampuan jelajah maksimum 450 km. Selain dilengkapi dengan body anti
peluru, Komodo juga menggunakan kaca anti peluru 38mm. Dengan berat 7,5
ton kendaraan taktis ini mampu menampung beban maksimal 1,5 ton untuk
membawa 5 orang prajurit dengan peralatan tempur lengkap.
Rantis Komodo bisa dipasang turret senjata mesin 7,62 mm atau 12,7
mm. Kendaraan Komodo varian Recon memiliki panjang 5,4 m, lebar 2,3 m
dan tinggi 2,2 m. Saat ini TNI AD memesan 40 kendaraan yang 8
diantaranya telah dikirim.
TNI juga tampaknya tertarik dengan Komodo varian mobile artillery
command post dan telah menandatangani kontrak pengadaan 56 unit. Pesanan
akan dikirim tahun 2015, dilengkapi platform peluncur rudal
anti-serangan udara Mistral buatan MBDA. (Armyrecognition)
Jumat, 07 November 2014
Puzzle Pengganti F-5 Tiger
Mari kita tarik rasionalitas pernyataan Panglima TNI Jenderal
Moeldoko tentang pengganti F-5 Tiger -dari sisi lain- yang disebutkan
kandidatnya adalah: SU-35, Gripen dan F-16 Block 52 (tulisan Antara
6/11/2014). Sekarang, “faktor politis”, kita keluarkan (pull out) dari
analisa dan sebagai penggantinya kita masukkan elemen “kerja sama
alutsista/ transfer teknologi”, untuk mendapatkan pandangan yang lebih
luas, tentang pesawat tempur mana yang akan diambil oleh TNI.
Nama Gripen buatan SAAB, Swedia dimasukkan Panglima TNI, sebagai
kandidat pengganti F-5 Tiger. Mari kita lihat eksistensi SAAB Swedia
dalam industri alutsista Indonesia, apakah grafiknya meningkat, flat,
atau malah menurun ?.
Indonesia sudah tidak asing dengan produk alutsista SAAB, meski
skalanya cukup kecil di awal, antara lain dengan pembelian Senjata
Anti-Serangan Udara jarak pendek RBS-70 dan juga radar giraffe.
Hubungan kerjasama alutsista Indonesia dengan SAAB Swedia terus
meningkat, dengan semakin besarnya porsi keterlibatan SAAB Swedia dalam
pembuatan New KRI Klewang, baik sistem penembakan, rudal, radar hingga
desain.
Sebelumnya, SAAB juga terlebih dahulu mengumumkan siap melakukan ToT
100 persen untuk pembangunan jet tempur Gripen di Indonesia.
Dari keterangan itu, ada trend yang cukup signifikan dari perkembangan kerjasama alutsita Indonesia dengan SAAB, Swedia.
Yang menarik, pada saat Indo Defence 2014, Kamis kemarin, PT Pindad
mengatakann akan mengirim sejumlah pegawainya ke SAAB Swedia, untuk
belajar tentang rudal. Persis kalimatnya seperti ini:
“Kami melakukan kerjasama dengan sejumlah produsen seperti CMI
Defence (Cockerill Maintenance & Ingenierie) Belgia, lalu ada SAAB
Swedia dan Rheinmetall Land System dari Jerman,” ucap Pelaksana Tugas
Direktur Utama PT Pindad Tri Hardjono dalam media briefing ‘Pindad and
Partners’ di The Media Hotel Jl. Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Kamis
(06/11/2014).
… Selain kendaraan tempur, sambung Tri, PT Pindad melakukan kerjasama
dengan SAAB Dynamics di bidang pengembangan peluru kendali atau rudal.
Apakah pengiriman tenaga ahli Pindad ke SAAB Swedia, bagian dari
paket pembelian senjata yang lebih besar, termasuk New KRI Klewang dan
pesawat tempur pengganti F-5 ?. Pertanyaan yang belum terjawab. Yang
jelas dari rangkaian itu, trend kerjasama alutsista Indonesia dengan
SAAB Swedia, cukup meningkat tajam.
Bagaimana trend kerjasama transfer teknologi Indonesia dengan Sukhoi
Aviation Corperation, Rusia dan Lockheed Martin, F-16 Block 52 AS ?.
Tampaknya trend kerjasama / ToT dengan kedua fabrikan jet tempur itu
datar-datar saja.
Dengan Asumsi kandidat pengganti F-5 Tiger adalah: SU-35, Gripen dan
F-16 Block 52, jika faktor “pengembangan teknologi” dimasukkan dalam
kriteria pemilihan, maka pemenangnya adalah Gripen, SAAB Swedia.
Langganan:
Postingan (Atom)