Setelah perubahan haluan politik di akhir tahun 60-an, praktis kekuatan alutsista Indonesia mengalami kemunduran drastis. Di lini Satuan Kapal Cepat (Satkat), pada masa orde Soekarno, TNI AL begitu disegani dengan adanya KCR (Kapal Cepat Rudal) Komar Class buatan Uni Soviet, selain dibekali kanon laras kembar kaliber 25 mm, Komar Class saat itu menjadi momok yang menakutkan dengan rudal anti kapal SS-N2, atau akrab disebut Styx.
Total TNI AL pernah dilengkapi 12 unit Komar Class, tapi karena embargo suku cadang dari Uni Soviet, pelan-pelan armada Komar Class di grounded. Berdasarkan catatan sejarah, sejumlah kapal Komar Class masih operasional hingga tahun 1978, meski diyakini fungsi rudalnya sudah tidak aktif. Bahkan, Jane’s Fighting Ship (1983-1984) menyebutkan Komar Class baru resmi pensiun dari kedinasan TNI AL pada tahun 1985. Era Orde Baru (Orba) dibawah Soeharto membawa sentuhan baru dalam industrialisasi, seperti dibukanya keran investasi bagi asing, salah satunya di sektor migas. Dan, dampak dari melonjaknya ekspor migas pada dasawarsa 70-an membawa imbas pada perolehan devisa. Dengan bekal devisa yang menguat, di periode 1975 – 1980, Indonesia pun banyak melakukan pembelian alutsista untuk mengejar ketertinggalan dari Negara Tetangga.
Kapal Cepat Komar saat melepaskan Styx
KRI Rencong 622.
Di matra laut, TNI AL kebagian beberapa kontrak pengadaan alutsista baru, seperti frigat Fatahillah Class dari Belanda dan kapal selam Type 209 dari Jerman. Lain dari itu, poros pengadaan alutsista di TNI AL juga berasal dari Korea Selatan. Yang cukup dikenal luas adalah enam unit LST Teluk Semangka Class buatan galangan Tacoma Marine Industries Ltd (KTMI), Korea Selatan pada tahun 1980. Dari keenam LST tersebut, KRI Teluk Semangka 512 kini sudah masuk masa purna tugas. Masih dari galangan yang sama, di periode 1979-1980 TNI AL juga mendapat suguhan alutsista berupa KCR PSK (Patrol Ship Killer) atau dikenal identitas PSSM (Patrol Ship Multi Mission). Sub varian yang diserahkan ke Indonesia adalah PSSM Mark 5. Dalam penyebutan lainnya, KCR asal Negeri Ginseng ini juga dikenal dengan sebutan Dagger Class.
Catatan sejarah menunjukkan pada akhir 1970-an Indonesia membeli empat kapal jenis ini dengan opsi tambahan pembelian sebanyak empat kapal lagi. Namun entah mengapa, sampai sekarang TNI AL hanya menerima pesanan pertama saja. Keempat kapal yang diterima TNI AL yakni KRI Mandau 621, KRI Rencong 622, KRI Badik 623, dan KRI Keris 624. KRI Mandau 621 dan KRI Rencong 622 diserahkan ke TNI AL pada 20 Juli 1979, sedangkan KRI Badik 623 dan KRI Keris diserahkan ke TNI AL pada 1 Februari 1980. Nama-nama kapal tersebut diambil dari jenis senjata tradisional Nusantara, dan hingga kini pun setiap KCR di lingkup Satkat diberi nama dengan identitas senjata tradisional Tanah Air. Mengikuti standar penamaan internasional, keempat KCR PSSM Mk5 ini kemudian disebut sebagai Mandau Class, bersandar pada identitas nama kapal pertama di kelas ini.
KRI Mandau 621
KRI Rencong 622
Dengan komposisi material lambung kapal yang terbuat dari bahan alumunium, KCR Mandau Class sanggup ngebut hingga kecepatan maksimum 41 knots. Pasca pensiunnya Komar Class, secara resmi inilah kapal cepat berpeluru kendali pertama yang digunakan oleh TNI AL. Sesuai dengan klasifikasinya, kapal ini dilengkapi rudal anti kapal Aerospatiale Exocet MM38 buatan Perancis. Ada empat rudal yang bisa dibawa dan ditempatkan di dek belakang. Konfigurasi penempatan dibuat saling bersilang. Dua rudal paling belakang diarahkan ke sisi kiri. Sementara sisanya ke arah kanan. Dengan pemandu radar aktif, Exocet MM38 mampu menghantam sasaran pada jarak 42 km.
Lantaran dipunggawa sebagai kapal berpeluru kendali maka wajar saja bila sejumlah perangkat elektronik juga dijejalkan pada kapal. Untuk menangkis gangguan elektronik lawan sekaligus sebagai pengunci target (radar intercept), PSSM dilengkapi piranti ESM Thomson-CSF seri DR2000S. Selain itu masih ada lagi sistem kendali senjata Selenia NA-18, pengendali tembakan Signaal WM28, dan radar permukaan Racal Decca 1226. Untuk menjaga perangkat elektronik dari kerusakan dan efek over heat, pada kompartemen PIT (Pusat Informasi Tempur) suhu dibuat sedemikian sejuk.
KRI Badik 623
KCR Mandau Class kerap digunakan untuk aktivitas satuan elit Kopaska.
Selain senjata utama berupa rudal Exocet MM38, PSSM Mark 5 juga dibekali senjata lain untuk dukungan tempur. Pada bagian haluan bertengger meriam laras tunggal Bofors 57 mm MK1. Pada sisi kanan dan kiri kubah meriam terdapat rel pelontar chaff/flare sebagai elemen bela diri kapal dari kemungkinan serangan rudal lawan. Secara teknis meriam ini punya daya tembak hingga 200 proyektil per menit serta jarak jangkau hingga 17.000 meter. Masih meriam buatan Bofors, di bagian buritan juga terdapat meriam Bofors 40 mm/70 dengan daya tembak 300 proyektil per menit serta jangkauan 12.000 meter. Meriam ini disematkan tepat di belakang rangkaian peluncur Exocet.
Terakhir masih ada sepasang kanon Rheinmetall kaliber 20 mm yang dioperasikan secara manual. Kanon ini dapat melontarkan 1000 proyektil per menit dengan jangkauan 2.000 meter. Kanon ini juga ideal untuk pertahanan kapal pada serangan permukaan jarak pendek.
Bofors 57mm MK1.
Tampilan konfigurasi rudal MM38 Exocet.
MM38 Exocet Yang Kadaluwarsa
Pada masanya, Exocet MM38 begitu disegani sebagai rudal permukaan ke permukaan (anti kapal). Tapi dalam konteks masa kini, MM38 Exocet jelas sudah out of date. TNI AL pun pernah mengalami kegalalan uji tembak pada jenis rudal ini, bukannya berhasil meluncur, namun rudal ini justru meluncur ke laut. Bila toh masih ada MM38 Exocet yang terpasang, jelas tidak lagi memberi efek deteren. Dalam program upgrade dan re powering, TNI AL disebut-sebut sudah mencanangkan untuk mengganti MM38 Exocet dengan rudal C-802 buatan Cina.
Adopsi C-802 pada KCR Mandau Class menjadikan kapal perang ini punya kemampuan yang sejajar dengan daya pukul frigat Van Speijk yang beberapa diantaranya dibekali C-802, kapal perang TNI AL lainnya yang menggunakan rudal C-802 adalah FPB (Fast Patrol Boat)-57 Nav IV dan Nav V. Sementara jenis KCR 60 dan KCR 40 dipasang dengan tipe rudal C-705. Namun, sayangnya hingga tulisan ini dibuat belum terlihat satu pun dari keempat Mandau Class yang dipasangi peluncur rudal C-802.
Tampilan mock up C-802
Kombinasi Mesin Turbin dan Diesel
Keunggulan dari KCR Mandau Class adalah penggunaan dua jenis mesin. Yakni dua mesin diesel MTU 12V331 TC81 dan sebuah mesin gas turbin GE (General Electric)-Fiat LM2500. Mesin diesel digunakan saat kapal melaju dengan kecepatan rendah, aktivasi mesin diesel turut mengehamt konsumsi bahan bakar. Sementara mesin turbin diaktifkan saat kapal ingin mencapai kecepatan maksimal, tentu dengan konsekuensi konsumsi bahan bakar lebih boros.
Mesin gas turbin memang lebih boros. Saat kapal dengan dua propeller ini melaju pada kecepatan 20 knots maka bahan bakar yang dibutuhkan adalah tiga ton per jam. Bila kecepatan ditingkatkan ke angka 30 knots maka kebutuhan bahan bakar melonjak jadi empat ton per jam. Saat mencapai kecepatan maksimal tercatat kapal butuh pasokan lima ton bahan bakar per jam. Sementara dengan menggunakan mesin diesel, pada kecepatan normal 12 knots, kapal cukup membutuhkan bahan bakar sebanyak sembilan ton untuk kebutuhan berlayar selama sehari penuh. (Gilang Perdana)
Spesifikasi KCR Mandau Class
- Panjang : 53,58 meter
- Beam : 8 meter
- Draught : 1,63 meter
- Kecepatan maksimum : 41 knots
- Kecepatan jelajah : 12 knots
- Jarak jelajah : 4.630 Km pada kecepatan 17 knots
- Mesin : 1 – GE-Fiat LM-2500 gas turbine dan 2 – MTU 12V331 TC81 diesel engine
- Bobot kosong : 255 ton
- Bobot tempur : 290 ton
- Awak kapal : 43 termasuk tujuh perwira
Indomil.