Sejumlah kapal
perang frigate Van Speijk class dan Multi Role Light Frigate (MRLF)
melakukan manuver taktis di perairan Karimunjawa, Jawa Tengah, Minggu
(28/9). Latihan ini bagian dari penyambutan KRI John Lie (JOL)-358 dan
KRI Usman Harun (USH)-359 buatan BAE System Maritime Naval Ship Inggris
yang selanjutnya akan bergabung dengan KRI Bung Tomo (TOM)-357 di
jajaran Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Komando Armada RI wilayah Timur
(Koarmatim) TNI AL. (Suara.com/ Antara/M Risyal Hidayat).
Rabu, 01 Oktober 2014
Pranoto Reksosamodra, nasib tragis jenderal pilihan Soekarno
1 Oktober 1965, seluruh Jakarta dilanda kebingungan. Menteri/Panglima
Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani dan sejumlah jenderal diculik dari
rumah mereka.
Di saat genting itu, Presiden Soekarno menunjuk Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai pelaksana harian Angkatan Darat, pengganti sementara jenderal Yani.
Soekarno menolak usulan tiga jenderal lain. Mayjen Soeharto dianggap keras kepala. Mayjen Moersjid suka berkelahi dan main gebuk. Sementara Mayjen Basuki Rachmat tidak begitu sehat.
Di saat genting itu, Presiden Soekarno menunjuk Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai pelaksana harian Angkatan Darat, pengganti sementara jenderal Yani.
Soekarno menolak usulan tiga jenderal lain. Mayjen Soeharto dianggap keras kepala. Mayjen Moersjid suka berkelahi dan main gebuk. Sementara Mayjen Basuki Rachmat tidak begitu sehat.
Pranoto yang saat itu menjabat Asisten III Men/Pangad bidang personalia
dianggap bisa diterima kalangan yang bertikai. Dia jenderal tanpa ambisi
dan tak memiliki lawan. Pranoto juga mantan Panglima Divisi Diponegoro
Jawa Tengah yang diharapkan dapat mengendalikan anggota divisi yang
terlibat G30S.
Soekarno memerintahkan Pranoto menghadap ke Halim hari itu untuk menemui dirinya. Namun Pranoto tak datang. Dia mematuhi perintah Soeharto yang melarangnya pergi ke Halim.
Saat itu para perwira Angkatan Darat tanpa sepengetahuan Soekarno telah menunjuk Soeharto sebagai pengganti sementara Men/Pangad. Pranoto yang saat itu berada di Mabesad pun menyatakan dukungannya pada Soeharto. Dia merasa Soeharto lebih layak memimpin. Dia manut dilarang Soeharto ke Halim.
"Seandainya saat itu Pranoto bersedia datang ke Halim Perdanakusuma tanggal 1 Oktober 1965, mungkin Soeharto akan dipangkas wewenangnya dan kehilangan kesempatan untuk berkuasa. Tetapi faktanya, sejarah tidak mementingkan kata 'seandainya'," tulis sejarawan Asvi Warman Adam dalam pengantar Buku Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya yang diterbitkan Kompas tahun 2014.
Soekarno memerintahkan Pranoto menghadap ke Halim hari itu untuk menemui dirinya. Namun Pranoto tak datang. Dia mematuhi perintah Soeharto yang melarangnya pergi ke Halim.
Saat itu para perwira Angkatan Darat tanpa sepengetahuan Soekarno telah menunjuk Soeharto sebagai pengganti sementara Men/Pangad. Pranoto yang saat itu berada di Mabesad pun menyatakan dukungannya pada Soeharto. Dia merasa Soeharto lebih layak memimpin. Dia manut dilarang Soeharto ke Halim.
"Seandainya saat itu Pranoto bersedia datang ke Halim Perdanakusuma tanggal 1 Oktober 1965, mungkin Soeharto akan dipangkas wewenangnya dan kehilangan kesempatan untuk berkuasa. Tetapi faktanya, sejarah tidak mementingkan kata 'seandainya'," tulis sejarawan Asvi Warman Adam dalam pengantar Buku Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya yang diterbitkan Kompas tahun 2014.
Kenapa Soekarno
menunjuk Pranoto? Mungkin karena keduanya cukup dekat. Setelah perang
kemerdekaan, Soekarno pernah meminta Pranoto menjadi ajudan presiden.
Saat itu Pranoto menolak dengan halus permintaan Soekarno. Alasannya dia
ingin berkarir sebagai komandan lapangan lebih dulu.
Secara khusus Soekarno pernah menuliskan memo khusus untuk Pranoto tahun 1961. "Kolonel Pranoto, kerjalah baik-baik untuk negara. Bapak percaya penuh kepadamu."
Soekarno pun pernah mengagumi bagaimana Pranoto menjunjung tinggi falsafah Jawa. Dalam sebuah kesempatan, Soekarno memuji kemampuan Pranoto mendalang.
Sementara Soekarno dan Soeharto tak terlalu cocok. Soekarno menjuluki Soeharto opsir koppig atau perwira keras kepala karena pernah menolak perintahnya.
Secara khusus Soekarno pernah menuliskan memo khusus untuk Pranoto tahun 1961. "Kolonel Pranoto, kerjalah baik-baik untuk negara. Bapak percaya penuh kepadamu."
Soekarno pun pernah mengagumi bagaimana Pranoto menjunjung tinggi falsafah Jawa. Dalam sebuah kesempatan, Soekarno memuji kemampuan Pranoto mendalang.
Sementara Soekarno dan Soeharto tak terlalu cocok. Soekarno menjuluki Soeharto opsir koppig atau perwira keras kepala karena pernah menolak perintahnya.
1 Oktober 1965, sejarah dua manusia sudah diputuskan. Posisi Soeharto
makin kuat memimpin Angkatan Darat sementara Pranoto tersingkirkan.
"Pak Pran itu jenderal santun. Dia tidak mau ribut-ribut karena itu dia mematuhi perintah Soeharto dan mendukungnya," kata Imelda Bachtiar, penyunting buku tersebut.
Tanggal 14 Oktober 1965, Soeharto diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Pranoto kehilangan jabatannya dan menjadi perwira tinggi non job.
"Pak Pran itu jenderal santun. Dia tidak mau ribut-ribut karena itu dia mematuhi perintah Soeharto dan mendukungnya," kata Imelda Bachtiar, penyunting buku tersebut.
Tanggal 14 Oktober 1965, Soeharto diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Pranoto kehilangan jabatannya dan menjadi perwira tinggi non job.
Tanggal 16 Februari 1966, Soeharto
memberikan perintah penangkapan untuk Pranoto. Soeharto menuding
Pranoto terlibat G30S. Bahkan Pranoto masuk salah satu gembong gerakan
Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pranoto mencoba menyanggah tudingan yang dialamatkan padanya. Namun percuma, tak ada keadilan atau pengadilan bagi tahanan politik yang sudah dicap PKI.
15 Tahun Pranoto ditahan tanpa diadili. Hak-haknya sebagai perwira tinggi dicabut sejak di tahanan. Tahun 1975, Pranoto tak lagi menerima sepeser pun dari pemerintah.
Pranoto mencoba menyanggah tudingan yang dialamatkan padanya. Namun percuma, tak ada keadilan atau pengadilan bagi tahanan politik yang sudah dicap PKI.
15 Tahun Pranoto ditahan tanpa diadili. Hak-haknya sebagai perwira tinggi dicabut sejak di tahanan. Tahun 1975, Pranoto tak lagi menerima sepeser pun dari pemerintah.
Tanggal 16 Februari 1981, Pranoto dibebaskan dari tahanan. Dia berjalan
kaki ke rumah anak-anaknya di Kramatjati, Jakarta Timur.
Jenderal pilihan Soekarno ini meninggal 9 Juni 1992. Cap tahanan politik belum lepas bahkan saat kematiannya. Nasib Pranoto sama buruknya dengan Soekarno yang meninggal dengan status tahanan rumah.
Jenderal pilihan Soekarno ini meninggal 9 Juni 1992. Cap tahanan politik belum lepas bahkan saat kematiannya. Nasib Pranoto sama buruknya dengan Soekarno yang meninggal dengan status tahanan rumah.
Kisah Jenderal Pranoto, ditahan Soeharto 15 tahun tanpa diadili
Dua pasukan tentara itu saling menodongkan senjata di muka sebuah rumah
di Jl Taman Kimia nomor 3 Jakarta Pusat. Peleton Corps Polisi Militer
(CPM) di sisi luar dan regu pengawal di dalam halaman rumah. Keduanya
sudah dalam posisi siap tembak.
Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra keluar dari rumah. Dia melerai dua pasukan yang nyaris saling tembak di muka rumahnya.
Pranoto meminta komandan regu pengawalnya mundur. "Jangan ada sebutir peluru pun meletus!" teriaknya.
Pranoto lalu memanggil komandan peleton polisi militer. Dia marah. Merasa tersinggung dijemput seperti penjahat seperti itu. Pranoto tahu mereka diperintahkan Menteri/Panglima Angkatan Darat Mayjen Soeharto untuk menangkapnya setelah geger 30 September 1965.
"Aku bukan babi hutan atau harimau liar yang masuk kota. Bubarkan peletonmu itu dan aku akan berangkat tepat di tempat mana dan di saat kapan sesuai surat perintah Men/Pangad ini, dengan tanpa kalian kawal, barang seorang pun," tegas Pranoto.
Komandan polisi militer menurut. Dia dan pasukannya meninggalkan rumah Pranoto dengan bus militer.
16 Februari 1966, itulah episode awal penahanan Jenderal Pranoto. Perwira tinggi asal Bagelen, Purworejo ini kemudian menepati janjinya untuk datang sendiri ke tahanan polisi militer di komplek CPM Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pranoto mengingat di tahanan itu ada seorang perwira tinggi Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang. Ada juga Bung Tomo, tokoh 10 November 1945.
Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra keluar dari rumah. Dia melerai dua pasukan yang nyaris saling tembak di muka rumahnya.
Pranoto meminta komandan regu pengawalnya mundur. "Jangan ada sebutir peluru pun meletus!" teriaknya.
Pranoto lalu memanggil komandan peleton polisi militer. Dia marah. Merasa tersinggung dijemput seperti penjahat seperti itu. Pranoto tahu mereka diperintahkan Menteri/Panglima Angkatan Darat Mayjen Soeharto untuk menangkapnya setelah geger 30 September 1965.
"Aku bukan babi hutan atau harimau liar yang masuk kota. Bubarkan peletonmu itu dan aku akan berangkat tepat di tempat mana dan di saat kapan sesuai surat perintah Men/Pangad ini, dengan tanpa kalian kawal, barang seorang pun," tegas Pranoto.
Komandan polisi militer menurut. Dia dan pasukannya meninggalkan rumah Pranoto dengan bus militer.
16 Februari 1966, itulah episode awal penahanan Jenderal Pranoto. Perwira tinggi asal Bagelen, Purworejo ini kemudian menepati janjinya untuk datang sendiri ke tahanan polisi militer di komplek CPM Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pranoto mengingat di tahanan itu ada seorang perwira tinggi Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang. Ada juga Bung Tomo, tokoh 10 November 1945.
Dalam interograsi awal oleh CPM, Pranoto tak terbukti terlibat G30S. Dia
kemudian dipulangkan tanggal 7 Maret 1966 dan statusnya diubah menjadi
tahanan rumah.
Dua tahun Pranoto menjadi tahanan rumah, dia merasa masalah ini sudah beres. Tiba-tiba 4 Maret 1969 Pranoto kembali ditahan di Inrehab Nirbaya. Pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas tanya jawab soal peristiwa G30S. Tak sekalipun dia dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), apalagi dibawa ke pengadilan.
Dua tahun Pranoto menjadi tahanan rumah, dia merasa masalah ini sudah beres. Tiba-tiba 4 Maret 1969 Pranoto kembali ditahan di Inrehab Nirbaya. Pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas tanya jawab soal peristiwa G30S. Tak sekalipun dia dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), apalagi dibawa ke pengadilan.
Tahun 1970 hingga 1975, Pranoto masih menerima gaji skorsing. Nilainya
tak lebih dari Rp 7.500. Setelah tahun 1975, tak ada lagi uang seperser
pun untuk jenderal bintang dua ini.
Pranoto menolak dituding terlibat G30S. Dia membeberkan bukti-bukti kepada tim pemeriksa pusat tak terlibat gerakan penculikan para jenderal tersebut. Dia berharap bisa menjelaskan secara utuh dan dibawa ke pengadilan untuk menepis tudingan tersebut.
Tapi Pranoto tak pernah diberi kesempatan membela diri. Dia menjalani penahanan di Inrehab Nirbaya dan Rumah Tahanan Militer Boedi Utomo. Pranoto baru bebas tahun 1981, tepat setelah 15 tahun ditahan tanpa proses pengadilan. Pranoto merintis karir dari PETA, kemudian komandan Batalyon TNI, komandan resimen, hingga akhirnya menjabat asisten personalia Menteri Panglima Angkatan Darat. Dia tak pernah absen dalam perang mempertahankan kemerdekaan dan menumpas berbagai pemberontakan.
Pranoto menolak dituding terlibat G30S. Dia membeberkan bukti-bukti kepada tim pemeriksa pusat tak terlibat gerakan penculikan para jenderal tersebut. Dia berharap bisa menjelaskan secara utuh dan dibawa ke pengadilan untuk menepis tudingan tersebut.
Tapi Pranoto tak pernah diberi kesempatan membela diri. Dia menjalani penahanan di Inrehab Nirbaya dan Rumah Tahanan Militer Boedi Utomo. Pranoto baru bebas tahun 1981, tepat setelah 15 tahun ditahan tanpa proses pengadilan. Pranoto merintis karir dari PETA, kemudian komandan Batalyon TNI, komandan resimen, hingga akhirnya menjabat asisten personalia Menteri Panglima Angkatan Darat. Dia tak pernah absen dalam perang mempertahankan kemerdekaan dan menumpas berbagai pemberontakan.
Saat Ahmad Yani diculik gerombolan Untung, Pranotolah yang ditunjuk
Soekarno untuk menjadi pelaksana harian Angkatan Darat. Bukan Soeharto.
Kisah Pranoto menjadi menarik karena Soeharto rupanya menyimpan dendam pada mantan koleganya ini. Pranoto pernah membantu Tim AD membongkar kasus korupsi saat Soeharto menjadi panglima di Jawa Tengah.
Pranoto tak pernah dibawa ke persidangan. Dia mencatat seluruh pengalamannya selama ditahan dalam buku harian. Setelah puluhan tahun disimpan rapat keluarga, kini catatan itu disunting Imelda Bachtiar dan diterbitkan Kompas tahun 2014 dengan judul Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya.
Kisah Pranoto menjadi menarik karena Soeharto rupanya menyimpan dendam pada mantan koleganya ini. Pranoto pernah membantu Tim AD membongkar kasus korupsi saat Soeharto menjadi panglima di Jawa Tengah.
Pranoto tak pernah dibawa ke persidangan. Dia mencatat seluruh pengalamannya selama ditahan dalam buku harian. Setelah puluhan tahun disimpan rapat keluarga, kini catatan itu disunting Imelda Bachtiar dan diterbitkan Kompas tahun 2014 dengan judul Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya.
Sebelumnya sebenarnya catatan Pranoto sudah diterbitkan secara terbatas tahun 2002.
"Saat pertama kali membacanya, tulisan Pak Pran jauh dari kesan amarah atau dendam. Catatan pribadinya banyak menggunakan falsafah Jawa. Banyak sisi hidup Pak Pran yang menarik," kata Imelda Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com pekan lalu.
"Saat pertama kali membacanya, tulisan Pak Pran jauh dari kesan amarah atau dendam. Catatan pribadinya banyak menggunakan falsafah Jawa. Banyak sisi hidup Pak Pran yang menarik," kata Imelda Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com pekan lalu.
Kisah Pranoto ini melengkapi teka-teki potongan misteri G30S yang tak pernah terungkap sempurna.
"Tulisanku ini bukanlah bermaksud menggugat suatu balas budi dari pihak yang berwenang atas sumbangsihku dalam pengabdian pada nusa dan bangsaku. Namun, kesemuanya ini merupakan goresan tuntutan bela diri. Aku menuntut rasa keadilan atas asas-asas Pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa dan negara kita, Indonesia tercinta ini."
Pranoto mungkin bukan putih tanpa cela. Tapi dia juga tak sehitam apa yang dituduhkan Soeharto.
Sejarawan Asvi Warman Adam menilai Pranoto terlempar dari puncak karirnya sebagai jenderal bintang dua dan kemudian menjadi pesakitan politik yang tidak jelas kesalahannya.
"Nama baik Pranoto perlu dipulihkan," tulis Asvi.
"Tulisanku ini bukanlah bermaksud menggugat suatu balas budi dari pihak yang berwenang atas sumbangsihku dalam pengabdian pada nusa dan bangsaku. Namun, kesemuanya ini merupakan goresan tuntutan bela diri. Aku menuntut rasa keadilan atas asas-asas Pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa dan negara kita, Indonesia tercinta ini."
Pranoto mungkin bukan putih tanpa cela. Tapi dia juga tak sehitam apa yang dituduhkan Soeharto.
Sejarawan Asvi Warman Adam menilai Pranoto terlempar dari puncak karirnya sebagai jenderal bintang dua dan kemudian menjadi pesakitan politik yang tidak jelas kesalahannya.
"Nama baik Pranoto perlu dipulihkan," tulis Asvi.
Soeharto dendam Pranoto bongkar kasus korupsinya di Jawa Tengah
Pranoto Reksosamodra sejatinya teman karib Soeharto. Saat Jepang membuka pendidikan Pembela Tanah Air (PETA), kedua pemuda tersebut terpanggil untuk mendaftar.
Pranoto dan Soeharto sama-sama lulus dengan hasil memuaskan sebagai kompandan peleton. Sebentar bertugas, keduanya dipanggil mengikuti pendidikan lanjutan sebagai komandan kompi di Bogor.
Karir Pranoto dan Soeharto juga maju beriringan. Tahun 1948, Letkol Pranoto diangkat menjadi Komandan Brigade IX/Divisi III/Diponegoro di Muntilan, sementara Letkol Soeharto menjadi Komandan Brigade X di Yogyakarta.
Saat Soeharto sebagai komandan serangan Umum 1 Maret, Pranoto dan pasukannya kebagian tugas menyerang Yogyakarta dari Utara lewat Kali Code.
Kolonel Pranoto juga yang menggantikan Kolonel Soeharto menjadi Panglima Tentara & Teritorium IV/Diponegoro. Pada saat itu Panglima menjabat penguasa perang daerah (Paperda).
Di sinilah hubungan kedua perwira Angkatan Darat ini memburuk. Penyebabnya saat tim pemberantasan korupsi Angkatan Darat turun ke daerah-daerah menyelidiki dugaan korupsi para panglima. Tim ini diketuai oleh Brigjen Soengkono.
Pranoto dan Soeharto sama-sama lulus dengan hasil memuaskan sebagai kompandan peleton. Sebentar bertugas, keduanya dipanggil mengikuti pendidikan lanjutan sebagai komandan kompi di Bogor.
Karir Pranoto dan Soeharto juga maju beriringan. Tahun 1948, Letkol Pranoto diangkat menjadi Komandan Brigade IX/Divisi III/Diponegoro di Muntilan, sementara Letkol Soeharto menjadi Komandan Brigade X di Yogyakarta.
Saat Soeharto sebagai komandan serangan Umum 1 Maret, Pranoto dan pasukannya kebagian tugas menyerang Yogyakarta dari Utara lewat Kali Code.
Kolonel Pranoto juga yang menggantikan Kolonel Soeharto menjadi Panglima Tentara & Teritorium IV/Diponegoro. Pada saat itu Panglima menjabat penguasa perang daerah (Paperda).
Di sinilah hubungan kedua perwira Angkatan Darat ini memburuk. Penyebabnya saat tim pemberantasan korupsi Angkatan Darat turun ke daerah-daerah menyelidiki dugaan korupsi para panglima. Tim ini diketuai oleh Brigjen Soengkono.
Kolonel Pranoto menuliskan peristiwa ini dalam catatan pribadinya. Buku
catatan ini kemudian disunting Imelda Bachtiar dan diterbitkan Kompas
tahun 2014 dengan judul Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo
sampai Nirbaya.
Pranoto mengaku memberikan fasilitas dan keleluasaan untuk tim audit tersebut selama bergerak di wilayah militernya.
Pranoto mengaku memberikan fasilitas dan keleluasaan untuk tim audit tersebut selama bergerak di wilayah militernya.
Tim ini menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Kolonel Soeharto
saat menjabat Panglima di Jawa Tengah. Antara lain barter liar,
monopoli cengkeh dari asosiasi gabungan pabrik rokok kretek Jawa Tengah.
Ada juga penjualan besi tua yang disponsori sejumlah pengusaha Tionghoa
seperti Lim Sioe Liong.
Brigjen Soengkono melaporkan hal ini pada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Nasution yang. Soeharto sempat malu dan berniat mengundurkan diri karena kasus ini. Namun Nasution menolaknya.
Nasution pula yang kemudian menyelesaikan kasus ini. Soeharto akan diberi sanksi administrasi sedangkan Pranoto diperintahkan menertibkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Jawa Tengah.
Masalah rupanya belum selesai. Soeharto sudah menaruh dendam pada Pranoto. Dia termakan kasak kusuk yang menyebut Pranotolah yang meminta tim Angkatan Darat menyelidiki masalah ini.
Brigjen Soengkono melaporkan hal ini pada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Nasution yang. Soeharto sempat malu dan berniat mengundurkan diri karena kasus ini. Namun Nasution menolaknya.
Nasution pula yang kemudian menyelesaikan kasus ini. Soeharto akan diberi sanksi administrasi sedangkan Pranoto diperintahkan menertibkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Jawa Tengah.
Masalah rupanya belum selesai. Soeharto sudah menaruh dendam pada Pranoto. Dia termakan kasak kusuk yang menyebut Pranotolah yang meminta tim Angkatan Darat menyelidiki masalah ini.
Wakil Kasad Letjen Gatot Soebroto memanggil kedua anak buahnya ini. Dia meminta keduanya berbaikan. Namun Soeharto sempat menolak.
"Bagaimanapun aku merasa dipermalukan dan dicoreng-moreng oleh sebab perbuatannya," kata Soeharto.
"Bagaimanapun aku merasa dipermalukan dan dicoreng-moreng oleh sebab perbuatannya," kata Soeharto.
Pranoto membela diri. "Demi Allah, laporan-laporan itu bukanlah aku yang
melakukan dan aku pun tak perlu menuduh dari mana ataupun dari siapa
laporan itu dibuat. Hal itu tidak benar dan kalau perlu kolonel dapat
menuntutnya."
Letjen Gatot Subroto menyela perdebatan itu dengan gayanya yang kebapakan. Dia meminta Pranoto dan Soeharto berdamai.
"Kalian seperti anak kecil. Di hadapanku jangan pada bertengkar. Sudah bubar. Ayo pada salaman," kata Gatot.
"Kami terpaksa bersalaman. Betapapun di hati masing-masing terasa hambar," kenang Pranoto melukiskan peristiwa tahun 1960 itu.
Persahabatan dua perwira TNI ini pun berakhir.
Letjen Gatot Subroto menyela perdebatan itu dengan gayanya yang kebapakan. Dia meminta Pranoto dan Soeharto berdamai.
"Kalian seperti anak kecil. Di hadapanku jangan pada bertengkar. Sudah bubar. Ayo pada salaman," kata Gatot.
"Kami terpaksa bersalaman. Betapapun di hati masing-masing terasa hambar," kenang Pranoto melukiskan peristiwa tahun 1960 itu.
Persahabatan dua perwira TNI ini pun berakhir.
Kelak setelah G30S meletus, Mayor Jenderal Soeharto
menahan Mayjen Pranoto dengan tuduhan terlibat aksi militer G30S yang
didalangi PKI. Tanpa pengadilan, Pranoto menjalani penahanan selama 15
tahun.
Sejumlah pihak menyangka dendam Soeharto yang melatarbelakangi penangkapan tersebut. Namun rupanya Pranoto tak mau berburuk sangka.
"Dari catatan Pak Pran, beliau juga tidak tahu apakah karena masalah itu atau yang lain. Karena itu Pak Pran selalu berharap ada pengadilan sehingga bisa menjawab semua tuduhan. Tapi pengadilan tersebut tak pernah ada," kata Imelda Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com.
Sejumlah pihak menyangka dendam Soeharto yang melatarbelakangi penangkapan tersebut. Namun rupanya Pranoto tak mau berburuk sangka.
"Dari catatan Pak Pran, beliau juga tidak tahu apakah karena masalah itu atau yang lain. Karena itu Pak Pran selalu berharap ada pengadilan sehingga bisa menjawab semua tuduhan. Tapi pengadilan tersebut tak pernah ada," kata Imelda Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com.
Sejarawan Asvi Warman Adam menilai cara-cara Soeharto menggandeng
konglomerat dan mendirikan aneka yayasan terus dipertahankan saat dia
menjadi presiden RI. Sama dengan di Jawa Tengah dulu, yayasan yang
didirikan Soeharto selalu diklaim untuk mensejahterakan anggota TNI atau
masyarakat. Namun tentunya Soeharto dan koleganya pun dapat keuntungan.
"Menarik apa yang disampaikan dalam biografi Liem Sioe Liong. Apa yang dia peroleh dari monopoli. Di sisi lain jika Soeharto butuh, dia tinggal minta dana ke Liem. Ini mutualisme," kata Asvi.
"Menarik apa yang disampaikan dalam biografi Liem Sioe Liong. Apa yang dia peroleh dari monopoli. Di sisi lain jika Soeharto butuh, dia tinggal minta dana ke Liem. Ini mutualisme," kata Asvi.
Selasa, 30 September 2014
TNI akan unjuk kekuatan alutsista di Surabaya
Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan unjuk
kekuatan alat utama sistem senjata dalam perayaan HUT TNI ke-69 di
Dermaga Ujung Armatim, Surabaya, Jawa Timur pada 6-7 Oktober 2014.
"Kita akan show of force pada HUT TNI nanti. Ini Sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat," kata Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko setelah membuka kejuaraan lomba unjuk gelar dan konser harmoni piala Panglima TNI 2014 di GOR Ahmad Yani Mabes TNI, Selasa.
Moeldoko mengatakan, unjuk kekuatan alutsista pada saat HUT TNI untuk menunjukkan kepada dunia internasional kekuatan pertahanan yang dimiliki Indonesia.
"Kepada semuanya baik di kawasan, internasional maupun dunia. Bahwa TNI memiliki kekuatan yang cukup. Jadi jangan macam-macam dengan TNI," katanya.
Moeldoko mengatakan, dengan kemampuan alutsista yang sudah dimiliki dan digelar secara bersamaan, juga sekaligus membuktikan pertanggungjawaban kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Pertanggungjawaban selama kepemimpinan beliau (SBY) kepada masyarakat. Panglima TNI memamerkan sebagai wujud kekuatan biar prajurit bangga. Masyarakat bangga memiliki TNI dan memberikan pesan bahwa TNI memiliki tingkat kekuatan cukup baik," ucapnya.
Terkait perayaan HUT, TNI AL dipastikan akan memperlihatkan tiga kapal perang baru jenis frigate yang masing-masing diberi nama KRI Bung Tomo, KRI Usman Harun dan KRI John Lie.
Dua kapal terakhir yang disebutkan diketahui telah tiba di Surabaya, menyusul KRI Bung Tomo yang telah bersandar di lokasi lebih awal.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 merupakan Kapal Perang produksi BAE System Maritime Naval Ship Inggris yang dibeli oleh pemerintah Indonesia.
Ketiga kapal ini memiliki spesifikasi berat 1.940 ton dengan panjang keseluruhan 95 meter, lebar 12,8 meter menggunakan tenaga penggerak mesin 4 X Man B&W ruston diesel engine yang dapat memacu kecepatan mencapai 30 knot dengan daya jelajah 9.000 km.
Adapun persenjataan dimiliki ketiga kapal ini antara lain meriam Oto Melara 76 mm, dua meriam MSI Defence DS 30 B REMSIG 30 mm, peluncur triple BAE System kaliber 324 mm yang berfungsi untuk perang atas air, enam belas tabung peluncur peluru kendali permukaan ke udara VLS MBDA VLS Mica (BAE System), dua tabung peluru kendali MBDA (Aerospatiale) MM-40 Block II Exoxet.
Selain itu, dilengkapi pula perangkat "sensor elektro optic weapon director" bernama Radamec 2500 yang dapat memantau lima sasaran sekaligus dari jarak 18.000 meter.
Sementara itu, TNI Angkatan Udara memamerkan seluruh kekuatan udaranya yang terdiri dari pesawat helikopter, pesawat angkut, pesawat latih maupun pesawat tempur serta unsur Kohanudnas dan Paskhas.
Pesawat helikopter terdiri dari pesawat Bell G-47 Solloy, EC 120 Colibri, SA-330 Puma dan NAS-332 Super Puma. Pesawat angkut terdiri dari Cassa-212, CN-235, CN-235 Maritime Patrol, CN-295, C-130 Hercules, Boeing 737-200 Maritime Patrol, Boeing 737-200 VIP, dan Being 737-400 VIP.
Sedangkan pesawat latih terdiri dari C-34 Charly, Grob G-120 TP-A, dan KT-1B Wong Bee. Sedangkan unsur pesawat tempur terdiri dari EMB-314 Super Tucano, F-5 Tiger II, Hawk 109/209, F-16 A/B, F-16 C/D, T-50 Golden Eagle dan SU-27/30 Sukhoi.
Sementara Kohanudnas menampilkan Radar C-MOG, radar cuaca mobil, dan ATC mobil, serta Korpaskhas menampilkan Satuan antiteror Den Bravo90, Rudal Hunter, Rudal QW serta senjata teranyar Skyshield Misille Gun 35 mm MK-2.
"Kita akan show of force pada HUT TNI nanti. Ini Sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat," kata Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko setelah membuka kejuaraan lomba unjuk gelar dan konser harmoni piala Panglima TNI 2014 di GOR Ahmad Yani Mabes TNI, Selasa.
Moeldoko mengatakan, unjuk kekuatan alutsista pada saat HUT TNI untuk menunjukkan kepada dunia internasional kekuatan pertahanan yang dimiliki Indonesia.
"Kepada semuanya baik di kawasan, internasional maupun dunia. Bahwa TNI memiliki kekuatan yang cukup. Jadi jangan macam-macam dengan TNI," katanya.
Moeldoko mengatakan, dengan kemampuan alutsista yang sudah dimiliki dan digelar secara bersamaan, juga sekaligus membuktikan pertanggungjawaban kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Pertanggungjawaban selama kepemimpinan beliau (SBY) kepada masyarakat. Panglima TNI memamerkan sebagai wujud kekuatan biar prajurit bangga. Masyarakat bangga memiliki TNI dan memberikan pesan bahwa TNI memiliki tingkat kekuatan cukup baik," ucapnya.
Terkait perayaan HUT, TNI AL dipastikan akan memperlihatkan tiga kapal perang baru jenis frigate yang masing-masing diberi nama KRI Bung Tomo, KRI Usman Harun dan KRI John Lie.
Dua kapal terakhir yang disebutkan diketahui telah tiba di Surabaya, menyusul KRI Bung Tomo yang telah bersandar di lokasi lebih awal.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 merupakan Kapal Perang produksi BAE System Maritime Naval Ship Inggris yang dibeli oleh pemerintah Indonesia.
Ketiga kapal ini memiliki spesifikasi berat 1.940 ton dengan panjang keseluruhan 95 meter, lebar 12,8 meter menggunakan tenaga penggerak mesin 4 X Man B&W ruston diesel engine yang dapat memacu kecepatan mencapai 30 knot dengan daya jelajah 9.000 km.
Adapun persenjataan dimiliki ketiga kapal ini antara lain meriam Oto Melara 76 mm, dua meriam MSI Defence DS 30 B REMSIG 30 mm, peluncur triple BAE System kaliber 324 mm yang berfungsi untuk perang atas air, enam belas tabung peluncur peluru kendali permukaan ke udara VLS MBDA VLS Mica (BAE System), dua tabung peluru kendali MBDA (Aerospatiale) MM-40 Block II Exoxet.
Selain itu, dilengkapi pula perangkat "sensor elektro optic weapon director" bernama Radamec 2500 yang dapat memantau lima sasaran sekaligus dari jarak 18.000 meter.
Sementara itu, TNI Angkatan Udara memamerkan seluruh kekuatan udaranya yang terdiri dari pesawat helikopter, pesawat angkut, pesawat latih maupun pesawat tempur serta unsur Kohanudnas dan Paskhas.
Pesawat helikopter terdiri dari pesawat Bell G-47 Solloy, EC 120 Colibri, SA-330 Puma dan NAS-332 Super Puma. Pesawat angkut terdiri dari Cassa-212, CN-235, CN-235 Maritime Patrol, CN-295, C-130 Hercules, Boeing 737-200 Maritime Patrol, Boeing 737-200 VIP, dan Being 737-400 VIP.
Sedangkan pesawat latih terdiri dari C-34 Charly, Grob G-120 TP-A, dan KT-1B Wong Bee. Sedangkan unsur pesawat tempur terdiri dari EMB-314 Super Tucano, F-5 Tiger II, Hawk 109/209, F-16 A/B, F-16 C/D, T-50 Golden Eagle dan SU-27/30 Sukhoi.
Sementara Kohanudnas menampilkan Radar C-MOG, radar cuaca mobil, dan ATC mobil, serta Korpaskhas menampilkan Satuan antiteror Den Bravo90, Rudal Hunter, Rudal QW serta senjata teranyar Skyshield Misille Gun 35 mm MK-2.
Van Speijk Class: “Benteng Laut Nusantara” – Tiga Dasawarsa Flagship Armada Eskorta TNI AL
Meski saat ini terus berdatangan kapal perang Eskorta baru untuk TNI AL, seperti korvet SIGMA Class dan korvet Bung Tomo Class,
tapi identitas kekuatan Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL masih
begitu lekat pada sosok frigat Van Speijk Class. Usia frigat ini memang
tak muda lagi, karena diproduksi pada kurun waktu 1967 – 1968. Tapi
untuk urusan penugasan dan operasional tempur, justru Van Speijk Class
dipercaya jadi maskot unjuk kekuatan TNI AL. Eksistensi Van Speijk Class
saat operasi pembebasan MV Sinar Kudus dari tangan perompak Somalia
pada Maret 2011, serta kemampuannya sebagai platform peluncuran rudal
Yakhont, menjadikan nama Van Speijk masih amat diperhitungkan.
Bagi Gugus Tempur Laut TNI AL, keberadaan frigat Van Speijk sangat
vital, pasalnya di lini frigat, inilah jenis frigat terbanyak yang
dimiliki TNI AL, yakni ada enam unit. Lini frigat lainnya memang ada,
yaitu Fatahillah Class, namun hanya tiga unit.
Sebelumnya TNI AL punya frigat Tribal Class buatan Inggris, jumlahnya
ada 3 unit. Selain itu, kini masih ada frigat latih KRI Ki Hajar
Dewantara 364. Merujuk ke referensi internasional, kini frigat Van
Speijk disebut sebagai Ahmad Yani Class (mengikuti penamaan kapal
pertama di antara sejenis atau lead ship/KRI Ahmad Yani 351). Meski demikian, masih banyak pula yang menyebutnya dengan label asli, Van Speijk.
Merujuk ke sejarahnya, frigat Van Speijk merupakan varian dari frigat
Leander Class (Type-21) buatan Inggris. Sebanyak 26 kapal dibangun
untuk Royal Navy (AL Inggris). Belanda membuatnya sebanyak enam unit
dengan melisensi dengan struktur maupun mekanikalnya. Perbedaan ada pada
sistem manajemen tempur terutama radar yang dibuat Belanda sendiri.
Dalam hal lisensi Belanda tidak sendiri. Australia menempuh langkah
serupa dengan membangun enam kapal berdesain serupa yang dinamai River
class. Begitu pula India membuat sendiri (lisensi) sebanyak enam unit
dan dinamai Nilgiri class. Sekadar catatan, INS Nilgri merupakan kapal
perang kelas frigat pertama yang dibangun secara mandiri oleh India.
Leander class mulai operasional tahun 1965, disusul Van Speijk class
yang berdinas 1965. Pembangunannya berangkat dari kebutuhan mendesak
NATO akan sekelompok frigat yang mampu bergerak cepat, tidak terlalu
berat namun cukup untuk melaksanakan pengawalan di wilayah Laut Utara.
Persenjataannya pun dirancang cukup lengkap sehingga jika diperlukan
mampu beroperasi secara mandiri tanpa harus mekakukan formasi.
Bila menilik tahun usianya, kapal perang buatan Belanda ini merupakan
alutsista yang usianya sudah cukup tua. Meski demikian, letalitasnya
tetap harus diperhitungkan siapa saja yang mencoba jadi lawannya,
lantaran TNI AL secara berkala melakukan peningkatan kemampuan tempur
pada kapal yang pernah jadi andalan armada Belanda di tahun 60-an ini.
Program Repowering
Secara teknis, usia kapal perang permukaan (surface warship) memang bisa sangat panjang. Namun sekali lagi hal itu sangat tergantung dari perawatan dan peningkatan sistem-sistem yang terkandung di dalamnya (propulsi, sensor, manajemen tempur, serta senjata). Mulai 1986, keenam Van Speijk Class mulai dipensiunkan secara bertahap oleh AL Belanda dan dijual ke Indonesia. Dari sisi tenaga, aslinya Van Speijk class dan Leander class ditenagai sepasang mesin turbin uap (steamed turbin) yang mampu menyemburkan daya sebesar 30.000 shp. Daya sebesar itu mampu menggeber kapal hingga 28 knots (52 km per jam). Tentu soal kecepatan menjadi poin penting, mengingat salah satu tugas kapal ini sebagai pemburu kapal selam Uni Soviet.
Secara teknis, usia kapal perang permukaan (surface warship) memang bisa sangat panjang. Namun sekali lagi hal itu sangat tergantung dari perawatan dan peningkatan sistem-sistem yang terkandung di dalamnya (propulsi, sensor, manajemen tempur, serta senjata). Mulai 1986, keenam Van Speijk Class mulai dipensiunkan secara bertahap oleh AL Belanda dan dijual ke Indonesia. Dari sisi tenaga, aslinya Van Speijk class dan Leander class ditenagai sepasang mesin turbin uap (steamed turbin) yang mampu menyemburkan daya sebesar 30.000 shp. Daya sebesar itu mampu menggeber kapal hingga 28 knots (52 km per jam). Tentu soal kecepatan menjadi poin penting, mengingat salah satu tugas kapal ini sebagai pemburu kapal selam Uni Soviet.
Harus diakui jika mesin turbin uap tergolong berat, relatif boros
bahan bakar, dan keseluruhan sistemnya makan tempat serta cenderung
sulit dalam perawatan. Menyikap hal tersebut, TNI yang punya budget
serba ngepas, secara bertahap mulai tahun 2003, mulai melakukan
penggantian sistem propulsi sebagai bagian dari upaya peningatan
performa Van Speijk class. Proyek pertama dimulai pada KRI Karel Satsuit
Tubun 356 yang diganti mesinnya dengan jenis diesel Caterpillar CAT
DITA, disusul kapal lainnya dalam kurun 2007 – 2008.
Pengecualian ada pada KRI Oswald Siahaan 354 yang mesinnya diganti
dengan diesel SEMT Pielstick, mirip (meski dari sub tipe berbeda) dengan
yang mentenagai korvet SIGMA class TNI AL. Dengan repwering, kini Van
Speijk class mampu ngebut 24 knots (45 km per jam). Memang agak turun
kemampuan pada kecepatan dibandingkan mesin turbin uap, namun daya
jelajahnya meningkat lantaran lebih irit konsumsi bahan bakar.
Akselerasi dan kelincahan kapal pun lebih baik lantaran respon semburan
tenaga mesin diesel lebih cepa ketimbang turbin uap.
Upgrade Rudal Hanud
Urusan persenjataan tentu saja tak dilupakan. Dari Belanda, sejatinya sudah ada peningkatan persenjataan sebelum dijual ke Indonesia secara bergelombang mulai tahun 1986. Aslinya, Van Speijk saat digunakan AL Belanda menggunakan Twin mount gun kaliber 113 mm, dan saat dijual ke Indonesia memang sudah diganti dengan meriam reaksi cepat OTO Melara (sekarang Otobreda) kaliber 76 mm yang sudah battle proven. Meriam ini jenis ini juga menjadi senjata andalan pada sisi haluan korvet SIGMA TNI AL.
Urusan persenjataan tentu saja tak dilupakan. Dari Belanda, sejatinya sudah ada peningkatan persenjataan sebelum dijual ke Indonesia secara bergelombang mulai tahun 1986. Aslinya, Van Speijk saat digunakan AL Belanda menggunakan Twin mount gun kaliber 113 mm, dan saat dijual ke Indonesia memang sudah diganti dengan meriam reaksi cepat OTO Melara (sekarang Otobreda) kaliber 76 mm yang sudah battle proven. Meriam ini jenis ini juga menjadi senjata andalan pada sisi haluan korvet SIGMA TNI AL.
Untuk urusan rudal anti kapal, aslinya saat diterima dari Belanda, Van Speijk dibekali rudal jenis RGM-84 Harpoon produksi McDonnell Douglas, AS. Sementara rudal hanud (pertahanan udara)-nya dipercayakan dari jenis SHORAD Seacat buatan Inggris.
Dan ketika usia pakai kedua senjata tersebut sudah berakhir, TNI AL pun
telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penggantian.
Untuk rudal hanud Seacat, diganti dengan Simbad air defence missile system. Simbad merupakan sistem rudal hanud yang dioperasikan secara manual dengan peluncur ganda. Simbad memakai platform rudal Mistral buatan Perancis. Rudal ini berdimensi lebih ringkas dengan jangkauan tembak sekelas Seacat. Sistemnya
pun sudah modular, sehingga jika diperlukan Simbad dapat diganti dengan
peluncur Tetral, jenis SAM yang digunakan pada korvet SIGMA class TNI
AL.
Helikopter
Saat berdinas di AL Belanda, Van Speijk disandingkan dengan helikopter AKS (Anti Kapal Selam) jenis Westland Lynx. Namun, saat Van Speijk menjadi milik TNI AL, varian helikopternya turun kelas. Meski tetap menggunakan jenis helikopter AKS, tapi yang digunakan adalah Westland Wasp. Kedua helikopter AKS ini sama-sama buatan Inggris, bedanya usia Wasp sudah lebih tua dan kuno. Dibandingkan kapal perang TNI AL lainnya, maka Van Speijk punya perlakuan khusus untuk heli, yakni dengan adanya fasilitas hangar.
Saat berdinas di AL Belanda, Van Speijk disandingkan dengan helikopter AKS (Anti Kapal Selam) jenis Westland Lynx. Namun, saat Van Speijk menjadi milik TNI AL, varian helikopternya turun kelas. Meski tetap menggunakan jenis helikopter AKS, tapi yang digunakan adalah Westland Wasp. Kedua helikopter AKS ini sama-sama buatan Inggris, bedanya usia Wasp sudah lebih tua dan kuno. Dibandingkan kapal perang TNI AL lainnya, maka Van Speijk punya perlakuan khusus untuk heli, yakni dengan adanya fasilitas hangar.
Saat Puspenerbal TNI AL memensiunkan Wasp, sebagai penggantinya adalah helikopter NBO-105C
rakitan PT Dirgantara Indonesia. Sayangnya, NBO-105 TNI AL tidak punya
kemampuan AKS. NBO-105 cukup lama menjadi bagian dari frigat Van Speijk.
Karena tak punya kemampuan AKS, paling banter helikopter ringan ini
dipakai untuk dukungan misi SAR, intai terbatas, dan bantuan tembakan
udara ringan, dengan dipasangkannya door gun berupa senapan mesin FN MAG
kaliber 7,62 mm. Besar harapan, bila nantinya peran NBO-105 dapat
digantikan helikopter AKS terbaru TNI AL, AS 565 Panther.
Walau NBO-105 TNI AL tak punya kemampuan AKS, tapi kiprah helikoper
ini cukup lekat bagi armada Van Speijk. Di tahun 1992, helikopter ini
wara wiri dalam operasi Aru Jaya dalam mengusir kapal feri Lusitania
Expresso dari Portugal. Dan kiprah yang paling gress dalam memberi
bantuan tembakan bagi Satgas Gultor TNI saat memburu perompak Somalia.
NBO-105 yang lepas landas dari KRI Abdul Halim Perdanakusuma 355. Dalam
operasi air cover tersebut, NBO-105 dipasangi GPMG FN MAG 7,62
mm dan pemembak sniper. Dalam operasi militer yang dramatis ini, TNI AL
mengerahkan dua Van Speijk Class, yakni KRI Yos Sudarso 353 dan KRI
Abdul Halim Perdanakusuma 355 sebagai kapal komando.
Rudal Anti Kapal
Pasca pensiunnya rudal Harpoon, maka TNI AL kini memasang dua pilihan jenis rudal anti kapal. KRI Oswald Siahaan 354 menjadi yang terdepan, dengan mengadopsi rudal anti kapal tercanggih dan paling ditakuti di Dunia, yaitu rudal supersonic P-800 Yakhont yang hingga kini belum ada tandingannya di kalangan Barat. Perihal profil dan kecanggihan Yakhnont telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu. Selain KRI Oswald Siahaan 354, lima Van Speijk lainnya menggunakan rudal anti kapal besutan Cina, yaitu rudal C-802. Mengenai sepak terjang rudal C-802 yang digunakan Iran dan ditakuti AS ini pun telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu.
Pasca pensiunnya rudal Harpoon, maka TNI AL kini memasang dua pilihan jenis rudal anti kapal. KRI Oswald Siahaan 354 menjadi yang terdepan, dengan mengadopsi rudal anti kapal tercanggih dan paling ditakuti di Dunia, yaitu rudal supersonic P-800 Yakhont yang hingga kini belum ada tandingannya di kalangan Barat. Perihal profil dan kecanggihan Yakhnont telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu. Selain KRI Oswald Siahaan 354, lima Van Speijk lainnya menggunakan rudal anti kapal besutan Cina, yaitu rudal C-802. Mengenai sepak terjang rudal C-802 yang digunakan Iran dan ditakuti AS ini pun telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu.
Di luar semuanya itu, meski dipercanggih sampai bagaimana pun,
namanya usia pakai pastilah akan tiba garis akhirnya. Kini praktis
tinggal TNI AL yang mengeoperasikan turunan keluarga Leander class.
Setelah sebelumnya AL India memensiunkan kapal perang jenis ini pada
awal 2012. AL Selandia juga mengakhiri masa bakti frigat ini pada tahun
2005 silam.
Ada kenangan tersendiri untuk KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356,
penulis di sekitar tahun 1997 pernah mengunjungi kapal perang tersebut
saat bersandar di Dermaga Ujung Koarmatim, Surabaya. Saat itu, Van
Speijk masih tampak dipasangi rudal Harpoon, dan yang menarik perhatian
di dalam kapal terdapat kios kecil yang menjual pernak pernik frigat,
kesempatan emas pun tak dilewatkan, beberapa gantungan kunci dan stiker
logo bertuliskan “KRI Karel Satsuit Tubun 356 – Benteng Laut Nusantara” langsung kami beli sebagai kenang-kenangan. (Haryo Adjie)
Spesifikasi Van Speijk Class
Bobot standar : 2.200 ton
Bobot Tempur Maks : 2.850 ton
Dimensi : 113,4 x 12,5 x 5,8 meter
Propulsi Awal : two geared steam turbines delivering 22,370kW (30,000shp) to two shafts.
Propulsi Baru : 6 have now been re-engined with Caterpillar (5 ships) or SEMT-Pielstick Diesels (1 ship)
Kecepatan mesin lama : 28,5 knots.
Kecepatan mesin baru : 24 knots.
Jangakauan maks : 8.100 km dengan kecepatan 12 knots
Awak kapal : 180
Sensors and processing systems: Radar: LW-03, DA-02, M45, M44
Sonar: Types 170B, 162
Combat system: SEWACO V
Bobot standar : 2.200 ton
Bobot Tempur Maks : 2.850 ton
Dimensi : 113,4 x 12,5 x 5,8 meter
Propulsi Awal : two geared steam turbines delivering 22,370kW (30,000shp) to two shafts.
Propulsi Baru : 6 have now been re-engined with Caterpillar (5 ships) or SEMT-Pielstick Diesels (1 ship)
Kecepatan mesin lama : 28,5 knots.
Kecepatan mesin baru : 24 knots.
Jangakauan maks : 8.100 km dengan kecepatan 12 knots
Awak kapal : 180
Sensors and processing systems: Radar: LW-03, DA-02, M45, M44
Sonar: Types 170B, 162
Combat system: SEWACO V
TNI AU Menerima F-16 C 52ID Gelombang Kedua
Dua pesawat F-16 C 52ID TNI AU
pengiriman tahap kedua sudah mendarat dengan selamat di Lanud Iswahjudi
Madiun pada hari Sabtu (27/9) siang pukul 11.18 WIB setelah meninggalkan
Andersen AFB Guam tepat 5 jam 18 menit sebelumnya. Kedua pesawat
diawaki penerbang dari Tucson Air National Guard dengan nomer ekor
TS-1641 dan TS-1643. Kedua pesawat F-16 C lepas landas dari Andersen
AFB Hawaii pukul 11.00 waktu setempat (06.00 WIB) selanjutnya terbang
dikawal pesawat tanker KC-10 sampai Laut Jawa. Dan akhirnya pada leg
leg terakhir tanggal 27 September kedua pesawat mendarat pada pukul
11.18 WIB di lanud Iswahjudi Madiun dan langsung diparkir di hanggar
Skadron Udara 3.
Perjalanan ditempuh dengan ketinggian
25.000 kaki pada kecepatan 0.8 MN (Mach Number) atau sekitar 480 KTAS
(Knots True Air Speed) melewati Samudera Pasifik yang tenang sebelum
memasuki wilayah Indonesia. Selama perjalanan dilaksanakan air to air
refueling dg pesawat KC-10 dari Travis dengan lima kali pengisian bahan
bakar di udara.
Pesawat touchdown di RW 17 Lanud
Iswahjudi pada pkl 11.18 WIB dan langsung menuju Hanggar Skadron Udara 3
“The Dragon Nest”.Kedua penerbang diterima oleh Komandan Lanud
Iswahjudi yang didampingi segenap pejabat lanud lainnya disamping para
penerbang dari berbagai skadron tempur yang berkumpul di Lanud
Iswahjudi. Pesawat-pesawat terbaru ini rencananya akan
memperkuat formasi Fly Past untuk memeriahkan HUT TNI ke-69 pada
tanggal 7 Oktober 2014 di Surabaya
Kedua pesawat memulai perjalanan panjang
melintasi separuh bumi, dengan berangkat dari Hill AFB Utah pada hari
Senin (22/9) pukul 11.20 waktu setempat dan terbang melintasi Samudera
Pasifik selama enam jam dengan lima kali air refueling berhasil mendarat
di Hickham AFB Hawaii pada pukul 13.05. Selanjutnya para awak pesawat
istirahat sehari Hawaii sebelum melanjutkan perjalanan menuju Andersen
AFB Guam. pada hari Rabu (24/9). Kedua pesawat F-16 C lepas landas
dari Hickham AFB Hawaii pukul 11.06 waktu setempat (04.06 WIB) dengan
dikawal pesawat tanker KC-10 dan delapan jam kemudian pada pukul 14.55
siang waktu Guam mendarat di Andersen AFB.
Kedatangan kedua [esawat merupakan
bagian dari Proyek “Peace Bima Sena II” yaitu pengadaan 24 pesawat F16
C/D-52ID. Seluruh pesawat yang aslinya pesawat F-16 C/D block 25
menjalani upgrading dan refurbished rangka “airframe”
disamping modernisasi sistem “avionic” dan persenjataan di Ogden Air
Logistics Center Hill AFB, Utah.
Rangka pesawat diperkuat, cockpit
diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua system
lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih
baru sebagai otak pesawat ditambahkan agar lahir kembali dengan
kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh.
Pelaksanaan regenerasi meliputi structural/airframe upgrade pesawat hingga
mencapai masa usia pakai (service life) optimal. Tidak hanya itu,
seluruh mesin pesawat tipe F100-PW-220/E telah menjalani upgrade
menjadi baru kembali, khususnya dengan pemasangan system DEEC (Digital
Electronic Engine Computer) baru dan Augmentor Engine baru yang usia
pakainnya dua kali lebih lama. Dan yang terpenting modernisasi avionic pesawat akan meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 52.
Upgrade pesawat F-16 C/D 52ID ini yang
meliputi Modernisasi dan upgrade avionic dan engine pesawat dilaksanakan
untuk meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/ 52,
khususnya dengan pemasangan “otak dan syaraf” baru pesawat
yaitu Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang juga dipakai Block
52+, demikian pula radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kemampuan sesuai
system baru yang dipasang. Juga Improved Modem Data Link 16 untuk
komunikasi data canggih, Embedded GPS/ INS (EGI) block-52 yang
menggabungkan fungsi GPS dan INS dan berguna untuk penembakan JDAM
(Bomb GPS), Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar
Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set
ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/ Flares anti radar/anti rudal. Sedangkan
kemampuan radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan agar mampu mendukung
peralatan dan system baru yang dipasang.
Pesawat ini cukup handal dalam
pertempuran udara karena disamping lincah maka F-16 C/D 52ID TNI AU
juga juga dilengkapi senjata canggih rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder
L/M/X dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C
untuk scenario pertempuran “Beyond Visual Range”. Untuk
menyerang sasaran permukaan pesawat dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar
MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti
runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti
kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar), Improved Data Modem Link 16,
Head Up Display layar lebar terbaru yang kompatibel dengan Helmet
Mounted Cueing System dan Night Vision Google. Dilengkapi navigation dan
targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening, memungkinkan pesawat
untuk operasi tempur malam hari serta mampu melaksanakan missi
Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan
udara musuh.
Kemampuan sistem avionic canggih dan
senjata udara modern serta keunggulan daya jangkau operasi pesawat ini
memungkinkan untuk menghadang setiap penerbangan gelap atau menghantam
sasaran permukaan, baik di luar atau dalam wilayah kedaulatan kita,
pada saat siang atau malam hari tanpa kesulitan.
TNI Angkatan Udara merencanakan armada
baru F-16 C/D 52ID ini akan melengkapi Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi
Madiun dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru. Diharapkan
pada saat pesawat tempur masa depan IFX sudah siap dioperasikan maka
Pengalaman dan pemahaman dari aplikasi penggunaan tehnologi perang udara
modern yang didapat dalam pengoperasian F-16 CD 52ID niscaya akan
sangat membantu memperbaiki perencanaan, pengadaan, pelatihan serta
doktrin dan taktik perang udara TNI AU agar mampu mengungguli kekuatan
udara para pesaing negara kita. Pesawat-pesawat canggih ini
akan menambah kekuatan tempur TNI Angkatan Udara sebagai tulang
punggung Air Power (Kekuatan Dirgantara) kita demi menjaga Keamanan
Nasional Indonesia. (tni-au.mil.id)
Jajaran KRI produksi dalam negeri
Kita harus bangga dengan kemampuan anak anak
bangsa dalam mewujudkan kemandirian bangsa di bidang maritim terutama
pembuatan kapal untuk TNI AL.
FPB-57 atau Fast Patrol Boat 57 m adalah sebuah
rancangan kapal patroli yang dibuat oleh Jerman. Pada perjanjiannya PT.
PAL yang awalnya hanya merakit kapal ini di Surabaya, dan kemudian
akhirnya PT PAL dpt memperoleh hak untuk memproduksi rancangan kapal ini
Kapal Patroli Cepat FPB 57 Nav I
Yg termasuk kapal kelas ini : KRI KAKAP 811, KRI KERAPU 812, KRI TONGKOL 813, KRI BARAKUDA
(dok photo :www.tni.mil.id)
Kapal Patroli Cepat kelas Torpedo FPB 57 Nav II
KRI Andau 650, KRI Singa 651, KRI Tongkak 652 dan KRI Ajak 653
dok photo www.lensaindonesia.com
Kapal Patroli Cepat FPB 57 Nav IV
KRI Pandrong 801 dan KRI Sura 802
(dok photo : http://www.tni.mil.id)
Kapal Patroli Cepat FPB 57 Nav V
KRI Todak 803, KRI Hiu 804, KRI Layang 805 dan KRI Lemadang 806
(dok photo KRI Layang-805 saat meluncurkan rudal C-802 : http://upload.wikimedia.org)
Armada Patroli
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI AL, mempunyai panjang 39-40 meter
Patroli cepat 36-40 meter Fiberglass yg terdiri
dari kelas Boa 9 bh, kelas Viper 5 bh, kelas Kobra 5 bh , kelas Tarihu 4 bh .
Persenjataan rata rata menggunakan
- 1 kanon Oerlikon 20/70 kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 250-320 rpm, jangkauan 4,3 Km dan senapan mesin kaliber 12,7mm
(dok photo :http://store.tempo.co)
Kapal Patroli Cepat 43 Meter (5 September 2013)
Menteri Pertahanan RI dan Panglima TNI beserta rombongan adalah untuk me-launching 2 (dua) buah kapal patroli Jenis PC 43 yakni KRI Pari – 849 dan KRI Sembilang – 850
kedua kapal tersebut adalah karya tangan putra bangsa, produksi dalam
Negeri yang diproduksi oleh PT. Palindo Marine, Tanjung Uncang, Batam.
Kedua kapal patroli jenis PC 43 ini memiliki panjang 43 Meter, Lebar
7,4 Meter memiliki mesin 3×1800 HP (Marine Diesel) dengan kecepatan Max
28 Knot serta memiliki ketahanan dalam kemampuan layar selama 4 (empat)
hari. KRI Pari – 849 akan memperkuat jajaran Satuan Kapal Patroli
(Satrol) Komando Armada RI Kawasan Timur (KOARMATIM), sedangkan KRI
Sembilang – 850 akan memperkuat jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat
(KOARMABAR) di wilayah pangkalan utama Angkatan Laut (Lantamal) II
Padang, Sumatra Barat.
Kapal patroli Jenis PC 43 KRI Pari 849 dan KRI Sembilang 850
dilengkapi dengan Senjata Kanon Kaliber 30 mm sebagai senjata utama di
haluan kapal dan Senjata Mesin Berat Kaliber 12.7 mm pada buritan kapal
tersebut. (www.tni.mil.id)
(batampos.co.id)
Kapal Patroli Cepat 40 meter bahan alumuniun (Desember 2008)
KRI Krait (827) adalah
jenis kapal perang patroli kelas PC-40 yang merupakan hasil desain dari
Fasharkan TNI AL Mentigi dan dibangun bekerja sama dengan PT BES Batam.
Kapal perang ini memiliki panjang badan 40 meter dan dirancang untuk
sanggup melaju hingga kecepatan 20 knot didorong oleh 2 unit mesin
diesel berkekuatan 1250 HP. Badan kapal terbuat dari aluminium alloy.
Kapal cepat rudal/kapal patroli ( 40 m)
KRI Clurit 641, KRI Kujang 642, KRI Beladau dan KRI
Alamang (644), Kapal jenis KCR-40 ini terbuat dari baja khusus High
Tensile Steel pada bagian hulu dan lambung kapal. Sementara untuk
bangunan atas kapal menggunakan Aluminium Alloy, produksi PT Citra dan
Palindo Marine Shipyard Batam.
Baru baru ini Sabtu 27 september 2014,
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo
Yusgiantoro menerima dan meresmikan lima unit Kapal Perang Indonesia
(KRI) buatan dua perusahaan galangan kapal Batam, Sabtu (27/9) siang.
KRI yang diresmikan itu di antaranya KRI Surik-645, KRI Siwar-646, KRI
Parang-647 dan KRI Terapang-648 dan KRI Sidat-851.
Lima unit KRI perang itu semuanya asli buatan Batam. KRI Surik 645, KRI Siwar 646 dan KRI Parang 647 dibuat oleh PT Palindo Marine di Tanjunguncang. Sedangkan KRI Sidat dan KRI Teripang dibuat PT Citra Shipyard.
Purnomo mengatakan, lima KRI yang
diterima dan diluncurkan itu merupakan jenis kapal cepat cepat rudal
(KCR). Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan sistem persenjataan modern
yang dikenal dengan sensor weapon control (sewaco). Di antaranya meriam
kaliber 30 MM, 6 laras panjang sebagai sistem pertempuran jarak dekat
dan 2 set rudal C-705.
Bagian lambung KCR ini terbuat dari baja
khusus high tensile steel. Kapal dengan sistem pendorong fixed
propeller lima daun itu juga dilengkapi dua unit senjata kaliber 20 MM
di anjungan kapal. ”Empat KRI yang diluncurkan sudah resmi masuk jajaran
armada TNI,” kata Purnomo di Pelabuan Batuampar. (www.jpnn.com)
(www.jpnn.com)
Kapal cepat rudal yang mempunyai panjang 60 meter, terdiri KRI Sampari 628, KRI Tombak 629, KRI Halasan 630
“KCR 60 meter ini pengembangan dari kapal patroli cepat (FPB-57) yang telah kami bangun sebelumnya,” ujarnya.
Sebelumnya, jelas dia, pihaknya telah menyerahkan KCR-60 meter
pertama, yang dibaptis dengan nama KRI Sampari-628 pada 28 Mei lalu,
diikuti KRI Tombak-629 pada 27 Agustus 2014.
Selanjutnya KCR 60/KRI Halasan-630 itu dibaptis dan diresmikan Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro.
Sumber : www.antaranews.com
photo.sindonews.com
Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro
(kiri), bersama Wakil Kepala Staf TNI AL, Laksamana Madya TNI Didit
Herdiawan (kedua kiri), dan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero), M
Firmansyah Arifin (tengah), usai berkunjung geladak KRI Halasan-630
jenis Kapal Cepat Rudal (KCR)-60 Meter, di Surabaya, Rabu (17/9). KRI
Hasalan-630 yang merupakan kapal perang jenis KCR-60 Meter terakhir
pesanan TNI AL itu, menambah jajaran armada laut dalam mengamankan
wilayah Indonesia. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Armada Pendukung :
Landing Platform Dock
LPD (Landing Platform Dock) seperti KRI Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593, Keduanya dibangun di PT PAL Indonesia
KRI Banjarmasin-592 merupakan salah satu
dari empat kapal LPD yang dipesan TNI Angkatan Laut. Dua unit kapal
dikerjakan di Korea Selatan yaitu KRI Makasar-590 dan KRI Surabaya-591,
sedangkan dua unit lainnya yaitu KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda
Aceh-593 dikerjakan di galangan kapal PT PAL Surabaya dengan menerapkan
prinsip transfer of technology (ToT) dengan pengawasan tenaga ahli dari
galangan kapal Dae Sun Shipbuilding, Korea Selatan.
Seperti halnya kapal jenis LPD lainnya,
KRI Banjarmasin-592 mampu menampung lima helikopter, tiga helikopter di
dek, dan dua helikopter di dalam hanggar. Kapal ini juga dirancang mampu
mengangkut 22 tank, juga dapat mengangkut kombinasi 20 truk dan 13
tank, 560 pasukan, dan 126 awak. Selain berfungsi untuk memobilisasi
pasukan, kapal sepanjang 125 meter x 22 meter ini juga dapat digunakan
untuk fungsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP), seperti membawa
logistik ke daerah bencana alam, operasi kemanusiaan, dan lainnya. KRI
Banjarmasin-592 memiliki berat 7.300 ton, dan dapat melaju maksimal
hingga kecepatan 15,4 knot. Sebagai kapal perang TNI AL, KRI
Banjarmasin-592 dipersenjatai dengan satu unit meriam kaliber 57 mm, dan
dua unit meriam kaliber 40 mm. (www.tnial.mil.id)
Landing Ship Tank
Kelas LST 117 meter (LST)
buatan PT. Dok dan Perkapalan (DKB) Kodja Bahari (kemenhan pesan 2 bh), Jakarta dan ke PT. Daya Radar Utama (KRI Teluk Bintuni)
Lampung – Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro meresmikan kapal jenis “landing ship tank” (LST), yakni
Kapal Republik Indonesia (KRI) Teluk Bintuni 520 yang merupakan hasil
produksi industri galangan kapal dalam negeri.
KRI Teluk Bintuni 520 memiliki panjang 120 meter, dapat mencapai
kecepatan 16.000 knot, didukung dua unit mesin yang masing-masing
berkapasitas 3.285 KW.
Kapal yang dibangun dengan biaya sekitar Rp 160 miliar dan dikerjakan
selama 16 bulan ini mampu mengangkut hingga 10 unit tank Leopard buatan
Jerman seberat 62,5 ton ditambah 120 orang awak kapal dan 300 orang
pasukan. (BeritaSatu.com).
KRI Teluk Bintuni | http://www.saibumi.com
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meresmikan KRI Bintuni 520 di Lampung (photo: Antara)
Kapal jenis Bantu Cair Minyak (BCM)
KRI Tarakan-905 merupakan kapal jenis Bantu Cair Minyak (BCM),
produksi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), Jakarta Utara.
KRI Tarakan-905 memiliki panjang keseluruhan 122,40 m, panjang garis
tegak 113,90 m, lebar 16,50 m, tinggi 9,00 m, kecepatan maksimal 18
knots, jarak jelajah 7.680 nm, kapasitas muatan cair 5.500 matrik,
tenaga penggerak utama berjumlah dua buah daya 6.114 PS, berat baja
2.400 ton, dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller. (Jurnas.com).
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didampingi KSAL Laksamana Marsetio
meresmikan KRI Tarakan-905,di Jakarta. (Photo: Dispenal)
Yang masih dalam proses produksi :
SIGMA 10514 Guided Missile Frigate, PKR – Perusak Kawal Rudal, PT
PAL akan membuat tiga unit kapal perusak kawal rudal 105
(PKR-105)/Frigate nomor 1. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana
Marsetio mengatakan proyek ini menggandeng Damen Schelde Naval
Shipbuilding (DSNS), Belanda. “Kami produksi bersama DSNS, Belanda,
dalam kerangka transfer of techonolgy,” kata Marsetio di sela-sela Keel Laying modul 2 seksi 231 PKR-105 di PT PAL (Persero), Rabu, 16 April 2014 (www.tempo.co)
Kapal Selam Kelas Changbogo,
Kementerian Pertahanan
menunjuk PT PAL Indonesia memproduksi satu unit kapal selam guna
memperkuat keamanan Indonesia, terutama dalam menjaga alur dan
kedaulatan negeri ini.
“Upaya ini sesuai penunjukan PT PAL Indonesia sebagai lead integrator
pembangunan alutsista kapal perang,” kata Menteri Pertahanan, Purnomo
Yusgiantoro, ditemui pada serah terima kapal cepat berpeluru kendali KRI
Halasan-630, di dermaga PT PAL Indonesia, di Surabaya, Rabu.
Untuk merealisasi kapal selam itu,
ungkap dia, PT PAL Indonesia akan mendapatkan kucuran penyertaan modal
negara sebesar Rp1,5 triliun untuk membangun tiga unit kapal selam,
alias Rp500 miliar perunit.
“Sebanyak dua unit kapal selam akan
dibangun di Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME), Korea
Selatan. Lalu, satu unit dibangun di PT PAL Indonesia,” katanya. (www.antaranews.com)
Kapal Selam Changbogo Korea Selatan (Photo: MC2 Benjamin Stevens/United States Navy)
Demikian sekilas hasil
karya anak Bangsa , dan marilah kita dukung mewujudkan kemandirian
bangsa di bidang maritim terutama pembuatan kapal untuk TNI AL.
“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno).(Dirangkum dgn berbagai sumber berita)
JKGR.
Langganan:
Postingan (Atom)