Meski saat ini terus berdatangan kapal perang Eskorta baru untuk TNI AL, seperti korvet SIGMA Class dan korvet Bung Tomo Class,
tapi identitas kekuatan Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL masih
begitu lekat pada sosok frigat Van Speijk Class. Usia frigat ini memang
tak muda lagi, karena diproduksi pada kurun waktu 1967 – 1968. Tapi
untuk urusan penugasan dan operasional tempur, justru Van Speijk Class
dipercaya jadi maskot unjuk kekuatan TNI AL. Eksistensi Van Speijk Class
saat operasi pembebasan MV Sinar Kudus dari tangan perompak Somalia
pada Maret 2011, serta kemampuannya sebagai platform peluncuran rudal
Yakhont, menjadikan nama Van Speijk masih amat diperhitungkan.
Bagi Gugus Tempur Laut TNI AL, keberadaan frigat Van Speijk sangat
vital, pasalnya di lini frigat, inilah jenis frigat terbanyak yang
dimiliki TNI AL, yakni ada enam unit. Lini frigat lainnya memang ada,
yaitu Fatahillah Class, namun hanya tiga unit.
Sebelumnya TNI AL punya frigat Tribal Class buatan Inggris, jumlahnya
ada 3 unit. Selain itu, kini masih ada frigat latih KRI Ki Hajar
Dewantara 364. Merujuk ke referensi internasional, kini frigat Van
Speijk disebut sebagai Ahmad Yani Class (mengikuti penamaan kapal
pertama di antara sejenis atau lead ship/KRI Ahmad Yani 351). Meski demikian, masih banyak pula yang menyebutnya dengan label asli, Van Speijk.
Merujuk ke sejarahnya, frigat Van Speijk merupakan varian dari frigat
Leander Class (Type-21) buatan Inggris. Sebanyak 26 kapal dibangun
untuk Royal Navy (AL Inggris). Belanda membuatnya sebanyak enam unit
dengan melisensi dengan struktur maupun mekanikalnya. Perbedaan ada pada
sistem manajemen tempur terutama radar yang dibuat Belanda sendiri.
Dalam hal lisensi Belanda tidak sendiri. Australia menempuh langkah
serupa dengan membangun enam kapal berdesain serupa yang dinamai River
class. Begitu pula India membuat sendiri (lisensi) sebanyak enam unit
dan dinamai Nilgiri class. Sekadar catatan, INS Nilgri merupakan kapal
perang kelas frigat pertama yang dibangun secara mandiri oleh India.
Leander class mulai operasional tahun 1965, disusul Van Speijk class
yang berdinas 1965. Pembangunannya berangkat dari kebutuhan mendesak
NATO akan sekelompok frigat yang mampu bergerak cepat, tidak terlalu
berat namun cukup untuk melaksanakan pengawalan di wilayah Laut Utara.
Persenjataannya pun dirancang cukup lengkap sehingga jika diperlukan
mampu beroperasi secara mandiri tanpa harus mekakukan formasi.
Bila menilik tahun usianya, kapal perang buatan Belanda ini merupakan
alutsista yang usianya sudah cukup tua. Meski demikian, letalitasnya
tetap harus diperhitungkan siapa saja yang mencoba jadi lawannya,
lantaran TNI AL secara berkala melakukan peningkatan kemampuan tempur
pada kapal yang pernah jadi andalan armada Belanda di tahun 60-an ini.
Program Repowering
Secara teknis, usia kapal perang permukaan (surface warship) memang bisa sangat panjang. Namun sekali lagi hal itu sangat tergantung dari perawatan dan peningkatan sistem-sistem yang terkandung di dalamnya (propulsi, sensor, manajemen tempur, serta senjata). Mulai 1986, keenam Van Speijk Class mulai dipensiunkan secara bertahap oleh AL Belanda dan dijual ke Indonesia. Dari sisi tenaga, aslinya Van Speijk class dan Leander class ditenagai sepasang mesin turbin uap (steamed turbin) yang mampu menyemburkan daya sebesar 30.000 shp. Daya sebesar itu mampu menggeber kapal hingga 28 knots (52 km per jam). Tentu soal kecepatan menjadi poin penting, mengingat salah satu tugas kapal ini sebagai pemburu kapal selam Uni Soviet.
Secara teknis, usia kapal perang permukaan (surface warship) memang bisa sangat panjang. Namun sekali lagi hal itu sangat tergantung dari perawatan dan peningkatan sistem-sistem yang terkandung di dalamnya (propulsi, sensor, manajemen tempur, serta senjata). Mulai 1986, keenam Van Speijk Class mulai dipensiunkan secara bertahap oleh AL Belanda dan dijual ke Indonesia. Dari sisi tenaga, aslinya Van Speijk class dan Leander class ditenagai sepasang mesin turbin uap (steamed turbin) yang mampu menyemburkan daya sebesar 30.000 shp. Daya sebesar itu mampu menggeber kapal hingga 28 knots (52 km per jam). Tentu soal kecepatan menjadi poin penting, mengingat salah satu tugas kapal ini sebagai pemburu kapal selam Uni Soviet.
Harus diakui jika mesin turbin uap tergolong berat, relatif boros
bahan bakar, dan keseluruhan sistemnya makan tempat serta cenderung
sulit dalam perawatan. Menyikap hal tersebut, TNI yang punya budget
serba ngepas, secara bertahap mulai tahun 2003, mulai melakukan
penggantian sistem propulsi sebagai bagian dari upaya peningatan
performa Van Speijk class. Proyek pertama dimulai pada KRI Karel Satsuit
Tubun 356 yang diganti mesinnya dengan jenis diesel Caterpillar CAT
DITA, disusul kapal lainnya dalam kurun 2007 – 2008.
Pengecualian ada pada KRI Oswald Siahaan 354 yang mesinnya diganti
dengan diesel SEMT Pielstick, mirip (meski dari sub tipe berbeda) dengan
yang mentenagai korvet SIGMA class TNI AL. Dengan repwering, kini Van
Speijk class mampu ngebut 24 knots (45 km per jam). Memang agak turun
kemampuan pada kecepatan dibandingkan mesin turbin uap, namun daya
jelajahnya meningkat lantaran lebih irit konsumsi bahan bakar.
Akselerasi dan kelincahan kapal pun lebih baik lantaran respon semburan
tenaga mesin diesel lebih cepa ketimbang turbin uap.
Upgrade Rudal Hanud
Urusan persenjataan tentu saja tak dilupakan. Dari Belanda, sejatinya sudah ada peningkatan persenjataan sebelum dijual ke Indonesia secara bergelombang mulai tahun 1986. Aslinya, Van Speijk saat digunakan AL Belanda menggunakan Twin mount gun kaliber 113 mm, dan saat dijual ke Indonesia memang sudah diganti dengan meriam reaksi cepat OTO Melara (sekarang Otobreda) kaliber 76 mm yang sudah battle proven. Meriam ini jenis ini juga menjadi senjata andalan pada sisi haluan korvet SIGMA TNI AL.
Urusan persenjataan tentu saja tak dilupakan. Dari Belanda, sejatinya sudah ada peningkatan persenjataan sebelum dijual ke Indonesia secara bergelombang mulai tahun 1986. Aslinya, Van Speijk saat digunakan AL Belanda menggunakan Twin mount gun kaliber 113 mm, dan saat dijual ke Indonesia memang sudah diganti dengan meriam reaksi cepat OTO Melara (sekarang Otobreda) kaliber 76 mm yang sudah battle proven. Meriam ini jenis ini juga menjadi senjata andalan pada sisi haluan korvet SIGMA TNI AL.
Untuk urusan rudal anti kapal, aslinya saat diterima dari Belanda, Van Speijk dibekali rudal jenis RGM-84 Harpoon produksi McDonnell Douglas, AS. Sementara rudal hanud (pertahanan udara)-nya dipercayakan dari jenis SHORAD Seacat buatan Inggris.
Dan ketika usia pakai kedua senjata tersebut sudah berakhir, TNI AL pun
telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penggantian.
Untuk rudal hanud Seacat, diganti dengan Simbad air defence missile system. Simbad merupakan sistem rudal hanud yang dioperasikan secara manual dengan peluncur ganda. Simbad memakai platform rudal Mistral buatan Perancis. Rudal ini berdimensi lebih ringkas dengan jangkauan tembak sekelas Seacat. Sistemnya
pun sudah modular, sehingga jika diperlukan Simbad dapat diganti dengan
peluncur Tetral, jenis SAM yang digunakan pada korvet SIGMA class TNI
AL.
Helikopter
Saat berdinas di AL Belanda, Van Speijk disandingkan dengan helikopter AKS (Anti Kapal Selam) jenis Westland Lynx. Namun, saat Van Speijk menjadi milik TNI AL, varian helikopternya turun kelas. Meski tetap menggunakan jenis helikopter AKS, tapi yang digunakan adalah Westland Wasp. Kedua helikopter AKS ini sama-sama buatan Inggris, bedanya usia Wasp sudah lebih tua dan kuno. Dibandingkan kapal perang TNI AL lainnya, maka Van Speijk punya perlakuan khusus untuk heli, yakni dengan adanya fasilitas hangar.
Saat berdinas di AL Belanda, Van Speijk disandingkan dengan helikopter AKS (Anti Kapal Selam) jenis Westland Lynx. Namun, saat Van Speijk menjadi milik TNI AL, varian helikopternya turun kelas. Meski tetap menggunakan jenis helikopter AKS, tapi yang digunakan adalah Westland Wasp. Kedua helikopter AKS ini sama-sama buatan Inggris, bedanya usia Wasp sudah lebih tua dan kuno. Dibandingkan kapal perang TNI AL lainnya, maka Van Speijk punya perlakuan khusus untuk heli, yakni dengan adanya fasilitas hangar.
Saat Puspenerbal TNI AL memensiunkan Wasp, sebagai penggantinya adalah helikopter NBO-105C
rakitan PT Dirgantara Indonesia. Sayangnya, NBO-105 TNI AL tidak punya
kemampuan AKS. NBO-105 cukup lama menjadi bagian dari frigat Van Speijk.
Karena tak punya kemampuan AKS, paling banter helikopter ringan ini
dipakai untuk dukungan misi SAR, intai terbatas, dan bantuan tembakan
udara ringan, dengan dipasangkannya door gun berupa senapan mesin FN MAG
kaliber 7,62 mm. Besar harapan, bila nantinya peran NBO-105 dapat
digantikan helikopter AKS terbaru TNI AL, AS 565 Panther.
Walau NBO-105 TNI AL tak punya kemampuan AKS, tapi kiprah helikoper
ini cukup lekat bagi armada Van Speijk. Di tahun 1992, helikopter ini
wara wiri dalam operasi Aru Jaya dalam mengusir kapal feri Lusitania
Expresso dari Portugal. Dan kiprah yang paling gress dalam memberi
bantuan tembakan bagi Satgas Gultor TNI saat memburu perompak Somalia.
NBO-105 yang lepas landas dari KRI Abdul Halim Perdanakusuma 355. Dalam
operasi air cover tersebut, NBO-105 dipasangi GPMG FN MAG 7,62
mm dan pemembak sniper. Dalam operasi militer yang dramatis ini, TNI AL
mengerahkan dua Van Speijk Class, yakni KRI Yos Sudarso 353 dan KRI
Abdul Halim Perdanakusuma 355 sebagai kapal komando.
Rudal Anti Kapal
Pasca pensiunnya rudal Harpoon, maka TNI AL kini memasang dua pilihan jenis rudal anti kapal. KRI Oswald Siahaan 354 menjadi yang terdepan, dengan mengadopsi rudal anti kapal tercanggih dan paling ditakuti di Dunia, yaitu rudal supersonic P-800 Yakhont yang hingga kini belum ada tandingannya di kalangan Barat. Perihal profil dan kecanggihan Yakhnont telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu. Selain KRI Oswald Siahaan 354, lima Van Speijk lainnya menggunakan rudal anti kapal besutan Cina, yaitu rudal C-802. Mengenai sepak terjang rudal C-802 yang digunakan Iran dan ditakuti AS ini pun telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu.
Pasca pensiunnya rudal Harpoon, maka TNI AL kini memasang dua pilihan jenis rudal anti kapal. KRI Oswald Siahaan 354 menjadi yang terdepan, dengan mengadopsi rudal anti kapal tercanggih dan paling ditakuti di Dunia, yaitu rudal supersonic P-800 Yakhont yang hingga kini belum ada tandingannya di kalangan Barat. Perihal profil dan kecanggihan Yakhnont telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu. Selain KRI Oswald Siahaan 354, lima Van Speijk lainnya menggunakan rudal anti kapal besutan Cina, yaitu rudal C-802. Mengenai sepak terjang rudal C-802 yang digunakan Iran dan ditakuti AS ini pun telah kami bahas tuntas di artikel terdahulu.
Di luar semuanya itu, meski dipercanggih sampai bagaimana pun,
namanya usia pakai pastilah akan tiba garis akhirnya. Kini praktis
tinggal TNI AL yang mengeoperasikan turunan keluarga Leander class.
Setelah sebelumnya AL India memensiunkan kapal perang jenis ini pada
awal 2012. AL Selandia juga mengakhiri masa bakti frigat ini pada tahun
2005 silam.
Ada kenangan tersendiri untuk KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356,
penulis di sekitar tahun 1997 pernah mengunjungi kapal perang tersebut
saat bersandar di Dermaga Ujung Koarmatim, Surabaya. Saat itu, Van
Speijk masih tampak dipasangi rudal Harpoon, dan yang menarik perhatian
di dalam kapal terdapat kios kecil yang menjual pernak pernik frigat,
kesempatan emas pun tak dilewatkan, beberapa gantungan kunci dan stiker
logo bertuliskan “KRI Karel Satsuit Tubun 356 – Benteng Laut Nusantara” langsung kami beli sebagai kenang-kenangan. (Haryo Adjie)
Spesifikasi Van Speijk Class
Bobot standar : 2.200 ton
Bobot Tempur Maks : 2.850 ton
Dimensi : 113,4 x 12,5 x 5,8 meter
Propulsi Awal : two geared steam turbines delivering 22,370kW (30,000shp) to two shafts.
Propulsi Baru : 6 have now been re-engined with Caterpillar (5 ships) or SEMT-Pielstick Diesels (1 ship)
Kecepatan mesin lama : 28,5 knots.
Kecepatan mesin baru : 24 knots.
Jangakauan maks : 8.100 km dengan kecepatan 12 knots
Awak kapal : 180
Sensors and processing systems: Radar: LW-03, DA-02, M45, M44
Sonar: Types 170B, 162
Combat system: SEWACO V
Bobot standar : 2.200 ton
Bobot Tempur Maks : 2.850 ton
Dimensi : 113,4 x 12,5 x 5,8 meter
Propulsi Awal : two geared steam turbines delivering 22,370kW (30,000shp) to two shafts.
Propulsi Baru : 6 have now been re-engined with Caterpillar (5 ships) or SEMT-Pielstick Diesels (1 ship)
Kecepatan mesin lama : 28,5 knots.
Kecepatan mesin baru : 24 knots.
Jangakauan maks : 8.100 km dengan kecepatan 12 knots
Awak kapal : 180
Sensors and processing systems: Radar: LW-03, DA-02, M45, M44
Sonar: Types 170B, 162
Combat system: SEWACO V