Sabtu, 27 September 2014

Gannet : Pesawat AKS TNI-AL Tempo Doeloe

Gannet di museum Satria<br />
Mandala” title=”Gannet-10″ width=”300″ height=”203″ class=”size-medium wp-image-317″ /><p class=Gannet di museum Satria Mandala

Dengan luas wilayah laut yang begitu luas, ironis bagi kekuatan angkatan laut Indonesia yang saat ini tak memiliki satuan pesawat AKS (anti kapal selam). Walau ada Boeing 737 surveillance, N22 Nomad dan CN-235 MPA (maritim patrol aircraft), kedua pesawat tadi hanya sebatas mampu melakukan fungsi pengintaian, tanpa bisa melakukan aksi tindakan bila ada ancaman kapal selam. Maklum Boeing 737, Nomad dan CN-235 MPA tidak dibekali senjata ke permukaan.
Dua bilah baling-baling menjadi ciri khas Gannet
Dua bilah baling-baling menjadi ciri khas Gannet

Tambah miris lagi perasaan kita, justru negeri tetangga – Thailand, Filipina dan Singapura kini punya armada pesawat AKS (anti kapal selam), yakni Fokker F-27 Enforcer yang dirancang bisa menggotong rudal Harpoon, AM39 Exocet dan Sea Skua. Hakikatnya pesawat AKS adalah pesawat pengintai maritim juga yang dilengkapi radar dan sensor untuk mendeteksi obyek di permukaan dan bawah laut. Tapi ada peran yang ditambahkan dari pesawat intai maritim biasa, yakni kemampuan aksi untuk menghancurkan keberadaan kapal selam.
Sayap Gannet bisa dilipat untuk pengoperasian di kapal induk
Sayap Gannet bisa dilipat untuk pengoperasian di kapal induk

Sedikit mengintip ke sejarah masa lampau, TNI-AL lewat korps Penerbal (Penerbangan Angkatan Laut) pernah memiliki armada pesawat AKS buatan Inggris. Pesawat yang dimaksud adalah Fairey Gannet. Pesawat ini sangat khas, pertama karena sosoknya yang terlihat tambun dan kedua, Gannet punya dua bilah baling-baling yang sejajar di bagian hidung. Dua bilah baling-baling ini berputar saling berlawanan arah. Masuknya pesawat AKS jenis Ganet ke jajaran TNI-AL diawali dengan kontrak pembelian pesawat Gannet tipe AS-4 dan T-5 oleh KSAL dengan pihak Fairey Aviation Ltd (Inggris) pada tanggal 27 Januari 1959 di Jakarta.
Gannet milik AL Jerman
Gannet milik AL Jerman

Sebagai pesawat AKS, Gannet dirancang untuk bisa beroperasi dari landasan kapal induk, untuk itu sayap Gannet dapat dilipat dan untuk pendaratan dilengkapi pengait. Gannet yang dirancang pasca perang dunia kedua (1955) dioperasikan oleh empat negara, yakni Inggris, Indonesia, Australia dan Jerman. TNI-AL sendiri menempatkan satuan Gannet dalam skadron 100 AKS sebagai bagian dari kampanye operasi Trikora. Untuk ’mengganyang’ kapal selam musuh, Gannet dibekali kemampuan membawa dua unit torpedo yang ditempatkan dalam bomb bay. Serta tak ketinggalan peluncur roket dibawah kedua sayap.
Gannet milik Australia
Gannet milik Australia

Namun disebabkan insiden jatuhnya beberapa Gannet, pesawat ini tak dioperasikan dalam waktu lama karena sistem avionik yang kurang baik. Alhasil nasib Gannet keburu di grounded di semua negara. Jejak rekam sejarah pesawat tambun dengan tiga awak ini bisa dijumpai sebagai monumen di museum Satria Mandala, Jakarta dan Lanunal Juanda, Surabaya. Kedepan mudah-mudahan TNI-AL bisa memiliki pesawat AKS modern, dengan begitu pastinya lawan pun akan segan pada negeri ini. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Monumen Gannet TNI-AL di lanudal Juanda
Monumen Gannet TNI-AL di lanudal Juanda
Formasi Gannet TNI-AL dalam kenangan
Formasi Gannet TNI-AL dalam kenangan
Manuver Gannet TNI-AL
Manuver Gannet TNI-AL
Gannet TNI-AL di sebuah apron bandara
Gannet TNI-AL di sebuah apron bandara
Formasi tunggal Gannet TNI-AL
Formasi tunggal Gannet TNI-AL

Spesifikasi
Pembuat : Fairey Aviation, UK
Awak : 3
Mesin : 1× Armstrong Siddeley Double Mamba ASMD.4 turboprop, 3,875 hp (2,890 kW)
Kecepatan : 402 Km/jam
Jarak Operasi : 1127 Km
Endurance terbang : 5 – 6 jam

IHADSS: Sensasi Teknologi “Blue Thunder” Untuk AH-64E Apache Guardian TNI AD

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat nampak kian mesra, setelah Indonesia dipercaya senat AS untuk membeli rudal anti tank FGM-148 Javelin, Indonesia pun mendapat restu senat AS untuk membeli delapan unit helikopter tempur super canggih, AH-64E Apache Guardian Block III. Lepas dari kontroversi yang mungkin timbul, yang jelas ini menjadi lompatan yang revolusioner bagi kavaleri udara TNI AD, setelah sebelumnya sudah memiliki heli tempur besutan Rusia, Mil Mi-35P Hind. Dari segi gengsi, pamor Indonesia terdongrak, sebab hanya segelintir negara di luar AS yang diizinkan membeli Apache, seperti Israel, Inggris, Belanda, Yunani, Mesir, Jepang, dan Singapura.
Sebagai heli tempur andalan Negeri Paman Sam, sudah barang tentu varian AH-64 Apache telah diberi asupan sistem teknologi sensor, lapisan proteksi kevlar, dan sistem senjata yang terdepan di kelasnya. Bagi penulis, rancang bangun Apache-lah yang membuatnya punya kesan khas. Mendengar kabar bakal hadirnya AH-64E Apache dalam parade HUT TNI ke-69 di Surabaya, langsung menorehkan kenangan di masa lalu. Bagi Anda yang eksis di dekade 80-an, tentu masih ingat dengan film Blue Thunder yang dibintangi actor Roy Scheider. Meski hanya rekayasa dan animasi, namun tampilan senjata utamanya, yakni jenis kanon laras putat gatling mampu membetot perhatian pemirsa TV. Pasalnya, pilot yang dibekali helm canggih, cukup memutar arah pandangannya menuju sasaran, maka otomatis arah laras kanon pun mengikuti pergerakan helm pilot. Begitu sasaran terkunci, pilot pun dapat dengan mudah meluluhlantakkan sasaran dengan sekali pencet tombol pada joystick.
Roy Scheider, aktor film Blue Thunder.
Roy Scheider, aktor film Blue Thunder.
Memang apa yang ditampilkan di film Blue Thunder hanya mock up, tapi itu semua memang faktual dalam teknologi milter. Helikopernya sendiri, aslinya mencomot SA 341 Gazelle yang dipermak pada kompatemen penumpang. Nah, untuk kanon yang bisa bergerak otomatis mengikuti arah gerakan helm, mencomot teknologi IHADSS (Integrated Helmet and Display Sight System). Dan dikemudian hari, IHADSS menjadi platform sistem sensor dan senjata yang favorit dipasang di beragam heli tempur modern. Selain AH-64 Apache, IHADSS kini juga diadopsi heli tempur Eurocopter Tiger, A1289 Mangusta, dan CSH-2 Rooivalk.

IHADSS
Bagi helikopter yang dibekali IHADSS akan punya tampilan yang unik pada bagian hidung, sebab mekanisme kerha IHADSS memang dibutuhkan beragam komponen sensor dan aneka hardware. IHADSS yang menjadi kelengkapan helm pada pilot dan kopilot Apache terdiri dari perangkat radio, visor anti cahaya laser, dan HDU (Helmet Display Unit). Karena punya kesan futuristik, aksi pilot Apache dengan IHADD kerap tampil di beberapa film action/perang, debut yang terasa di film Fire Bird (1990) yang dibintangi aktor Nicholas Cage dan Sean Young.


Helm pilot/kopilot Apache dengan teknologi IHADSS.
Helm pilot/kopilot Apache dengan teknologi IHADSS.
IH-2
IHADSS di AH-64 Apache pada dasarnya dapat bekerja optimal dengan mengandalkan sensor AN/ASQ-170 TADS (Target Acquisistion and Designation System) dan AN/AAQ-11 PNVS (Pilot Night Vision System) yang ditempatkan di bagian hidung. Untuk mudah mengenalnya, TADS berbentuk drum yang terpasang di bagian bawah, sementara PNVS yang berbentuk piringan terpasang di bagian atas. Ada empat jurus yang dapat dijalankan TDAS, yaitu DVO (Direct View Optic) yang merupakan teleskop optik, kamera DT (Daylight Television), FLIR (Forward Looking Infra Red), dan laser ringefinder/target designator.
Jika FLIR mengambil seluruh jatah sisi kanan TADS (night side), maka DVO, DT dan laser ringefinder menempati sisi kiri (day side). TADS juga dilengkapi fitur auto tracking. Artinya sekali target terkunci, maka target itu tidak akan bisa melepaskan diri sejau TADS dapat berputar. Hebatnya, tabunf TADS dapat dirotasi 120 derajat ke sisi kiri dan kanan, serta 60 derajat ke bawah. Pergerakan ini tentu untuk memberi cakupan pandang yang paling maksimal demi kemudahan pilot dan kopilot/gunner dalam mengakuisisi target.
Sensor kedua, AN/AAQ-11 PNVS, merupakan FLIR imager yang memampukan pilot melihat dalam gelap, sehingga Apache dapat terbang siang dan malam tanpa halangan. PNVS dapat berotasi 90 derajat ke kiri dan kanan, sehingga praktis tidak ada sisi yang tidak terlihat selama Apache terus melaju ke depan.
apache-helicopter-47
ELEC_Arrowhead_Sensors_lg
pnvs_big
Tampilan kokpit kopilot (gunner) AH-64E Apache.
Tampilan kokpit kopilot (gunner) AH-64E Apache.

Nah, semua output dari sensor TADS dan PNVS kemudian diintegrasikan ke dalam IHADSS, sehingga pergerakan kedua sensor akan mengikuti pergerakan kepala pilot yang menggunakan jeda waktu nol detik, artinya pergerakan bersifat real time. Semua informasi yang diperoleh sensor akan tampil seluruhnya dalam HDU. Pilot tidak perlu lagi sibuk memperhatikan panel instrumen dan tinggal mengunci sasaran dengan mengandalkan mata, atau istilahnya see and kill.

Kanon M230 Chain Gun
Bila kita sudah mengenal kecanggihan IHADSS, kini giliran dikupas mengenai kanon yang digerakkan oleh IHADSS tersebut. Di AH-64A/E Apache, kanon internal yang jadi andalan adalah M230 kaliber 30 mm yang dikembangkan Hughes dan kini diproduksi oleh Alliant Techsystems. M230 yang berlaras tunggal ini mampu menembakan peluru sebanyak 625 butir per menitnya. Sementara kecepatan luncur proyektil mencapai 805 meter per detik dengan jarak tembak efektif 1.500 meter.
M230 chain gun.
M230 chain gun.
Sabuk peluru pada M230.
Sabuk peluru pada M230.
Tampilan lokasi magasin amunisi.
Tampilan lokasi magasin amunisi.

Tembakan gencar dari M230 difungsikan untuk membuyarkan konvoi kendaraan tempur atau kendaraan angkut personel, umumnya yang diincar adalah soft target. Untuk mengoperasikan senapan mesin kaliber 30 mm seberat 56 kg ini cukup mudah karena moncong senapan dihubungkan langsung dengan helm pilot elektronik, sehingga arah gerakan laras senapan selalu mengikuti dan mengarah pada sasaran yang sedang dilihat oleh pilot. Gerakan kombinasi antara helm pilot dan M230 itu membuat sasaran yang sedang diincar oleh pilot bisa ditembak secara presisi. Dalam sekali terbang, M230 pada AH-64E Apache dapat membawa 1.200 peluru yang tersimpan pada kotak magasin dengan posisi di bawah kursi pilot dan terhubung lewat sabuk peluru.
Selain kanon M230, semua senjata termasuk rudal Hellfire, dapat digerakkan dan melakukan penguncian lewat gerakan kepala pilot yang menggunakan IHADSS. Jika gunner tidak menggunakan IHADSS, maka tersedia joystick untuk mengendalikan TADS via display kecil monokrom yang disebut ORT (Optical Relay Tube). Sementara pilot memiliki layar besar VDU (Video Display Unit) sebagai pengganti display PNVS di luar perangkat IHADSS. (Samudro)

KRI Tarakan 905 Menuju World Class Navy


image
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didampingi KSAL Laksamana Marsetio meresmikan KRI Tarakan-905,di Jakarta. (Photo: Dispenal)

KRI Tarakan akan memperkuat alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI AL. KRI Tarakan 905 merupakan Kapal Bantuan Cair Minyak (BCM) Produksi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari, Jakarta Utara.
Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pengadaan KRI Tarakan-905 dalam rangka pembangunan TNI Angkatan Laut menuju world class navy. Indonesia, lanjut Menhan, patut berbangga karena kapal ini dikerjakan oleh putra putri Indonesia.
“Kapal ini berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut. Saya berharap kapal ini dapat dioperasionalkan secara optimal bagi bangsa dan negara,” tegas Menhan seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan Angkatan Laut.
KRI Tarakan-905 memiliki panjang keseluruhan 122,40 m, panjang garis tegak 113,90 m, lebar 16,50 m, tinggi 9,00 m, kecepatan maksimal 18 knots, jarak jelajah 7.680 nm, kapasitas muatan cair 5.500 matrik, tenaga penggerak utama berjumlah dua buah daya 6.114 PS, berat baja 2.400 ton, dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller.
KRI ini mempunyai fungsi sebagai penyalur bahan bakar minyak di tengah laut atau dukungan logistik cair kepada Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) lainnya. Dengan adanya kapal BCM ini menjadikan unsur kapal perang yang sedang melakukan operasi tidak perlu kembali ke pangkalan untuk pemenuhan logistik dan bahan bakar dalam melanjutkan menjaga kedaulatan NKRI dan menegakkan hukum di laut nusantara.
Model KRI Tarakan (photo: Kemhan)
Model KRI Tarakan (photo: Kemhan)

Selain memesan kapal berjenis BCM, TNI Angkatan Laut melalui Kemenhan RI saat ini juga sedang memesan dua unit Kapal Angkut Tank (AT) dari PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero). Pembuatan kapal ini sebagai tindak lanjut program Kementerian Pertahanan RI yang telah tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Menteri Pertahanan RI dengan Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang “Revitalisasi Industri Pertahanan” dalam menerapkan Program MEF (Minimum Essential Force).
Penggunaan nama Tarakan sendiri diambil dari nama kota di provinsi Kalimantan Utara. Dahulu kala kota ini dikenal sebagai kota penghasil minyak dan telah menyumbangkan kontribusi yang tidak kecil sebagai penghasil minyak bumi berkualitas tinggi bagi Indonesia sejak tahun 1896.
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari adalah salah satu industri strategis milik pemerintah yang telah mendapat kepercayaan untuk mengerjakan program pemerintah dimaksud, dan juga sebagai upaya dalam memberdayakan industri perkapalan dalam negeri untuk membangun kekuatan alutsista TNI AL. (Jurnas.com).

Kedatangan KRI John Lie dan Usman Harun

photo dok kemlu-KBRI Madrid
photo dok kemlu-KBRI Madrid

Jakarta, 25 September 2014,- Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio didampingi oleh Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) Laksda TNI Arie H. Sembiring menyambut kedatangan KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 dalam suatu acara penyambutan di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (25/09).
Kedatangan kedua KRI tersebut, disambut dengan tari Jaipongan dari Jawa Barat dilanjutkan pengalungan bunga oleh Kasal sebagai ucapan selamat datang kepada Komandan KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 yang telah berhasil menyeberangkan kapal perang dari Inggris. Sebelumnya,  pada 12 September 2014 di tempat yang sama, KRI Bung Tomo-357 juga telah disambut oleh Kasal.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 merupakan Kapal Perang produksi BAE System Maritime Naval Ship Inggris yang dibeli oleh pemerintah Indonesia. KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 tiba di Indonesia setelah menempuh perjalanan mengarungi samudera sejauh 9740 Nautical Mile dengan masing-masing membawa 87 ABK Perwira, Bintara dan Tamtama.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 mempunyai Spesifikasi berat tonase 1,940 ton dengan panjang keseluruhan 95 meter, lebar 12,8 meter, dengan tenaga penggerak mesin 4 X Man B&W ruston diesel engine yang dapat menyemburkan tenaga hingga berkecepatan mencapai 30 knot dengan daya jelajah 9.000 km
Turut hadir dalam penyambutan tersebut adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Didit Herdiawan, M.P.A., M.B.A. serta pejabat teras Mabesal lainnya. (Dispen Kolinlamil)
Sumber : kolinlamil.tnial.mil.id

Super Tucano di Lanud RSN

Danlanud Roesmin Nurjadin, Kolonel Pnb M. Khairil Lubis menyambut kedatangan 4 pesawat tempur EMB-314 Super Tucano buatan dari Embraer Defense System Brasil di Shelter Charlie, Lanud Rsn, Kamis (25/9). Kedatangan 4 pesawat ini dalam rangka Transit sebelum melanjutkan penerbangannya dari pusat produksi pesawat Super Tucano di Brasil  ke Lanud Abd Saleh, Malang. Direncanakan hari ini, Jumat (26/9) keempat pesawat tempur taktis tersebut akan melanjutkan penerbangannya ke Lanud Abd Saleh.
Pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano adalah hasil pengembangan pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana pesawat ini memiliki beberapa keunggulan seperti mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasional dan perawatan pesawat ini tidak tinggi, serta mampu mendarat di landasan pacu yang sederhana. Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna.  Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer  Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Empat pesawat ini merupakan pengiriman kedua, dari total 16 unit pesawat yang dipesan oleh TNI AU untuk menggantikan pesawat OV 10 Bronco di Skuadron Udara 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Sumber : roesminnurjadin.com

Jumat, 26 September 2014

Dari F-15 SE Hingga SU-35

Pesawat F-5 Tiger TNI AU
Pesawat F-5 Tiger TNI AU

TNI Angkatan Udara dalam tugasnya melakukan upaya pertahanan, penegakan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yurisdiksi nasional membutuhkan alat utama sistem senjata (alutsista) yang handal. Alutsista yang digunakan antara lain adalah pesawat tempur yang mampu digunakan untuk menjaga dan mengamankan wilayah NKRI terkait kepentingan nasional kita.
Skadron Udara 14 adalah satuan operasional tempur yang sejak awal sejarah pembentukannya telah mengoperasikan pesawat tempur strategis di eranya seperti Mig-21F Fishbed, F-86 Sabre serta F-5E Tiger. Khusus untuk pesawat F-5E Tiger yang sudah digunakan selama 33 tahun sejak tahun 1980 telah memerlukan pergantian karena tingkat operasional menurun, karena usia, terbatasnya sumber pasokan suku cadang yang mengakibatkan sulit dan mahalnya perawatan pesawat tersebut.
Skadron Udara 14 dibentuk menjelang pelaksanaan Kampanye Trikora tahun 1962. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri/ Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 135 tanggal 7 Agustus 1962 yang berisikan tentang pembentukan Skadron 14 sebagai Home Base pesawat Mig-21F dengan bertempat di Lanud Iswahyudi Madiun. Indonesia adalah Negara pertama diluar Pakta Warsawa yang menggunakan pesawat Mig-21. Namun setelah peristiwa G-30S pesawat Mig-21F berhenti dioperasikan dan akhirnya digantikan kedatangan pesawat F-86 Sabre hibah Australia pada tahun 1973.
Selanjutnya pada tahun 1980 Skadron Udara 14 dilengkapi 16 pesawat F-5 E/F Tiger II buatan Northrop, AS. Pesawat ini bisa dikatagorikan pesawat tempur strategis pada jaman itu dengan kemampuan serangan darat dan pertempuran udara ke udara yang cukup baik disamping mampu mencapai 1.6 Mach (Kecepatan Suara). Bentuknya yang kecil dan lincah, mudah dioperasikan dan dirawat serta mampu mendarat di sebagian besar landasan udara di tanah air.
Pada jamannya pesawat F-5E/F Tiger II memiliki daya detterent (penggentar) yang cukup ampuh, dimana memaungkinkan Skadron Udara 14 melakukan berbagai jenis operasi antara lain : operasi pertahanan udara, operasi serangan udara strategis, operasi lawan udara ofensif dan operasi dukungan udara seperti penyekatan udara, serangan udara langsung, bantuan tembakan udara, perlindungan udara dan pengamatan/ pengintaian.
Namun setelah mencapai usia 33 tahun masa pakai maka TNI AU mempertimbangkan mengganti pesawat tersebut dengan pesawat tempur strategis baru yang lebih modern dan handal serta mampu menjawab tantangan tugas operasi udara modern sesuai dengan tugas Skadron Udara 14.
Pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan melirik berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Su Su-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria pesawat tempur strategis TNI AU.
Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)
Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)

Pihak TNI AU memulai proses pemilihan dengan pertama-tama melihat semua kemampuan pesawat yang menjadi kandidat lewat factor-faktor antara lain : Karakteristik Umum pesawat, Performance, Persenjataan, dan Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait Aspek Operasi, Aspek Tehnis dan Aspek Non Tehnis.
Setelah itu dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya dibandingkan untuk dilihat apakah memenuhi persyaratan operasi TNI AU dengan kriteria penilaian antara lain: pesawat harus jenis Multi Role minimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh baik sasaran permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari pada segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh, mampu melaksanakan Network Centric Warfare, perawatan mudah, alat avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi, peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran udara jarak sedang atau beyond visual range.
Tahap terakhir adalah membandingkan langsung kemampuan pesawat kandidat dalam kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan kemampuan Agility pesawat. Kemampuan Agility bisa diartikan tingkat kelincahan maneuver dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak menyerang dan bertahan terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu.
Pakar perang udara modern, Col.John Boyd menyebutkan bahwa Agility adalah kemampuan mengubah dari satu maneuver ke maneuver lainnya dimana kemampuan bermanuver adalah kemampuan kombinasi untuk mengubah ketinggian, kecepatan dan arah pesawat dengan cepat dan tepat. Kemampuan maneuver disebut juga ketangkasan yang meliputi kemampuan terbang menanjak, akselerasi, membelok secara vertical (pull up) dan secara horizontal (turn).
F-15 SE
F-15 SE

Tidak saja dikaitkan dengan kemampuan maneuver pesawat, Agility juga dikaitkan dengan kemampuan avionic dan persenjataan, yang secara total menentukan seberapa cepat penerbang bisa mengarahkan senjata dan menembak lawan, kecepatan menembak ini adalah hasil kemampuan maneuver pesawat dan kemampuan sensor avionic serta kemampuan senjata pesawat.
Selain itu TNI AU juga melakukan analisa pada aspek bidang aeronautic yang meliputi enam katagori yaitu : usia perawatan rangka pesawat (air Frame), usia perawatan mesin pesawat (engine), biaya perawatan, biaya operasi, dan perbandingan usia pakai. Analisa yang tidak kalah detilnya dalam bidang avionic yang meliputi apakah pesawat sudah memenuhi aspek antara lain: konfigurasi yang Human Machine Interface, ketersediaan dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi pemeliharaan dan operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan kemudahan pemeliharaan.
Analisa yang menyangkut aspek non tehnis meliputi : tinjauan politis terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi, tingkat ekonomis, perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi menjadi calon lawan, perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan kemudahan pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek deterrent atau penggentar.
Semua kriteria itu dijadikan referensi oleh TNI AU untuk mengusulkan kandidat pesawat pengganti F-5E Tiger II Skadron Udara 14 kepada pemerintah yang dalam hal ini adalah pihak Kementerian Pertahanan. Sekarang keputusan penentuan tentang pesawat yang dipilih masih berada di pihak pemerintah yang diwakili Kemhan. Karena itu sampai saat ini belum ada satupun nama pesawat yang telah ditetapkan secara resmi sebagai pengganti pesawat F-5E Tiger TNI AU. Semoga pesawat yang dipilih akan mampu memenuhi peran dan fungsinya sebagai pesawat tempur strategis untuk meningkatkan kemampuan Kekuatan Kedirgantaraan Negara kita. (tni-au.mil.id).

Kamis, 25 September 2014

Tank Medium Pindad Tampil di HUT TNI 2014

 
Prototype Tank Pindad hull-nya mirip BMP2
Prototype Tank Pindad hull-nya mirip BMP2

PT Pindad mengembangkan tank jenis medium dan Panser Anoa Amphibi. Setelah sebelumnya berhasil mengembangkan kendaraan tempur panser Anoa versi darat dan Komodo.
Selain itu, BUMN produsen senjata dan kendaraan tempur ini juga akan mengembangkan jenis tank medium bernama SBS. Tank ini rencananya bisa ditampilkan pada pagelaran perayaan ulang tahun TNI Oktober 2014.
“Program SBS ngembangin medium tank. 2014 bisa ditampilkan,” ucap Marketing Manager PT Pindad (Persero) Sena Maulana kepada wartawan pada acara pameran produk militer di silang Monas Jakarta, Jumat (5/10/2013).
Salah satu desain Tank Pindad
Salah satu desain Tank Pindad

Sena menjelaskan kesiapan pengembangan tank di Pindad sudah cukup lama. Selama ini Pindad telah memproduksi berbagai komponen tank. “Pindad sudah supply rantai tank, buggy dengan punya itu. Kita desain sendiri medium tank,” sebutnya.
Selain pengembangan tank sendiri, Pindad juga membantu Kementerian Pertahanan Indonesia bersama Turki mengembangkan medium tank. Namum diproyeksi produk tank asli buatan dan pengembangan Pindad akan selesai lebih awal.
“Di Kementerian Pertahanan punya program dengan Turki,” sebutnya.
Selain tank, Pindad tengah mengembangkan varian panser Anoa versi Amphibi. Saat ini panser masih tahap uji berjalan di atas sungai dan danau. Untuk masa depan panser Anoa mampu turun dari kapal perang di atas laut.
“Anoa target 2014 uji dinamis mungkin produksi baru pesanan. Anoa mau fase peningkatan kemampuan. Tahap pertama bisa bisa amphibi danau dan sungai,” terangnya.(detik Finance).