Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat nampak kian mesra, setelah Indonesia dipercaya senat AS untuk membeli rudal anti tank FGM-148 Javelin, Indonesia pun mendapat restu senat AS untuk membeli delapan unit helikopter tempur super canggih, AH-64E Apache Guardian Block III. Lepas dari kontroversi yang mungkin timbul, yang jelas ini menjadi lompatan yang revolusioner bagi kavaleri udara TNI AD, setelah sebelumnya sudah memiliki heli tempur besutan Rusia, Mil Mi-35P Hind. Dari segi gengsi, pamor Indonesia terdongrak, sebab hanya segelintir negara di luar AS yang diizinkan membeli Apache, seperti Israel, Inggris, Belanda, Yunani, Mesir, Jepang, dan Singapura.
Sebagai heli tempur andalan Negeri Paman Sam, sudah barang tentu varian AH-64 Apache telah diberi asupan sistem teknologi sensor, lapisan proteksi kevlar, dan sistem senjata yang terdepan di kelasnya. Bagi penulis, rancang bangun Apache-lah yang membuatnya punya kesan khas. Mendengar kabar bakal hadirnya AH-64E Apache dalam parade HUT TNI ke-69 di Surabaya, langsung menorehkan kenangan di masa lalu. Bagi Anda yang eksis di dekade 80-an, tentu masih ingat dengan film Blue Thunder yang dibintangi actor Roy Scheider. Meski hanya rekayasa dan animasi, namun tampilan senjata utamanya, yakni jenis kanon laras putat gatling mampu membetot perhatian pemirsa TV. Pasalnya, pilot yang dibekali helm canggih, cukup memutar arah pandangannya menuju sasaran, maka otomatis arah laras kanon pun mengikuti pergerakan helm pilot. Begitu sasaran terkunci, pilot pun dapat dengan mudah meluluhlantakkan sasaran dengan sekali pencet tombol pada joystick.
Memang apa yang ditampilkan di film Blue Thunder hanya mock up, tapi itu semua memang faktual dalam teknologi milter. Helikopernya sendiri, aslinya mencomot SA 341 Gazelle yang dipermak pada kompatemen penumpang. Nah, untuk kanon yang bisa bergerak otomatis mengikuti arah gerakan helm, mencomot teknologi IHADSS (Integrated Helmet and Display Sight System). Dan dikemudian hari, IHADSS menjadi platform sistem sensor dan senjata yang favorit dipasang di beragam heli tempur modern. Selain AH-64 Apache, IHADSS kini juga diadopsi heli tempur Eurocopter Tiger, A1289 Mangusta, dan CSH-2 Rooivalk.
IHADSS
Bagi helikopter yang dibekali IHADSS akan punya tampilan yang unik pada bagian hidung, sebab mekanisme kerha IHADSS memang dibutuhkan beragam komponen sensor dan aneka hardware. IHADSS yang menjadi kelengkapan helm pada pilot dan kopilot Apache terdiri dari perangkat radio, visor anti cahaya laser, dan HDU (Helmet Display Unit). Karena punya kesan futuristik, aksi pilot Apache dengan IHADD kerap tampil di beberapa film action/perang, debut yang terasa di film Fire Bird (1990) yang dibintangi aktor Nicholas Cage dan Sean Young.
Bagi helikopter yang dibekali IHADSS akan punya tampilan yang unik pada bagian hidung, sebab mekanisme kerha IHADSS memang dibutuhkan beragam komponen sensor dan aneka hardware. IHADSS yang menjadi kelengkapan helm pada pilot dan kopilot Apache terdiri dari perangkat radio, visor anti cahaya laser, dan HDU (Helmet Display Unit). Karena punya kesan futuristik, aksi pilot Apache dengan IHADD kerap tampil di beberapa film action/perang, debut yang terasa di film Fire Bird (1990) yang dibintangi aktor Nicholas Cage dan Sean Young.
IHADSS di AH-64 Apache pada dasarnya dapat bekerja optimal dengan mengandalkan sensor AN/ASQ-170 TADS (Target Acquisistion and Designation System) dan AN/AAQ-11 PNVS (Pilot Night Vision System) yang ditempatkan di bagian hidung. Untuk mudah mengenalnya, TADS berbentuk drum yang terpasang di bagian bawah, sementara PNVS yang berbentuk piringan terpasang di bagian atas. Ada empat jurus yang dapat dijalankan TDAS, yaitu DVO (Direct View Optic) yang merupakan teleskop optik, kamera DT (Daylight Television), FLIR (Forward Looking Infra Red), dan laser ringefinder/target designator.
Jika FLIR mengambil seluruh jatah sisi kanan TADS (night side), maka DVO, DT dan laser ringefinder menempati sisi kiri (day side). TADS juga dilengkapi fitur auto tracking. Artinya sekali target terkunci, maka target itu tidak akan bisa melepaskan diri sejau TADS dapat berputar. Hebatnya, tabunf TADS dapat dirotasi 120 derajat ke sisi kiri dan kanan, serta 60 derajat ke bawah. Pergerakan ini tentu untuk memberi cakupan pandang yang paling maksimal demi kemudahan pilot dan kopilot/gunner dalam mengakuisisi target.
Sensor kedua, AN/AAQ-11 PNVS, merupakan FLIR imager yang memampukan pilot melihat dalam gelap, sehingga Apache dapat terbang siang dan malam tanpa halangan. PNVS dapat berotasi 90 derajat ke kiri dan kanan, sehingga praktis tidak ada sisi yang tidak terlihat selama Apache terus melaju ke depan.
Nah, semua output dari sensor TADS dan PNVS kemudian diintegrasikan ke dalam IHADSS, sehingga pergerakan kedua sensor akan mengikuti pergerakan kepala pilot yang menggunakan jeda waktu nol detik, artinya pergerakan bersifat real time. Semua informasi yang diperoleh sensor akan tampil seluruhnya dalam HDU. Pilot tidak perlu lagi sibuk memperhatikan panel instrumen dan tinggal mengunci sasaran dengan mengandalkan mata, atau istilahnya see and kill.
Kanon M230 Chain Gun
Bila kita sudah mengenal kecanggihan IHADSS, kini giliran dikupas mengenai kanon yang digerakkan oleh IHADSS tersebut. Di AH-64A/E Apache, kanon internal yang jadi andalan adalah M230 kaliber 30 mm yang dikembangkan Hughes dan kini diproduksi oleh Alliant Techsystems. M230 yang berlaras tunggal ini mampu menembakan peluru sebanyak 625 butir per menitnya. Sementara kecepatan luncur proyektil mencapai 805 meter per detik dengan jarak tembak efektif 1.500 meter.
Bila kita sudah mengenal kecanggihan IHADSS, kini giliran dikupas mengenai kanon yang digerakkan oleh IHADSS tersebut. Di AH-64A/E Apache, kanon internal yang jadi andalan adalah M230 kaliber 30 mm yang dikembangkan Hughes dan kini diproduksi oleh Alliant Techsystems. M230 yang berlaras tunggal ini mampu menembakan peluru sebanyak 625 butir per menitnya. Sementara kecepatan luncur proyektil mencapai 805 meter per detik dengan jarak tembak efektif 1.500 meter.
Tembakan gencar dari M230 difungsikan untuk membuyarkan konvoi kendaraan tempur atau kendaraan angkut personel, umumnya yang diincar adalah soft target. Untuk mengoperasikan senapan mesin kaliber 30 mm seberat 56 kg ini cukup mudah karena moncong senapan dihubungkan langsung dengan helm pilot elektronik, sehingga arah gerakan laras senapan selalu mengikuti dan mengarah pada sasaran yang sedang dilihat oleh pilot. Gerakan kombinasi antara helm pilot dan M230 itu membuat sasaran yang sedang diincar oleh pilot bisa ditembak secara presisi. Dalam sekali terbang, M230 pada AH-64E Apache dapat membawa 1.200 peluru yang tersimpan pada kotak magasin dengan posisi di bawah kursi pilot dan terhubung lewat sabuk peluru.
Selain kanon M230, semua senjata termasuk rudal Hellfire, dapat digerakkan dan melakukan penguncian lewat gerakan kepala pilot yang menggunakan IHADSS. Jika gunner tidak menggunakan IHADSS, maka tersedia joystick untuk mengendalikan TADS via display kecil monokrom yang disebut ORT (Optical Relay Tube). Sementara pilot memiliki layar besar VDU (Video Display Unit) sebagai pengganti display PNVS di luar perangkat IHADSS. (Samudro)