Sabtu, 27 September 2014

IHADSS: Sensasi Teknologi “Blue Thunder” Untuk AH-64E Apache Guardian TNI AD

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat nampak kian mesra, setelah Indonesia dipercaya senat AS untuk membeli rudal anti tank FGM-148 Javelin, Indonesia pun mendapat restu senat AS untuk membeli delapan unit helikopter tempur super canggih, AH-64E Apache Guardian Block III. Lepas dari kontroversi yang mungkin timbul, yang jelas ini menjadi lompatan yang revolusioner bagi kavaleri udara TNI AD, setelah sebelumnya sudah memiliki heli tempur besutan Rusia, Mil Mi-35P Hind. Dari segi gengsi, pamor Indonesia terdongrak, sebab hanya segelintir negara di luar AS yang diizinkan membeli Apache, seperti Israel, Inggris, Belanda, Yunani, Mesir, Jepang, dan Singapura.
Sebagai heli tempur andalan Negeri Paman Sam, sudah barang tentu varian AH-64 Apache telah diberi asupan sistem teknologi sensor, lapisan proteksi kevlar, dan sistem senjata yang terdepan di kelasnya. Bagi penulis, rancang bangun Apache-lah yang membuatnya punya kesan khas. Mendengar kabar bakal hadirnya AH-64E Apache dalam parade HUT TNI ke-69 di Surabaya, langsung menorehkan kenangan di masa lalu. Bagi Anda yang eksis di dekade 80-an, tentu masih ingat dengan film Blue Thunder yang dibintangi actor Roy Scheider. Meski hanya rekayasa dan animasi, namun tampilan senjata utamanya, yakni jenis kanon laras putat gatling mampu membetot perhatian pemirsa TV. Pasalnya, pilot yang dibekali helm canggih, cukup memutar arah pandangannya menuju sasaran, maka otomatis arah laras kanon pun mengikuti pergerakan helm pilot. Begitu sasaran terkunci, pilot pun dapat dengan mudah meluluhlantakkan sasaran dengan sekali pencet tombol pada joystick.
Roy Scheider, aktor film Blue Thunder.
Roy Scheider, aktor film Blue Thunder.
Memang apa yang ditampilkan di film Blue Thunder hanya mock up, tapi itu semua memang faktual dalam teknologi milter. Helikopernya sendiri, aslinya mencomot SA 341 Gazelle yang dipermak pada kompatemen penumpang. Nah, untuk kanon yang bisa bergerak otomatis mengikuti arah gerakan helm, mencomot teknologi IHADSS (Integrated Helmet and Display Sight System). Dan dikemudian hari, IHADSS menjadi platform sistem sensor dan senjata yang favorit dipasang di beragam heli tempur modern. Selain AH-64 Apache, IHADSS kini juga diadopsi heli tempur Eurocopter Tiger, A1289 Mangusta, dan CSH-2 Rooivalk.

IHADSS
Bagi helikopter yang dibekali IHADSS akan punya tampilan yang unik pada bagian hidung, sebab mekanisme kerha IHADSS memang dibutuhkan beragam komponen sensor dan aneka hardware. IHADSS yang menjadi kelengkapan helm pada pilot dan kopilot Apache terdiri dari perangkat radio, visor anti cahaya laser, dan HDU (Helmet Display Unit). Karena punya kesan futuristik, aksi pilot Apache dengan IHADD kerap tampil di beberapa film action/perang, debut yang terasa di film Fire Bird (1990) yang dibintangi aktor Nicholas Cage dan Sean Young.


Helm pilot/kopilot Apache dengan teknologi IHADSS.
Helm pilot/kopilot Apache dengan teknologi IHADSS.
IH-2
IHADSS di AH-64 Apache pada dasarnya dapat bekerja optimal dengan mengandalkan sensor AN/ASQ-170 TADS (Target Acquisistion and Designation System) dan AN/AAQ-11 PNVS (Pilot Night Vision System) yang ditempatkan di bagian hidung. Untuk mudah mengenalnya, TADS berbentuk drum yang terpasang di bagian bawah, sementara PNVS yang berbentuk piringan terpasang di bagian atas. Ada empat jurus yang dapat dijalankan TDAS, yaitu DVO (Direct View Optic) yang merupakan teleskop optik, kamera DT (Daylight Television), FLIR (Forward Looking Infra Red), dan laser ringefinder/target designator.
Jika FLIR mengambil seluruh jatah sisi kanan TADS (night side), maka DVO, DT dan laser ringefinder menempati sisi kiri (day side). TADS juga dilengkapi fitur auto tracking. Artinya sekali target terkunci, maka target itu tidak akan bisa melepaskan diri sejau TADS dapat berputar. Hebatnya, tabunf TADS dapat dirotasi 120 derajat ke sisi kiri dan kanan, serta 60 derajat ke bawah. Pergerakan ini tentu untuk memberi cakupan pandang yang paling maksimal demi kemudahan pilot dan kopilot/gunner dalam mengakuisisi target.
Sensor kedua, AN/AAQ-11 PNVS, merupakan FLIR imager yang memampukan pilot melihat dalam gelap, sehingga Apache dapat terbang siang dan malam tanpa halangan. PNVS dapat berotasi 90 derajat ke kiri dan kanan, sehingga praktis tidak ada sisi yang tidak terlihat selama Apache terus melaju ke depan.
apache-helicopter-47
ELEC_Arrowhead_Sensors_lg
pnvs_big
Tampilan kokpit kopilot (gunner) AH-64E Apache.
Tampilan kokpit kopilot (gunner) AH-64E Apache.

Nah, semua output dari sensor TADS dan PNVS kemudian diintegrasikan ke dalam IHADSS, sehingga pergerakan kedua sensor akan mengikuti pergerakan kepala pilot yang menggunakan jeda waktu nol detik, artinya pergerakan bersifat real time. Semua informasi yang diperoleh sensor akan tampil seluruhnya dalam HDU. Pilot tidak perlu lagi sibuk memperhatikan panel instrumen dan tinggal mengunci sasaran dengan mengandalkan mata, atau istilahnya see and kill.

Kanon M230 Chain Gun
Bila kita sudah mengenal kecanggihan IHADSS, kini giliran dikupas mengenai kanon yang digerakkan oleh IHADSS tersebut. Di AH-64A/E Apache, kanon internal yang jadi andalan adalah M230 kaliber 30 mm yang dikembangkan Hughes dan kini diproduksi oleh Alliant Techsystems. M230 yang berlaras tunggal ini mampu menembakan peluru sebanyak 625 butir per menitnya. Sementara kecepatan luncur proyektil mencapai 805 meter per detik dengan jarak tembak efektif 1.500 meter.
M230 chain gun.
M230 chain gun.
Sabuk peluru pada M230.
Sabuk peluru pada M230.
Tampilan lokasi magasin amunisi.
Tampilan lokasi magasin amunisi.

Tembakan gencar dari M230 difungsikan untuk membuyarkan konvoi kendaraan tempur atau kendaraan angkut personel, umumnya yang diincar adalah soft target. Untuk mengoperasikan senapan mesin kaliber 30 mm seberat 56 kg ini cukup mudah karena moncong senapan dihubungkan langsung dengan helm pilot elektronik, sehingga arah gerakan laras senapan selalu mengikuti dan mengarah pada sasaran yang sedang dilihat oleh pilot. Gerakan kombinasi antara helm pilot dan M230 itu membuat sasaran yang sedang diincar oleh pilot bisa ditembak secara presisi. Dalam sekali terbang, M230 pada AH-64E Apache dapat membawa 1.200 peluru yang tersimpan pada kotak magasin dengan posisi di bawah kursi pilot dan terhubung lewat sabuk peluru.
Selain kanon M230, semua senjata termasuk rudal Hellfire, dapat digerakkan dan melakukan penguncian lewat gerakan kepala pilot yang menggunakan IHADSS. Jika gunner tidak menggunakan IHADSS, maka tersedia joystick untuk mengendalikan TADS via display kecil monokrom yang disebut ORT (Optical Relay Tube). Sementara pilot memiliki layar besar VDU (Video Display Unit) sebagai pengganti display PNVS di luar perangkat IHADSS. (Samudro)

KRI Tarakan 905 Menuju World Class Navy


image
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didampingi KSAL Laksamana Marsetio meresmikan KRI Tarakan-905,di Jakarta. (Photo: Dispenal)

KRI Tarakan akan memperkuat alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI AL. KRI Tarakan 905 merupakan Kapal Bantuan Cair Minyak (BCM) Produksi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari, Jakarta Utara.
Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pengadaan KRI Tarakan-905 dalam rangka pembangunan TNI Angkatan Laut menuju world class navy. Indonesia, lanjut Menhan, patut berbangga karena kapal ini dikerjakan oleh putra putri Indonesia.
“Kapal ini berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut. Saya berharap kapal ini dapat dioperasionalkan secara optimal bagi bangsa dan negara,” tegas Menhan seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan Angkatan Laut.
KRI Tarakan-905 memiliki panjang keseluruhan 122,40 m, panjang garis tegak 113,90 m, lebar 16,50 m, tinggi 9,00 m, kecepatan maksimal 18 knots, jarak jelajah 7.680 nm, kapasitas muatan cair 5.500 matrik, tenaga penggerak utama berjumlah dua buah daya 6.114 PS, berat baja 2.400 ton, dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller.
KRI ini mempunyai fungsi sebagai penyalur bahan bakar minyak di tengah laut atau dukungan logistik cair kepada Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) lainnya. Dengan adanya kapal BCM ini menjadikan unsur kapal perang yang sedang melakukan operasi tidak perlu kembali ke pangkalan untuk pemenuhan logistik dan bahan bakar dalam melanjutkan menjaga kedaulatan NKRI dan menegakkan hukum di laut nusantara.
Model KRI Tarakan (photo: Kemhan)
Model KRI Tarakan (photo: Kemhan)

Selain memesan kapal berjenis BCM, TNI Angkatan Laut melalui Kemenhan RI saat ini juga sedang memesan dua unit Kapal Angkut Tank (AT) dari PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero). Pembuatan kapal ini sebagai tindak lanjut program Kementerian Pertahanan RI yang telah tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Menteri Pertahanan RI dengan Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang “Revitalisasi Industri Pertahanan” dalam menerapkan Program MEF (Minimum Essential Force).
Penggunaan nama Tarakan sendiri diambil dari nama kota di provinsi Kalimantan Utara. Dahulu kala kota ini dikenal sebagai kota penghasil minyak dan telah menyumbangkan kontribusi yang tidak kecil sebagai penghasil minyak bumi berkualitas tinggi bagi Indonesia sejak tahun 1896.
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari adalah salah satu industri strategis milik pemerintah yang telah mendapat kepercayaan untuk mengerjakan program pemerintah dimaksud, dan juga sebagai upaya dalam memberdayakan industri perkapalan dalam negeri untuk membangun kekuatan alutsista TNI AL. (Jurnas.com).

Kedatangan KRI John Lie dan Usman Harun

photo dok kemlu-KBRI Madrid
photo dok kemlu-KBRI Madrid

Jakarta, 25 September 2014,- Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio didampingi oleh Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) Laksda TNI Arie H. Sembiring menyambut kedatangan KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 dalam suatu acara penyambutan di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (25/09).
Kedatangan kedua KRI tersebut, disambut dengan tari Jaipongan dari Jawa Barat dilanjutkan pengalungan bunga oleh Kasal sebagai ucapan selamat datang kepada Komandan KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 yang telah berhasil menyeberangkan kapal perang dari Inggris. Sebelumnya,  pada 12 September 2014 di tempat yang sama, KRI Bung Tomo-357 juga telah disambut oleh Kasal.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 merupakan Kapal Perang produksi BAE System Maritime Naval Ship Inggris yang dibeli oleh pemerintah Indonesia. KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 tiba di Indonesia setelah menempuh perjalanan mengarungi samudera sejauh 9740 Nautical Mile dengan masing-masing membawa 87 ABK Perwira, Bintara dan Tamtama.
KRI Bung Tomo-357, KRI John Lie-358 dan KRI Usman Harun-359 mempunyai Spesifikasi berat tonase 1,940 ton dengan panjang keseluruhan 95 meter, lebar 12,8 meter, dengan tenaga penggerak mesin 4 X Man B&W ruston diesel engine yang dapat menyemburkan tenaga hingga berkecepatan mencapai 30 knot dengan daya jelajah 9.000 km
Turut hadir dalam penyambutan tersebut adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Didit Herdiawan, M.P.A., M.B.A. serta pejabat teras Mabesal lainnya. (Dispen Kolinlamil)
Sumber : kolinlamil.tnial.mil.id

Super Tucano di Lanud RSN

Danlanud Roesmin Nurjadin, Kolonel Pnb M. Khairil Lubis menyambut kedatangan 4 pesawat tempur EMB-314 Super Tucano buatan dari Embraer Defense System Brasil di Shelter Charlie, Lanud Rsn, Kamis (25/9). Kedatangan 4 pesawat ini dalam rangka Transit sebelum melanjutkan penerbangannya dari pusat produksi pesawat Super Tucano di Brasil  ke Lanud Abd Saleh, Malang. Direncanakan hari ini, Jumat (26/9) keempat pesawat tempur taktis tersebut akan melanjutkan penerbangannya ke Lanud Abd Saleh.
Pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano adalah hasil pengembangan pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana pesawat ini memiliki beberapa keunggulan seperti mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasional dan perawatan pesawat ini tidak tinggi, serta mampu mendarat di landasan pacu yang sederhana. Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna.  Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer  Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Empat pesawat ini merupakan pengiriman kedua, dari total 16 unit pesawat yang dipesan oleh TNI AU untuk menggantikan pesawat OV 10 Bronco di Skuadron Udara 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Sumber : roesminnurjadin.com

Jumat, 26 September 2014

Dari F-15 SE Hingga SU-35

Pesawat F-5 Tiger TNI AU
Pesawat F-5 Tiger TNI AU

TNI Angkatan Udara dalam tugasnya melakukan upaya pertahanan, penegakan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yurisdiksi nasional membutuhkan alat utama sistem senjata (alutsista) yang handal. Alutsista yang digunakan antara lain adalah pesawat tempur yang mampu digunakan untuk menjaga dan mengamankan wilayah NKRI terkait kepentingan nasional kita.
Skadron Udara 14 adalah satuan operasional tempur yang sejak awal sejarah pembentukannya telah mengoperasikan pesawat tempur strategis di eranya seperti Mig-21F Fishbed, F-86 Sabre serta F-5E Tiger. Khusus untuk pesawat F-5E Tiger yang sudah digunakan selama 33 tahun sejak tahun 1980 telah memerlukan pergantian karena tingkat operasional menurun, karena usia, terbatasnya sumber pasokan suku cadang yang mengakibatkan sulit dan mahalnya perawatan pesawat tersebut.
Skadron Udara 14 dibentuk menjelang pelaksanaan Kampanye Trikora tahun 1962. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri/ Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 135 tanggal 7 Agustus 1962 yang berisikan tentang pembentukan Skadron 14 sebagai Home Base pesawat Mig-21F dengan bertempat di Lanud Iswahyudi Madiun. Indonesia adalah Negara pertama diluar Pakta Warsawa yang menggunakan pesawat Mig-21. Namun setelah peristiwa G-30S pesawat Mig-21F berhenti dioperasikan dan akhirnya digantikan kedatangan pesawat F-86 Sabre hibah Australia pada tahun 1973.
Selanjutnya pada tahun 1980 Skadron Udara 14 dilengkapi 16 pesawat F-5 E/F Tiger II buatan Northrop, AS. Pesawat ini bisa dikatagorikan pesawat tempur strategis pada jaman itu dengan kemampuan serangan darat dan pertempuran udara ke udara yang cukup baik disamping mampu mencapai 1.6 Mach (Kecepatan Suara). Bentuknya yang kecil dan lincah, mudah dioperasikan dan dirawat serta mampu mendarat di sebagian besar landasan udara di tanah air.
Pada jamannya pesawat F-5E/F Tiger II memiliki daya detterent (penggentar) yang cukup ampuh, dimana memaungkinkan Skadron Udara 14 melakukan berbagai jenis operasi antara lain : operasi pertahanan udara, operasi serangan udara strategis, operasi lawan udara ofensif dan operasi dukungan udara seperti penyekatan udara, serangan udara langsung, bantuan tembakan udara, perlindungan udara dan pengamatan/ pengintaian.
Namun setelah mencapai usia 33 tahun masa pakai maka TNI AU mempertimbangkan mengganti pesawat tersebut dengan pesawat tempur strategis baru yang lebih modern dan handal serta mampu menjawab tantangan tugas operasi udara modern sesuai dengan tugas Skadron Udara 14.
Pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan melirik berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Su Su-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria pesawat tempur strategis TNI AU.
Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)
Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)

Pihak TNI AU memulai proses pemilihan dengan pertama-tama melihat semua kemampuan pesawat yang menjadi kandidat lewat factor-faktor antara lain : Karakteristik Umum pesawat, Performance, Persenjataan, dan Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait Aspek Operasi, Aspek Tehnis dan Aspek Non Tehnis.
Setelah itu dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya dibandingkan untuk dilihat apakah memenuhi persyaratan operasi TNI AU dengan kriteria penilaian antara lain: pesawat harus jenis Multi Role minimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh baik sasaran permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari pada segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh, mampu melaksanakan Network Centric Warfare, perawatan mudah, alat avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi, peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran udara jarak sedang atau beyond visual range.
Tahap terakhir adalah membandingkan langsung kemampuan pesawat kandidat dalam kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan kemampuan Agility pesawat. Kemampuan Agility bisa diartikan tingkat kelincahan maneuver dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak menyerang dan bertahan terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu.
Pakar perang udara modern, Col.John Boyd menyebutkan bahwa Agility adalah kemampuan mengubah dari satu maneuver ke maneuver lainnya dimana kemampuan bermanuver adalah kemampuan kombinasi untuk mengubah ketinggian, kecepatan dan arah pesawat dengan cepat dan tepat. Kemampuan maneuver disebut juga ketangkasan yang meliputi kemampuan terbang menanjak, akselerasi, membelok secara vertical (pull up) dan secara horizontal (turn).
F-15 SE
F-15 SE

Tidak saja dikaitkan dengan kemampuan maneuver pesawat, Agility juga dikaitkan dengan kemampuan avionic dan persenjataan, yang secara total menentukan seberapa cepat penerbang bisa mengarahkan senjata dan menembak lawan, kecepatan menembak ini adalah hasil kemampuan maneuver pesawat dan kemampuan sensor avionic serta kemampuan senjata pesawat.
Selain itu TNI AU juga melakukan analisa pada aspek bidang aeronautic yang meliputi enam katagori yaitu : usia perawatan rangka pesawat (air Frame), usia perawatan mesin pesawat (engine), biaya perawatan, biaya operasi, dan perbandingan usia pakai. Analisa yang tidak kalah detilnya dalam bidang avionic yang meliputi apakah pesawat sudah memenuhi aspek antara lain: konfigurasi yang Human Machine Interface, ketersediaan dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi pemeliharaan dan operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan kemudahan pemeliharaan.
Analisa yang menyangkut aspek non tehnis meliputi : tinjauan politis terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi, tingkat ekonomis, perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi menjadi calon lawan, perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan kemudahan pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek deterrent atau penggentar.
Semua kriteria itu dijadikan referensi oleh TNI AU untuk mengusulkan kandidat pesawat pengganti F-5E Tiger II Skadron Udara 14 kepada pemerintah yang dalam hal ini adalah pihak Kementerian Pertahanan. Sekarang keputusan penentuan tentang pesawat yang dipilih masih berada di pihak pemerintah yang diwakili Kemhan. Karena itu sampai saat ini belum ada satupun nama pesawat yang telah ditetapkan secara resmi sebagai pengganti pesawat F-5E Tiger TNI AU. Semoga pesawat yang dipilih akan mampu memenuhi peran dan fungsinya sebagai pesawat tempur strategis untuk meningkatkan kemampuan Kekuatan Kedirgantaraan Negara kita. (tni-au.mil.id).

Kamis, 25 September 2014

Tank Medium Pindad Tampil di HUT TNI 2014

 
Prototype Tank Pindad hull-nya mirip BMP2
Prototype Tank Pindad hull-nya mirip BMP2

PT Pindad mengembangkan tank jenis medium dan Panser Anoa Amphibi. Setelah sebelumnya berhasil mengembangkan kendaraan tempur panser Anoa versi darat dan Komodo.
Selain itu, BUMN produsen senjata dan kendaraan tempur ini juga akan mengembangkan jenis tank medium bernama SBS. Tank ini rencananya bisa ditampilkan pada pagelaran perayaan ulang tahun TNI Oktober 2014.
“Program SBS ngembangin medium tank. 2014 bisa ditampilkan,” ucap Marketing Manager PT Pindad (Persero) Sena Maulana kepada wartawan pada acara pameran produk militer di silang Monas Jakarta, Jumat (5/10/2013).
Salah satu desain Tank Pindad
Salah satu desain Tank Pindad

Sena menjelaskan kesiapan pengembangan tank di Pindad sudah cukup lama. Selama ini Pindad telah memproduksi berbagai komponen tank. “Pindad sudah supply rantai tank, buggy dengan punya itu. Kita desain sendiri medium tank,” sebutnya.
Selain pengembangan tank sendiri, Pindad juga membantu Kementerian Pertahanan Indonesia bersama Turki mengembangkan medium tank. Namum diproyeksi produk tank asli buatan dan pengembangan Pindad akan selesai lebih awal.
“Di Kementerian Pertahanan punya program dengan Turki,” sebutnya.
Selain tank, Pindad tengah mengembangkan varian panser Anoa versi Amphibi. Saat ini panser masih tahap uji berjalan di atas sungai dan danau. Untuk masa depan panser Anoa mampu turun dari kapal perang di atas laut.
“Anoa target 2014 uji dinamis mungkin produksi baru pesanan. Anoa mau fase peningkatan kemampuan. Tahap pertama bisa bisa amphibi danau dan sungai,” terangnya.(detik Finance).

Rabu, 24 September 2014

RPG-7: Rahasia Di Balik Kelemahan dan Keunggulan Granat Berpeluncur Roket Terpopuler

onur-coban-libya-frontline-17
Bicara tentang battle proven dan popularitas, RPG-7 (Rocket Propelled Grenade) hingga kini masih menjadi senjata jawara untuk unit infanteri, milisi, pemberontak, hingga teroris. Dikenal bandel, punya sistem kerja sederhana, mudah dalam perawatan, dan punya fleksibilitas hulu ledak, menjadi magnet tersendiri untuk permintaan RPG-7, termasuk senjata ini dipercaya sebagai senjata bantuan infanteri (senbanif) untuk Korps Marinir TNI AL.
Bicara keunggulan suatu senjata, tentunya juga ada sisi kelemahan. Untuk RPG-7 yang sering jadi langganan atribut film-film action, titik perhatian pertama ada di soal hulu ledak, RPG-7 yang hulu ledaknya mencuat keluar, plus pin pengamannya yang harus dilepas saat hendak ditembakkan, menjadikannya bom hidup yang dibawa kemana-mana saat prajurit berpindah tempat. Biarpun dircancang aman untuk dijatuhkan ke permukaan dari ketinggian tiga meter, tapi siapa bisa menjamin proses manufaktur dan penyimpanan di lapangan bisa memadai untuk menjaga kualitasnya? Dengan kata lain, pemeliharaan oleh pengguna saat digunakan di lapangan, tetap mempengaruhi efektifitas RPG saat hendak digunakan.
Masih di seputaran hulu ledak, Konon menurut hasil pengujian AD AS di Jerman pada medio 1980-an, sumbu pada hidung RPG-7 sangat sensitif dan bisa terpicu hanya akibat bertemu dengan benda keras. Belum lagi ancaman sekunder, misalnya hulu ledak yang mencuat bisa dijadikan sasaran tembak oleh sniper, sehingga saat meledak akan membunuh rekan-rekan penembak RPG-7 yang ada di sekitarnya. Kelemahan lain RPG-7 adalah booster berbahan selulosa yang rawan kelembapan.
KormarRPG
Struktur RPG-7
Struktur RPG-7

Akan tetapi, bukan berarti RPG-7 bisa takluk begitu saja. Nyatanya RPG-7 masih punya jurus andalan. Berkat hulu ledaknya yang nongol, RPG-7 memiliki jumlah hulu ledak yang jauh lebih variatif untuk berbagai aplikasi. Ini menghasilkan satu sistem senjata yang aplikatif untuk berbagai keperluan, yang berujung pada murahnya biaya penggelaran dibandingkan harus menurunkan berbagai sistem roket panggul dengan tujuan yang sifatnya spesifik. Pada gilirannya, fleksibilitas untuk pengaplikasian hulu ledak menjadi salah satu faktor mengapa RPG begitu dimintai, terutama oleh negara berkembang yang memiliki kantong pas-pasan dan kelompok gerilyawan.
Lebih detail pada soal fleksibilitas, seorang penembak RPG dapat menyesuaikan antara hulu ledak yang dibawanya dengan karakter misi yang diembannya. Mau melawan tank? Beroperasi dalam perang urban? Menyerbu basis infanteri? Penembak RPG-7 dapat memadukan hulu ledak PG-7, OG-7, dan PG-7VR secara fleksibel bergantung pada jenis sasaran. Sementara peluncur roket sekali pakai (disposable) biasanya hanya disediakan berupa hulu ledak serbaguna seperti HEAT (high explosive anti tank), yang walaupun sifatnya multpurpose, tetap tidak bisa maksimal dalam tiap tujuan penggunaanya.
Lain dari itu semua, pemahanan akan spesifikasi hardware, keterampilan prajurit dan taktik mengoperasikan sistem senjata menjadi elemen terpenting. Dengan kematangan, latihan yang cukup dan pengetahuan memadai, bukan mustahil setiap kekurangan dari peluncur roket dapat diatasi, atau bahkan bisa disulap menjadi suatu keunggulan dalam medan pertempuran. Istilah yang tepat untuk hal ini adalah the man behind the gun.

Disposable vs Reusable
Meski tidak terlalu menonjol, militer Indonesia sejak lama telah mengenal penggunaan senjata anti tank berbasis roket, seperti RPG-2, LRAC 89, C90-CR, Armbrust, dan belakangan hadir basis rudal FGM-148 Javelin Block I dan rudal NLAW (Next Generation Light Anti Tank Weapon).
Armbrust
Armbrust
800px-Armbrust_rocket_launcher_line_drawing_Iraq_OIG
Struktur Armbrust
C90-CR
C90-CR
Personel TNI AD tengah berlatih menembakkan C90-CR
Personel TNI AD tengah berlatih menembakkan C90-CR

Ciri khas pada segmen roket sekali pakai (disposable) adalah bobotnya yang jauh lebih ringan. Karena hanya dipergunakan untuk meluncurkan roket sebanyak satu kali, tabung peluncurnya cukup dibuat dari bahan ringan seperti fiberglass yang diperkuat. Pada tabung peluncur roket disposable juga tinggal dibuang setelah roketnya diluncurkan, penembaknya sudah bisa berperan sebagai infanteri yang bertempur seperti biasa. Sementara pada peluncur roket disposable seperti C90-CR dan Armbrust, yang ada hanya flip up sight, itupun cenderung ringkih karena bahannya terbuat dari plastik. Memasaknya sistem teleskop ke peluncur roket sekali pakai yang belum tentu align atau selaras antara titik tengah teleskop dengan titik perkenaan, dan harus ribet mencopot dan menyimpannya kembali karena harga per unit teleskopnya yang mahal. Tidak hanya roket anti tank yang disposable, rudal anti tank anyar TNI yakni FGM-148 Javelin Block I dan NLAW juga bersifat disposable pada tabung peluncurnya.
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW
Rangkaian sistem Javelin.
Rangkaian sistem Javelin.

Sementara kubu roket reusable TNI diwakili oleh LRAC 89 dan RPG-7. LRAC mengusung konsep reload ala bazooka, dimana amunisi dimasukkan lewat breech (lubang belakang), ini menjadikan dimensi LRAC 89 lebih besar, namum hulu ledak terlindungi. Konsekuensi reusable adalah pada material peluncur harus dibuat dari bahan baja yang relatif tebal dan tentu saja agak berat untuk mampu menahan panas dari imbas peluncuran roket yang berulang-ulang.
Saat penembak RPG-7 dan LRAC 89 sudah kehabisan amunisi hulu ledak, tak ubahnya seperti membawa pipa besi yang tak bermanfaat sampai ia bisa mendapatkan pasokan amunisi kembali. Akan tetapi, peluncur roket reusable seperti RPG-7 jauh lebih relevan, kinerja akurasi tembakan bisa ditingkatkan lebih maksimal berkat dukungan teleskop optik yang terintegrasi. (Bayu Pamungkas)