Pesawat F-5 Tiger TNI AU
TNI Angkatan Udara dalam tugasnya melakukan upaya pertahanan,
penegakan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yurisdiksi nasional
membutuhkan alat utama sistem senjata (alutsista) yang handal. Alutsista
yang digunakan antara lain adalah pesawat tempur yang mampu digunakan
untuk menjaga dan mengamankan wilayah NKRI terkait kepentingan nasional
kita.
Skadron Udara 14 adalah satuan operasional tempur yang sejak awal
sejarah pembentukannya telah mengoperasikan pesawat tempur strategis di
eranya seperti Mig-21F Fishbed, F-86 Sabre serta F-5E Tiger. Khusus
untuk pesawat F-5E Tiger yang sudah digunakan selama 33 tahun sejak
tahun 1980 telah memerlukan pergantian karena tingkat operasional
menurun, karena usia, terbatasnya sumber pasokan suku cadang yang
mengakibatkan sulit dan mahalnya perawatan pesawat tersebut.
Skadron Udara 14 dibentuk menjelang pelaksanaan Kampanye Trikora
tahun 1962. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri/ Kepala Staf Angkatan
Udara Nomor 135 tanggal 7 Agustus 1962 yang berisikan tentang
pembentukan Skadron 14 sebagai Home Base pesawat Mig-21F dengan
bertempat di Lanud Iswahyudi Madiun. Indonesia adalah Negara pertama
diluar Pakta Warsawa yang menggunakan pesawat Mig-21. Namun setelah
peristiwa G-30S pesawat Mig-21F berhenti dioperasikan dan akhirnya
digantikan kedatangan pesawat F-86 Sabre hibah Australia pada tahun
1973.
Selanjutnya pada tahun 1980 Skadron Udara 14 dilengkapi 16 pesawat
F-5 E/F Tiger II buatan Northrop, AS. Pesawat ini bisa dikatagorikan
pesawat tempur strategis pada jaman itu dengan kemampuan serangan darat
dan pertempuran udara ke udara yang cukup baik disamping mampu mencapai
1.6 Mach (Kecepatan Suara). Bentuknya yang kecil dan lincah, mudah
dioperasikan dan dirawat serta mampu mendarat di sebagian besar landasan
udara di tanah air.
Pada jamannya pesawat F-5E/F Tiger II memiliki daya detterent
(penggentar) yang cukup ampuh, dimana memaungkinkan Skadron Udara 14
melakukan berbagai jenis operasi antara lain : operasi pertahanan udara,
operasi serangan udara strategis, operasi lawan udara ofensif dan
operasi dukungan udara seperti penyekatan udara, serangan udara
langsung, bantuan tembakan udara, perlindungan udara dan pengamatan/
pengintaian.
Namun setelah mencapai usia 33 tahun masa pakai maka TNI AU
mempertimbangkan mengganti pesawat tersebut dengan pesawat tempur
strategis baru yang lebih modern dan handal serta mampu menjawab
tantangan tugas operasi udara modern sesuai dengan tugas Skadron Udara
14.
Pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai
dengan melirik berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat
tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon,
F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Su Su-35 Flanker
dan JAS-39 Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi
terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria
pesawat tempur strategis TNI AU.
Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)
Pihak TNI AU memulai proses pemilihan dengan pertama-tama melihat
semua kemampuan pesawat yang menjadi kandidat lewat factor-faktor antara
lain : Karakteristik Umum pesawat, Performance, Persenjataan, dan
Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait
Aspek Operasi, Aspek Tehnis dan Aspek Non Tehnis.
Setelah itu dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi
kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya dibandingkan untuk dilihat
apakah memenuhi persyaratan operasi TNI AU dengan kriteria penilaian
antara lain: pesawat harus jenis Multi Role minimal generasi 4.5, mampu
menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh baik sasaran
permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang
dan malam hari pada segala cuaca, memiliki radar modern dengan
jangkauan jauh, mampu melaksanakan Network Centric Warfare, perawatan
mudah, alat avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi,
peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan
meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran
udara jarak sedang atau beyond visual range.
Tahap terakhir adalah membandingkan langsung kemampuan pesawat
kandidat dalam kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal
landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan
kemampuan Agility pesawat. Kemampuan Agility bisa diartikan tingkat
kelincahan maneuver dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak
menyerang dan bertahan terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu.
Pakar perang udara modern, Col.John Boyd menyebutkan bahwa Agility
adalah kemampuan mengubah dari satu maneuver ke maneuver lainnya dimana
kemampuan bermanuver adalah kemampuan kombinasi untuk mengubah
ketinggian, kecepatan dan arah pesawat dengan cepat dan tepat. Kemampuan
maneuver disebut juga ketangkasan yang meliputi kemampuan terbang
menanjak, akselerasi, membelok secara vertical (pull up) dan secara
horizontal (turn).
F-15 SE
Tidak saja dikaitkan dengan kemampuan maneuver pesawat, Agility juga
dikaitkan dengan kemampuan avionic dan persenjataan, yang secara total
menentukan seberapa cepat penerbang bisa mengarahkan senjata dan
menembak lawan, kecepatan menembak ini adalah hasil kemampuan maneuver
pesawat dan kemampuan sensor avionic serta kemampuan senjata pesawat.
Selain itu TNI AU juga melakukan analisa pada aspek bidang aeronautic
yang meliputi enam katagori yaitu : usia perawatan rangka pesawat (air
Frame), usia perawatan mesin pesawat (engine), biaya perawatan, biaya
operasi, dan perbandingan usia pakai. Analisa yang tidak kalah detilnya
dalam bidang avionic yang meliputi apakah pesawat sudah memenuhi aspek
antara lain: konfigurasi yang Human Machine Interface, ketersediaan
dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi pemeliharaan dan
operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan kemudahan pemeliharaan.
Analisa yang menyangkut aspek non tehnis meliputi : tinjauan politis
terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi, tingkat ekonomis,
perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi menjadi calon
lawan, perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan kemudahan
pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek deterrent
atau penggentar.
Semua kriteria itu dijadikan referensi oleh TNI AU untuk mengusulkan
kandidat pesawat pengganti F-5E Tiger II Skadron Udara 14 kepada
pemerintah yang dalam hal ini adalah pihak Kementerian Pertahanan.
Sekarang keputusan penentuan tentang pesawat yang dipilih masih berada
di pihak pemerintah yang diwakili Kemhan. Karena itu sampai saat ini
belum ada satupun nama pesawat yang telah ditetapkan secara resmi
sebagai pengganti pesawat F-5E Tiger TNI AU. Semoga pesawat yang dipilih
akan mampu memenuhi peran dan fungsinya sebagai pesawat tempur
strategis untuk meningkatkan kemampuan Kekuatan Kedirgantaraan Negara
kita. (tni-au.mil.id).