Bagi sebagian besar orang Indonesia, melihat terbakar habisnya KRI
Klewang 625 pada awal Oktober 2012 menyisakan rasa sedih yang mendalam.
Tentu rasa sedih itu beralasan, selain produk buatan Dalam Negeri, KRI Klewang bisa dibilang masterpiece
inovasi alutsista untuk matra laut di Indonesia. Belum pernah
sebelumnya di Indonesia dibuat KCR (kapal cepat rudal) dengan model
trimaran (lunas tiga), bahkan TNI AL pun seumur-umur belum pernah punya
kapal cepat dengan kemampuan stealth seperti ini.
Setelah hangusnya KRI Klewang
di pantai Banyuwangi – Jawa Timur, lantas publik bertanya-tanya, apakah
pengembangan Klewang Class akan dilanjutkan, lantas bagiamana tanggapan
pihak user, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, akankan melanjutkan
pesanan setelah adanya musibah kebakaran? Beberapa dugaan bermunculan,
seperti rumor penyebab terbakar karena hubungan arus pendek dan rangan
bangun. Investigasi pun dilakukan secara menyeluruh, meski hasil
investigasi resmi tidak dipublikasikan, tapi ada kabar yang sangat baik.
Menjelang HUT RI ke-69 ini, pihak TNI AL telah mengkonfirmasi bahwa
akan mengadopsi 4 unit Klewang Class.
Dikutip Indomiliter dari Janes.com
(14/8/2014), KSAL Laksamana Marsetio telah mengkonfirmasi pengadaan 4
unit KCR Klewang buatan PT. Lundin Industry Invest (North Sea Boats). Tapi dari kutipan di Janes.com,
nampak ada sentuhan baru untuk 4 unit Klewang Class yang akan digunakan
TNI AL. Kapal patroli yang tak kasat radar ini, disebutkan akan
menggunakan teknologi lambung kapal buatan Saab. Saab tak lain manufaktur persenjataan asal Swedia yang namanya sangat kampiun.
Nantinya lambung Klewang bakal menggunakan bahan nanokomposit. Bahan
nanokomposit ini dipercaya lebih kuat dan punya daya stealth tinggi jika
dibanding material lambung sebelumnya yang menggunakan serat karnon (carbon fiber).
Peter Carlqvist, head of Saab Indonesia, menyebutkan bahwa pihaknya
telah mendapat kontrak untuk menggarap satu unit kapal ini. Dengan
asupan teknologi sistem kapal dari Swedia, Klewang Class nyatanya juga
mendapat polesan baru dari sisi persenjataan. Bila di versi yang
terbakar dahulu, kapal disiapkan untuk membawa delapan peluncur rudal
anti kapal C-705 buatan Cina. Maka di Klewang mendatang rudal anti kapalnya bakal menggunakan RBS-15 MK3 dengan empat peluncur. Rudal dengan pemandu active radar homing ini sanggup menjangkau sasaran sejauh 200 km dengan kecepatan sub sonic. Rudal buatan Saab Bofors Dynamic ini dibekali GPS (global positioning system) untuk akurasi sasaran dan mampu melesat secara sea skimming.
Urusan sensor dan radar pun dipasrahkan ke teknologi Swedia, untuk radar intai dipercayakan pada Sea Giraffe 1X 3D compact radar. Kemudian untuk teknologi senjata, radar, dan sensor dipadukan dalam CMS (combat management system) yang mengadopsi Saab 9LV MK4. Sementara kendali penembakan dipercayakan pada CEROS 200 air defence fire control.
Menyandang kodrat sebagai kapal patroli berkemampuan stealth, maka
rancang bangun yang minimalis juga berpengaruh pada pilihan senjata.
Berbeda dengan kapal perang TNI AL yang konvensional, maka pada Klewang
dudukan peluncur rudal terlindung di dalam body kapal. Untuk senjata
utama di haluan, pun juga harus diberi kesan stealth, nantinya Klewang
Class akan dipasangi meriam Bofors 40 MK4 buatan BAE Systems. Bofors 40 (kaliber 40 mm)
bukan barang baru di lingkungan TNI AL dan Arhanud TNI AD. Tapi untuk
Klewang, Bofors 40 MK4 tampil menggunakan kubah model stealth. Beda
dengan Bofors 40 yang ada di FPB-57,
Bofors 40 di Klewang dioperasikan secara remote dengan dipandu radar.
Soal reaksi lumayan menggetarkan, meriam ini sanggup melontarkan 300
proyektil per menit (dengan tipe amunisi sama), sementara dengan
penggantian tipe amunisi, 100 proyektil dapat diumbar per menit.
Dengan modal stealth, Klewang Class bakal mengemban misi strategis di
masa mendatang. Klewang pun tak lupa dibekali perangkat perang
elektronik, baik ESM (electronic support measure) dan ECM (electronic counter measure).
Digadang sebagai kapal patroli di lautan dangkal, perangkat elektronik
yang disiapkan mampu memindai dan mengidentifikasi posisi dari sinyal
radio yang dipancarkan telepon selular (ponsel). Tentunya kemampuan ini
sangat berarti dalam menunjang misi-misi anti pembajakan dan illegal fishing.
Dengan segala kemampuan teknologi dan sistem senjatanya, nampak Klewang
Class bakal memberi efek getar serius di kawasan Asia Tenggara. Satu
yang kurang, kapal ini sayangnya belum disiapkan untuk menghadapi
peperangan bawah laut, ASW (anti submarine warfare), terlihat dengan tidak adanya bekal torpedo dan roket anti kapal selam. Jika tak ada aral melintang, Klewang Class pertama akan rampung dan diserahkan ke TNI AL pada tahun 2016 mendatang. (Haryo Adjie)