Jumat, 22 Agustus 2014

Finally! TNI AL Resmi Pesan 4 Unit KCR Klewang Class

63m_fast_1
Bagi sebagian besar orang Indonesia, melihat terbakar habisnya KRI Klewang 625 pada awal Oktober 2012 menyisakan rasa sedih yang mendalam. Tentu rasa sedih itu beralasan, selain produk buatan Dalam Negeri, KRI Klewang bisa dibilang masterpiece inovasi alutsista untuk matra laut di Indonesia. Belum pernah sebelumnya di Indonesia dibuat KCR (kapal cepat rudal) dengan model trimaran (lunas tiga), bahkan TNI AL pun seumur-umur belum pernah punya kapal cepat dengan kemampuan stealth seperti ini.
Setelah hangusnya KRI Klewang di pantai Banyuwangi – Jawa Timur, lantas publik bertanya-tanya, apakah pengembangan Klewang Class akan dilanjutkan, lantas bagiamana tanggapan pihak user, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, akankan melanjutkan pesanan setelah adanya musibah kebakaran? Beberapa dugaan bermunculan, seperti rumor penyebab terbakar karena hubungan arus pendek dan rangan bangun. Investigasi pun dilakukan secara menyeluruh, meski hasil investigasi resmi tidak dipublikasikan, tapi ada kabar yang sangat baik. Menjelang HUT RI ke-69 ini, pihak TNI AL telah mengkonfirmasi bahwa akan mengadopsi 4 unit Klewang Class.
63m_fast_2
Tampilan buritan KRI Klewang
Tampilan buritan KRI Klewang

Dikutip Indomiliter dari Janes.com (14/8/2014), KSAL Laksamana Marsetio telah mengkonfirmasi pengadaan 4 unit KCR Klewang buatan PT. Lundin Industry Invest (North Sea Boats). Tapi dari kutipan di Janes.com, nampak ada sentuhan baru untuk 4 unit Klewang Class yang akan digunakan TNI AL. Kapal patroli yang tak kasat radar ini, disebutkan akan menggunakan teknologi lambung kapal buatan Saab. Saab tak lain manufaktur persenjataan asal Swedia yang namanya sangat kampiun. Nantinya lambung Klewang bakal menggunakan bahan nanokomposit. Bahan nanokomposit ini dipercaya lebih kuat dan punya daya stealth tinggi jika dibanding material lambung sebelumnya yang menggunakan serat karnon (carbon fiber).
Peter Carlqvist, head of Saab Indonesia, menyebutkan bahwa pihaknya telah mendapat kontrak untuk menggarap satu unit kapal ini. Dengan asupan teknologi sistem kapal dari Swedia, Klewang Class nyatanya juga mendapat polesan baru dari sisi persenjataan. Bila di versi yang terbakar dahulu, kapal disiapkan untuk membawa delapan peluncur rudal anti kapal C-705 buatan Cina. Maka di Klewang mendatang rudal anti kapalnya bakal menggunakan RBS-15 MK3 dengan empat peluncur. Rudal dengan pemandu active radar homing ini sanggup menjangkau sasaran sejauh 200 km dengan kecepatan sub sonic. Rudal buatan Saab Bofors Dynamic ini dibekali GPS (global positioning system) untuk akurasi sasaran dan mampu melesat secara sea skimming.
Rudal anti kapal RBS-15 MK3
Rudal anti kapal RBS-15 MK3
Korvet AL Swedia Vibby Class yang juga dibekali rudal RBS-15 MK3
Korvet AL Swedia Visby Class yang juga dibekali rudal RBS-15 MK3
Penempatan rudal RBS-15 di Visby Class
Penempatan rudal RBS-15 di Visby Class

Urusan sensor dan radar pun dipasrahkan ke teknologi Swedia, untuk radar intai dipercayakan pada Sea Giraffe 1X 3D compact radar. Kemudian untuk teknologi senjata, radar, dan sensor dipadukan dalam CMS (combat management system) yang mengadopsi Saab 9LV MK4. Sementara kendali penembakan dipercayakan pada CEROS 200 air defence fire control.
Menyandang kodrat sebagai kapal patroli berkemampuan stealth, maka rancang bangun yang minimalis juga berpengaruh pada pilihan senjata. Berbeda dengan kapal perang TNI AL yang konvensional, maka pada Klewang dudukan peluncur rudal terlindung di dalam body kapal. Untuk senjata utama di haluan, pun juga harus diberi kesan stealth, nantinya Klewang Class akan dipasangi meriam Bofors 40 MK4 buatan BAE Systems. Bofors 40 (kaliber 40 mm) bukan barang baru di lingkungan TNI AL dan Arhanud TNI AD. Tapi untuk Klewang, Bofors 40 MK4 tampil menggunakan kubah model stealth. Beda dengan Bofors 40 yang ada di FPB-57, Bofors 40 di Klewang dioperasikan secara remote dengan dipandu radar. Soal reaksi lumayan menggetarkan, meriam ini sanggup melontarkan 300 proyektil per menit (dengan tipe amunisi sama), sementara dengan penggantian tipe amunisi, 100 proyektil dapat diumbar per menit.
Bofors 40 MK4
Bofors 40 MK4

Dengan modal stealth, Klewang Class bakal mengemban misi strategis di masa mendatang. Klewang pun tak lupa dibekali perangkat perang elektronik, baik ESM (electronic support measure) dan ECM (electronic counter measure). Digadang sebagai kapal patroli di lautan dangkal, perangkat elektronik yang disiapkan mampu memindai dan mengidentifikasi posisi dari sinyal radio yang dipancarkan telepon selular (ponsel). Tentunya kemampuan ini sangat berarti dalam menunjang misi-misi anti pembajakan dan illegal fishing. Dengan segala kemampuan teknologi dan sistem senjatanya, nampak Klewang Class bakal memberi efek getar serius di kawasan Asia Tenggara. Satu yang kurang, kapal ini sayangnya belum disiapkan untuk menghadapi peperangan bawah laut, ASW (anti submarine warfare), terlihat dengan tidak adanya bekal torpedo dan roket anti kapal selam. Jika tak ada aral melintang, Klewang Class pertama akan rampung dan diserahkan ke TNI AL pada tahun 2016 mendatang. (Haryo Adjie)

Terma SKWS DLT-12T: Perisai Serangan Rudal Anti Kapal di Korvet SIGMA Class TNI AL

KRI DIPONEGORo
“Peran tempur.. peran tempur.. bahaya serangan udara,” peringatan lewat pengeras suara membahana di seluruh lorong dan kompartemen KRI Diponegoro 365. Saat itu disimulasikan salah satu korvet SIGMA Class TNI AL ini mendapat ancaman serangan udara. Diproyeksikan korvet buatan Damen Schelde Naval Shipbuilding, Belanda ini mendapat serangan rudal anti kapal. Sontak seluruh elemen kesenjataan di kapal disiapkan secara penuh, terutama senjata yang berkemampuan PSU (penangkis serangan udara).
Dalam kesiapan tempur menangkal serangan udara, korvet SIGMA Class TNI AL punya paduan beberapa senjata, seperti kanon reaksi cepat OTO Melara kaliber 76 mm, rudal anti serangan udara jarak pendek (SAM) Mistral dengan peluncur Tetral, lalu ada dua kanon Vektor G12 yang dioperasikan secara manual. Tapi cukupkah kombinasi senjata diatas? Bila yang dihadang jenis pesawat tempur atau helikopter rasanya masih memadai, tapi lain halnya bila yang datang adalah rudal anti kapal.
Seperti diketahui, rudal anti kapal generasi terbaru sudah kian canggih, selain kecepatannya sudah masuk ke level supersonic, punya manuver yang lebih lincah, soal rancang bangunnya juga kini lebih stealth dan mampu melesat dengan pola sea skimming, alhasil radar di kapal lebih sulit untuk mendeteksi dan mengunci keberadaan rudal anti kapal yang bisa menyongsong maut. Sayangnya, korvet kelas Diponegoro (SIGMA Class) yang terdiri dari KRI Diponergoro 365, KRI Hassanudin 366, KRI Sultan Iskandar Muda 367 dan KRI Frans Kaisiepo 368, tidak dibekali kanon model CIWS (close in weapon system) yang dipercaya ideal menangkal rudal anti kapal supersonic.
7874ef718f6b2474b0e9d9db22b44e03
KRI Sultan Iskandar Muda 367
Terma SKWS DLT-12T decoy launcher
Terma SKWS DLT-12T decoy launcher




Diponegoroclass
Lantas apa yang dilakukan awak KRI Diponegoro menghadapi serbuah rudal anti kapal? Selain mengoptimalkan paduan kanon yang ada, SIGMA Class sudah dibekali perangkat penangkal rudal anti kapal, yaitu Terma SKWS (soft kill weapon system) DLT-12T buatan Denmark. Ini merupakan perangkat decoy launching system. Desain perangkat ini mirip dengan pelontar granat asap yang ada di panser/tank. Dengan pola operasi mirip mortir, peluncur menembakkan roket kaliber 130 mm yang berisi chaff ke udara. Ada dua peluncur DLT-12T yang disematkan pada korvet SIGMA, masing-masing di kanan dan kiri di deck atas. Masing-masing DLT-12T terdiri dari 12 tabung peluncur. DLT-12T disiapkan untuk memberi perlindungan penuh kapal dari segala arah (360 derajat). Untuk itu tiap 3 tabung dalam peluncur DLT-12T diarahkan pada sudut yang berbeda. Per tiga tabung mengusung sudut 10 derajat, 40 derajat, 60 derajat, dan 135 derajat.
Jenis chaff yang dilontarkan ke udara ada beberapa jenis, disesuaikan dengan kebutuhan dan spesifikasi ancaman. Ada SeaGnat 24 seduction chaff untuk menghancurkan rudal, SeaGnat 216 untuk mengacaukan/membingungkan sensor rudal, chaff pengacau jammer, hingga jenis chaff untuk mengecoh sinar infra red dan frekuensi radio yang digunakan rudal udara ke permukaan. Mengingat pentingnya perangkat ini, decoy launcher model ini lumrah hadir tak hanya di kapal kombatan, melainkan jenis kapal LPD (landing platform dock) juga ideal untuk dipasangi untuk self defence.

Upload secara manual.
Upload secara manual.
c-guard-tubes_464

Kendali pengoperasian SKWS dapat dilakukan lewat sistem full otomatis, semi otomatis dan manual. Untuk sistem otomatis, peluncur decoy dikendalikan langsung dari PIT (pusat informasi tempur). Panel kendali otomatis menghubungkan antara combat management system (CMS). Di CMS terintegrasi launcher interface units, launch control computer dan control unit. Untuk menghasilkan keputusan peluncuran decoy yang tepat, perhitungan algoritma harus dilakukan secara presisi berdasarkan jenis dan spesifikasi ancaman yang datang menuju kapal.
Combat management system Terma SKWS
Combat management system Terma SKWS
Perhitungan algoritma dan database identitas sasaran menjadi penentu.
Perhitungan algoritma dan database identitas sasaran menjadi penentu.

Secara keseluruhan, gelar operasi peluncur decoy ini tak bisa dilepaskan dari peran radar intai. Lewat CMS, kemampuan radar intai Thales MW08 yang ada di korvet SIGMA dapat memberi deteksi dan kesiapan tempur lebih dini pada sasaran yang mendekat. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Terma SKWS DLT-12T
Power Requirements
LCC 115 or 230VAC +15/-20%, 47-63 Hz, < 150W
LIU Mains: 115 or 230VAC +15/-20%, 47-63 Hz
Back-up: 24VDC nom. (18-32VDC)
< 600 W during firing
< 150 W in stand-by
CU & RIS    Powered from the LIU
Dimensi : Launcher DL-12T 1000 x 2400 x 1200 mm
Berat : 550 kg

Indomil. 

TNI AU akan Terima Radar MSSR 2000 I dari Airbus

MSSR 2000 I
Perusahaan Airbus Defence and Space Eropa mendapatkan kontrak dari SBL Star Technology Pte Ltd, Singapura, untuk menyuplai peralatan pengawasan dan identifikasi pesawat canggih kepada TNI Angkatan Udara, menurut laporan media-media asing (tidak dilaporkan laman resmi kedua perusahaan).

Tertuang dalam kontrak, pihak Airbus Defence and Space akan memberikan dua monopulse secondary surveillance radars 2000 I (MSSR 2000 I) untuk integrasi pada sistem pelacakan dan pengawasan udara mobile yang akan dioperasikan oleh TNI AU.

Radar MSSR 2000 I diharapkan akan meningkatkan kendali TNI AU atas lalu lintas udara dan pertahanan udara di Nusantara.
Kepala Airbus Defence and Space Electronics Business Line, Thomas Muller mengatakan: "Otoritas pengendali lalu lintas udara di seluruh dunia terus menghadapi masalah peningkatan kepadatan lalu lintas udara."

"Termasuk juga lalu lintas udara militer, situasi seperti ini membutuhkan sistem sistem pemandu berkinerja tinggi yang akan menjamin keamanan, pertukaran data yang komprehensif dan alokasi wilayah udara yang efisien. Dengan sistem kami yang sudah dioperasikan di sekitar 30 negara, kami telah membuktikan kemampuan kami dalam menghadirkan solusi yang andal," ujar Muller.
Diklaim sebagai satu-satunya radar sekunder yang bersertifikat sesuai dengan standar kontrol lalu lintas udara terkini, baik sipil maupun militer, sistem MSSR 2000 I akan memberikan gambaran mengenai situasi udara berdasarkan interogasi dan balasan otomatis (automatic reply) dari pesawat secara individual.

Radar MSSR 2000 I yang akan bekerja bersama radar utama ini akan mengirimkan sinyal interogasi sesuai dengan standar Mode S terbaru, yang akan memberikan gambaran posisi pesawat secara real time, memandu semua pesawat, mengeliminasi kebutuhan individual radar target acquisition dan mengumpulkan respon. Semua hal ini akan secara signifikan akan meningkatkan pengawasan dan pengendalian lalu lintas udara.
Selain juga digunakan dalam militer untuk mengidentifikasi teman atau musuh (IFF) secara otomatis demi menghindari kesalahan tembak, MSSR 2000 I juga berkemampuan Mode 5, standar IFF militer terbaru yang akan akan diterapkan kepada seluruh negara NATO.
MSSR 2000 I saat ini diantaranya digunakan pada kapal-kapal Angkatan Laut Jerman, Inggris dan Perancis (pada Mistral), termasuk Amerika Serikat untuk tujuan pengendalian lalu lintas udara sipil. Pengiriman ke TNI AU dijadwalkan akan selesai pada awal tahun depan dengan nilai kontrak yang tidak disebutkan.
Airbus Defence and Space adalah divisi dari Airbus Group yang fokus pada pengembangan dan produksi pesawat militer, sistem dan satelit komunikasi dan sistem elektronik, dan sebagai satu diantara sepuluh perusahan pertahanan terbesar di dunia.
 

Helikopter Apache Meriahkan HUT TNI

Menteri Pertahanan RI bersama  Commander of USARPAC General Vincent K Brook, di Depkemhan, Jakarta ( photo dmc.kemhan)
Menteri Pertahanan RI bersama Commander of USARPAC General Vincent K Brook, di Kementerian pertahanan, Jakarta ( photo dmc.kemhan)

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengharapkan helikopter-helikopter Apache milik Angkatan Darat Amerika Serikat yang ditugaskan di USARPAC (United Stade Army Pacific) dapat berperan serta pada peringatan Hari Ulang Tahun TNI Oktober mendatang di Surabaya, serta pada latihan bersama Angkatan Darat kedua negara yang dilaksanakan setiap tahun bernama Garuda Shield. Commander of USARPAC General Vincent K Brook menjelaskan, empat helikopter Apache yang berada di USARPAC siap memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun TNI dan ikut serta dalam Garuda Shield Tahun 2014.
Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dengan Commander of USARPAC General Vincent K Brooks , Selasa (19/8), di Universitas Pertahanan Indonesia sebelum menyaksikan peresmian Patung Penjaga Perdamaian di kawasan IPSC Sentul Bogor.
Helikopter Apache Longbow  AH-64D Belanda (photo:militaryphotos.net)
Helikopter Apache Longbow AH-64D Belanda (photo:militaryphotos.net)

Saat ini proses pengadaan helikopter Apache oleh Pemerintah RI masih terus berjalan. Hal itu juga terkait dengan proses penyusunan MoU Indonesia dan Amerika Serikat mengenai keamanan komunikasi dan informasi yang juga sedang berjalan, karena helikopter Apache memiliki kemampuan mengumpulkan data dan informasi saat berada di udara. Dengan adanya MoU ini maka kepentingan keamanan informasi kedua negara dapat terlindungi. MoU saat ini telah berada pada tahap penyesuaian di para Kepala Staf Angkatan. Menhan berharap MoU ini dapat diselesaikan secepatnya sehingga pengadaan Helikopter Apache bagi TNI dapat segera terwujud sebelum Oktober 2014.
Dalam hubungan kerjasama kedua negara di bidang pendidikan, Menhan menjelaskan bahwa Pemerintah RI berharap dapat terus meningkatkan kemampuan SDM pertahanan melalui berbagai program kerjasama pendidikan. UNHAN saat ini sedang menggagas kerjasama dengan George Washington University (GWU) Amerika Serikat di bidang Pendidikan Diplomasi dan Ilmu Politik.
Menhan berharap gagasannya mengenai sandwich program yang ditawarkan kepada GWU dapat disetujui. Sandwich program adalah program dimana mahasiswa UNHAN yang mengikuti pendidikan tingkat lanjut dapat mengikuti pendidikan pula di GWU sekitar satu tahun dan gelarnya mendapat pengakuan dari GWU. (dmc.kemhan.go.id).

TNI Bangun Pangkalan di Kepulauan Riau

KCR 40, KRI Clurit dan KRI Kujang
KCR 40, KRI Clurit dan KRI Kujang

Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) akan menerima tambahan empat KCR-40 kapal serang rudal pada akhir 2014 untuk memperkuat kemampuan maritim regional.
Berbicara kepada IHS Jane pada 14 Agustus di Jakarta, Kepala Staf Koarmabar Laksaman Pertama Amarulla Octavian menggambarkan kapal tambahan tersebut memiliki kecepatan tertinggi 30 kt, berperan dalam memperkuat pengawasan, patroli, dan kemampuan intersepsi di wilayah operasinya. Daerah operasi meliputi Selat Malaka yang rawan pembajakan, serta daerah maritim yang disengketakan Tanjung Datu dan Kepulauan Natuna.
Secara keseluruhan, TNI-AL saat ini mengoperasikan empat kapal KCR-40 dari Clurit Class diharapkan bertambah hingga 24. Dua kapal, KRI Clurit dan KRI Kujang, yang ditugaskan untuk Koarmabar telah menyelesaikan percobaan sea trial untuk sistem rudal C705 pada bulan Juli.
“Tambahan kapal akan memberi kita menjadi total enam kapal pada akhir 2014″, kata Octavian, yang juga menegaskan bahwa Koarmabar bermaksud untuk mempekerjakan kapal 44 m untuk membantu mengatasi pembajakan maritim di Selat Malaka, serta mengamankan perbatasan maritim Indonesia dan kepentingan yang lebih luas di laut.
Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP) menyarankan memperkuat kondisi keamanan maritim Asia Tenggara. Dalam laporan kuartal pertama 2014, badan kontra-pembajakan tercatat delapan insiden di Malaka dan selat Singapura, dibandingkan dengan total lima insiden untuk seluruh tahun 2012 dan 2013.
Baru-baru ini insiden serangan terhadap kapal kargo Naniwa Maru No 1 di April 2014 di dekat Port Klang, Malaysia, yang mengakibatkan 2.500 ton Marine Diesel Oil yang tersedot dicuri, dan tanker GPT 21 di November 2013, dilakukan 10 bajak laut bersenjata naik kapal dari Pulau Kukup di Selat Malaka.
Namun, meski perdebatan tentang apakah negara pantai harus meningkatkan patroli di daerah yang terkena dampak, Oktavianus menyatakan bahwa pembajakan maritim regional tidak dapat diselesaikan dengan peningkatan jumlah kapal saja. “Untuk mengatasi masalah itu, kita harus mulai mencari di darat daripada di laut”, katanya.
“Perlu ada koordinasi yang lebih besar antara badan anti-pembajakan dan angkatan laut dengan melakukan penyelidikan dan berbagi informasi. Saat ini kita mendapat laporan dan peringatan insiden. Apa yang kita butuhkan adalah tindak lanjut seperti upaya investigasi bersama antara angkatan laut di daerah dan badan-badan anti-pembajakan”, kata Laksamana, menambahkan bahwa Indonesia siap untuk memberikan informasi tentang penyelidikan pembajakan bila diminta pihak lain.
Dalam hal apakah Indonesia akan berpartisipasi dalam kegiatan ReCAAP, Laksamana Octavian menjawab bahwa TNI-AL menghormati pekerjaan ReCAAP dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan organisasi berkaitan dengan berbagi informasi. Dia mengomentari bahwa Indonesia bisa bergabung dengan badan multinasional di masa depan. (janes.com).

Seperti Apa Wujud Tank ‘Misterius’ Buatan Pindad?

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah menyiapkan 7 program kemandirian industri pertahanan (inhan) yakni Pengembangan Pesawat tempur (KFX/IFX), Roket dan Rudal Nasional, Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Kapal Selam, Pembangunan Industri Propelan, Radar Nasional dan Tank Nasional.

Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Inhan, untuk Lead Integrator dipercayakan kepada perusahaan pelat merah yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Strategis. Salah perusahaan tersebut adalah PT Pindad, yang dipercayakan menangani program Tank Nasional.
Direktur Operasi Produk Hankam PT Pindad, Tri Hardjono mengatakan, pihaknya telah menyiapkan konsep pembuatan kendaraan tempur lapis baja menggunakan roda rantai ini.
Konsep awal akan dilakukan untuk membangun tank ukuran sedang bersama sejumlah mitra luar negeri, salah satunya Perusahaan Kontraktor Militer FNSS asal Turki. Sesuai dengan kondisi geografis, bobot tank dipilih tidak boleh lebih dari 30 ton.
“Tank medium itu kita diminta untuk mengkoordinir seluruh aktivitas, desain engineering maupun sourching itu yang kita lakukan dengan FNSS. Rencananya itu adalah penelitian bersama dan produk sharing bersama. Harapannya Pindad punya pakar, baik di dalam negeri maupun kawasan sekitar,” ucap Tri kepada Liputan6.com di kantornya, Bandung, Jawa Barat.
Untuk Turret system, PT Pindad sudah menyiapkan 3 pilihan yaitu Cockerill Maintenance & Ingenierie (CMI) Belgia, Oto Melara asal Italia dan Denel Land System asal Afrika Selatan. Sedangkan untuk mesin pemilihan dari Negara di Eropa salah satunya dari industri pertahanan Perancis.
“Ini juga ada beberapa alternatif, karena kita sudah putuskan medium tank ini menggunakan 105mm, kita punya tiga alternatif yang bisa menyuplai 105 mm. Ada CMI, Oto Melara, Ada denel. Itu juga kita ajukan kepada pihak kementerian kepada KKIP, kepada user, terkait kelebihan dan kekurangan dari masing-masing kanon turret ini,” papar Tri.
“Teman-teman sudah memiliki beberapa alternatif. Itu ada 3 pilihan untuk engine. Sesuai dengan pengalaman, kita lebih mudah menggunakan produk Eropa. Di sana mereka telah memiliki berbagai varian, di mana engine itu juga digunakan untuk komersil,” imbuh dia.
Selain bobot yang menjadi syarat utama, sejumlah pra-syarat juga harus dipenuhi desainer PT Pindad dan FNSS seperti Silhouette (bayangan). Hal ini dilakukan agar tank mudah bersembunyi saat berada di medan perang.
“Konsep produknya dari Pindad, kita sudah memberikan desain-desain bahwa tinggi tidak boleh lebih dari 2,5 meter di atas kanon kayak gitu-gitu dari Pindad. Kemudian, performance seperti apa itu juga dari Indonesia. Itu yang kita mengembangkan kerjasama dengan mereka, bahwasanya penentuan sumber sourching contohnya Power Pack, Engine. Itukan sangat menentukan pada saat nanti kemudian maintenance dan sebagainya. Itu juga kita memberikan masukan,” terangnya.
Tank medium buatan Pindad ini akan selesai pada Tahun 2016. Pindad berharap tank medium dapat membantu kebutuhan alat utama sistem alat utama sistem senjata (alutsista) TNI yang telah berumur uzur.
“Bapak KSAD juga sudah mengharapkan Pindad segera mengeluarkan roda rantai, karena penggunaan dan kebutuhan berbeda. Medium tank, karena ini pendanaan dari Negara ya dari Kementrian harapannya dalam 3 tahun APBN itu bisa diselesaikan,” tandas Tri. (Ein)

PASSING EXERCISE KRI FKO-368 DENGAN KAPAL PERANG BARU TNI AL DI LAUT MEDITERANIA


Bersamaan dengan pelaksanaan on task yang ke-17, Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/UNIFIL 2014 KRI Frans Kaisiepo-368 (FKO) bertolak dari pelabuhan Beirut menuju titik rendezvous (RV) dalam rangka melaksanakan Passing Exercise (Passex) dengan kapal perang baru TNI Angkatan Laut di Laut Mediterania, Lebanon, Minggu (17/8/2014).
Sekilas tentang kapal perusak kawal rudal jenis Multi Role Light Frigate (MRLF) yang belum lama ini pada tanggal 18 Juli 2014, diresmikan oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Bapak Purnomo Yusgiantoro di dermaga Anchorline, Barrow-In-Furness, Inggris dan diberi nama pahlawan asal Surabaya yaitu KRI Bung Tomo-357 (TOM). Kapal perang yang diproduksi BAE Systems Inggris pada tahun 2004 tersebut memiliki spesifikasi teknis yang handal, dengan panjang 95 meter dan lebar 12,7 meter serta dilengkapi mesin pendorong empat motor pokok Combined Diesel and Diesel (CODAD) yang mampu berlayar dengan kecepatan maksimum hingga 31 knots. Selain itu juga didukung dengan sistem persenjataan yang cukup mutakhir seperti Surface to Surface Missile (SSM) Exocet MM 40 Blok II, Surface to Air Missile (SAM) Sea Wolf, meriam utama 76 mm, meriam 30 mm, dan torpedo untuk anti kapal selam.
Bertepatan dengan Hari proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 2014, pukul 06.00 waktu setempat, KRI FKO-368 dan KRI TOM-357 telah berada di titik yang telah ditentukan yaitu di Zone  1 South, Area of Maritime Operations. Setelah berkomunikasi secara singkat, kedua kapal mulai bermanuver dengan didahului oleh KRI FKO-368 yang melaksanakan operasi penerbangan Helly BO-105 untuk mengabadikan kegiatan tersebut dari udara. Kegiatan passex dilanjutkan dengan station keeping yang dilaksnanakan oleh KRI FKO-368 sekaligus memberikan penghormatan perdana kepada KRI TOM-357. Simple Manoeuvring Exercise dilaksanakan sebagai penutup kegiatan passex. Selanjutnya kedua KRI bergerak sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing setelah saling memberikan penghormatan.
Kegiatan passex dapat berjalan aman dan lancar, berlangsung selama kurang lebih 2 jam sesuai rencana yang sudah dikoordinasikan jauh sebelumnya. Selanjutnya, KRI FKO-368 menuju sektor patrolinya di Zone 1 Center dalam rangka melanjutkan misinya di bawah bendera PBB dan KRI TOM-357 bergerak ke Selatan menuju terusan Suez dalam rangka melanjutkan operasi penyeberangan menuju tanah air tercinta Indonesia.
(Penerangan Satgas Maritim TNI KONGA XXVIII-F / UNIFIL 2014)
(Dispenal Mabesal )