Senin, 11 Agustus 2014

Kerjasama PT Pindad dan Rheinmetall

 
image

Produsen senjata PT Pindad (Persero) terus memperluas ekspansi penjualan produknya ke pasar amunisi internasional. Perseroan ini meneken kerja sama dengan produsen senjata asal Jerman yang berkedudukan di Afrika Selatan, Rheinmetall Denel Munition (RDM). “Pada tahap awal, kami akan fokus ke amunisi kaliber 30-105 milimeter,” kata Direktur Utama PT Pindad Sudirman Said di Hotel Shangri-La, Kamis, 7 Juli 2014.
Kerja sama dengan RDM ini akan membantu PT Pindad menggarap pangsa internasional, karena RDM selama ini menjadi pemasok amunisi ke 84 negara. “Sebagai langkah awal membuka pasar internasional, Pindad akan memasok amunisi di Asia Tenggara”, ujar Sudirman Said.
PT Pindad juga sudah menyiapkan fasilias produksi demi tercapai tujuannya itu. “Kami akan membuat fasilitas besar di Malang, Jawa Timur,” kata Sudirman. Hingga kini fasilitas yang dibangun dengan investasi Rp 15-20 miliar tersebut belum siap produksi. “Kami rencanakan setahun dari sekarang seluruh fasilitas itu lengkap.”
Chief Executive Officer RDM Nobert Schulze optimistis PT Pindad bisa meraih targetnya di pasar internasional. “Posisi Indonesia strategis,” ujarnya. Indonesia bisa menjangkau pasar Asia Tenggara dan Asia. (Tempo.co).

IAe: Durian Runtuh di Musim Luruh

 
CN235 TUDM
CN235 TUDM

Matahari siang seperti belum puas melihat rerumputan yang meradang kepanasan. Bunga-bunga penghias jalanan lunglai terkulai tak berdaya, sementara sungai dan waduk-waduk sudah lama kering kerontang. Di beberapa tempat di sekitar Kuala Lumpur dan Selangor, secara bergantian mengalami giliran jatah aliran air bersih di rumah-rumah penduduk. Kondisi kering telah lama menghantui masyarakat ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Ironis, berita-berita di layar kaca justru lebih sering memperlihatkan bencana banjir yang kerap terjadi di Jakarta. Sehingga pertanyaan menggelitik seringkali terdengar di kalangan masyarakat etnis China yang pemukimannya mengalami pemutusan aliran air bersih, apakah hujan ini sudah dibeli semua oleh orang seberang? Hehehe..! Maklum, dalam tahun ini, Malaysia mengalami penurunan curah hujan yang drastis. Sering dilakukan usaha merekayasa hujan, tapi dari sepuluh kali hasil uji coba, hasilnya hanya dikisaran 10-20% saja. Apa yang salah dengan iklim di Malaysia?
Inilah sesungguhnya awal diskusi yang melibatkan para pakar teknologi di Kementerian Teknologi Hijau Malaysia. Harus diakui, meskipun kementerian ini memiliki anggaran yang relatif besar, namun fasilitas yang dimilikinya, ternyata jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan fasilitas milik LIPI. Dari sini pula, diskusi merambat kepada sektor kepemilikan dan penguasaan teknologi. Tidak diketahui jelas apa alasan yang mendasarinya, tiba-tiba Indonesia dijadikan sebagai objek pembanding. Padahal, biasanya Malaysia lebih memilih Thailand sebagai pembandingnya, mengingat kedua negara ini memiliki kesamaan letak geografis, yakni merupakan bagian dari mainland of Asia. Dari mulai sejarah kepemilikan satelit, penguasaan teknologi aeroangkasa hingga kepemilikan radar dan penguasaan teknologi yang menyertainya. Hingga pada akhirnya diskusi ini menyeret pada satu keyakinan bersama bahwa Indonesia telah menguasai sebuah teknologi yang tidak mereka kuasai. Sayang, saya bukan orang yang ahli dalam bidang aeroangkasa dan meteorologi, sehingga kurang bisa merangkai sebab akibat dari mengapa akhirnya mereka bisa sampai pada kesimpulan bahwa Malaysia harus segera mengakuisi CN235MPA versi terbaru produksi IAe(sebutan PTDI dalam bahasa Inggris). Selain itu mereka juga berminat dengan produk N295, dengan syarat semua spect N295 yang mereka pesan nanti harus sama persis dengan produk sejenis yang telah dimiliki Indonesia. Padahal sehari sebelumnya, Sultan Brunei belum berani memesan pesawat N295 ini, selama produk tersebut belum dibangun seluruhnya di Indonesia. Ada apakah gerangan, kira-kira seperti itulah pertanyaan kecil yang sering hinggap di pikiran.
Tadi siang, tiba-tiba handphone saya bergetar. Sebuah email dari seorang sahabat, dengan lantang mengucapkan selamat atas keberhasilan PTDI dalam merebut minat dari para petinggi di lingkungan TUDM. Dia juga tidak lupa meminta maaf karena selama kepergiaannya selama ini tidak pernah berkirim kabar. Rupanya dia telah diutus oleh atasannya untuk keliling ke berbagai negara, semata-mata untuk memantau tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk pesawat jenis CN235 atau C235 dalam berbagai versi. Hasilnya ternyata telah menuntun pada hasil sidang antar menteri terkait hari ini, dalam menentukan pilihan bagi armada angkutan ringan, sedang, dan marine patrol. Komisi ini telah merekomendasikan pesawat CN235 dan N295 IAe, sebagai armada baru yang mereka perlukan.
Tentu saja kebanggaan besar tiba-tiba menyeruak dalam hati saya ketika dia menambahkan bahwa ternyata US sendiri lebih mengandalkan pesawat ini untuk mengontrol perairannya. Bahkan lebih handal dari produk sejenis yang dikeluarkan oleh Italia dan Swedia, atau bahkan dengan produk USnya sendiri..! Hahaha..! Nah lho? Masih belum yakin juga dengan kemampuan insinyur PTDI ?.
CN 235 TUDM, Malaysia Made in IAe
CN 235 TUDM, Malaysia Made in IAe

Dia menambahkan bahwa CN235 Malaysia yang telah diupgrade pada tahun 2009, konon kini telah menjadi tulang punggung bagi pengawasan wilayah udara dan laut Malaysia yang tidak kecil nilainya. Latma Ex Thypoon beberapa waktu lalu adalah medan pembuktian pesawat mungil ini. Dalam diam, Malaysia telah menyusupkan pesawat ini dalam latihan. Ada keunggulan yang diluar perkiraan dan sangat membanggakan, sehingga MinDef merekomendasikan IAe sebagai pemasok tunggal bagi pengadaan keperluan armada yang telah ditentukan.
Terima kasih Pak Syafrie Syamsudin dan Pak Budi Santoso, yang tidak pernah lelah memperkenalkan buah karya anak bangsa ini ke persada dunia. Semoga kelak bisa menjadi sebuah kebanggaan bersama. Amien..! Salam hangat bung..! (by: yayan@indocuisine, Kuala Lumpur, 08 August 2014).

Aksi Dakota dalam Kampanye PRRI


Dari kokpit C-47 Dakota, Letnan Udara Satu Sukardi melihat di kejauhan pemburu P-51 Mustang dan pembom B-25 Mitchell masih melepaskan tembakan ke bawah dengan manuver menakutkan. Sesaat lagi ke-24 Dakota akan menerjunkan ratusan pasukan payung APRI di Tabing, Padang.

            Dibanding merebut Pekanbaru dan Medan, Operasi 17 Agustus untuk menduduki Kota Padang pada 17 Maret 1958, relatif lebih mudah dari sisi penerbangan. Karena pada saat akan menyerang Padang, AURI sudah mempunyai modal tiga lapangan terbang di Pulau Bintan (Kijang), Pekanbaru (Simpang Tiga), dan Medan (Polonia).

Operasi perebutan Padang bisa disebut sebagai klimaks dari tiga operasi yang disiapkan oleh GKS (Gabungan Kepala Staf) dalam menyudahi petualangan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera.
Seperti ditulis dengan sangat baik oleh Marsekal (Pur) Sukardi di bukunya, “Saatnya Berbagi Pengalaman dan Rasa Sukardi Marsekal TNI (Purn)” dan dikutip di tulisan ini, untuk merebut kembali secara militer seluruh wilayah di Sumatera Utara dan Tengah, telah disiapkan tiga operasi. Yaitu Operasi Tegas untuk menguasai kembali wilayah Riau, dipimpin oleh Letkol Inf Kaharuddin Nasution. Operasi Saptamarga untuk merebut Sumatera Timur dan Tapanuli, dipercayakan kepada Brigjen TNI Djatikusumo. Serta merebut Sumatera Barat, disiapkan Operasi 17 Agustus dengan komandan Kolonel Inf Achmad Yani. Sikap mendua Kolonel Barlian di Sumatera Selatan pun tidak dibiarkan berkembang lebih jauh, sehingga GKS mengirim Letkol dr Ibnu Sutowo dan pasukannya lewat Operasi Sadar. Sikap simpati Barlian kepada PRRI pula yang menjadikan GKS membatalkan penggunaan lapangan terbang Palembang sebagai pangkalan aju.

Soal Kolonel Barlian, Sukardi tiba-tiba ingat kejadian beberapa tahun silam saat dia menjadi staf ahli Menkopolhukam Soesilo Soedarman. Ketika itu muncul aspirasi dari rakyat Palembang untuk mengubah nama bandara menjadi Bandara Barlian. Oleh menteri, hal ini didiskusikan dengan Sukardi, yang kemudian menjelaskan bahwa sikap simpati Barlian kepada PRRI meninggalkan catatan buruk dalam karier militernya. Sang menteri pun mengabaikan permintaan kelompok yang mengatasnamakan rakyat itu.

GKS memang memprioritaskan untuk merebut wilayah Riau secepatnya karena alasan strategis. Di antaranya karena di wilayah tersebut terdapat kilang minyak Caltex yang banyak mempekerjakan warga asing terutama dari Amerika Serikat. Walau di sisi lain, anehnya, para petualang PRRI dan juga Permesta, mendapat dukungan secara diam-diam dari  AS lewat badan intelijen CIA.

Operasi Tegas adalah operasi gabungan laut dan udara. Pasukan KKO (Korps Komando) AL dan Batalion 528 Brawijaya didaratkan dari Sungai Siak Indragiri, sementara PGT (Pasukan Gerak Tjepat) dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) diterjunkan dari udara. Namun karena ALRI butuh waktu untuk mencapai Pekanbaru karena harus menelusuri sungai, maka tak ada pilihan operasi udara harus dilaksanakan segera. Karena operasi gabungan, Letkol Kaharuddin dibantu oleh Letkol Udara Wiriadinata sebagai Wakil Komandan I dan Mayor KKO Indra Subagio sebagai Wakil Komandan II.

Diharapkan menjadi yang terdepan, tidak mudah bagi AURI untuk mewujudkannya. Pasalnya tak satupun lapangan terbang di Sumatera yang bisa dipergunakan karena sudah dikuasai oleh pihak PRRI. Hanya satu yang tersisa, yaitu lapangan terbang Kijang di Bintan yang biasa disebut Tanjung Pinang (sebenarnya ini nama kota di Pulau Bintan), sekitar 350 kilometer dari Pekanbaru. Sejatinya lapangan terbang ini memiliki sejumlah kelemahan seperti tidak tersedianya fasilitas pengisian bahan bakar. Panjang landasan hanya 1.000 meter dan terbuat dari campuran batu dan tanah yang dipadatkan. Taxiway juga tidak tersedia, tempat parkir pesawat sangat terbatas. Penerangan landasan hanya mengandalkan obor-obor minyak tanah yang diistilahkan gooseneck.

Hanya itulah pilihan yang tersedia, padahal Dakota yang akan membawa pasukan payung tidak mampu terbang nonstop dari Jakarta ke Pekanbaru dan kembali lagi ke Jakarta. Legenda Perang Dunia II ini butuh stop over untuk refueling. Alhasil ketika sekitar 50 pesawat AURI dari berbagai jenis yang dilibatkan dalam Operasi mendarat di Kijang, suasananya tak ubahnya terminal bus bayangan. Pesawat di parkir di kiri dan kanan landasan pacu, sangat berdesak-desakan, wing to wing, pun tidak aman.

Peralatan komunikasi dan navigasi pangkalan hanya mengandalkan radio VHF/UHF berkekuatan sedang. Itupun masih mengkhawatirkan karena pasokan listrik yang terbatas. Karena pancaran sinyal alat pemandu navigasi tidak terlalu besar, pesawat yang akan mendarat baru bisa menangkap sinyalnya sekitar 30 mil dari pangkalan.
Menurut catatan Sukardi, sistem pertahanan pangkalan juga setali tiga uang, sesuai kemampuan APRI kala itu. Begitu pula sistem radar, tidak ada sama sekali. Bagaimana mungkin sebuah pangkalan induk tidak dilindungi oleh radar atau sistem pertahanan udara.

Karena itu pertahanan pangkalan terhadap kemungkinan serangan udara lawan, jika ada, dilaksanakan oleh pesawat Mustang. Secara rutin pesawat pemburu ini melakukan patroli udara di sekitar lapangan terbang. “Kalaulah ada sabotase saat itu, habislah sudah AURI,” kenang Sukardi kepada Angkasa di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan.

Persiapan matang
Setelah Pekanbaru berhasil direbut pasukan APRI pada 12 Maret 1958, keberhasilan juga diperoleh lebih mudah ketika menduduki Medan. Pasukan yang semula diterjunkan di Pekanbaru, setelah alih kodal dengan pasukan darat, kemudian diterjunkan kembali di Medan. Perebutan Medan dilakukan dalam sebuah airborne operation skala kecil di Belawan pada 17 Maret yang melibatkan PGT dan RPKAD. Penerjunan dibarengi dengan pendaratan amfibi oleh KKO di pelabuhan Belawan disusul pendaratan pasukan AD dari Batalion 322. Operasi ini dirancang secara mendadak setelah laporan intelijen menyampaikan bahwa Medan diduduki oleh pasukan yang loyal kepada Mayor Boyke Nainggolan. Karena operasi dadakan ini, rencana Operasi 17 Agustus di Padang mengalami penundaan sesaat. Selesai menerjunkan pasukan, Sukardi dan 11 pesawat Dakota lainnya bermalam di Medan, bersiap untuk menyerang Padang.
 

F-16 Blok 15 OCU, Block 25, dan Block 50/52


Om Agung, apa bedanya F-16 Blok 15 OCU, Block 25, dan Block 50/52?
(Septian Wircahyo – Jakarta)
--------------
Sebelumnya kita harus tahu bahwa pesawat F-16 yang keluar dari pabrik sekarang cukup berbeda dengan versi terdahulu. Beberapa hal bisa kita lihat, seperti sayap ekor yang lebih lebar, lubang udara lebih lebar, kanopi berwarna, aneka antena atau tambahan tangki konformal di punggung. Ada yang tidak tampak seperti struktur lebih kuat, mesin lebih baik, sistem elektronik digital, mission computer yang lebih cepat, dan perangkat lunak canggih yang mengakomodasi berbagai fungsi baru, sensor baru, dan senjata baru.

Awalnya F-16 dirancang sesuai konsep Kolonel John Boyd sebagai pesawat tempur ringan untuk misi udara ke udara. Tambahan kemampuan serang darat mengubah F-16 menjadi pesawat tempur multiperan (multirole) yang mampu membawa rudal jarak sedang, sensor infra merah, sistem penglihat malam, radar multimode, senjata presisi, dan berbagai kemampuan lain.

Perbedaan di antara F-16 ditentukan lewat kelompok produksi atau disebut Seri dan Block. Saat ada produksi jenis baru F-16 diproduksi akan diberi seri berbeda dan nomor yang lebih besar. Seri F-16A/B diberikan pada pesawat Block 1 hingga 20. Huruf A menunjukkan pesawat kursi tunggal dan hurup B versi kursi ganda atau tandem. Seri F-16C/D dimulai dengan Block 25 hingga 50/52. Pesawat Block 60 memulai versi baru yang dinamai F-16E/F.

Block 15 OCU. Pesawat F-16 A/B Block 15 diproduksi sebanyak 983. Jenis ini memiliki sayap ekor horizontal lebih besar sehingga lebih stabil, tambahan dua hardpoint dekat inlet, F-16A/B Block 15 OCU (Operational Capability Upgrade) memiliki head up display lebar, data transfer unit, radar altimeter, komputer penembakan, dan senjata serta radar AN/APG-66 yang lebih baik dan mampu menembakkan rudal AGM-119 Penguin antikapal, rudal AGM-65 Maverick, dan rudal AIM-120 AMRAAM (Advanced Medium Range Air-to-Air Missile). Pesawat dilengkapi mesin Pratt & Whitney F100-PW-220 yang dilengkapi DEEC (digital electronic engine control) sehingga mampu mempercepat daya dorong dari posisi idle ke afterburner dari semula 6-8 detik menjadi dua detik. Mesin menjadi  lebih awet, mudah dirawat serta lebih andal.

Block 25. Pesawat Block 25 merupakan evolusi dari versi F-16A/B ke versi F-16C/D. Mulai diterbangkan Juni 1984, tercatat 244 pesawat  F-16  Block 25 hanya dipergunakan oleh USAF. Senjata utama Block 25 adalah AMRAAM di samping memiliki kemampuan serangan darat secara presisi dan malam hari. Pesawat ini dilengkapi komputer penembakan, komputer manajemen senjata, layar multifungsi, data transfer unit, radar altimeter, sistem navigasi inersial dan radio UHF antijam.  Pesawat dilengkapi radar AN/APG-68 yang memiliki jangkauan lebih jauh, resolusi lebih baik, dan memiliki mode operasi lebih banyak dari APG-66. Dilengkapi head up display lebih lebar dengan tombol upfront serta dua layar head-down multifungsi. Seluruh Block 25 dilengkapi mesin Pratt & Whitney F100-PW-220E yang merupakan upgrading engine seri-200. (Kol. Pnb. Agung "Sharky Sasongkojati)

Indonesia Inginkan Rudal BrahMos

 image

Sejalan dengan visi Perdana Menteri India Narendra Modi untuk ekspor hardware pertahanan, produsen rudal jelajah supersonik BrahMos Aerospace mengatakan bahwa negara-negara Asia dan Amerika Latin Tenggara telah menunjukkan minatnya untuk mengakuisisi sistem senjata jarak 290 km itu dan mungkin India akan mengekspor rudal Brahmos untuk negara-negara sahabat tertentu.
“Beberapa negara Asia dan Amerika Latin Tenggara menginginkan BrahMos, dan menyatakan minatnya untuk itu, terutama untuk angkatan laut dan versi pertahanan pesisir. Sebuah daftar pasti negara-negara peminat sudah ada. Kami mengalami kemajuan dengan strategi pemasaran untuk mengekspor Brahmos ke negara-negara tertentu, yang disetujui oleh pemerintah India dan Rusia, “kata CEO BrahMos Aerospace, Sudhir Kumar Mishra.
“Kami berharap beberapa kontrak ekspor akan ditandatangani dengan negara-negara sahabat untuk India dan Rusia dalam waktu dekat,” katanya dalam sebuah wawancara kepada PTI.
Mishra menolak menyebutkan nama negara-negara yang telah menunjukkan minat terhadap sistem rudal Brahmos, namun sumber Kementerian Pertahanan mengatakan Vietnam dan Indonesia di Asia Tenggara dan Venezuela di Amerika Latin telah menyatakan keinginannya untuk mendapatkan rudal Brahmos.
Sebelumnya, Kepala DRDO Avinash Chander juga telah menyatakan minatnya untuk mengekspor senjata pertahanan untuk negara-negara sahabat.
DRDO dan Rusia NPO Mashinostroyenia (NPOM) adalah mitra dalam patungan dalam membangun BrahMos.
Perjanjian antar pemerintah India dan Rusia dalam pengembangan rudal BrahMos juga menetapkan penggunaan rudal yang canggih ini ke dalam angkatan bersenjata India dan Rusia serta ekspor ke negara-negara sahabat.
Baru-baru ini, Perdana Menteri India telah menyatakan bahwa India sekarang harus bergerak ke arah kemandirian dalam memproduksi senjata dan sistem militer dan juga mencari mengekspor ke negara-negara sahabat.
Ditanya tentang rencana jangka pendeknya untuk pengembangan perusahaan rudal dalam negeri, Mishra mengatakan akan melokalkan pengembangan rudal di India, peningkatan kapasitas produksi yang lebih besar, memenuhi pesanan produksi lebih cepat dari jadwal untuk memastikan pengiriman rudal tepat waktu dan memastikan versi yang berbeda dari rudal BrahMos untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan kekuatan pertahanan termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Mishra mengatakan kontribusi India sejauh ini hanya untuk sistem panduan navigasi dan sistem kontrol penembakan. “Kita harus fokus pada pengembangan teknologi lokal bagi mesin dan penjejak dari rudal BrahMos,” tambahnya. (timesofindia).

Lockheed Martin Siap Modernisasi Radar Indonesia

 image
Pemasok sistem pertahanan internasional Lockheed Martin bekerjasama dengan mitra-mitra lokal Indonesia, untuk membantu Angkatan Udara Indonesia di dalam Modernisasi Radar. Lockheed Martin telah meluncurkan inisiatif membangun industri radar Indonesia sebagai bagian dari usaha perusahaan asal AS ini dalam mendukung agenda Indonesia untuk memordenisasikan dan memperluas jangkauan pengawasan udara Republik Indonesia.
Inisiatif ini mencakup transfer teknologi guna membantu pembangunan industri radar Indonesia, serta kerjasama dengan sejumlah universitas lokal guna mengembangkan sumber daya manusia untuk mendukung inisiatif ini. Meningkatkan kemampuan Indonesia untuk membuat beragam komponen radar yang fundamental akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pemasok asing, sekaligus membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Lockheed Martin berkomitmen untuk mendukung Indonesia dan rencana revitalisasi industri pertahanannya,” ungkap Robert Laing, Eksekutif Nasional, Lockheed Martin, Indonesia. “Tujuan kami adalah untuk menciptakan sebuah sektor teknologi dan lapangan pekerjaan yang baru demi menjamin industri yang berkesinambungan di Indonesia.” (6/08/2014).
Lockheed Martin telah bekerjasama dengan Institut Teknologi bandung (ITB) untuk membuat kurikulum engineering teknologi radar. Selain itu, terdapat sejumlah program lainnya, ditambah dengan berbagai seminar teknis dan peluang pendidikan yang tengah berlangsung, seperti pelatihan pemimpin masa depan untuk pengembangan teknologi radar. Perusahaan ini juga telah mengintegrasikan kapabilitas manufaktur dengan sejumlah mitra lokal Indonesia, yang telah memulai memproduksi komponen-komponen radar.
Lockheed Martin juga kini tengah bersaing memperebutkan program radar Ground Control Intercept (GCI) Indonesia. Jika perusahaan ini berhasil memenangkan program tersebut, maka akan terbuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi mitra-mitra lokal, yang diperkirakan hingga dua juta jam kerja selama masa aktif radar-radar tersebut. Para mitra lokal akan mampu memproduksi komponen radar senilai hampir 100 juta dolar tiap tahun.
Pengalaman ekstensif radar pengawasan udara yang dimiliki Lockheed Martin dapat membantu Indonesia menjadmin keamanan dan keselamatan ruang udara baik bagi lalu lintas udara sipil maupun kedaulatan udara nasional untuk waktu yang sangat lama. Lockheed Martin telah memproduksi dan mengoperasikan lebih dari 200 radar pengawasan udara di 30 negara. Beroperasi di seluruh dunia selama 24 jam, radar-radar Lockheed Martin beroperasi sepenuhnya tanpa awak dan sebagian besar telah puluhan tahun di dalam kondisi lingkungan terpencil yang keras. Tidak ada satupun radar-radar tersebut yang pernah mengalami kerusakan, dan bahkan sebagian besar telah beroperasi dengan baik melampui masa garansi 20 tahun. Kehandalan dan umur yang panjang dari radar-radar tersebut adalah hasil dari investasi berkelanjutan Lockheed Martin di dalam teknologi canggih dan komitmen terhadap misi dan kebutuhan para konsumen.
Berpusat di Bethesda, Maryland, Lockheed Martin adalah perusahaan keamanan dan kedirgantaraan global yang memiliki sekitar 113.000 karyawan di seluruh dunia dan secara khusus terlibat di dalam riset, desain, pengembangan, manufaktur, integrasi, dan pemeliharaan beragam sistem, produk, dan layanan teknologi canggih. Penjualan bersih korporasi untuk tahun 2013 mencapai 45,4 miliar dolar. (Antaranews.com)

Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! (jilid V)

 
2011-08-09-17.09.04
Saat ini ada 5 isu strategis nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis Indonesia, Gangguan Kemanan masih cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan membahas tentang “KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS.
Untuk mengejar kemandirian dan penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX), Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasional (medium).Kemarin sudah dibahas masalah Pembangunan Industri Propelam Nasional, rencana jangka menengah pembangunan kapal PKR atau Frigate Nasional, dan Pengembangan Kapal Selam.

Pengembangan Roket dan Rudal Nasional
Program pengembangan roket nasional di Indonesia akan memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri terkait membangun kemampuan dan menguasai teknologi peroketan untuk kemandirian pertahanan. Untuk itu, dilakukan pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sebagai modal awal untuk mulai mengembangkan kemampuan dalam litbang dan produksi roket serta rudal untuk persenjataan TNI.
Secara bertahap dikembangkan roket dan rudal nasional dengan memperhatikan kebutuhan operasi yang sesuai dengan kondisi negara Indonesia dan mengintegrasikan kemampuan nasional untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang berbasis teknologi kedirgantaraan. Awal pengembangan dimulai dengan roket diameter 122 mm dengan jarak jangkau 20 km.
Sejak saat itu sudah 3 tipe motor roket yang dihasilkan yaitu RX1210 propelan komposit 1m bintang 8, RX1213 propelan komposit 1,3 m bintang 7, RX1220 dengan propelan komposit ganda. Selain itu motor roket RX1210/1213 dua tingkat dengan jangkauan 21 km. Kemudian pengembangan motor roket RX2020 dengan diameter 200 mm dan propelan 2 m dengan jangkauan 40 km.
Mulai dari tahun 2010 fokus pengembangan ditujukan kepada D230 RX1210 dengan jangkauan maksimum 15 km, D230 RX1220 dengan perkiraan jangkauan maksimum 21 km dan RX2020. Leading sektor teknologi peroketan adalah LAPAN, teknologi hulu ledak adalah PT. PINDAD, dan integrasi serta industralisasi adalah PT. DI.
Program RKX telah menberikan beberapa hasil, seperti, pengembangan sensor IMU (Inertial Measurement Unit), sistem autopilot, model terowongan angin, sistem aktuasi, yang dalam hal ini menggunakan high torque servo motor, sistem separasi sederhana, sistem telemetri sampai jarak jangkau 60 Km, struktur tahan panas (blast tube), alat penguji subsistem kendali (HWIL), dan sistem sensor pencari sasaran (infra-red/optical) tahap awal. Hasil-hasil tersebut belum maksimal, diantaranya IMU yang dihasilkan masih mempunyai bias error yang terlalu besar untuk bisa melakukan close-loop dengan sistem kendali sikap, sehingga masih diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk mendukung program roket kendali.

TAHUN 2010
Pada tahun 2010 telah diluncurkan Roket D-230 kaliber 122 mm RX-1210 dan RX-1213 dengan jarak jangkau 12-15 km di-freeze menjadi R-Han 122. Roketroket ini mendapat sertifikat uji coba dari Dislitbangal serta Rancang bangun sistem peluncur 8 laras menggunakan mobil Land Rover. Konsorsium pengembangan roket ini melibatkan Instansi Pemerintah (Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pertahanan, Dislitbang TNI AL), Lembaga Riset (ITB, LAPAN, BMKG) dan Industri (PT DI, PT Pindad, PT KS).

Tahun 2011
Telah dilakukan rancang bangun dan uji luncur perdana Roket D-230 kaliber 122 mm, RX- 1220 dengan jarak jangkau 25 km, Roket Kendali RKX- 2020, dan Rancang bangun sistem peluncur Truk Gaz 16 Laras dan Truk Perkasa 8 Laras.

Tahun 2012
Konsorsium telah berhasil mengembangkan roket D-230 RX-1220 dengan diameter 122 mm, berbahan bakar propelan seberat 23 kg, kecepatan terbang 2,7 Mach, dan jarak jangkau sekitar 24 km. Selain itu, dikembangkan juga roket D-230 RX-2020 dengan diameter 200 mm, berbahan bakar propelan seberat 53,4 kg, dan jarak jangkau sekitar 36 km.
Untuk pengembangan sistem elektronika dan kontrol telah dilakukan pengembangan Bus Terminal Server RBU, Simulator Source Station, Software Interfacing, Software Firing Control RBU, Software Tactical Management ASW. Terhadap Roket RX-1220 dan RX-2020 bermuatan GPS dan Radar telah dilakukan uji coba sebanyak 4 kali di Pameungpeuk, Garut.

Tahun 2013
Telah dikembangkan roket balistik RX-2020 bermuatan radar dan GPS, prototipe Remote- Controlled Weapon System, Ballistic Computer, Roket Electric-Ducted Fan, Sistem Elektronika (Combat Management System). Uji coba telah dilakukan beberapa kali diantaranya, roket RX-2020 telah diterbangkan di Pamengpeuk tanggal 27 Agustus dan di Morotai 18 Desember 2013, sedangkan uji statis Roket 3 Digit RX 450 dilakukan di Pameungpeuk.
(Jalo dan Kemenristek)