Rabu, 02 Juli 2014

MEF Indonesia dan Ancaman Kawasan

Kapal Induk China Liaoning yang bergerak ke Laut China Selatan (photo; PLA Navy)
Kapal Induk China Liaoning yang bergerak ke Laut China Selatan (photo; PLA Navy)

Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, berpendapat, perlu ada koreksi mendalam tentang pendekatan penyusunan Minimum Essential Force (MEF) Indonesia. Selama ini, dia menilai, pelaksanaan MEF hanya terfokus pada pendekatan anggaran yang tersedia, tidak didasarkan pada ancaman yang berkembang. Jika ini terus dilakukan, MEF tidak akan tercapai.
“Jika pengukuran MEF itu berdasarkan ancaman, artinya angkanya harus berubah tiap tahun. Ancaman kita 10 tahun lalu, ancaman kita 5 tahun lalu, dengan ancaman kita hari ini, kan sudah berubah,” ucap Connie.
Ia menjelaskan, dinamika ancaman kawasan saat ini sudah cukup kompleks. Oleh karenanya, penegasan terhadap paradigma outward looking TNI yang sudah dicetuskan sejak reformasi 1998, perlu segera diwujudkan, tidak sekadar wacana di atas kertas.
“Seperti ada ancaman ketika Tiongkok menetapkan kebijakan green water policy. Green water policy Tiongkok akan masuk sampai pada Selat Malaka. Dan blue water Tiongkok akan masuk sampai Samudera Hindia. Kalau kita mengukur MEF dari ancaman tersebut, seharusnya sudah berubah hitungan MEF dari Kemhan hari ini,” katanya.
Untuk matra laut, Connie berpandangan, Indonesia setidaknya memerlukan 755 kapal perang KRI, 4 buah kapal induk, dan 22 kapal selam. Kebutuhan ini untuk melindungi kepentingqan Indonesia, minimum hingga 60 tahun mendatang.
“Visi MEF saya bagaimana melindungi kepentingan Indonesia minimum 60 tahun mendatang. Visi MEF hari ini itu per 10 tahun, susah. Itu cara perhitungannya berbeda,” cetus Connie.
Dia melihat kemunduran cara berpikir dalam paradigma pembangunan pertahanan Indonesia sekarang. Salah satunya, masih dominannya orientasi pertahanan darat. Seharusnya, jika sejalan dengan doktrin outward looking military, arah penguatannya ada pada matra laut dan udara.
“Paradigma pertahanan kita juga terlalu berorientasi kepada daratan. Cara kita menetapkan ancaman kita juga dari darat. Kenapa kita tidak seperti zaman nenek moyang kita dahulu, seperti kerajaan Ternate dan Tidore misalnya? Mereka melihat ancaman itu dari laut. Makanya kenapa dulu kekuatan maritim kita bisa sampai ke Madagaskar. MEF kita zaman sekarang kalah dengan MEF kita zaman Tidore. Cara berpikir kita sekarang benar-benar mundur,” pungkasnya. (Anwar Iqbal / Arif Giyanto / Jurnalmaritim.com).

Kemampuan Kapal Perang Indonesia

 
Rudal pertahanan anti-udara VL Mica MBDA
Rudal pertahanan anti-udara VL Mica MBDA

Menarik untuk dicermati kehadiran KRI Bung Tomo class dengan senjata yang diusungnya, diantaranya adalah rudal exocet MM 40 blok II dan rudal MBDA Mica. Rudal exocet merupakan salah satu rudal yang cukup legendaris dan terbukti battle proven. Beruntung kita memilikinya.
Dengan diadopsinya rudal VL Mica pada KRI Bung Tomo class, merupakan era baru SAM tipe VLS pada jajaran KRI kita, mengingat selama ini KRI kita dipertahankan dengan SAM tipe manual.
Seperti kita ketahui duel laut yang terjadi dalam konflik besar dunia mulai dari Perang Dunia sampai Perang Malvinas, Perang Teluk, dan lain-lain, tidak melulu melibatkan duel antar kapal perang, atau antar kapal perang dengan kapal selam saja, tapi juga melibatkan peran udara.
Seperti dalam Perang Malvinas, serangan Argentina terhadap Inggris didominasi dengan Pesawat tempur. Kala itu Argentina cukup sukses menenggelamkan beberapa kapal Inggris dengan pesawat tempurnya menggunakan rudal AM 39 Exocet.
Bagaimana kondisi KRI kita, seperti telah banyak diulas, memang kondisi KRI kita cukup miris dalam hal arsenal pertahanan udara. Dari 140-an KRI kita, saat ini perlindungan SAM tercanggih dimiliki oleh KRI Diponegoro class dengan SAM Mistral dengan jangkauan 5-6 km, hanya efektif untuk menghancurkn helikopter.
KRI DIPONEGORO 365 - Rudal Mistral TETRAL (photo: Fay Aldrian)
KRI DIPONEGORO 365 – Rudal Mistral TETRAL (photo: Fay Aldrian)

Cukup mnggembirakn dengan hadirnya SAM Mica, dengan tipe VLS-nya yang artinya memberikan perlindungan udara hingga 360 derajat dan jangkauan lebih jauh yaitu 25 km.
Meskipun sebenarnya adopsi SAM tipe VLS pada KRI kita cukup terlambat dibanding tetangga jiran kita Malaysia dan Singapura. Bahkan SaM VLS yang dimiliki Kapal Perang Singapura tipe Formidable lebih inferior dengan jangkauan 60 km.
Dari penjabaran tersebut, jika Kapal perang kita melayani duel kapal perang tentu masih bisa dijawab dengan Yakhont kita. Dengan jangkauan hingga 300 km, menjadikan angkatan laut kita mnjadi paling inferior di kawasan Asia Tenggara.
Tapi bila skenario perang yang terjadi harus melawan pesawat tempur yang menggotong rudal anti kapal jarak jauh dan dalam kondisi tanpa perlindungan Angkatan Udara, maka Kapal perang kita bisa menjadi bulan-bulanan. Apalgi banyak kapal perang kita tanpa perlindungan CIWS (close-in weapon system) yang merupakan tameng udara terakhir pada Kapal Perang.
Rheinmetall Millenium 35mm CIWS
Rheinmetall Millenium 35mm CIWS

Dengan muntahan peluru hingga 5000 butir/menit dan jangkauan maksimal hingga 8 km, CIWS cukup bisa diandalkan melawan rudal yang mendekat. Bahkan Rusia pun memasang hingga 4 CIWS pada frigate mereka. Tapi kalau yang dihadapi adalah rudal anti kapal canggih dengan kecepatan supersonic seperti Yakhont atau Brahmos, alamat mati tanpa bisa mengelak, karena rudal canggih sekelas Brahmos atau Yakhont diketahui mmiliki lintasan yang unik dan rumit sehingga sulit untuk ditangkal. Apalagi rencana akuisisi rudal brahmos tipe peluncuran udara pada Sukhoi Malaysia merupakann ancaman yang nyata pada Angkatan Laut kita.
Maka penting untuk kedaulatan NKRI perlu mnghadirkan arsenal terbaik. Mengingat geopolitik kawasan yang semakin hangat. ‘Jalesveva Jayamahe’, ‘Di Lautan Kita Jaya’. Salam. (by: Runo_art)

TNI AL Beli 2 Kapal Prancis


Model Kapal OSV pesanan TNI AL, ke galangan kapal OCEA SA, Prancis (photo: OCEA SA)
Model Kapal OSV pesanan TNI AL, ke galangan kapal OCEA SA, Prancis (photo: OCEA SA)

TNI AL telah memesan 2 kapal baru, Offshore Support Vessel (OSVs) 60 meter dari Prancis, melalui perusahaan galangan kapal OCEA SA, ujar Kabaranahan Kemenhan Laksda Rachmad Lubis, 26/06/2014.
Kontrak senilai 100 juta USD telah ditandatangani pada bulan Oktober 2013, setelah tercapainya negosiasi antara perwakilan pemerintah Indonesia dan Prancis.
“Perusahaan Korea Selatan ikut partisipasi dalam tender. Namun setelah meninjau kembali kemampuan kapal yang dibutuhkan, termasuk teknologinya yang harus ada di kapal, maka kami memutuskan untuk membeli buatan Prancis”, ujar Laksda Lubis, dalam kunjungannya ke galangan kapal di Les Sables d’Olonne, tempat dua OSVs Indonesia dibangun.
TNI AL berencana mempersenjatai kapal ini dengan satu senjata kaliber 20 mm dan dua senjata mesin kaliber 12,7 mm, untuk melindungi kapal ini dalam menjalankan misi maritime surveillance dan pemetaan wilayah bawah laut (oceanographic).
“Kapal ini akan menutup gap dalam memetakan wilayah bawah laut (underwater terrain) Indonesia”, ujar Laksda Rachmad Lubis. Data Topografi bawah laut Indonesia perlu di-update dan data tambahan yang akan dikumpulkan kapal ini, akan sangat membantu, dikaitkan tugas pertahanan TNI AL.
Menurut pabrik pembuatnya, kapal OSVs 500 ton ini akan memiliki top speed 16 knot yang mengakomodasi 30 kru dan 6 tambahan penumpang.
Kolonel Budi Purwanto, selaku kepala kantor oceanographic dan hydrographic TNI AL mengatakan, kapal tersebut akan dilengkapi sensor yang mampu memetakan wilayah laut hingga kedalaman 6000 meter. Menurutnya, kapal ini juga akan dilengkapi kemampuan anti-kapal selam, meski tidak ada informasi detil tentang itu.
Sekelompok personnel TNI AL dijadwalkan tiba di Les Sables d’Olone, Prancis, pada Juli 2014, untuk mengikuti training dan pengenalan kapal selama Lima minggu.
Kapal OSV dijadwalkan akan diserahkan ke Indonesia pada Januari 2015 dan kapal kedua dijadwalkan September 2015.
Pembelian kapal Maritime survellance dan pemetaan wilayah bawah laut ini, menunjukkan TNI AL sedang meningkatkan usahanya untuk memetakan wilayah bawah laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan, juga untuk meningkatkan kemampuan perang bawah laut mereka.
Armada bawah laut Indonesia saat ini termasuk dua kapal selam Cakra Type 209/1300-class yang aktif tahun 1981. Status operasional kapal ini, tidak diketahui. Sejumlah kapal selam modern akan bergabung dengan TNI AL, termasuk 3 kapal selam Chang Bogo Class yang bergabung tahun 2018, sehingga TNI AL membutuhkan data topografi bawah laut Indonesia, yang lebih detil. (Janes.com).

Selasa, 01 Juli 2014

JASGU Korps Marinir: Rantis Amfibi Made in Indonesia

jasgu v3
Sejak era 90-an, demam kendaraan taktis (rantis) sekelas jeep mulai melanda beberapa satuan TNI. Tak hanya untuk kebutuhan misi tempur, melainkan juga untuk tugas serba guna. Terlebih lagi setelah beberapa rantis berhasil diproduksi di Dalam Negeri. Sebut saja seperti varian Komodo dari Pindad untuk beberapa satuan TNI AD, P3 Cheetah Kopaska TNI AL, dan DMV-30 T/A yang dipakai Detasemen Bravo Paskhas TNI AU. Tapi jauh sebelum nama-nama rantis tadi lahir, justru sudah hadir duluan sosok rantis yang diberi label JASGU (Jeep Amfibi Serba Guna).
JASGU terbilang rantis yang banyak dibicarakan orang, pasalnya rancang bangun dan produksi ya memang hanya melibatkan SDM lokal. Menilik dari sejarahnya, JASGU adalah buah karya dari Citro Subono, perwira Marinir yang saat itu (tahun 2003 – 2004) berpangkat Kapten dan menempati posisi sebagai Komandan Kompi C Batalion Angkut Bermotor 1, Surabaya. Kiprah Citro bersinar setelah berhasil menjurai Lomba Karya Cipta Teknologi dalam rangka HUT TNI tahun 2003. Tidak tanggung-tanggung, Citro berhasil menelurkan tiga jenis prototipe JASGU. JASGU versi pertama dengan bobot mini, yakni 250 kg dipersiapkan untuk misi intai serbu. Demikian juga dengan JASGU versi kedua, hanya dimensi dan bobot lebih besar.
Hasil karya selanjutnya, JASGU versi ketiga adalah yang paling bersinar dan terbilang sukses, karena kerap dipamerkan dalam beragam parade yang melibatkan korps baret ungu ini. Bagi Anda warga Jakarta, rantis JASGU versi ketiga sudah sempat ditampilkan dalam event Pekan Raya Jakarta tahun 2005 silam. JASGU memang bukan rantis anyar, tapi hasil karya anak bangsa ini patut diacungi jempol, apalagi rantis ini tidak mainstream seperti halnya rantis satuan-satuan TNI lainnya. Dan berikut profil singkat beberapa varian JASGU.

JASGU versi Satu
Rantis ini menggabungkan konsep jip dengan speed boat. Secara teknis, JASGU versi pertama ini menggunakan mesin Mitsubishi 4A30 turbo intercooler 1.300 cc DOHC 20 valve. Wahana hybrid dengan bobot 250 kg ini mampu mengangkut empat pasukan dengan kecepatan di darat 80 km per jam dan kecepatan di air 25 km per jam.
Namanya juga versi prototipe pertama, JASGU 1 suspensinya dinilai terlalu ringan, body nya pun terlihat ringkih untuk kebutuhan taktis. Menghadapi medan berat, bagian perut kerap menggesek tanah karena ground clearance terlalu pendek, alias ceper. Suspensi per spiral juga dianggap tidak ideal untuk operasi.
JASGU 1
JASGU 1
jasgu1

jasgu11
JASGU Versi Dua
Belajar dari kelemahan di versi pertama, Citro kemudian membangun kembali JASGU 2 dengan bagian bawah dibuat seperti perahu. Lahirlah JASGU 2 dengan penggerak mesin Mitsubishi Evo 1.800 cc, ditambah mesin Mitsubisdi L-300 2.500 cc. Jika di darat, JASGU 2 menggunakan mesin Mitsubishi Evo. Sementara bila terjun ke air, mesin diesel Mitsubishi L-300 yang bekerja. Kecepatannya menyamai kecepatan tank amfibi, yang rata-rata 10 kilometer per jam atau sekitar 7 knot.
Tapi daya apung JASGU 2 masih dinilai payah. Ruang mesin yang penuh membuat tabung apung menjadi minimal, sehingga hanya mampu mengangkut empat serdadu tanpa ransel. Meski belum sempurna, JASGU 2 kerap mengikuti parade TNI Angkatan Laut. Tampilan yang mirip mobil, tidak beda dengan kendaraan pada umumnya.
JASGU 2
JASGU 2 dilengkapi senjata FN MAG GPMG kaliber 7,62 mm
4583020384_f3a21e4f5d_z
jasgu v2
JASGU Versi Tiga
Setelah JASGU 2 malang melintang, mulai ada perhatian dari kesatuan tempat Citro berdinas. Citro pun dipercaya membuat JASGU 3, dengan ukuran lebih gede. Dia mendapat bantuan Rp200 juta. Desain JASGU 3 mengambil inspirasi dari kendaraan amfibi yang sudah ada, yakni DUKW alias DUCK, truk amfibi berpenggerak enam roda yang dikembangkan AD AS pada era Perang Dunia II. DUKW digunakan secara luas dalam pendaratan di Pasifik, Afrika Utara, dan Normandia. JASGU 3 dikerjakan enam orang sipil dan dua Marinir anak buah Citro, dalam tiga bulan JASGU 3 pun kelar. Rantis ini jauh lebih andal dan kokoh. Berat total 3.700 kg. Panjang 648 cm, lebar 200 cm, tinggi 243 cm, dengan jarak dari tanah 46 cm. Jarak antar sumbu roda mencapai 365 cm.
JASGU 3 juga mengadopsi mesin diesel Mitsubishi PC Canter 4.300 cc. Kini, di darat, JASGU 3 sanggup berlari 105 kilometer per jam. Bentuk dasarnya yang mirip kapal kerap membuat orang heran. Di air, JASGU 3 bisa melaju 25 kilometer per jam atau setara 15 knot. Untuk keselamatan, JASGU 3 juga dilengkapi dua pompa air, yang berfungsi mengeluarkan air yang masuk secara otomatis.
DUKW, sebagai inspirasi lahirnya JASGU 3
DUKW, sebagai inspirasi lahirnya JASGU 3
an-american-dukw-an-amphibious-truck-rolls-through-sainte-marie-du-mont-photo-310440-s-1280x782
Dari sisi kinerja, JASGU 3 membutuhkan 10 liter Solar untuk sejam perjalanan dengan kecepatan standar, 20 kilometer per jam. Di darat, dengan satu liter solar dapat menempuh jarak 8 kilometer, dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam.
“Saya berharap, JASGU bisa menjadi kendaraan serba guna. Enak untuk tempur dan dikendarai,” kata Citro. Karena punya tongkrongan yang besar, maka tak sulit bagi JASGU 3 untuk dipasangi dudukan berbagai senjata, seperti SMB (senapan mesin berat) M2HB kaliber 12,7 mm, pelontar granat otomatis AGL40, hingga senapan runduk (untuk sniper) dengan kaliber besar.
JASGU 3 dalam parade HUT TNI, tampa ditumpangi senjata andalan Sniper NTW20.
JASGU 3 dalam parade HUT TNI, tampa ditumpangi senjata andalan Sniper NTW20.
Guna meladeni medan off road, JASGU 3 dibekali winch.
Guna meladeni medan off road, JASGU 3 dibekali winch.
12839126648645918811405
http://www.antarafoto.com/dom/prevw/grab.php?id=1223979184
Dia mengaku mendapat ide mencipta JASGU ketika bertugas di Batalyon Angkutan Bermotor I Marinir, Karang Pilang, Surabaya, sejak 1997. Ia terusik ketika melihat perahu bot ditarik jip menuju pantai. “Kenapa tidak digabungkan saja,” tuturnya. . Kabarnya saat itu tengah direncanakan untuk mengembangkan prototipe keempat dengan versi komando/komunikasi. (Dikutip dari berbagai sumber)

Spesifikasi JASGU 3
Panjang : 648 cm
Lebar : 200 cm
Jarak sumbu roda : 243 cm
Ground clearance : 46 cm
Berat : 3,7 ton
Kru : 2
Penumpang : 6 personel
Daya angkut : 750 kg
Kecepatan di darat : 105 km per jam
Kecepatan di air : 25 km per jam
Mesin : Mitsubishi PS Canter 4.300 cc

Kisah Merah Putih di MBT Leopard

Roll out MBT Leopard Republik Indonesia yang dihadiri High Level Commitee Delegation telah diselenggarakan di fasilitas Rheinmetall GmbH di Unterlüß Jerman pada 23 Juni 2014 baru lalu. Pada acara tersebut diserah terimakan kunci simbolis dari pihak Rheinmetall GmbH, kepada Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin, sebagai tanda resminya Indonesia memiliki Tank terbaik kelas dunia. Menurut rencana Tank Leopard dan marder akan mulai dikirim secara bertahap pada akhir bulan Juni tahun ini.

Pada acara yang digelar secara apik oleh Rheinmetall tersebut, dikumandangkan Lagu Indonesia Raya yang menggema memenuhi seluruh ruangan, beberapa saat setelah lagu Kebangsaan Jerman dinyanyikan. Di atas panggung, Bendera Merah Putih berdiri sejajar dengan Bendera Jerman.
Di hadapan hadirin, tepat di belakang panggung, nampak siluet konstruksi kokoh yang ditutupi tirai tinggi. Tepat setelah kunci simbolis di serah terimakan, secara mengejutkan tirai terbuka disertai pancaran lampu yang datang dari segala penjuru mengarah pada MBT Leopard  dan IFV Marder. Pada bagian atapnya sudah dipasangi bendera Merah Putih.
Sebelum hadirin menyelesaikan aplausnya, beberapa detik kemudian meraunglah mesin berkekuatan 1500 horse power milik MBT Leopard dan Marder, kemudian Tank tersebut melesat keluar meninggalkan hall.
MBT Leopard 2A4+ yang gagah di dampingi Marder yang cantik, kemudian menunjukan kemampuan manuvernya secara singkat di hadapan hadirin. Pada dynamic display, yang masing-masing dikomandani oleh seorang perwira Kavaleri TNI Angkatan Darat tersebut, nampak bendera Merah Putih berkibar-kibar dengan menawan.
Perwira Kavaleri yang bertindak selaku Komandan Kendaraan MBT Leopard tersebut, menyatakan saat itu adalah saat yang paling ditunggu-tunggu selama ia bertugas di Jerman. Yaitu mengomandani manuver pertama MBT Leopard yang secara resmi telah menjadi milik TNI dengan Bendera Merah Putih berkibar-kibar di Jerman adalah suatu kebanggan teersendiri.

Dari penuturannya pula diketahui untuk mendapatkan kain Merah Putih selebar 45x30 cm adalah suatu hal yang tidak mudah. Berbeda halnya bila kondisi itu dialami ketika berada di kampung halamannya sendiri. Ketika ditanya dari mana ia mendapatkan bendera itu, dengan nada haru dia menjawab bahwa kain untuk bendera itu dibeli oleh seorang wanita Jerman, dari sebuah toko di kota yang jauhnya 84 kilometer, kemudian dijahitnya menjadi bendera. Wanita Jerman tersebut bernama Elfi Behling seorang petugas medis, istri dari Pierre Behling sahabat baiknya selama dia bertugas di Jerman.
“ Mas, saya berharap bendera tersebut tetap terpasang, menemani Leopard mengarungi lautan, menempuh jarak yang jauh menuju rumahnya yang baru di Indonesia...Salam hangat dari Unterlüß Jerman.” demikian kata Perwira Kavaleri tersebut mengakhiri penuturannya.

ARC. 

Menjemput F-16 C/D 52 Indonesia


f-16-runway
Enam Penerbang F-16 TNI AU dari Sakdron Udara 3 tiba di Tucson Arizona, untuk mengikuti latihan konversi menjadi instruktur penerbang pesawat tempur F-16 C/D Block 52ID dalam Proyek “Peace Bima Sena II”.
Mereka adalah Komandan Skadron Letkol. Pnb. Firman “Foxhound” Dwi cahyono (40 th), Mayor. Pnb. Anjar “Beagle” Legowo (38 th), Mayor Pnb. Bambang “Bramble” Apriyanto (34 th), Kapt. Pnb Pandu “Hornet” Eka Prayoga (31 th), Kapt. Pnb. Anwar “Weasel” Sovie (30 th) dan Kapt. Pnb. Bambang “Sphynx” Yudhistira (30 th).
Para penerbang TNI AU ini tiba di Tucson International Airport pada tanggal 25 Juni 2014 pukul 14.05 siang setelah menempuh perjalanan selama 28 jam dari Jakarta – Hongkong – Seattle dan Tucson.
Para penerbang akan menjalani Latihan “Differential Training” F-16 C/D di Tucson Arizona tanggal 30 Juni-11 Juli 2014. Selanjutnya setelah mengikuti penyerahan tiga pesawat ke pemerintah Indonesia maka pada tanggal 15 Juli dua penerbang akan ikut terbang “Ferry” dari Hill AFB, Utah – Eilsen AFB Alaska- Andersen AFB Guam dan langsung menuju Lanud Iswahyudi Madiun.
Selama perjalanan akan dilaksanakan beberapa kali “air refueling” atau pengisian bahan bakar di udara. Ketiga pesawat direncanakan akan mendarat di Madiun pada tanggal 20 Juli 2014 pukul 11.00 siang. Para penerbang akan melanjutkan latihan terbangnya di Lanud Iswahyudi Madiun.
image
Pesawat Tempur F-16 C/D yang saat ini sedang di upgrade di Hill AFB memiliki nama resmi F-16 C/D k 52 ID memiliki kemampuan dalam banyak hal setara dengan pesawat F-16 Block 52, khususnya bidang kecanggihan avionic, kemampuan tempur dan jenis persenjataannya.
Seluruh pesawat sebelumnya digunakan oleh USAF dan disimpan dengan baik di Davis Monthan AFB/AMARG (Aerospace Maintenance & Regeneration Group) yang berlokasi di gurun yang sangat kering. Sementara seluruh mesin pesawat tipe F100-PW-220/E menjalani upgrade di fasilitas pabrik Pratt & Whitney di Old Kelly AFB sehingga menjadi baru kembalai memiliki umur komponen dua kali lebih lama dari mesin standar.
Seluruh pesawat menjalani upgrading dan refurbished rangka serta sistem avionic dan persenjataan di Ogden Air Logistics Center yang berada di Hill AFB, Odgen, Utah. Rangka pesawat diperkuat, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua system lama di rekondisi menjadi baru dan system baru ditambahkan agar pesawat lahir kembali siap menjadi pesawat baru dengan kemampuan jauh lebih hebat dari saat kelahirannya.
Sebetulnya pesawat F-16 C/D 52ID F-16 berdasarkan F-16 C/D Block 25 yang memiliki bentuk fisik dan berat kotor maksimum serta tipe mesin yang sama dengan pesawat F-16 Block 15 A/B OCU yang kita miliki. Memang pesawat F-16 C/D Block 52 dengan daya dorong lebih besar mampu mengangkut senjata lebih berat dan bisa terbang lebih jauh. Namun dalam close combat atau pertempuran udara jarak pendek maka pesawat F-16 TNI AU dengan T/W ratio lebih besar memiliki kelincahan yang lebih baik dari F-16 Block 52. Sehingga untuk urusan pertempuran udara dengan rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder P-4/L/M dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C jelas pesawat F-16 C/D 52ID TNI AU tidak kalah dengan pesawat F-16 C/D Block 50/52.
image
Untuk serangan permukaan darat dan perairan Pesawat F-16 ID juga mampu menggotong persenjataan kanon 20 mm, bomb standar MK 81/82/83/84, Laser Guided Bomb, JDAM (GPS Bomb), rudal AGM-65 Maverick, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar) serta mampu menggunakan navigation dan targeting pod untuk operasi malam hari serta missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) menghancurkan pertahanan udara musuh. Improved Data Modem memungkinkan penerbang melakukan komunikasi tanpa suara hanya menggunakan komunikasi data dengan pesawat lain dan radar darat, radar laut atau radar terbang.
Upgrade Pesawat F-16 C/D 52ID tidak main-main karena mengejar kemampuan setara dengan Block 52, diantaranya memasang Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang dipakai Block 52+, Improved Data Modem Link 16 Block-52, Embedded GPS INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS, AN/ALQ-213 Electronic Warfare Management System, ALR-69 Class IV Radar Warning Receiver, ALE-47 Countermeasures Dispenser Set untuk melepaskan Chaff/Flare. Sementara radar AN/APG-68 (V) di upgrade agar meningkat kemampuannya.
Prinsipnya pesawat F-16 C/D 52ID TNI AU menjalani program The Common Configuration Implementation Program (CCIP) seperti yang dilakukan pada pesawat F-16 CD Blok 40/42 USAF agar meningkat menjadi standar Blok-50/52. Semua pesawat F-16 C/D 52ID TNI AU juga menjalani modifikasi struktur rangka pesawat dengan program Falcon STAR (Structural Augmentation Roadmap) sehingga umur rangka pesawat menjadi lebih dari 10.000 jam, hal ini memungkinkan pesawat dipakai selama 10 tahun lagi sebelum menjalani Service Life Extension Program (SLEP) yang mampu menambah umur rangka pesawat sekitar 2000 jam atau 10 tahun masa pakai.

Pada saat usia pakai F-16 C/D 52 ID berakhir maka diharapkan Indonesia sudah memiliki armada pesawat tempur modern masa depan generasi 4.5 atau generasi ke 5.

Pesawat F-16 C/D 52ID ini merupakan jembatan yang sangat baik untuk membawa Indonesia selangkah lebih maju, tidak hanya menghasilkan penerbang dan tekhnisi yang mahir menguasai pesawat dengan generasi lebih maju, namun juga membawa kita untuk bersama-sama menguasai tehnologi, manajemen dan taktik pertempuran udara modern. Sehingga bisa membawa kekuatan udara betul-betul menjadi bagian dari operasi gabungan TNI dengan matra lainnya baik di Darat, Laut dan Udara. Pembelian F-16 C/D 52ID ini akan mendorong peningkatan kemampuan, pengalaman dan pengetahuan kita tentang apa yang diperlukan oleh Indonesia untuk membangun Air Power atau Kekuatan Dirgantara yang kuat. (tni-au.mil.id).
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara
Hadi Tjahjanto, S.IP.
Marsekal Pertama TNI

KRI Usman Harun Class, Siap ke Indonesia


KRI Usman Harun (straitstimes.com)
KRI Usman Harun (straitstimes.com)

3 kapal perusak ringan (light frigate): KRI Bung Tomo, KRI John Lie, dan KRI Usman Harun ditargetkan hadir di Indonesia sebelum 5 Oktober 2014. Tiga KRI yang sudah berbulan-bulan diproses dan difinalisasi di galangan kapal di Barrow in Furness, sekitar 150 KM dari Kota Manchester, Inggris sudah siap untuk dibawa ke Indonesia dalam waktu dekat.
“Ketiga kapal diusahakan akan tiba di Indonesia sebelum Oktober,” kata Kepala Badan Perencanaan Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan, Laksda TNI Rachmad Lubis kepada detikcom Jumat (27/6/2014) di Paris seusai memantau progres pembuatan alutsista di tiga negara, yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris.
Laksda TNI Rachmat Lubis memimpin delegasi high level committee (HLC) ke tiga negara tersebut untuk memastikan pesanan alutsista itu sesuai spesifikasi yang telah disepakati dan memastikan jadwal penyelesaiannya. Ia telah meninjau proses pembuatan 3 KRI di Barrow in Furness Selasa (24/6/2014) lalu.
KRI Bung Tomo (TOM) sudah siap 100 persen dan sudah diujicobakan di laut. Sedangkan KRI John Li (JOL) sudah siap 100 persen dan sedang akan diujicobakan di laut. “Sedangkan KRI Usman Harun dalam tahap finalisasi,” kata Laksda Lubis.
Saat ini pemerintah Indonesia dan produsen kapal sedang membahas mengenai serah terima kapal. Direncanakan serah terima kapal akan dilakukan di Barrow in Furness pada akhir Juli 2014. Dalam proses serah terima itu, sesuai prosedur selama ini, akan juga dilakukan peresmian pemberian nama tiga kapal itu, yaitu KRI Bung Tomo, KRI John Lie, dan KRI Usman Harun.
Nama kapal terakhir sempat diprotes Singapura, karena negeri jiran itu menganggap Usman dan Harun adalah teroris yang merupakan pelaku pemboman di Singapura pada tahun 1960-an. Namun, pemerintah tetap bersikukuh dengan nama itu, karena Usman dan Harun merupakan prajurit Marinir TNI AL yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.

Uji Tembakan KRI Usman Harun Class
Rencananya, setelah serah terima tiga KRI ini, akan dilakukan pengujian penembakan. Kapal ini dilengkapi radar sensor dan avionik, serta beberapa pucuk meriam berkaliber sedang dan beberapa rudal. Setelah ujicoba, tiga KRI ini juga akan langsung dibawa oleh para prajurit Indonesia mengarungi samudera. Tiap kapal akan diawaki sekitar 81 prajurit. Karena itu, TNI AL akan segera memberangkatkan para prajuritnya ke Manchester untuk pengenalan kapal dan training.
Ketiga KRI ini merupakan kapal perusak, namun bertipe multi role light frigate (MRLF), yaitu sejenis kapal perusak ringan, yang memiliki bobot 2.000 ton dan jangkauan tembakan tidak terlalu jauh. Kapal ini memang bukan kapal baru, tapi kapal bekas yang kemudian diupgrade teknologi dan sistem peluru kendalinya.
“Kapal ini memang bekas, tapi tidak pernah digunakan untuk operasi, hanya pemanasan mesin aja,” kata Lubis. Untuk membeli 3 KRI ini, Indonesia menggelontorkan uang US$ 385 juta (sekitar Rp 4 triliun). Proses upgrade kapal memerlukan 1,5 tahun, dimulai setelah kesepakatan ditandatangani awal Januari 2013 lalu.
Tiga kapal ini sebelum sempat akan dibeli Brunei Darussalam. Namun Brunei membatalkan pembelian karena kapal terlalu besar untuk negara sekecil Brunei. Akhirnya kapal ini ditawarkan ke Indonesia dan terjadi kesepakatan harga yang cukup murah. Beberapa waktu silam Menhan Purnomo Yusgiantoro sempat mengatakan deal harga US$ 385 juta itu merupakan 20 persen dari harga yang ditawarkan ke Brunei. (detik.com).