Kamis, 26 Juni 2014

KRI Keris Gagalkan Pembajakan Kapal Taiwan

 
REAKSI CEPAT: KRI Keris berhasil menggagalkan pembajakan Kapal FN Kuo Rong di perairan Flores, NTT. (Armatim for Jawa Pos)
Jajaran Armada RI Kawasan Timur (Armatim) berhasil menggagalkan pembajakan kapal di wilayah perairan Laut Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (25/6). Awak kapal perang RI (KRI) Keris mengamankan tindakan kriminal belasan anak buah kapal (ABK) FN Kuo Rong 333 sekitar 57 mil dari Pulau Lembata, Flores.
Kapal berbendera Taiwan yang dinakhodai Chen Chih Wen itu dibajak ABK-nya sendiri. Kapal hendak dilarikan ke Kepulauan Solomon, timur Papua Nugini. Namun, upaya itu dihadang KRI Keris setelah berkoordinasi dengan pesawat patroli maritim Cassa. Pesawat di bawah pembinaan Pusat Penerbangan TNI-AL (Puspenerbal) tersebut lantas melaporkan data-data koordinat keberadaan kapal Taiwan itu.
’’Kapal yang hilang dilaporkan Kantor Search and Rescue (SAR) Kupang ke Gugus Keamanan Laut Koarmatim lost contact sejak Jumat (13/6),’’ jelas Kepala Dinas Penerangan Armatim Letkol Laut (KH) Abdul Kadir kemarin. Kapal itu berdimensi panjang 26,02 meter, lebar 5,5 meter, dan berat 99 GT. Ketika ditangkap, jumlah ABK FN Kuo Rong 333 sebanyak 12 orang.
Kadir menjelaskan, untuk membebaskan kapal tersebut, Guskamla Armatim mengerahkan KRI bertipe kapal cepat rudal dan satu Cassa. Kebetulan, unsur pesawat udara itu sedang melaksanakan operasi keamanan laut sehari-hari di perairan Indonesia Timur. Operasi merupakan salah satu upaya penegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Indonesia.
Kadir menambahkan, proses penegakan keamanan di laut sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan internasional. Untuk penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut, tersangka ABK dan barang bukti kapal digiring menuju Pangkalan TNI-AL (Lanal) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). (sep/JPNN/c7/ca, www.jawapos.com) JKGR.

Komitmen Drone Indonesia

 
Drone RQ-4 Global Hawk, AS
Drone RQ-4 Global Hawk, AS

Dukungan kuat untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri telah diutarakan dengan tegas oleh calon presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo agar Indonesia tidak tergantung terus ke negara lain.
Dalam debat ketiga yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu, capres Joko Widodo berulang kali menyebukan rencananya mengembangkan pesawat “drone” atau tanpa awak, serta menggunakan teknologi hybrid dan cyber untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Hal yang sama juga disampaikannya dalam debat sebelumnya.
Pesawat tanpa awak itu juga akan digunakan untuk pemantauan dan melindungi perairan Indonesia dari kasus pencurian ikan, meski rencana itu juga mendapatkan kritikan keras sehubungan pengoperasiannya butuh biaya dan satelit, sementara perusahaan telekomunikasi Indosat telah dijual ke Singapura.
Kubu Jokowi menyebutkan “drone” berbiaya murah, namun lebih efektif dalam melindungi maritim Indonesia. Kerugian yang diakibatkan pencurian ikan oleh nelayan asing setiap tahunnya diperkirakan sedikitnya Rp300 triliun. Sementara harga satu pesawat tanpa awak diperkirakan hanya Rp20 miliar.
Biaya pengoperasian diklaim murah, juga menggunakannya tak rumit. Pesawat drone itu, menurut Jokowi, akan dioperasikan di tiga kawasan, yaitu Timur, Barat, dan Tengah Indonesia.
Penggunaan drone itu selain berguna untuk pertahanan, juga disebutkan bermanfaat untuk melindungi kekayaan Indonesia.
Sementata itu, capres Prabowo Subianto juga tak kalah tegas untuk menyatakan dukungannya dalam memodernisasi industri pertahanan dalam negeri, serta mendukung pembelian tank tempur utama Leopard II dari Jerman. Meski pembeliannya ditentang Jokowi, namun Menhan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan tank Leopard sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia.
Meski demikian, dukungan kedua capres itu terhadap modernisasi industri pertahanan nasional merupakan tantangan keras bagi industri strategis dalam negeri untuk menjawabnya.
Drone / UCAV MQ - 9 Reaper Amerika Serikat, bawa rudal, termasuk hellfire, anti-tank
Drone / UCAV MQ – 9 Reaper Amerika Serikat, bawa rudal, termasuk hellfire, anti-tank

Banyak negara dalam sepuluh tahun terakhir berlomba-lomba mengembangkan pesawat tanpa awak, termasuk Indonesia. Ketika mantan Presiden AS George W Bush mengumumkan “Perang Atas Teror”, CNN menyebutkan Pentagon hanya memiliki kurang dari 50 pesawat tanpa awak. Kini, negara adi daya itu memiliki lebih dari 7.500 pesawat.
Sejauh ini, baru AS, Israel dan Inggris yang diketahui telah menggunakan pesawat tanpa awak atas musuh mereka. Belakangan ini banyak negara sudah menggunakan drone, seperti Korea Utara yang dilaporkan telah mengirimkannya ke wilayah Korsel.
Namun, pesawat tanpa awak juga digunakan Republik Rakyat Tiongkok untuk memantau suatu kepulauan tak berpenghuni di Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan oleh Jepang, Tiongkok, dan Taiwan.

Karena biayanya cukup murah dan efektivitas yang lebih tinggi yang menyebabkan banyak negara mengembangkan pesawat tanpa awak. Misalnya harga pesawat militer berawak seperti F-35C mencapai 63 juta dolar AS. Pesawat supersonik itu memang memiliki multi fungsi, seperti pertempuran udara ke udara, dukungan udara jarak dekat dan pengeboman taktis. Harga drone jauh lebih murah, padahal sebagian peran pesawat berawak itu sudah diambil alih drone.
Pengoperasian “drone” tak menimbulkan risiko kehilangan awaknya meski dioperasikan di medan yang sangat berat, sementara risiko kehilangan pilot cukup besar di pesawat tempur berawak.
Di masa depan, penyerangan dan perang udara (dog fight) bukan tidak mungkin akan diperankan oleh pesawat-pesawat tempur tanpa awak ini (unmaned combat aerial vechile (UCAV), bukan lagi pesawat tempur konvensional. Pesawat tanpa awak bisa dikendalikan secara otomatis oleh komputer yang ditaruh dalam pesawat, atau dikendalikan menggunakan remote control, atau bisa juga dikendalikan pilot atau “combat system officer” yang berada di daratan atau dalam kendaraan lainnya.
Drone / UCAV Eitan Israel
Drone / UCAV Eitan Israel

Pesawat tanpa awak ini umumnya digunakan untuk keperluan militer, namun kini banyak negara mengembangkannya untuk keperluan sipil seperti pemantauan dan penelitian.
Sebagai mesin perang di udara, pesawat “drone” sudah terbukti keampuhannya. Pesawat “Predator” milik AS yang berpangkalan di Afghanistan menjadi mesin perang andalan negara itu di Afghanistan dan Yaman. Harga Predator jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya pesawat pengebom B-2 Stealth yang harganya berkisar 737 juta hingga 2,2 miliar dolar AS per unit.

Konflik
Maraknya konflik bersenjata dan sengketa perbatasan antarnegara, terutama di perbatasan yang kaya akan sumber daya alam, akan mendorong banyak negara untuk mengembangkan pesawat tanpa awak untuk keperluan pengintaian maupun misi militer lainnya.
Indonesia sendiri memiliki masalah perbatasan dengan negara tetangganya, sementara kekayaan maritimnya banyak dicuri nelayan asing.
Sebelas tahun lalu, AS yang mendominasi penggunaan pesawat tanpa awak ini. Namun sekarang bukan lagi monopoli AS, karena makin banyak negara yang berminat mengembangkan atau membelinya, termasuk Indonesia. CNN menyebutkan lebih dari 70 negara kini memiliki pesawat tanpa awak, meski hanya sebagian kecil dari negara itu yang memiliki pesawat puna (tanpa awak) yang dipersenjatai.
Lonjakan kemajuan teknologi pesawat tanpa awak akan mengubah cara pandang suatu negara menghadapi perang dan ancaman, yang tentunya memacu perlombaan senjata. AS serta Israel sejauh ini merupakan eksportir utama teknologi dan pesawat drone ke banyak negara.
Melihat konflik perbatasan yang makin rawan di masa depan, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam yang semakin terbatas, merupakan langkah tepat yang diambil Indonesia untuk mengembangkan pesawat puna (tanpa awak) sendiri.
Komitmen capres Jokowi untuk membangun pesawat tanpa awak itu menjadi “amunisi” kuat untuk mengembangkannya, meski banyak pihak mengkritiknya karena dinilai belum tepat atau teknologinya terlalu canggih.
Indonesia jauh sebelum debat capres digelar, sudah melakukan kajian dan rekayasa teknologi untuk mengembangkan drone.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pernah menguji terbang prototipe pesawat tanpa awak terbaru di Halim Perdanakusuma Jakarta. Meski dinilai sukses, namun performa pesawat itu masih jauh dari memuaskan, seperti suara mesinnya yang masih terlalu bising. Dengan kata lain, pesawat nirwana semestinya tidak berisik atau tidak mengeluarkan suara besar.
Pesawat Tanpa Awak, UAV Wulung BPPT Indonesia
Pesawat Tanpa Awak, UAV Wulung BPPT Indonesia

Pesawat Luwung mempunyai bentang sayap 6,36 meter, dan terbuat dari bahan komposit. Pesawat ini mampu terbang empat jam pada ketinggian 8.000 kaki, dapat lepas landas pada jarak 300 meter, serta memiliki kecepatan operasional 52-69 knot. Pesawat ini juga dilengkapi dengan “target lock camera system” untuk misi pengintaian, serta mampu terbang hingga 73,4 km.
Penelitian dan pengembangan pesawat tanpa awak Indonesia memang masih harus terus ditingkatkan, seperti bagaimana mengembangkan jarak tempuh operasionalnya, menambah daya angkutnya serta bagaimana meminimalkan tingkat kebisingannya.
Indonesia baru memasuki fase pengembangan teknologi, setelah itu baru masuk ke tahapan “engineering manufacturing”, kemudian yang terakhir adalah tahap produksi.
Mulai tahun 2011, BPPT dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sudah bekerja sama mengembangkan drone untuk misi pemantauan dari udara. BPPT telah mengembangkan pesawat udara nir awak sejak tahun 2004, dan telah menghasilkan berbagai prototipe puna, seperti Gagak, Pelatuk, Seriti, Alap-alap dan terakhir “Wulung” atau burung elang. Kesemuanya untuk mendukung patroli di perbatasan Indonesia.
pesawat nirawak Lapan Surveillance UAV (LSU) 02 (photo: Lapan.go.id)
pesawat nirawak Lapan Surveillance UAV (LSU) 02 (photo: Lapan.go.id)

Untuk mengembangkannya sesuai kebutuhan Indonesia, diperlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut dengan dukungan kebijakan politik dan keuangan yang lebih besar dari pemerintah hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 diikuti pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. ( Hisar Sitanggang / Ruslan Burhani / Antara). JKGR.

Tank Leopard, Komitmen Jangka Panjang

 
MBT Leopard 2 Revolution Indonesia
MBT Leopard 2 Revolution Indonesia

Pemerintah Indonesia telah membeli 180 unit Tank Leopard dan Marder dari Rheinmetall, Jerman dengan biaya US$ 280 juta. Pemerintah mendapat harga sangat murah setelah melakukan negosiasi yang luar biasa. Kini, dengan harga tersebut Indonesia memiliki kurang lebih 2 batalion kavaleri Tank Berat.
“Harganya US$ 280 juta. Awalnya hanya dapat 44 MBT (main battle tank). Tetapi kita lakukan suatu pemikiran-pemikiran yang kita sesuaikan kebutuhan postur TNI Angkatan Darat, sehingga kita akhirnya bisa memiliki kurang lebih 2 batalion dari Kavaleri Tank Berat,” kata Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) dalam jumpa pers seusai penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman, Senin (23/6/2014) sore.
Dalam pengadaan ini, pemerintah Indonesia melakukan negosiasi langsung dengan Rheinmetall, tidak melalui tangan-tangan calo. Hal ini terlihat juga dalam penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama ini.
Dengan memiliki 180 unit tank Leopard dan Marder, kata Sjafrie, sistem pertahanan Angkatan Darat akan lebih dibanding negara-negara tetangga. “Awalnya tidak dimiliki Indonesia, tapi sudah dimiliki negara-negara Asean lainnya.
Berarti kita harus tertantang bagaimana TNI bisa hadir bersama-sama dengan teknologi militer yang dimiliki negara-negara tetangga kita,” kata Sjafrie.
Pengadaan Loepard dan Marder ini merupakan bagian dari revolusi industri militer berteknologi tinggi, peningkatan profesionalisme, dan peningkatan kemampuan yang setara dengan negara-negara lain. “Lebih dari 15 tahun TNI AD belum pernah melakukan modernisasi alutsista, baru ada modernisasi sejak 2010,” jelas Sjafrie.

Modernisasi TNI
Modernisasi alutsista termasuk pembelian Leopard sudah masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) yang disusun pemerintah. Saat ini sudah masuk Renstra yang kedua. Namun pemerintah juga telah menetapkan Renstra jangka panjang hingga tahun 2029.
“?Saat ini sudah masuk Renstra yang kedua. Kita masih ada 1 Renstra sampai 2024, tapi kita punya jangka panjang hingga 2009. Diharapkan pada 2029 kita tidak lagi dalam posisi minimum essential force (kekuatan pokok minimal), tapi sudah masuk dalam kekuatan ideal,” ujar Sjafrie.
Sekarang Indonesia masih mendekati MEF, yang memiliki persyaratan memiliki mobilitas tinggi dan daya pukul yang dahsyat. “Inilah yang dimiliki alutsista strategis kita. Angkatan Darat dengan kemampuan tank berat, alutsista Angkatan Udara dengan kemampuan AU strategis dan alutsista Angkatan Laut dengan kemampuan kapal laut. Inilah implementasi dari alutsista strategis yang dilakukan pada 2010-2014, dikembangkan 2015 dan selanjutnya,” tegas dia.
Sjafrie yakin Renstra mengenai alutsista akan dilanjutkan pemerintah meski berganti pemerintahan. “Insya Allah karena ini merupakan bagian komitmen jangka panjang yang kita lakukan. Kita harapkan sistem pertahanan Indonesia ini yang sudah mengalami dua tahap. Tahap pertama, revitalisasi sistem pertahanan pada 2004-2009.
Tahap kedua, membangkitkan sistem pertahanan kita pada 2010-2014 seperti kita lihat sekarang. Tahap berikutnya, kita mengembangkan sistem pertahanan pada 2015-2019. Tentunya pada 2029 nanti kita pada posisi modern secara mandiri,” jelasnya. (detik.com) JKGR.

Meriam Caesar dan Proyeksi Persenjataan

Meriam Caesar 155mm Pesanan TNI AD (photo: Metro TV)
Meriam Caesar 155mm Pesanan TNI AD (photo: Metro TV)

TNI Angkatan Darat mendapatkan penguatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan menerima empat unit artileri medan, Caesar 155 mm. Indonesia merupakan negara keempat pengguna alutsista buatan Nexter, Prancis.
Caesar mempunyai keunggulan mampu bergerak sendiri karena larasnya berada di atas kendaraan. Setiap kendaraan mampu membawa maksimum 32 munisi yang siap ditembakkan.
Menurut Komandan Pusat Persenjataan Artileri Medan Brigjen Sonhadji, TNI Angkatan Darat akan menerima total 37 unit Caesar hingga tahun 2016. Alutsista ini akan ditempatkan di Batalion Purwakarta dan Ngawi.
Caesar selama ini sudah dipergunakan Tentara Prancis di Afganistan, Lebanon, dan Mali. Daya jangkau tembakan Caesar bisa mencapai 39 kilometer dan bahkan diperjauh hingga 42 kilometer. Selain Prancis, sekarang ini yang menggunakan Caesar adalah satu negara Timur Tengah dan Thailand.

Tambahan Persenjataan
Di tempat terpisah, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyatakan TNI di tiga matranya perlu menambah persenjataan untuk mengamankan wilayah Indonesia dari segala aspek.
“Minimal kita harus punya tiga kapal selam dan kapal patroli cepat terutama untuk wilayah-wilayah perbatasan, di jalur perdagangan yang sibuk,” kata Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Jakarta, 24/06/2014.
Ia menambahkan, sebetulnya Indonesia sudah menambah kapal perang tetapi belum dilengkapi persenjataan dan alat pendukung.
Presiden SBY menatap model kapal selam Kilo Rusia (photo: setneg)
Presiden SBY menatap model kapal selam Kilo Rusia (photo: setneg)

Bicara soal TNI AL Indonesia masih harus diperkuat wahana pengintai maritim, karena untuk saat ini pesawat pengintai TNI AL masih terbatas jumlah dan jangkauannya. Sinergitas antara sayap udara maritim dengan kapal perang permukaan dan bawah permukaan akan menjadi prioritas ke depan.
Sementara, tantangan terbesar di kelautan dari sisi ekomomi adalah menyelamatkan potensi ekonomi nasional dari kejahatan-kejahatan yang masih terjadi, di antaranya pencurian ikan.
“Ke depan, rencana strategis yang harus diprioritaskan adalah memperbesar postur anggaran pertahanan untuk wilayah laut” ujar Ketua Komisi I DPR.
DPR mendukung rencana induk TNI AL yang akan membangun tiga komando armada Indonesia, yaitu di wilayah barat, tengah, dan timur. Antisipasi dinamika Laut China Selatan juga harus dilakukan secara baik.
Mahfud menyinggung juga soal buku Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat terbitan Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Komunkasi Sosial. Di situ disebutkan anggaran pertahanan Indonesia meningkat 400 persen, dari Rp 21,42 triliun pada 2004 menjadi Rp 84,47 triliun pada 2013.
Ini peningkatan terbesar sepanjang sejarah APBN untuk sektor pertahanan sejak 10 tahun terakhir. Pada 1980-an, postur TNI pernah menjadi paling menonjol di ASEAN namun kini tidak lagi dari beberapa sisi.
Akan tetapi, secara akumulatif, dana negara di sektor pertahanan ini telah Rp 440,94 triliun pada 2004 sampai 2013.
Dalam buku yang disunting Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun, itu disebutkan, modernisasi arsenal TNI semata-mata untuk menjaga kedaulatan Indonesia serta menjaga keamanan regional maupun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.(Metro TV dan Antara) JKGR.

Wamenhan: Tank Leopard Sangat Penting


Wamenhan berbincang dengan pihak Rheinmetall Jerman (detik.com)
Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin berbincang dengan pihak Rheinmetall Jerman (detik.com)

Pemerintah telah memutuskan pengadaan 180 unit tank Leopard dan Marder buatan Rheinmetall Jerman untuk modernisasi alutsista Indonesia. Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan, kehadiran Leopard sangat penting untuk Indonesia, terutama untuk tugas operasi militer perang.
“Jadi, tank Leopard adalah bagian kekuatan TNI dalam rangka pertahanan militer untuk tugas melakukan operasi militer perang. Misi TNI itu ada dua, operasi militer perang dan operasi militer non perang. Alustista strategis seperti Leopard, kapal selam, dan pesawat tempur F16 digunakan untuk operasi militer perang dalam menghadapi operasi lawan, bukan digunakan untuk kebutuhan non militery operation,” tegas Sjafrie.
Penegasan Sjafrie ini disampaikan dalam jumpa pers seusai penyerahan simbolis Leopard dan Marder tahap pertama di pabrik Rheinmetall, Unterluss, Jerman, Senin (23/6/2014). Sjafrie yang didampingi Dubes RI untuk Jerman Fauzi Bowo dan para delegasi Indonesia menanggapi polemik mengenai Leopard yang kembali muncul di dalam negeri setelah tank berjenis main battle tank ini dibahas dalam debat Capres hari Minggu (22/6/2014).
Rombongan Wakil Menteri Pertahanan RI, tinjau tank Leopard di Jerman (detik.com)
Rombongan Wakil Menteri Pertahanan RI, tinjau tank Leopard di Jerman (detik.com)

Sebagaimana diketahui, dalam debat itu capres nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) tidak setuju dengan pengadaan Leopard karena tank ini tidak sesuai kondisi jalan dan jembatan di Indonesia. Menurut Jokowi, bobot tank seberat 62 ton itu bisa merusak infrastruktur jalan di Indonesia.
Sjafrie menjelaskan banyak kelebihan yang diperoleh Indonesia setelah memiliki Leopard. “Kita bisa menunjukkan keunggulan operasional dalam menghadapi operasi militer perang dan menghadapi operasi non perang. Inilah fungsi alutsista strategis dalam operasi militer perang,” tegas Sjafrie.
Menurut dia, salah satu persyaratan negara kuat, harus mampu mempunyai peralatan operasi militer perang. “Sebagaimana kita ketahui, suatu negara memiliki kewajiban peralatan pertahanan yang kuat, bukan untuk ofensif, tapi merupakan suatu bagian daripada atribut bangsa dan negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, menghadapi lawan dalam operasi militer,” tegas jenderal purnawirawan bintang tiga ini.
Dengan demikian, kata Sjafrie, pesanan 180 unit Leopard dan Marder ini merupakan wujud modernisasi peralatan militer Indonesia dalam membangun kemampuan pertahanan untuk mendukung terjaganya kedaulatan RI. “Ini merupakan salah satu bagian kecil dari sejumlah modernisasi yang dilakukan, baik dari alutsista yang diproduksi dalam negeri maupun luar negeri untuk memperkuat kekuatan militer kira, sehingga kekuatan militer kita memenuhi kebutuhan bangsa dan negara untuk memangun suatu negara kuat. Inilah wujud dari dedikasi sistem pertahanan negara kepada bangsa dan negara,” ujar dia.
Karena itu, Sjafrie memastikan bahwa pengadaan Leopard akan terus dilakukan pemerintah Indonesia hingga tuntas. Proses pengadaan Leopard dan Marder ini akan selesai pada 2016. (detik.com). JKGR.

COMBAT MANAGEMENT SYSTEM


http://www.len.co.id/images/stories/product_image/cms/ceemes.jpg
Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia, memiliki 18.307 pulau, perairan seluas 93.000 km persegi, serta garis pantai sepanjang 54.716 km. Kondisi geografis tersebut mengharuskan Indonesia memiliki pertahanan maritim yang kuat.
Salah satu parameter yang menentukan kekuatan pertahanan maritim tersebut adalah kemampuan tempur KRI yang dimiliki oleh TNI AL. KRI harus mampu melakukan pendeteksian serta memberikan reaksi terhadap ancaman secara efektif dan efisien.
Keberhasilan pendeteksian serta reaksi terhadap ancaman sangat dipengaruhi oleh teknologi serta kemampuan dari sistem sensor dan persenjataan yang dimiliki oleh KRI sedangkan efektifitas dan efisiensinya sangat ditentukan oleh sistem yang mengintegrasikan sensor dan senjata tersebut.
Sistem tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan operasional pertempuran seperti :
- Melakukan pengolahan data yang berasal dari berbagai sensor menjadi informasi terkait navigasi, potensi ancaman serta reaksi yang dapat dilakukan untuk melumpuhkan ancaman tersebut.
- Memberikan visualisasi menyeluruh terhadap situasi taktis pertempuran.
- Menyediakan sarana untuk melakukan reaksi secara efektif & efisien melalui sistem persenjataan yang dimiliki.
- Menyediakan sarana untuk melakukan koordinasi dengan unit lain dalam suatu gugus tempur, seperti melakukan pertukaran data sasaran, perintah, dll.
Menyadari pentingnya hal tersebut, PT Len Industri (Persero) sebagai salah satu BUMNIP (BUMN Industri Pertahanan) yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kedaulatan NKRI, berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kekuatan pertahanan maritim Republik Indonesia. Sebagai bentuk komitmen tersebut, PT Len Industri (Persero) mempersembahkan salah satu karya terbaiknya yaitu Combat Management System (CMS).

Teknologi CMS Len
http://www.len.co.id/images/stories/product_image/cms/dscn5152.jpg

OMG DDS Compliant Middleware
CMS Len menggunakan teknologi middleware yang memenuhi standar OMG-DDS, yang merupakan standar internasional yang mendefinisikan mekanisme komunikasi real-time & mission-critical.

IHO S-57 and S-63 Compliant
CMS Len mampu menampilkan peta elektronik yang memenuhi standard IHO S-57 and S-63.

Software-Based Radar Scan Conversion
CMS Len menggunakan teknologi software-based radar scan conversion sehingga integrasi dengan radar dapat dilakukan secara fleksibel, mulai dari radar legacy hingga radar modern.

Multi Hypothesis Tracking (MHT)
Algoritma radar tracking yang digunakan merupakan algoritma yang lebih mutakhir sehingga proses tracking radar menjadi lebih handal.

C/Java Development
CMS Len dikembangkan menggunakan bahasa pemrograman C & Java, sehingga proses pengembangannya bisa dilakukan lebih cepat (kelebihan bahasa pemrograman Java) tanpa mengorbankan performansinya (kelebihan bahasa pemrograman C).

Supported Interface Protocols
CMS Len mendukung berbagai protokol software dan hardware yang umum digunakan pada aplikasi marine seperti: Serial Interface (RS-232, RS-422, RS-485), NMEA, Synchro/Resolver Interface, TCP/IP, dsb. Selain itu, Len juga siap mengimplementasikan protokol proprietary  yang digunakan pada berbagai sistem sensor & senjata

Fitur Utama CMS Len
CMS Len menyediakan berbagai fungsi untuk mendukung aktivitas pertempuran maupun patroli TNI AL, diantaranya adalah:

Picture Compilation
Kemampuan untuk menyajikan visualisasi terhadap situasi taktis peperangan yang antara lain meliputi tampilan track (sesuai dengan simbol-simbol yang digunakan di TNI-AL), peta laut elektronik serta video radar.

Maneuver/Formasi Gugus Tempur
Menyajikan saran untuk melakukan manuver tertentu di dalam sebuah formasi yang meliputi Open/Close at Given Bearing, Open/Close to Given Distance, Stationing, Transit at given distance.

Fungsi Peperangan Laut
Menyediakan fungsi-fungsi yang membantu kegiatan peperangan laut seperti : Plan Cordon (Menyajikan informasi taktik pengepungan sasaran bawah air), Furthest On Circle (Menyajikan informasi pertahanan preventif terhadap ancaman kapal selam), dll.

Naval Gunfire Support
Memberikan kemampuan melakukan tembakan bantuan ke darat yang meliputi Direct, Indirect, dan Blind Bombardment.

Air Control
Kemampuan melakukan kalkulasi dan menyajikan saran untuk koordinasi dengan unit tempur udara, seperti mengarahkan unit udara pembawa torpedo untuk melakukan penyerangan terhadap kapal selam, memandu pesawat/helikopter ke suatu target untuk melakukan pencegatan (interception), memandu helikopter pada saat helikopter melakukan pendaratan di dek kapal, melakukan konversi koordinat bujur/lintang-georef.

Fungsi Umum Navigasi
Menyediakan fungsi-fungsi navigasi umum seperti Closest Point Approach (CPA), Collision Avoidance, Man Overboard Recovery, Parallel Index, Route Handling (Waypoint).

Firing Control System
Kemampuan melakukan tracking sasaran serta melaksanan penembakan yang meliputi deteksi jangkauan sasaran, kalkulasi sudut cegat, serta stabilisasi Turet.  (www.len.co.id) JKGR.

Dukungan Minimum Essential Force

Filipina memesan dua unit Perusak Kawal Rudal (PKR) 105 Meter-FRIGATE buatan PT PAL. (Foto: PT PAL)

Minimum Essential Force (MEF) atau kekuatan pokok minimum TNI menjadi salah satu poin penting dalam hal pertahanan negara menuju era global. Persoalan yang tidak kalah penting adalah peningkatan kemampuan industri militer dalam negeri, seperti LAPAN, Pindad, PT PAL, PT DI, BPPT, PT Dahana, dan sebagainya.
“Kapasitas alutsista yang modern dan memadai tentu akan meningkatkan pamor dan menambah rasa percaya diri bangsa kita di tengah-tengah dinamika hubungan antarnegara yang terjadi,” ujar Direktur Utama PT PAL, Muhammad Firmansyah Arifin, kepada JMOL di Surabaya, Rabu (18/6).
Menurut Firmansyah, peningkatan kualitas dan kuantitas alutsista yang dimiliki Indonesia menjadi sangat penting, mengingat Indonesia memiliki lautan yang sangat potensial dan strategis. Alutsista memadai akan sangat berguna apabila suatu ketika terjadi ancaman di wilayah perairan Indonesia, seperti yang terjadi di wilayah Ambalat.
Seperti diketahui, TNI AL terus berupaya meningkatkan teknologi dan kuantitas alutsista yang dimiliki. Keinginan kuat TNI AL meningkatkan alutsistanya diwujudkan dengan menjalin kerja sama yang erat dengan industri militer dalam negeri. Salah satunya, PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL) di Surabaya.
PT PAL memahami tantangan yang dihadapi TNI AL dan berkomitmen kuat senantiasa mendukung sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka pertahanan negara.
“PT PAL senantiasa mendukung kebutuhan TNI AL, dengan berusaha memenuhi setiap pesanan yang diberikan kepada kami,” kata Firmansyah.
Ia menjelaskan, beberapa alutsisita yang dipesan TNI AL kepada PT PAL antara lain LPD 125-KRI Banjarmasin, Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Fast Patrol Boat 28 M, Fast Patrol Boat 57 M, serta KCR 60 M KRI Sampari. PT PAL saat ini sedang dalam proses perencanaan pembuatan kapal selam pesanan TNI AL.

Alih Teknologi
Di sisi lain, harus diakui bahwa tidak semua komponen kapal dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Untuk kapal perang, sekitar 60 persen komponennya dibuat di dalam negeri. Sedang sisanya diimpor dari berbagai negara. Untuk kapal niaga, komponen yang mampu diproduksi dalam negeri sebesar 70 persen.
Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi, PT PAL sering kali melakukan proses alih teknologi. Upaya yang dilakukan PT PAL dalam rangka alih teknologi tersebut utamanya dalam menyiapkan kualitas SDM yang andal. SDM yang disiapkan melalui proses seleksi yang ketat, kemudian training peningkatan kemampuan teknis maupun mentalitas.
Alutsista yang dibutuhkan di masa depan tentu harus dikembangkan melalui perencanaan yang matang dan strategis.
“Kemenhan saat ini sedang membuat pemetaan untuk kebutuhan alutsista, baik dari jumlah maupun teknologi yang dibutuhkan, serta kapasitas galangan kapal. Dari pemetaan ini akan dapat dilihat perbandingan antara perencanaan dan pemenuhannya. Untuk itulah pemetaan dibutuhkan,” pungkasnya. (jurnalmaritim.com) JKGR.